Professional Documents
Culture Documents
aerob NADH dioksidasi menjadi NAD+ dengan bantuan oksigen dan NADH oksidase.
Oleh karena itu, terdapat perubahan produk, etanol diubah menjadi asetil KoA dan
kemudian menjadi asetat. Perubahan asetil KoA menjadi asam asetat menghasilkan
ATP. Jamur Rhizopus oryzae juga mempunyai kemampuan memfermentasi
karbohidrat (pati dan glukosa) menjadi etanol dan asam laktat secara aerob.
(Purwoko, 2007)
3. Fermentasi Propionat
Propionat merupakan produk akhir fermentasi gula dan pati. Sebagian besar
energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi laktosa diperoleh dari
propionat. Bahan dengan kandungan karbohidrat mudah terfermentasi sehingga
menghasilkan propionat dan butirat relatif lebih tinggi daripada asetat. Propionat
dianggap lebih efisien sebagai sumber energi karena fermentasi dalam produksi
propionat menghasilkan lebih sedikit gas metan dan karbondioksida. Propionat,
asetat, dan karbon dioksida merupakan produk utama dari fermentasi laktat,
glukosa dan gliserol oleh Propionibacterium, Veillonella, Bacteroides, dan beberapa
Clostridium spp. Hipotesis awal menyatakan bahwa langkah awal fermentasi
propionat adalah dehidrasi laktat menjadi akrilat. Akrilat kemudian diredukasi
menjadi propionat. Rute tersebut teramati pada Clostridium propionicum,
Bacteroides rumocola, dan Peptostreptococcus. Pada Propionibacterium dan
Veillonella pembentukan propionat melalui rute yang lebih kompleks. (Purwoko,
2007)
a. Pada Clostridium propionicum
Clostridium propionicum mampu memfermentasi asam laktat menjasi asetat
(melalui jalur asetil KoA) dan propionat (memlalui jalur akrilil KoA) dan
menghasilkan 1 ATP. Satu molekul laktat didehidrogenasi menjasi piruvat oleh laktat
dehidrogenase. Piruvat didehidrogesi dan dekarboksilasi menjadi asetil KoA oleh
piruvatferedoksin oksidoreduktaase. Gugus fosfat menggantikan gugus KoA oleh
fosfotransasetilase, sehingga Asetil KoA diubah menjadi asetil fosfat. Asetil fosfat
didefosforilasi (dikopling dengan sintesis ATP) menjadi asetat oleh asetatkinase.
Pada jalur tersebut menghasilkan 1 ATP, 1 CO2, dan 4 elektron. Empat elektron
dipakai untuk mereduksi 2 molekul laktat menjadi 2 molekul propionat. Gugus KoA
(berasal dari propionil KoA) ditransfer ke laktat oleh KoA transferase, sehingga
menjadi laktil KoA. Laktil KoA terdehidrasi menjadi akrilil KoA. Reaksi itu dikatalis
oleh akrililase. Akrilil KoA direduksi menjadi propionil KoA oleh pripionil KoA
dehidrogenase. Propionil KoA diubah menjadi propionat.
b. Pada Propionibacterium
Propionibacterium memfermentasi laktat, triosa, dan heksana menjadi propionat
(jalur suksinat propionat), asetat (jalur asetil KoA), dan karbon dioksida. Tiga
molekul laktat diubah menjadi tiga molekul piruvat oleh laktat dehidrogenase. Satu
molekul piruvat diubah menjadi satu molekul asetat sama seperti C. propionicum.
Fermentasi laktat menjadi asetat menghasilkan 2 elektron dan perubahan 2 molekul
laktat menjadi 2 molekul piruvat menghasilkan 6 elektron. Delapan electron
tersebut dipakai untuk mereduksi piruvat menjadi propionat. Piruvat dikarboksilasi
(berasal dari dekarboksilasi metilmalonil KoA) menjadi oksaloasetat oleh
transkarboksilase. Reduksi oksaloasetat menjadi malat oleh malat dehidrogenase.
Malat dihidrasi menjadi fumarat oleh fumarase. Fumarat direduksi menjadi suksinat
oleh fumarat reduktase. Transfer gugus KoA (berasal dari propionil KoA) ke suksinat,
sehingga menjadi suksinil KoA. Reaksi itu dikatalis oleh suksinil KoA transferase.
Rearansemen suksinil KoA menjadi metal malonil KoA oleh transkarboksilase,
sehingga menjadi propionil KoA. Propionil KoA diubah menjadi propionat. Secara
teoritis rasio
Tampak bahwa reduksi piruvat menjadi suksinil KoA merupakan rute pada jalur
reduktif-asam sitrat. Jadi, boleh dikatakan bahwa fermentasi propionat pada
Propionibacterium melalui jalur reduktif-asam sitrat. Produksi propionat dan asetat
dapat ditingkatkan, jika gas CO2 diturunkan.
