You are on page 1of 20

ASUHAN KEPERAWATAN STENOSIS PULMONAL

1. Pengertian Stenosis Pulmonal


Stenosis pulmonal adalah penyempitan pada lubang masuk arteri pulmonalis. Tahanan
yang merintangi aliran darah menyebabkan hipertrofi ventrikel knan dan penurunan aliran darah
paru. Stenosis arteri pulmonal bisa terjadi pada begian valvuler, supra valvuler maupun
infundibuler. Sangat jarang kelainan ini disebabkan oleh reaktivasi rema, tapi umumnya
merupakan kelainan jantung konginental, yang dibawa sejak lahir. Stenosis pulmonal tipe
valvuler lebih banyak ditemukan pada anak dibandingkan dengan tipe infundibuler. Sementara
itu, stenosis pulmonal tipe infundibuler jarang sekali ditemukan sebagai kelainan yang berdiri
sendiri, tetapi biasanya menyertai kelainan jantung yang lain, seperti pada tetralogi fallot.
Demikian pula stenosis pulmonal tipe supravalvuler sangat jarang ditemukan tersendiri, tapi
justru merupakan salah satu bagian dari suatu kelainan konginental yang lebih kompleks, seperti
sindrom noonan, sindrom wiliam, atau rubella konginental.
Pada stenosis pulmonal yang ringan, umumnya pasien asimptomatik dan tidak memburuk
oleh bertambahnya usia. Tumbuh kembang pun tidak terganggu. Tapi sebagaimana halnya
dengan kelainan jantung konginental yang lain, profilaksis antibiotic terhadap endokarditis
bacterial perlu diperhatikan. Pada stenosis pulmonal yang moderat atau cukup berat, berbagai
keluhan dan komplikasi dapat berkembang lebih buruk di waktu-waktu mendatang.
2. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti.
diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor faktor tersebut antara lain :
1. Faktor endogen

Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom

Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan

Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit
jantung atau kelainan bawaan.
1. Faktor eksogen

Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,minum obatobatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine. aminopterin, amethopterin,
jamu)

Ibu menderita penyakit infeksi : rubella

Pajanan terhadap sinar X


Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah

menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah
multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan
kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin
sudah selesai.
3. Patofisiologi
Karena stenosis yang terjadi pada katup pulmonal ( tipe valvuler ), atau pada pangkal arteri
pulmonal ( tipe supravalvuler ), atau pada infundibulum ventrikel kanan ( tipe subvalveler ),
maka ventrikel kanan akan menghadapi beban tekanan berlebihan yang kronis. Dilatasi pasca
stenotik pada arteri pulmonal merupakan pertanda yang karakteristik bagi stenosis pulmonal tipe
valvuler dan tidak ditemukan pada tipe stenosis pulmonal yang lain. Katup pulmonal tampak
doming pada waktu systole, tebal dan mengalami fibrosis, tapi jarang sekali disertai klasifikasi.
Jika ditemukan proses klasifikasi, biasanya disebabkan oleh infiksi endokarditis bacterial.
Adanya hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan bahwa stenosis pulmonal cukup
signifikan. Bagian infundibuler akan mengalami hipertrofi pula dan hal ini akan memperberat
stenosis pulmonal. Tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kanan pun meninggi. Elastisitas
miokard berkurang dan akhirnya timbul gejala gagal jantung kanan.

Severitas stenosis pulmonal umumnya dibedakan sebagai stenosis pulmonal yang ringan,
yang moderat dan yang berat, walaupun perbedaan ini hanya bersifat arbitrer dan sering
overlapping, bahkan mengalami perubahan yang progresif. Pada stenosis pulmonal yang ringan,
tekanan sistolik di ventrikel kanan biasanya kurang dari 50 mmHg dan itu berarti kurang dari
50% tekanan sistemik. Pada stenosis pulmonal yang moderat, tekanan sistolik ventrikel kanan
berkisar antara 50-75% dari tekanan sistemik, atau antara 50-75mmHg. Dan stenosis pulmonal
dianggap berat, apabila tekanan sistolik ventrikel kanan lebih dari 75% tekanan sistemik, atau
lebih dari 75 mmHg. Kemudian stenosis pulmonal dianggap sudah kritis apabila tekanan sistolik
ventrikel kanan melebihi tekanan sistemik.
Pada pasien PS, tentu dapat dilakukan upaya agar pembukaannya dapat lebih lebar.
Pertama dengan jalan operasi. Tetapi dalam 15 tahun terakhir ini dapat dilakukan pula dengan
upaya non-bedah yakni dengan balonisasi katup untuk melebarkan katup yang sempit tersebut
(pasien datang pagi hari, dan pulang keesokan harinya). Dapat dilakukan di RS2 yang ada
fasilitas kateterisasi dan dilakukan dokter jantung yang berpengalaman melakukan tindakan ini.

