You are on page 1of 4

Misteri Wangsit Siliwangi dan Muksonya (Menghilang)

Prabu Siliwangi
Wangsit Siliwangi selalu mengundang rasa penasaran, sebab amanat ini penuh
misteri. Salah satu ungkapan dalam wangsit disebutkan kalau pada suatu saat akan
ada yang menelusuri sejarah Sunda yang sebenarnya, hanya semakin menambah
rasa penasaran dari novel ini bahwa sejarah Sunda belum benar-benar terkuak.
Ketegangan antara Prabu Siliwangi dan Pangeran Cakrabuana memuncak setelah
hubungan antara Cirebon-Demak semakin mesra di satu pihak, dan di pihak lain
Pajajaran sendiri mulai main mata dengan Portugis yang baru menguasai Malaka.
Kemesraan hubungan Cirebon-Demak ditandai dengan dipersatukannya para putra
kedua negeri itu dalam ikatan perkawinan. Sementara penjajakan kerja sama yang
dilakukan Pajajaran dengan Portugis yang membuat Cirebon-Demak panas dingin,
dilakukan salah satu alasannya mengantisipasi kekuatan maritim Cirebon-Demak.
Pelanggaran Cirebon yang membuat Prabu Siliwangi mempersiapkan pasukan
perang secara besar-besaran adalah kenyataan di mana Tumenggung Jagabaya
yang diutus untuk menyelesaikan masalah justru tak kembali ke Pajajaran.
Pergeseran kehidupan akibat hadirnya Islam ini, dinilai menjadi sumber petaka bagi
Pajajaran.

Sejatinya ketidaksenangan Prabu Siliwangi bukan terhadap Kesultanan Cirebon dan


Islam semata, melainkan karena hubungan dengan Demak yang terlalu akrab
pemicu membuncahnya kemarahan. Selangkah sebelum genderang perang
ditabuh, purohita Pajajaran, Ki Purwagalih mengingatkan.

Cirebon sebenarnya bukan siapa-siapa sekalipun akhir-akhir ini sering berulah.


Bukankah Syarif Hidayatullah yang menjadi Susuhunan Jati sekarang adalah putra
dari Nyimas Ratu Rarasantang, putri Gusti Prabu sendiri? Bukankah Pangeran
Cakrabuana yang tak lain adalah Prabu Anom Walangsungsang, putra Gusti Prabu
sendiri? Bagaimana tanggapan negeri-negeri sahabat juga Portugis yang telah
bersedia untuk kerja sama, jika seorang kakek memerangi cucunya sendiri dengan
pasukan perang luar biasa seperti ini? Ampun Gusti Prabu, aku terlalu lancang
bicara seperti ini! jelas Ki Purwagalih menunduk makin dalam. Prabu Siliwangi
mendengus pada angin.

Wangsit Prabu Siliwangi

Wangsit Prabu Siliwangi mengandung hakekat yang sangat tinggi oleh karena di
dalamnya digambarkan situasi kondisi sosial beberapa masa utama dengan
karakter pemimpinnya dalam kurun waktu perjalanan panjang sejarah negeri ini
pasca kepergian Prabu Siliwangi (ngahyang/menghilang). Peristiwa itu ditandai
dengan menghilangnya Pajajaran.

Sesuai sabda Prabu Siliwangi bahwa kelak kemudian akan ada banyak orang yang
berusaha membuka misteri Pajajaran. Namun yang terjadi mereka yang berusaha
mencari hanyalah 0rang-orang sombong dan takabur.

Seperti diungkapkan dalam naskah tersebut berikut ini :


Ti mimiti po ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit
nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay.
Sabab bukti anu kari, bakal ra nu malungkir! Tapi engk jaga bakal aya nu nyobanyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu mak
amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu ardan
heula.
Artinya :
Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang
negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka
yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! tapi
suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa ditemukan kembali.
Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya
banyak yang sok pintar dan sombong. Dan bahkan berlebihan kalau bicara.

Namun dalam naskah Wangsit Siliwangi ini dikatakan bahwa pada akhirnya yang
mampu membuka misteri Pajajaran adalah sosok yang dikatakan sebagai Budak
Angon (Anak Gembala). Sebagai perlambang sosok yang dikatakan oleh Prabu
Siliwangi sebagai orang yang baik perangainya.