4. Fermentasi Butirat
Fermentasi butirat dilakukan oleh Clostridium sp. yang merupakan bakteri
penghasil spora heterogenus sebagai sakarolitik dan proteolitik. Tergolong bakteri
anaerob. Berbentuk batang lurus atau agak bengkok dengan ujung bulat, herukuran
0,7 mikron x 5,0 terpisah-pisah, berpasangan dalam rantai pendek; kadang-kadang
membentuk filamen pajang, dapat bergerak secara aktif. Spora berbentuk bulat
telur, eksentrik atau sub-terminal membentuk clostridium. Bersifat gram positif
yang dapat berubah menjadi gram negatif. Mengubah susu lakmus menjadi asam,
cepat menggumpal dan kehilangan warna. Tumbuh baik pada suhu antara 30 dan
37 C. Dapat dikucilkan dan keju, susu yang asam, bahan-bahan nabati berpati
yang mengalami fermentasi Asam butirat dan dan tanah. Dalam fermentasi
menghasilkan asam butirat, asam cukak, butanol dan isopropanol.
Clostridium proteolitik sangat penting untuk mendekomposisi anaerob yang
disebut putrefaction. Clostridium butyricum mampu memfermentasi karbohidrat
menjadi butirat dengan produk lain seperti gas hidrogen, karbon dioksida, dan
sedikit asetat.
Glukosa dipecah menjadi piruvat melalui EMP (menghasilkan 4 elektron dan 2
ATP). Piruvat didekarboksilasi oleh piruvatferedoksi eksidoreduktase menjadi asetil
KoA dan CO2 . H2 diperoleh dari aktivitas oksidasi hidrogenase terhadap feredoksin.
Dua molekul asetil KoA dan CO2 berkondensasi menghasilkan asetoasetil KoA
dengan bantuan asetil KoA asetiltransferase. Asetoasetil KoA direduksi menjadi
Beta-hidroksibutiril KoA oleh dehidrogenase. Beta-Hidroksibutiril KoA didehidrasi
menjadi krotonil KoA oleh krotonase. Krotonil KoA direduksi menjaadi butiril KoA oleh
butiril KoA dehidrogenase. Penggantiaan gugus KoA oleh fosfat mengakibatkan
butiril KoA menjadi butiril fosfat. Reaksi tersebut dikatalisis oleh
fosfotransbutirilase. Butiril fosfat didefosforilasi menjadi butirat oleh butirat kinase.
Clostridium tyrobutyricum mampu memproduksi butirat dan asetat dari glukosa.
Untuk menurunkan produksi asetat, gen pta yang mengkode aseta kinase dapat
dihilangkan. Meskipun gen pta dihilangkan tetapi Clostridium tyrobutyricummasih
mampu menghasilkan asetat.
Bakteri rumen Butyrivibrio fibrisolvens mampu memfermentasi glukosa menjadi
butirat. Fermentasi glukosa menjadi butirat oleh Butyrivibrio fibrisolvensmelalui
jalur yang sama dengan Clostridium. Pada fase pertumbuhan tinggi (fase
eksponensial) glukosa difermentasi menjadi butirat, asetat, H2, dan CO2 . Asetat
merupakan produk samping dan diperoleh dari fosforilasi asetil KoA menjadi asetil
fosfat oleh fosfotransasetilase. Asetil fosfat kemudian didefosforilasi menjadi asetat
oleh asetat kinase.
Ketika sel masuk ke fase statis dan kandungan butirat tinggi, terjadi fermentasi
glukosa dan pentosa menjadi aseton. Selain itu, terjadi konsumsi butirat asetaat
menjadi butanol dan etanol.
Glukosa dan pentosa diglikolisis menjadi piruvat yang kemudian didekarboksilasi
menjadi asetil KoA oleh piruvatferedoksin oksidoreduktase. Kondensasi 2 molekul
asetil KoA menjadi asetoasetil KoA oleh transasetilase. Asetoasetat dipecah menjadi
aseton dan CO2 oleh asetoasetat dekarboksilase. Gugus KoA dari asetoasetil KoA
ditransfer ke butirat atau asetat, sehingga menjadi butiril KoA atau asetil KoA.
Reaksi tersebut dikatalisis oleh asetoasetil KoA-butirat atau asetat-KoA transferase.
Butiril KoA direduksi menjadi butiraldehid oleh butiraldehid dehidrogenase,
kemuadian direduksi menjadi butanol oleh butanol dehidrogenase. Sedangkan asetil
KoA direduksi menjadi asetildehid oleh asetildehid dehidrogenase, kemudian
direduksi menjadi etanol.
Peran Fermentasi Butirat untuk menghambat pertumbuhan kanker kolorektal.