4. Tanda dan Gelaja


Pasien stenosis pulmonal biasanya asimtomatik, kecuali keluhan cepat capek karena curah
jantung berkurang. Apabila stenosis pulmonal cukup berat, disertai dengan defek septum atrium
atau defek septum ventrikel, maka kelainan seperti itu dapat memberikan gejala sianosis yang
signifikan, yang disebabkan oleh terjadinya pirau aliran darah dari kanan ke kiri.
Pada pemeriksaan fisik, komponen pulmonal bunyi jantung ke-2 terdengar lemah atau
bahkan tidak terdengar sama sekali, sehingga bunyi jantung ke-2 terdengar seperti tunggal.
Murmur ejeksi sistolik dapat di deteksi di daerah pulmonal, pada sela iga 2-3 kiri parasternal,
didahului sebelumnya oleh klik ejeksi sistolik dan dapat diraba sebagai thrill.
Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventikel kanan karena beban tekanan
berlebih. Gelombang P tampak tinggi, karena hipertrofi atrium kanan. Foto thorak pada stenosis
pulmonal tanpa kelainan konginental yang lain, biasanya memberikan gambaran jantung yang
relative normal, dengan vaskulerisasi paru yang normal pula. Pada stenosis pulmonal yang
sangtat berat apalagi disertai pirau dari kanan ke kiri-vaskularisasi paru bisa tampak oligemik.
Hanya konus pulmonal tampak sangat menonjol, yang disebabkan oleh dilatasai pasca stenotik.
Apabila hipertrofi ventrilkel kanan sudah begitu lanjut, bahkan mulai timbul gejala gagal jantung
kanan, maka rekaman foto thorak menunjukkan dilatasi ventrikel kanan dean atrium kanan,
disertai tanda-tanda bendungan pada paru.
Pada stenosis pulmonal yang ringan, elektrokardiografi dan foto torak mungkin tidak
berubah dan masih berada dalam batas-batas normal. Kadang-kadang beberapa kelainan
memberikan gejala yang mirip dengan stenosis pulmonal, seperti straight back syndrome, dilatasi
ideopatik arteri pulmonal, dan sebagainya.
MANIFESTASI KLINIS PADA STENOSIS PULMONAL
1. Gangguan fungsi miokard :

Takikardia

Perspirasi ( yang tidak tepat )

Penurunan haluaran urine

Keletihan

Kelemahan

Gelisah

Anoreksia

Ekstrimitas pucat dan dingin

Denyut nadi perifer lemah

Penurunan tekanan darah

Irama gallop

Kardiomegali

2. Kongesti paru

Takipnea

Dispnea

Retraksi ( bayi )

Pernapasan cuping hidung

Intoleransi terhadap latihan fisik

Ortopnea

Batuk, suara serak

Sianosis

Mengi

Suara seperti mendengkur ( grunting )

3. Kongesti vena sistemik

Pertambahan berat badan

Hepatomegali

Edema perifer, periorbital

Asites

Distensi vena leher ( pada anak-anak )

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan ekokardiografi
Dengan ekokardiografi M-mode dinding ventrikel kanan tampak tebal dan mungkin
dilatasi. Hipertrofi dan dilatasi ini disebabkan oleh beban tekanan berlebih yang kronis yang
dihadapi oleh ventrikel kanan. Pada stenosis pulmonal valvuler, katup pulmonal menunjukkan
multiple echoes pada saat diastole disertai gelombang A yang dalam. Pada stenosis pulmonal
infundibuler, tampak fluttering daun katup pulmonal pada saat systole dan gelombang A
mungkin tidak begitu dalam atau menghilang.
Daerah ekokardiografi 2-D, dan posisi pengambilan aksis lintang di daerah pulmonal, akan
terekam daun katup pulmonal yang tebal disetai doming pada saat systole, penebalan
infundibulum ventrikel kanan, atau stenosis arteri pulmonal supravalvuler. Pada stenosis
pulmonal yang lanjut, kadang-kadang ditemukan pula adanya klasifikasi pada katup.
Dengan pemeriksaan Doppler, turbolensi aliran darah dan meningkatnya kecepatan aliran
darah yang melewati katup pulmonal pada saat systole, menunjukkan adanya stenosis pulmonal
yang signifikan. Rewkaman Doppler dilakukan dengan posisi pengambilan aksis lintang di
daerah pulmonal ataupun posisi suprasternal kea rah arteri pulmonal kanan. Pada stenosis