Sakabh turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu.
Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan
nu had laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita
moal kadng. Mmang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancag hatna, ka
nu weruh di semu anu sastu, anu ngarti kana wangi anu sajati jeung nu surti lantip

pikirna, nu had laku lampahna. Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi
mr cr ku wawangi.
Artinya :
Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan
saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang
susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan
terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi
hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan,
yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan
bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi
ciri dengan wewangian.
Selanjutnya dikatakan juga apa yang dilakukan oleh sosok Budak Angon ini sbb :
Aya nu wani ngorhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngorhan bari
ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyata budak angon; imahna di birit leuwi,
pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang.
Ari ngangonna? Lain kebo lain emb, lain mong lain bantng, tapi kalakay jeung
tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian
disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung
mangsana, baris loba nu kabuka jeung rarang mnta dilalakonkeun. Tapi, mudu
ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman
mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung
nitis, laju nitis dipinda sukma.
Artinya :
Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan,
mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala;
Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum
dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? bukan kerbau bukan domba, bukan pula
harimau ataupun banteng, tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia
terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui, tapi akan menemui banyak
sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi
sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. Setiap waktu akan berulang
itu dan itu lagi.
Dari bait di atas digambarkan bahwa sosok Budak Angon adalah sosok yang
misterius dan tersembunyi. Apa yang dilakukannya bukanlah seperti seorang
penggembala pada umumnya, akan tetapi terus berjalan mencari hakekat jawaban
dan mengumpulkan apa yang menurut orang lain dianggap sudah tidak berguna
atau bermanfaat. Dalam hal ini dilambangkan dengan ranting daun kering dan
tunggak pohon. Sehingga secara hakekat yang dimaksudkan semua itu sebenarnya
adalah hal-hal yang berkaitan dengan sejarah kejadian (asal-usul/sebab-musabab)

termasuk karya-karya warisan leluhur seperti halnya yang kita baca ini. Dimana halhal semacam itu karena kemajuan jaman oleh generasi digital sekarang ini
dianggap sudah usang/kuno tidak berguna dan bermanfaat. Pada akhirnya yang
tersirat dalam hakekat perjalanan panjang sejarah negeri ini adalah berputarnya
Roda Cokro Manggilingan (pengulangan perjalanan sejarah).

Bung Karno (Presiden I Indonesia) Di Wangsit Siliwangi


Di dalam wangsit Sang Prabu Siliwangi juga dikatakan akan munculnya sosok
pemimpin negeri ini dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mmang titisan raja. Titisan raja
baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hs
apes ku rogahala!
Artinya :
Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan
raja dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas
keturunan raja; penguasa baru susah dianiaya!
Siapakah sosok yang dimaksud dalam bait ini? Dia adalah Soekarno, Presiden RI
pertama. Ibunda Soekarno adalah Ida Ayu Nyoman Rai seorang putri bangsawan
Bali. Ayahnya seorang guru bernama Raden Soekeni Sosrodihardjo. Namun dari
penelusuran secara spiritual, ayahanda Soekarno sejatinya adalah Kanjeng
Susuhunan Pakubuwono X. Nama kecil Soekarno adalah Raden Mas Malikul Koesno.
Beliau termasuk anak ciritan dalam lingkaran kraton Solo. Pada masa
kepemimpinan Soekarno banyak terjadi upaya pembunuhan terhadap diri beliau,
namun selalu saja terlindungi dan terselamatkan.

Selanjutnya setelah berganti masa digambarkan bahwa semakin maju semakin


banyak penguasa yang buta tuli, memerintah sambil menyembah berhala. Kondisi
ini melambangkan pemimpin yang tidak mau mengerti penderitaan rakyat.
Memerintah tidak dengan hati tapi segala sesuatunya hanya mengandalkan akal
pikiran/logika dan kepentingan pribadi ataupun kelompok sebagai berhalanya.
Sehingga yang terjadi digambarkan banyak muncul peristiwa di luar penalaran.
Menjadikan orang-orang pintar hanya bisa omong alias pinter keblinger.

sumber

You might also like