Kolon (usus besar) merupakan bagian akhir dari saluran pencernaan yang terletak
setelah usus halus, terdiri dari kolon sebelah kanan (kolon asenden), kolon sebelah
tengah atas (kolon transversum) dan kolon sebelah kiri (kolon desenden). Rektum
merupakan saluran diatas dubur. Bagian kolon yang berhubungan dengan usus
halus disebut caecum, sedangkan bagian kolon yang berhubungan dengan rektum
disebut kolon sigmoid. Kolon berbentuk sebuah tabung (lumen) yang dilapisi oleh
sel-sel khusus yang disebut sel-sel epitel kolonik. Sel-sel ini selalu membelah diri
secara teratur, dan kanker kolon mungkin terjadi jika proses pembelahan sel-sel
epithelial mengalami penyimpangan. Kanker yang menyerang kolon disebut kanker
kolon dan kanker yang menyerang rectum disebut kanker rectum (rectal). Kanker
yang menyerang kedua bagian ini disebut kanker kolorektal. Seperti kanker lainnya,
kanker kolorektal tumbuh relatif cepat, dapat menyusup (infiltrasi) dan merusak
jaringan disekitarnya serta menyebar (metastasis) ke organ yang lebih jauh dari
tempat asal tumbuhnya melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah.
Penanganan yang tidak tepat pada akhirnya akan menyebabkan kematian. Di
Amerika Serikat, kanker kolorektal menempati urutan ke-4 dari kanker yang paling
sering menyerang pria setelah kanker kulit, prostat dan paru-paru. Pada wanita,
kanker kolorektal juga menempati urutan ke-4 setelah kanker kulit, payudara dan
kanker paru-paru (National Cancer Institute NCI, 2006). Fermentasi prebiotik oleh
mikroflora di dalam saluran pencernaan akan menghasilkan berbagai komponen
yang bermanfaat terhadap kesehatan inangnya. Salah satu dari komponen tersebut
adalah asam butirat, yang masuk dalam kelompok asam lemak rantai pendek (short
chain fatty acid SCFA).
Butirat menunjukan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kanker
kolorektal. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa butirat dapat menghambat
pertumbuhan sel-sel kanker kolorektal dengan cara menghambat proliferasi sel,
serta meningkatkan kemampuan diferensiasi dan apoptosis sel. Jenis karbohidrat
akan mempengaruhi jumlah produksi SCFA. Secara in vitro diketahui bahwa
peningkatan konsumsi pangan kaya serat seperti fraksi kulit atau sekam (bran) dari
gandum, oat, barley, jagung dan beras, serat kedelai ekstrak sayuran, dan serat
pea akan meningkatkan produksi SCFA pada fekal manusia. Kemampuan fermentasi
(tingkat dan kecepatan fermentasi karbohidrat sangat beragam). Sebagai contoh,
pektin dilaporkan tingkat fermentasi pektin mencapai 97% sementara tingkat
fermentasi selulosa dan kulit (sekam, bran) maizena hanya 6-7%. Komponen wheat
bran yang terfermentasi kurang dari 50%, sementara psyllium berkisar antara 20
50% dan oat bran mencapai 96%. Makin besar (sempurna) tingkat fermentasi dari
suatu polisakarida, maka jumlah SCFA yang dihasilkan akan semakin besar. Inkubasi
fluida yang mengandung 30 mg glukosa, pectin dan selulosa/ml akan menghasilkan
total SCFA berturut-turut sebesar 220, 172, dan 23 mmol/l. Selain itu, tingkat
fermentasi yang tinggi biasanya memiliki waktu fermentasi yang lebih cepat.
5. Fermentasi Asam Campuran
Enterobacteriaceae (Escherichia, Enterobacter, Salmonella, Klebsiella, dan
Shigella) memfermentasikan glukosa menjadi campuran asam asetat, format,
suksinat, etanol, CO2, dan H2. Semua produk diperoleh dari fosfoenol piruvat (PEP)
atau lebih tepatnya suksinat dari PEP, sedang yang lainnya dari piruvat (piruvat
diperoleh dari PEP).
Suksinat diperoleh dari karboksilasi PEP melalui jalur reduktif-asam sitrat (jalur
suksinat). PEP diubah menjadi oksaloasetat oleh PEP karboksilase. Perubahan
oksaloasetat menjadi suksinat melalui rute dan melibatkan enzim yang sama
seperti pada perubahan oksaloasetat menjadi pada fermentasi propionat untuk
bakteri Propionibacterium. Laktat diperoleh langsung dari reduksi piruvat oleh laktat
dehidrogenase. Format diperoleh dari pemecahan piruvat (hasil lain adalah asetil
KoA), kemudian dapat diubah menjadi CO2 dan H2. Asetil KoA dapat diubah menjadi
etanol maupun asetat.