pulmonal valvuler, rekaman turbulensi aliran darah akan tampak jelas apabila volume sampel
diletakkan persis di balik katup pulmonal dan aliran darah akan tampak laminal apabila volume
sampel diletakkan di infundibulum ventrikel kanan didepan katup pulmonal
b. Penggunaan kateterisasi
Pada stenosis pulmonal yang ringan dan asimtomatik, kateterisasi tidak perlu segera
dilakukan. Tapi pada stenosis pulmonal yang cukup berat, kateterisasi harus segera dilakukan
untuk mengetahui gradient tekanan antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal, perbedaan
saturasi antar ruang dan kemungkinan adanya kelainan jantung yang lain.
Tekanan di ventrikel kanan tampak meningkat, tapi tekanan dalam arteri pulmonal relative
normal atau bahkan berkurang, sehingga terjadi gradient tekanan sistolik antara kedua ruangan
itu diatas 10mmHg. Tekanan ventrikel kanan biasanya kurang dari 50mmHg, tapi belum
melebihi tekanan sistemik, dianggap stenosis pulmonal masih moderat. Dan stenosis pilmonal
dianggap berat, apabila tekanan di ventrikel kanan menyamai atau bahkan sudah melebihi
tekanan sistemik, sementara tekanan rata-rata dalam arteri pulmonal rendah sekali.
Angiografi ventrikel kanan dengan posisi lateral dapat memperlihatkan letaknya stenosis.
Katop pulmonal tampak tebal, doming, dengan pancaran kontras yang nyata pada saat systole
melalui lubang katup yang kecil. Dengan jelas tampak pula dilatasi arteri pulmonal pasca
stenotik.
c. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen
yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65
%. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan
tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah
mungkin menderita defisiensi besi.
d. Radiologis

Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada
pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti
sepatu.
e. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi
ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai pulmonal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ekokardiografi
Dengan posisi pengambilan aksis bujur dan aksis lintang parasternal atau subsifoid, dapat
direkam kedua pembuluh darah besar (aorta dan pulmonal) dan hubungannya dengan kedua
ventrikel tempat asal keluarnya. Tampak kedua pembuluh darah besar berjalan paralel pada
rekaman aksisi bujur para sternal. Pada rekaman aksis lintang parasternal, tampak posisi katup
aorta justru berada disebelah anterior dan katub pulmonal di sebelah posterior.dan apabila
transduser kemudian lebih diarahkan ke posterior pada aksis lintang itu, maka akan tampak
percabangan dari pembuluh darah yang berada di sebelah posterior dan percabangan ini
menunjukkan bahwa pembuluh darah itu adalah arteri pulmonal.
Dimensi ventrikel kanan biasanya besar dan ventrikel kiri dalam batas normal, kecuali
sudah terjadi hipertrofi biventrikuler. Pada pemeriksaan ekokardiografi, identifikasi morfologi
tiap ruang ventrikel sangat penting dipehatikan, seprti bentuk trabekelnya, ada tidaknya
infundibulum, jumlah daun katup, dan jumlah otot papiler yang dimiliki ruangan itu.
Kateterisasi
Pemeriksaan kateterisasi menunjukkan bahwa saturasi oksigen di aorta umumnya lebih
rendah dari arteri pulmonal. Tekanan diventrikel kiri relatif sama atau bahkan bisa lebih rendah
dibandingkan dengan ventrikel kanan.
Ventrikulografi harus dilakukan pada kedua ventrikel dengan posisi pengambilan laterak dan
frontal, untuk mengetahui hubungan transposisi ventrikulo-arterial itu dan kemungkinan adanya
kelainan kongenital lainnya. Angiografi aorta dilakukan untuk melihat adanya duktus arteriosus
atau koartasio aorta yang mungkin menyertainya pula. Dan seperti halnya dengan kelainan

jantung kongenital sianotik lainnya, kadang-kadang terlihat berkembangnya MAPCA pada


transposisi pembuluh darah besar yang mampu bertahan hidup sampai usia 1-2 tahun.
Pada waktu kateterisasi, hendaknya dilakukan septostomi atrial dengan kateter balon rashkind
ataupun

