Professional Documents
Culture Documents
No Lokasi
1
Anterior
2
Anteroseptal
Anterolateral
Lateral
Inferolateral
Inferior
Inferoseptal
True posterior
RV Infraction
Gambaran EKG
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V4/V5
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V3
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V1-V6 dan I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di
V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi
ST/gelombang Q di I dan aVL
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan
aVL).
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, dan Avf
Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, V1-V3
Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen
ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1V2
Elevasi segmen ST di precordial lead (V3RV4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark
inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.
2. Etiologi
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah
terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar
kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya
STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan
penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini
dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat
dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.
a) Faktor yang tidak dapat dirubah :
1) Usia
predisposisi
atherosclerosis.
Insiden
infark
hiperaktivitas
parasimpatis
(bradikardi
dan/atau
hipotensi).
4. Patofisiologi
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara
tiba-tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya
mengalami atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri
koroner berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan
vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi
ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga
komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang
mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus
(thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat
rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet
monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa agonis
(kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet.
Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local
yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis
meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini
alioran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul
edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzimenzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau
ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua
serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira
pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan
penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami
penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk
dengan jelas.
Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya
kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang
dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi
ejeksi, peningkatan volume akhir sistolok dan akhir diastolik ventrikel
serta peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.
5.
6. Komplikasi
a) Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran,
dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark.
Proses ini dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini
terjadi karena ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang
normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang
terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark.
b) Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi
basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan
rontgen dijumpai kongesti paru.
c) Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan
sistem
saraf
otonom,
ketidakseimbangan
fungsi miokardium.
Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di
rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan
tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami
kebocoran
melalui
dinding
kapiler,
merembes
keluar,
dan
akan
j)
setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
k) Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan
thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi
l)
sistemik.
Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan
10
yang
ada
dalam
otot
skeletal.
Perbedaan
tersebut
11
prognosis,
menunjukkan
deteksi
indikasi
penurunan
terapi
fungsi
dengan
ventrikel
inhibitor
kiri
RAAS.
12
a) Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar
tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi
elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian
besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam
pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam
pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang
dicurigai STEMI :
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan
medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan
tindakan resusitasi
Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih
Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang
dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
b) Hospital
1) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masamasa awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena
itu, pasien dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur
selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat
komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan
postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat
tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini
bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan
kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain,
pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan
frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau
13
ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m
minimal tiga kali sehari.
2) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI,
pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada
4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang
diberikan harus
14
dan
efektif
siklooksigenase
pada
trombosit
spektrum
yang
SKA.
Inhibisi
cepat
dilanjutkan
reduksi
kadar
15
16
jantung
ekstra
(S3/S4)
mungkin
menunjukkan
gagal
jantung/ventrikel.
h) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
8. Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, khawatir tentang
keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
9. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
10. Makanan/cairan
Gejala:
mual,
kehilangan
napsu makan,
bersendawa, nyeri
ulu
hati/terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan
17
otonom:
perubahan
frekuensi/irama
jantung,
TD,
dispnea
dengan/tanpa
kerja,
dispnea
nocturnal,
batuk
18
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
16. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau
Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
Tingkat kesadaran
Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard
Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,
perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel
Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
Warna dan suhu kulit
Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tandatanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya
tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
(Wilkinson. 2012)
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
19
diri
yang
elektri,
penurunan
preload/peningkatan
tahanan
vaskuler
21
Intervensi :
a) Pantau tanda vital: frekuensi jantung, TD,nadi
Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan TD,nadi secara dini
sehingga memudahkan dalam melakukan intervensi karena TD dapat
meningkatkan rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung
dipengaruhi.
b) Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4
Rasional: Untuk megetahui adanya komplikasi pada GJK gagal mitral
untuk S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan ventrikel,
dan hipertensi pulmonal /sistemik
c) Auskultasi bunyi napas
Rasional: Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan
fungsi miokard
d) Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan
kafein,kopi, coklat, cola
Rasional: Untuk menghindari kerja miokardia, bradikardi,peningkatan
frekuensi jantung
Kolaborasi:
a) Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan
disritmia lanjut
b) Pertahankan cairan IV
Rasional: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada
disritmia/nyeri dada
22
misalnya
vasikonstriksi,
hipovolemia,
dan
pembentukan
tromboemboli
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi
jaringan efektif
Kirteria Hasil:
Kulit hangat dan kering
Nadi perifer kuat
Tanda vital dalam batas normal
Kesadran compos mentis
Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
Tidak edema dan nyeri
Intervensi:
a) Observasi adanya perubahan tingkat kesadaran secara tiba-tiba
Rasional: Untuk mengetahui adanya penurunan curah jantung
b) Observasi adanya pucat, sianosis, kulit dingin/lembab da raba kekuatan
nadi perifer
Rasional: Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah
jantung
c) Observasi adanya tanda Homan, eritema, edema
Rasional: Untuk mengetahui adanya trombosis vena dalam
23
istirahat,
batasi
aktivitas
pada
dasar
24
nyeri/respon
DAFTAR PUSTAKA
Fauci, et.al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Kumar, et.al. 2007. Robbins Basic Pathology. Elsevier Inc.
Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3.
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wilkinson, judith. 2012. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis, NANDA,
NIC, NOC 2012-2015. Jakarta: ECG
25
LAPORAN PENDAHULUAN
ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)
DI RUANG ICVCU RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
26
Disusun:
Dyah Isna Romadani
J230145052
27