Lactobacillus helveticus memfermentasi sitrat dan laktosa menjadi laktat. Akan
tetapi, jika laktosa ditiadakan, terjadi perubahan produk fermentasi, yaitu
menghasilkan asetat dan suksinat, bukan laktat. Asetoin dan diasetil tidak
terdektesi pada produk fermentasi Lactobacillus helveticus. Produksi asetat dari
piruvat (hasil konversi sitrat) diperantai oleh NADH oksidase, bukan asetat kinase.
6. Fermentasi Anaerob
Dalam keadaan normal, respirasi seluler organisme dilakukan melalui proses
fosforilasi oksidatif yang memerlukan oksigen bebas. Sehingga hasil ATP respirasi
sangat tergantung pada pasokan oksigen yang cukup bagi selnya. Tanpa oksigen
elektronegatif untuk menarik elektron pada rantai transport elektron, fosforilasi
oksidatif akan terhenti. Akan tetapi, fermentasi memberikan suatu mekanisme
sehingga sebagian sel dapat mengoksidasi makanan dan menghasilkan ATP tanpa
bantuan oksigen. Misalnya, pada tumbuhan darat yang tanahnya tergenang air
sehingga akar tidak dapat melakukan respirasi aerob karena kadar oksigen dalam
rongga tanah sangat rendah.
Secara prosedural, fermentasi merupakan suatu perluasan glikolisis yang dapat
menghasilkan ATP hanya dengan fosforilasi tingkat substrat sepanjang terdapat
pasokan NAD+ yang cukup untuk menerima elektron selama langkah oksidasi
dalam glikolisis. Mekanisme fermentasi tidak dapat mendaur ulang NAD+ dari
NADH karena tidak mempunyai agen pengoksidasi (kondisi anaerob). Sehingga
yang terjadi adalah NADH melakukan transfer elektron ke piruvat atau turunan
piruvat. Berikut bahasan terhadap dua macam fermentasi yang umum yaitu
fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat.
a. Fermentasi alkohol
Fermentasi alkohol biasanya dilakukan oleh ragi dan bakteri yang banyak
digunakan dalam pembuatan bir dan anggur. Pada Fermentasi alkohol, piruvat
diubah menjadi etanol dalam dua langkah. Langkah pertama menghidrolisis piruvat
dengan molekul air sehingga melepaskan karbondioksida dari piruvat dan
mengubahnya menjadi asetaldehida berkarbon dua. Dalam langkah kedua,
Kingdom
: Fungi
Phylum
: Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies
: Saccharomyces tuac
Didaerah Bali minuman tuak ini di produksi hampir diseluruh kabupaten yang
memiliki pohon enau atau pohon kelapa. Salah satu produsen tuak di kabupaten
Karangasem adalah di Desa Tenganan. Tuak dari Desa Tenganan dibuat dari nira
enau yang dibiarkan secara alami. Pohon enau yang menghasilkan air, lazimnya
telah berumur dua tahun. Cabang yang produktif, dapat menghasilkan air selama
enam bulan terus menerus. Ketika mencapai umur tiga tahun, biasanya pohon enau
tidak lagi produktif. Pada saat penampungan dipohon enaunya, wadah tempat
menampung nira diisi dengan lau yaitu suatu bahan yang dibuat dari sabut kelapa
kering dan kulit kayu kutat. Dengan pemberian lau ini warna tuak menjadi
kemerahan. Lau juga berperanan sebagai zat pengawet terutama dapat mencegah
terjadinya proses fermentasi pada tuak, sehingga tuak tidak cepat menjadi masam,
karena tuak yang lama diperam akan terus mengalami fermentasi dan
menghasilkan asam tuak yang dikenal dengan nama cuka. Tuak di Bali digunakan
sebagai sajian yaitu sebagai tabuhan bersama-sama dengan minuman lainnya yaitu
arak dan brem pada upacara keagamaan. Disamping itu tuak digunakan sebagai
minuman terutama setelah makan nasi dengan lauk pauk seperti lawar, pada saat
upacara keagaman dan upacara adat. Tuak ini biasanya diminum oleh orang
dewasa dan wisatawan ditambah dengan es batu.
Cara Pembuatan tuak :
Nira enau yang dihasilkan dari penyadapan tangkai bunga enau, tidak banyak
mengalami proses sampai menjadi minuman tuak, nira yang ada pada wadah
penampung yang sudah diisi dengan lau, dikumpulkan dengan cara
menuangkannya kedalam wadah tertentu misalnya ember plastik atau jerigen.
Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada
pada nira. Nira yang bersih ini selanjutnya dibotolkan dan didiamkan sekitar 5-6
jam, selanjutnya baru siap dikonsumsi sebagai minuman tuak.