septektomi

atrial

menurut

blalock-harlon,

sebagai

tindakan

paliatif

untuk

memungkinkan terjadinya percampuran pada tingkat atrium. Dengan demikian, percampuran


darah pada tingkat ventrikel dapat dikurangi dengan operasi penutupan defek septum ventrikel
atau pengikatan (banding) arteri pulmonal, untuk mengatasi gejala-gejala gagal jantung
kongestif. Apabila transposisi pembuluh darah besar disertai dengan stenosis pulmonal yang
berat, maka perlu dilakukan anastomosis lebih dahulu antara pembuluh darah sistemik dengan
arteri pulmonal secara blalock-taussig, potts atau waterston, sebelum tidakan komisurotomi
pulmonal dipertimbangkan dikemudian hari.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Keluhan Umum
Pada fase awal, keluhan utama biasanya sesak nafas, nyeri dada bahkan kelemahan menjadi
alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
1. Riwayat kehamilan : Ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor endogen dan
eksogen yang mempengaruhi).
2. Riwayat tumbuh: Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq
selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit.
3. Riwayat psikososial/ perkembangan

Kemungkinan mengalami masalah perkembangan

Mekanisme koping anak/ keluarga

Pengalaman hospitalisasi sebelumnya

4. Pemeriksaan fisik

Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru setelah tumbuh.

Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.

Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal hiperpnea, hypoxic spells)


ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam,lemas,kejang,sinkop bahkan sampai koma dan
kematian.

Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa
lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.

Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin melemah
dengan bertambahnya derajat obstruksi

Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.

Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak menonjol akibat
pelebaran ventrikel kanan

Ginggiva hipertrofi, gigi sianotik

5. Pengetahuan anak dan keluarga :

Pemahaman tentang diagnosis.

Pengetahuan/penerimaan terhadap prognosis

Regimen pengobatan

Rencana perawatan ke depan

Kesiapan dan kemauan untuk belajar


c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu yang mendukung dilakukan dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit yang berhubungan dengan
penyakit yang sekarang dirasakan oleh klien. Riwayat inum obat, catat adanya efek samping
yang terjadi dimasa lalu. Juga pengkajian adanya riwayat alergi obat, dan tanyakan reaksi alergi
apa yang timbul. Perlu dicermati sering kali klien mengkacaukan suatu alergi dengan efek
samping obat.
d. Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan mengenai penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada
anggota yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.
e. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : keadaan atau penampilan klien secara umum. Misalnya klien terlihat lemas,
lemah, gelisah, sakit berat, atau sakit ringan.

TTV : Suhu : 36,2 C TD : 110/70 mmHg


Nadi : 79 x/menit RR : 25 x/menit

B1 (Respirasi)
Apabila gangguan sudah terkait dengan tranposisi biasanya klien terlihat sesak nafas,
pola nafas tidak teratur, frekuensi nafas melebihi normal. Sesak nafas ini terjadi akibat
pengeluaran tenaga yang berlebihan dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir dari ventrikel
kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Biasanya disertai dengan retraksi oto bantu
nafas, ada suara nafas tambahan/abnormal seperti wheezing atau ronchi.

B2 (Kardiovaskuler)
Pada pemeriksaan kardiovaskuler didapatkan adanya nyeri dada, kaji juga apakah
iramanya teratur atau tidak, adanya sianosis central maupun perifer. CRT > 2 detik atau 3 detik.
Adanya clubbing finger. Biasanya disertai pula dengan adanya suara tambahan S3/S4

B3 (Persyarafan)
Kesadaran biasanya compos mentis, istirahat tidur menurun, kaji adaya nyeri kepala atau
tidak

B4 (Genetourinaria)
n ini kaji kebersihan alat kelamin, bentuk alat kelamin, cacat frekeunsi berkemih, teratur
atau tidak, berapa jumlahnya, bagaimana bau dan warnanya, kaji apakah klien memakai alat
bantu atau tidak.

B5 (Pencernaan)
Klien biasanya mengeluh mual dan muntah, tidak nafsu makan, berat badan turun.
Pembesaran dan nyeri tekan kelenjar limfe dan nyeri tekan abdomen. Kaji adanya bising usus.
Kaji kebersihan mulut.

B6 (Muskuloskeletal dan Integumen)


Meliputi pengkajian terhadap aktivitas dengan gejala kelemahan, kelelahan, tidak dapat
tidur, pola hidup menetap. Tanda yang dapat dikenali adalah takitardia dan dispnea pada saat
aktifitas. Akral dingin,klien kesulitan melakukan tugas perawatan diri sendiri, adanya oedema
didaerah perifer.