Pembuatan tuak tidak terlepas dari proses fermentasi. Dalam keadaan anaerob
asam piruvat tidak dirubah menjadi Asetil-KoA tetapi dirubah menjadi etanol (etil
alkohol) dalam dua langkah. Langkah pertama dengan melepas CO2 dari piruvat,
yang diubah menjadi senyawa asetal dehida berkarbon 2. Dalam langkah kedua
asetal dehida di reduksi oleh NADH menjadi etanol. Hal ini bertujuan untuk
meregenerasi pasokan NAD+ yang dibutuhkan dalam glikolisis. Enzim yang
mengkatalisis adalah karboksilase dan dehidrogenase. Proses fermentasi glukosa
menjadi etanol hanya menghasilkan 2 ATP.
Reaksi Fermentasi proses pembuatan tuak :
C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
(Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Rasa manis pada tuak disebabkan karena adanya gula-gula reduksi seperti
dextrose, fructose, dan sucrose. Rasa manis dari tuak lama kelamaan akan hilang
atau berkurang bahkan rasa tak menjadi keras karena gula reduksi yang terdapat
pada tuak ini akan mengalami fermentasi oleh mikroorganisme menjadi asam cuka
dan air, organisme yang berperan adalah Acetobacter.
Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :
C2H5OH + O2
CH3COOH + H2O
B. Fermentasi Modern
1. Wine
Wine merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus anggur
yang difermentasi. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada buah anggur,
menyebabkan buah tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam,
enzyme, ataupun nutrisi lain. Wine dibuat dengan cara memfermentasi jus buah
anggur menggunakan khamir dari tipe tertentu. Yeast tersebut akan mengkonsumsi
kandungan gula yang ada pada buah anggur dan mengubahnya menjadi alkohol.
Perbedaan varietas anggur dan strain khamir yang digunakan, tergantung pada tipe
dari wine yang akan diproduksi.
- Jenis-jenis Wine
Minuman anggur atau wine dapat dibedakan menjadi enam kelompok, yaitu Red
Wine, White Wine, Rose Wine, Sparkling Wine, Sweet Wine, dan Fortified Wine.
1. Red Wine
Red Wine adalah wine yang dibuat dari anggur merah (red grapes). Beberapa jenis
anggur merah yang terkenal di kalangan peminum wine di Indonesia adalah merlot,
cabernet sauvignon, syrah/shiraz, dan pinot noir.
2. White Wine
White Wine adalah wine yang dibuat dari anggur putih (white grape). Beberapa
jenis anggur hijau yang terkenal di kalangan peminum wine di Indonesia adalah
chardonnay, sauvignon blanc, semillon, riesling, dan chenin blanc.
3. Rose Wine
Rose Wine adalah wine yang berwarna merah muda atau merah jambu yang dibuat
dari anggur merah namun dengan proses ekstraksi warna yang lebih singkat
dibandingkan dengan proses pembuatan Red Wine. Di daerah Champagne, kata
Rose Wine mengacu pada campuran antara White Wine dan Red Wine.
4. Sparkling Wine
Sparkling Wine adalah wine yang mengandung cukup banyak gelembung karbon
dioksida di dalamnya. Sparkling Wine yang paling terkenal adalah Champagne dari
Prancis. Hanya Sparkling Wine yang dibuat dari anggur yang tumbuh di desa
Champagne dan diproduksi di desa Champagne yang boleh disebut dan diberi label
Champagne.
5. Sweet Wine
Sweet Wine adalah wine yang masih banyak mengandung gula sisa hasil fermentasi
(residual sugar) sehingga membuat rasanya menjadi manis.
6. Fortified Wine
Fortified Wine adalah wine yang mengandung alkohol lebih tinggi dibandingkan
dengan wine biasa (antara 15% hingga 20.5%). Kadar alkohol yang tinggi ini adalah
hasil dari penambahan spirit pada proses pembuatannya.
- Jenis Mikroba
Mikroorganisme yang sering berperan dalam fermentasi anggur buah adalah
dari golongan khamir dari genus Saccharomyces, Candida, Hansenula pichia. Dari
genus Saccharomyces yang dapat digunakan dalam pembuatan anggur buah
: Plantae
: Eumycophyta
: Ascomycetes
: Sacharomycetales
: Sacharomycetaceae
: Sacharomyces
: Sacharomyces cerevisiae
alkohol telah mencapai sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai atau
dihentikan. Tahap awal proses fermentasi ini pada red wine adalah 5 10 hari, white
wine 10 15 hari. Pada umumnya yeast terdapat dalam buah anggur. Namun
penambahan yeast dilakukan untuk menghindari hasil yang tidak diharapkan pada
produk akhir wine. Selama fermentasi, yeast mengkonsumsi substrat gula dari
mash anggur sehingga dihasilkan alkohol dan karbondioksida. Suhu selama
fermentasi dapat mempengaruhi rasa pada produk wine. Pada red wine 22 25C
dan pada white wine 15 18C. Setiap gram gula yang diubah menghasilkan
setengah gram alkohol. Enzim yang berperan dalam proses fermentasi antara lain
glukosidase, protease, dan ? glukanase. Berikut merupakan reaksi kimia dan proses
fermentasi dalam pembuatan wine.
d) Penjernihan (Clarifying)
Penjernihan dilakukan untuk menghilangkan partikel yang mengganggu
kenampakan wine. Proses klarifikasi ini terdiri dari penghilangan partikel kasar yang
berukuran 5 10 mikrometer dan penghilangan partikel yang berukuran 1 4 untuk
menjernihkan wine. Pada proses ini dibantu oleh enzim pektinase. Partikel pada
must anggur memiliki pektin secara alami maupun yang ditambahkan, menjadikan
muatannya negatif. Karena pektinase mendegradasi ikatan pada must, sehingga
partikelnya ada yang bermuatan positif. Partikel yang muatannya berlawanan dapat
bergabung dan terjadilah flokulasi. Partikel yang berat molekulnya lebih besar akan
mengendap di bagian bawah sehingga memudahkan untuk menjernihkan wine.
e) Penuaan (Aging)
Penuaan merupakan tahap penyimpanan wine yang akan mempengaruhi cita
rasa wine. Hal yang penting untuk mengontrol selama penyimpanan dan penuaan
adalah pengeluaran oksigen dan penambahan dari sulfur dioksida ke level bebas
antara 20 sampai 25 ?g/ml sebagai antimikrobia dan antioksidan. Kebanyakan wine
putih tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama setelah fermentasi alkohol.
Pada wine merah yang sudah tua antara 1 sampai 2 tahun disimpan dalam tangki
kayu (biasanya kayu oak).
f) Pengemasan (Packaging)
Setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu maka wine biasanya dikemas
dalam botol dengan berbagai bentuk. Kemudian, wine siap untuk dikonsumsi.
Biasanya wine dikomsumsi dengan wadah gelas yang berkaki. Secara umum
tahapan tersebut dapat dilihat pada gambar dan grafik alir dibawah ini.
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Wine
Fermentasi alkohol/wine (anggur) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Spesies sel khamir
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang
digunakan sebagai medium, sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati
dan gula digunakan Sacharomyces cerevisiae sedangkan untuk laktosa dari whey
menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan
mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan toleransi terhadap
konsentrasi yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak dan
tahan terhadap alkohol tersebut.
b. Jumlah sel khamir
Inokulum yaitu kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium fermentasi.
Tipe dan kosentrasi mikroorganisme yang diinokulasikan merupakan critical factor
yang mempengaruhi (wood, 1998). Menurut Soeharto (1986), jumlah starter
optimum pada fermentasi alkohol adalah 2-5% serta jumlah khamir yang harus
tersedia dalam jumlah yang cukup dengan jumlah sel berkisar 2-5 . 106 sel per ml.
c. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada
fermentasi etanol adalah 4,5 5,5 (Prescott and Dunn, 2002). Sedangkan menurut
Daulay dan Rahman (1992), pada umumnya sel khamir dapat tumbuh dan
memproduksi etanol secara efisien pada pH 3,5 6,0.
d. Suhu
Khamir mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pembentukan
selnya, optimum untuk khamir adalah 25 30 oC serta khamir dapat tumbuh secara
efesien pada suhu 28 35 oC. Peningkatan suhu sampai 40 oC dapat mempertinggi
kecepatan awal produksi etanol, tetapi produktivitas fermentasi secara keseluruhan
menurun karena meningkatnya pengaruh penghambatan oleh etanol terhadap
pertumbuhan sel khamir.
e. Oksigen
Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit oksigen yaitu sekitar
0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen, yang diperlukan sel khamir untuk biosintesa
lemak tak jenuh dan lipid. Jumlah oksigen yang lebih tinggi dapat merangsang
pertumbuhan sel khamir, sehingga produktivitasnya alkohol menjadi lebih rendah.
Menurut Daulay dan Rahman (1992), persediaan oksigen yang besar penting untuk
kecepatan perkembangbiakan sel khamir dan permulaan fermentasi, namun
produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob.
- Kerusakan Wine
Menurut Handoyo (2007), Kerusakan wine secara organoleptik dapat dideteksi
dari warna, rasa, dan bau. Penyebab kerusakan tersebut dikarenakan cara
pembuatan yang kurang baik, penyimpanan, dan penyajian yang keliru. Wine yang
disimpan pada temperatur tinggi dapat menyebabkan wine terasa seperti dimasak
atau dipanaskan, dimana karakter freshnessnya sudah hilang dan aromanya terasa
seperti buah-buahan yang telah dimasak. Sedangkan kerusakan karena penyajian
dapat menyebabkan oksidasi wine menjadi asam cuka (tersedia oksigenyang
cukup). Oksidasi juga bisa disebakan karena sumbat botol (cork) yang dipakai
mempunyai kualitas yang kurang bagus, sehingga memungkinkan udara masuk
kedalam botol.