B7 (Pengindraan)

Konjungtiva pucat, ketajaman penglihatan kabur. Pada hidung kaji adanya epistaksis atau
tidak, bagaimana ketajaman penciumannya apakah normal atau tidak,adanya sekret atau tidak.
Kaji pada telinga normal atau tidak, simetris atau tidak, bagaimana ketajaman pendengarannya.
Bagaimana klien dapat merasakan rasa asin, pahit, asam, manis. Normal atau tidak indra
perabanya klien.

B8 (Endokrin)
Apakah ada pembesaran kelenjar parotis atau thiroid. Ada atau tidaknya luka ganggren.

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor
adanya oliguria pada klien dengan infark miokardium akut karena merupakan tanda awal syok
kardiogenik.
B. Analisa Data
No

Tgl/Jam

Pengelompokan Data

Etiologi

Masalah
Keparawatan
Penurunan curah
jantung

1 21-12-2010 / Ds: pasien mengatakan nyeri


TGA
09:00 WIB dada
Do:
Darah mengalir
Suhu : : 36,2 C
tak sempurna
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 79 x/menit
Penurunan
RR : 25 x/menit
volume
Akral dingin
sekuncup
Sianosis (+)
Konjungtiva pucat
Wheezing (+)
Oedema
CRT 3 detik
2 21-12-2010 / Ds: pasien mengatakan sesak
TGA
Pola nafas tidak
09:00 WIB nafas
efektif
Do:
Suplai O2
Suhu : : 36,2 C
menurun
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 79 x/menit
Hipoksia
RR : 25 x/menit
Sianosis (+)
Hiperventilasi
Konjungtiva pucat
Wheezing (+)
3 21-12-2010 / Ds: pasien merasa kenyang
Suplai O2 Nutrisi kurang
09:00 WIB segera setelah mengingesti
menurun
dari kebutuhan
makanan
Do:
Sesak
Bising usus : 26 x/menit
Pasien tidak tertarik untuk makan pola makan
Porsi makan klien porsi
berkurang
Total konsumsi : 900 kkal/hari
Mual
ketidak
Muntal
adekuatan

intake
C. Prioritas diagnosis keperawatan
1. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan hiperventilasi yang ditandai dengan
RR 25x/menit
2. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume sekuncup yang
ditandai dengan TD : 110/70 mmHg
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan intake tidak adekuat akibat
sekunder dari adanya sesak napas yang ditandai dengan total konsumsi 900 kkal/hari
4. Resiko kekambuhan yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap aturan
terapeutik, tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
5. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan,
situasi krisis, ancaman atau perubahan kesehatan.

D. Intervensi Keperawatan
Pada kondisi peningkatan curah jantung, adanya pirau dari kiri ke kanan darah yang
mengalilr ke bilik kanan menjadi lebih banyak. Ini berarti beban arteri pulmonalis dan otot
ventrikel kanan yang otonya tidak setebal ventrikel kiri akan menjadi lebih berat.
Tgl/ Jam
Dx
21/12/ Pola napas tidak
2010
efektif yang
09:30
berhubungan
dengan
hiperventilasi
yang ditandai
dengan RR
25x/menit.

Tujuan & K.H


Efektifnya pola
nafas setelah
tindakan
keperawatan
selama 1 x 30
menit dibuktikan
dengan:
Suhu : 36,5-37,5

Intervensi
Rasional
Pengkajian:
Pantau adanya pucat atau Pucat atau sianosis
sianosis
merupakan tanda
bahwa klien
kekurangan O2
Pantau kecepatan irama, Untuk mengetahui
kedalaman, usaha respirasi apakah keluhan pasien
sudah berkurang

setelah tindakan
keperawatan
dilakukan.
Kaji kebutuhan insersi
jalan nafas.

Untuk mengetahui
seberapa tingkat
kebutuhan klien
terhadap oksigen yang
akan diberikan.

Auskultasi bunyi nafas,


kaji adanya bunyi nafas
tambahan

Untuk mengetahui
sebab dari sesak nafas.