Beberapa karakter aroma lain yang dapat dijadikan indikator kerusakan wine
adalah :
Bau sayuran busuk
Bau belerang
Bau apel busuk
Bau telur busuk
Bau apek
Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri Asam Laktat
(BAL) dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan Lactobacillus. Bakteri jenis ini dapat
memetabolisme gula, asam, dan unsur lain yang ada dianggur menghasilkan
beberapa senyawa yang menyebabkan pembusukan. Setelah fermentasi alkohol
selesai, maka secara alami akan terjadi proses MLF (Malolactic Fermentasi) yang
dilakukan oleh BAL. Reaksi ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi Llactic acid dengan menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3
sampai 0,5. Setelah proses MLF selesai, maka kehidupan dari BAL tergantung pada
komposisi wine dan bagaimana wine ditangani. Jika wine memiliki pH tinggi (> 3,5)
dan SO2 tidak memadai, maka bakteri BAL dapat tumbuh dan merusak wine atau
penyebab kebusukan.
2. Yoghurt
Yoghurt merupakan minuman hasil kerjasama dengan mikroorganisme. Tidak
sembarangan mikroorganisme yang dapat membantu proses pembuatan yogurt,
terdapat dua bakteri utama yang membantu proses fermentasi yogurt diantaranya
adalah Streptococcus thermophilus dan Lactobicillus bulgaricus. Pada dasarnya
kerja kedua bakteri ini yaitu menghasilkan asam laktat sehingga rasa dari yogurt
tersebut menjadi asam. Asam laktat ini dapat membantu menjaga keseimbangan
mikroflora pada usus. Tingkat keasaman yang dihasilkan mampu menghambat
bakteri penyebab penyakit yang pada umumnya tidak tahan terhadap asam.
Streptococcus thermophilus merupakan bakteri gram-positif yang bersifat anaerob.
S.thermophilus merupakan bakteri yang paling komersial dari semua bakteri yang
penghasil asam laktat. S.thermophilus banyak digunakan pada pembuatan keju,
fermentasi makanan. S.thermophilus memiliki peran sebagai probiotik, mengurangi
gejala intoleransi laktosa dan gangguan gastrointestinal lainnya. Lactobacillus
bulgaricus adalah bakteri yang membantu dalam proses fermentasi yoghurt. Bakteri
ini pertamakali diidentifikasi oleh seorang dokter yang bernama Stamen grigorov
pada tahun 1905 asal Bulgaria. Bakteri ini mengubah laktosa menjadi asam laktat.
Asam ini sekaligus dapat mengawetkan susu dan mendegradasi laktosa sehingga
orang yang toleran terhadap susu murni dapat mengkonsumsi yogurt tanpa
mendapat masalah kesehatan. Berikut merupakan taksonomi dari kedua jenis akteri
tersebut.
Adapun sistematika dari bakteri Streptococcus thermophilus menurut Schleifer et
al. (1995) dalam thefreedictionary (2007), dapat digolongkan sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Division
: Firmicutes
Class
: Cocci
Ordo
: Lactobacillales
Famili
: Streptococcaceae
Genus
: Streptococcus
Species
: Streptococcus salivarius
Subspecies
: Streptococcus salivarius Subsp. thermophilus
Adapun sistematika dari bakteri Lactobacillus bulgaricus menurut Weiss et al.
(1984) dalam thefreedictionary (2007), dapat digolongkan sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Division
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Ordo
: Lactobacillales
Famili
: Lactobacillaceae
Genus
: Lactobacillus
Species
: Lactobacillus delbrueckii
Subspecies
: Lactobacillus delbrueckii Subsp. Bulgaricus
- Proses Pembuatan Yoghurt
a)
Siapkan susu yang sudah dicairkan dengan air matang sebanyak 1 liter lalu
tambahkan susu krim sebanyak 15%.
b)
Masak dengan api kecil sambil diaduk terus selama 30 menit tetapi jangan
sampai mendidih. Hal ini hanya bertujuan untuk menguapkan air sehingga nantinya
akan terbentuk gumpalan atau solid yoghurt.
c)
Jika sudah, solid yoghurt lalu diangkat dan didinginkan kira-kira sampai
hangat-hangat kuku baru kemudian ditambahkan bibit yoghurt sebanyak 2 5%
dari jumlah yoghurt yang sudah mengental tadi. Bibit yoghurt memang tidak dijual
di pasaran secara bebas tetapi dapat anda peroleh disalah satu toko. Atau secara
sederhananya kita dapat menggunakan yogurt yang plain (tanpa rasa tambahan),
tanpa gula dan tanpa aroma sebagai bibit yoghurt.
d)
Diamkan selama 24 jam dalam wadah tertutup untuk menghasilkan rasa
asam dan bentuk yang kental .
e)
Semakin tinggi total solidnya maka cairan bening yang tersisa semakin
sedikit, dan yoghurt yang dihasilkan semakin bagus. Solid yoghurt yang belum
diberikan tambahan rasa ini dapat juga dijadikan bibit yoghurt untuk pembuatan
selanjutnya.
f)
Setelah berbentuk yoghurt dapat ditambahkan sirup atau gula bagi yang
tidak kuat asamnya, bahkan bisa ditambahkan dengan perasa tambahan makanan
seperti rasa jeruk, strawberry dan leci yang dapat kita peroleh di apotek-apotek.
Yoghurt dapat disajikan tidak hanya sebagai minuman, tetapi juga dapat disajikan
bersama salad buah sebagai sausnya ataupun sebagai bahan campuran es buah.
g)
Yoghurt yang sudah jadi dapat ditempatkan di wadah plastik ataupun kaca.
Kalaupun kita ingin menggunakan wadah plastik sebaiknya yang agak tebal, akan
tetapi bila ingin menyimpan yoghurt untuk waktu yang lebih lama sebaiknya
menggunakan wadah kaca.
Secara umum tahapan tersebut dapat dilihat pada grafik alir dibawah ini.
- Fermentasi Yoghurt
Fermentasi adalah proses yang berlangsung dalam keadaan anaerob, dimana
dalam proses ini tidak melibatkan serangkaian transfer elektron yang dikatalisis
oleh enzim yang terdapat dalam membran sel. Pada umumnya pemecahan
karbohidrat berlangsung melalui suatu degradasi dari gula monosakarida yaitu
glukosa menjadi asam piruvat. Selain menghasilkan asam piruvat sebagai produk
akhir juga dihasilkan 2 molekul NHDH yang harus dioksidasi. Tergantung pada tipe
mikroorganisemenya asam piruvat (CH3COCOOH) dimetabolismekan lebih lanjut
untuk menghasilkan produk akhir fermentasi. Produk akhir fermentasi tersebut
dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroba yaitu dengan cara melihat hasilhasilnya dari pemecahan glukosa. Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus
menghasilkan produk akhir fermentasi berupa asam laktat sehingga keduanya
sering disebut bakteri asam laktat (lactic acid bacteria). Bakteri L. bulgaricus dan S.
thermophilus mengurai laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai
komponen aroma dan citarasa. L. bulgaricus lebih berperan pada pembentukan
aroma, sedangkan S. thermophilus lebih berperan pada pembentukan citarasa.
Pada mikroba yang menjalankan fermentasi, energi yang dihasilkan sedikit sekali
karena elektron yang terbentuk tidak diubah menjadi energi tetapi ditangkap oleh
asam piruvat sehingga terbentuk asam laktat. Pemecahan asam piruvat menjadi
asam laktat sering disebut fermentasi asam laktat, seperti terlihat pada reaksi di
bawah ini:
2.2.2 Penerapan Fermentasi Di Bidang Pertanian
6.
EM-4
=
1 liter
7.
Air secukupnya
b. Cara Pembuatannya:
Membuat larutan gula dan EM-4
1. Sediakan air dalam ember sebanyak 1 liter
2. Masukan gula putih/merah sebanyak 250 gr kemudian aduk sampai rata
3. Masukan EM-4 sebanyak 1 liter ke dalam larutan tadi kemudian aduk hingga
rata.
Membuat pupuk bokashi
1. Bahan-bahan tadi dicampur (jerami, pupuk kandang, arang sekam dan dedak)
dan aduk sampai merata
2. Siramkan EM-4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan (campuran bahan
organik) secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 30 %
3. Bila adonan dikepal dengan tangan air tidak menetes dan bila kepalan tangan
dilepas maka adonan masih tampak menggumpal
4. Adonan digundukan diatas ubin yang kering dengan ketinggian minimal 15-20
cm
5. Kemudian ditutup dengan karung berpori (karung goni) selama 3-4 hari
6. Agar proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik perhatikan agar suhu
tidak melebihi 500 C, bila suhunya lebih dari 500 C turunkan suhunya dengan cara
membolak balik
7. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi
proses pembusukan
8. Setelah 4-7 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai
pupuk organik.
Penambahan EM-4 dalam proses dekomposisi bahan organik yang terdapat di
tanah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan proses dekomposisi
yang terjadi secara alami di alam maupun teknik pembuatan kompos tradisional
yang selama ini dilakukan petani. Pupuk kompos yang dibuat dengan teknik EM-4
(Bokashi) dapat memperbaiki sifat biologis, fisik dan kimia tanah, meningkatkan
produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi, memfermentasi bahan organik
tanah dan mempercepat proses dekomposisi, menghasilkan kualitas dan kuantitas
hasil pertanian berwawasan lingkungan, serta meningkatkan keragaman mikroba
yang menguntungkan di dalam tanah.