HE :
Informasikan kepada klien Teknik relaksasi akan
dan keluarga tentang teknik mempermudah klien
relaksasi untuk
untuk mengurangi
meningkatkan pola
sesak nafasnya serta
pernafasan
memberikan rasa yang
tenang.
Ds: pasien
mengatakan
sesak nafas
Do:
Suhu : : 36,2 C
TD : 110/70
mmHg
Nadi : 79
x/menit
RR : 25
x/menit
Sianosis (+)
Konjungtiva
pucat
Wheezing +

C
TD : 110120/70-80
mmHg
Nadi : 80-100
x/menit
RR : 16-20
x/menit
Sianosis (-)
Konjungtiva
normal
Wheezing (-)

Informasikan pada klien


dan keluarga bahwa
meraka harus
memberitahukan pada
perawat saat terjadi
ketidakefektifan pola
pernafasan

Kolaborasi:
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan sediaan
dengan kanula nasal/
oksigen untuk
masker sesuai indikasi
kebutuhan
miokardium untuk
melawan efek hipoksia
/ iskemi
Aktifitas lain :
Posisikan pasien untuk
mengoptimalkan
pernafasan

Tgl/

Dx

Tujuan & K.H

Untuk melakukan
pertolongan dengan
segera.

Intervensi

Posisi yang tepat akan


membantu
pengoptimalan
pernafasan klien

Rasional

Jam
21/12/ Penurunan curah
2010 jantung yang
09:30 berhubungan
dengan
penurunan
volume sekuncup
yang ditandai
dengan TD :
110/70 mmHg

Penurunan curah Palpasi nadi perifer


Tanda penurunan curah
jantung teratasi
jantung dapat
setelah tindakan
diperlihatkan dengan
keperawatan
ciri menurunnya nadi,
selama 3 x 24
radial, popliteal,
jam dibuktikan
dorsalis pedis, dan
dengan:
post-tibial, nadi
Suhu : 36,5-37,5
mungkin cepat hilang
C
atau tidak teratur untuk
TD : 110-120/70dipalpasi, dan
Ds: pasien
80 mmHg
gangguan pulsasi
mengatakan nyeri Nadi : 80-100
(denyut kuat disertai
dada
x/menit
dengan denyut lemah)
Do:
RR : 16-20
mungkin ada.
Suhu : : 36,2 C x/menit
Kaji perubahan pada
Penurunan curah
TD : 110/70
Akral normal
sensorik, contoh letargi,
jantung dapat
mmHg
Sianosis (-)
cemas dan depresi
mengakibatkan tidak
Nadi : 79 x/menit Konjungtiva
efektifnya perfusi
RR : 25 x/menit normal
serebral
Akral dingin
Wheezing (-)
Sianosis
Tidak ada
Berikan istirahat semi
Istirahat fisik harus
Konjungtiva
oedema
recumbent pada tempat tidur dipertahankan selama
pucat
CRT < 3 detik
atau kursi, kaji dengan
gagal jantung kongestif
Wheezing +
pemeriksaan fisik sesuai
akut atau refraktori
Oedema
indikasi
untuk memperbaiki
CRT 3 detik
efisiensi kontraksi
jantung dan
menurunkan kebutuhan
atau konsumsi oksigen
miokardium dan kerja
berlebihan.
Berikan istirahat psikologis
dengan lingkungan dengan
tenang, menjelaskan
manajemen medis atau
keperawatan, membantu
klien menghindari stress,
mendengar/berespons
terhadap ekspresi perasaan
takut.

Stress emosi
menghasilkan respon
vasokontriksi, yang
terkait langsung dengan
peningkatan tekana
darah, frekuensi, dan
kerja jantung.

Batasi aktifitas seperti BAB Pispot digunakan untuk


dan BAK di samping tempat mengurangi aktifitas ke
tidur, hindari maneuver
kamar mandi atau kerja

valsava: mengejan, defekasi, keras menggunakan


menahan nafas selama
beban. Maneuver
perubahan posisi.
valsava menyebabkan
rangsang vagal di ikuti
dengan takikardia yang
selanjutnya
berpengaruh pada
fungsi jantung/curah
jantung.
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan sediaan
dengan kanula nasal/ masker oksigen untuk
sesuai indikasi
kebutuhan miokardium
untuk melawan efek
hipoksia / iskemi
Pantau serial EKG

EKG merupaka
indicator utama
terhadap perubahan
konduksi elektrikal
jantung. adanya
perubahan dapat di
pantau dengan serial
EKG

Pemberian cairan IV,


pembatasan jumlah total
sesuai dengan indikasi,
hindari cairan garam.

Karena adanya
peningkatan tekanan
ventrikel kiri klien
tidak dapat menoleransi
peningkatan beban wal
(preload) klien juga
mengeluarkan sedikit
natrium yang
menyebabkan retensi
cairan dan
meningkatkan kerja
miokardium.

Kolaborasi untuk dilakukan TGA dengan regurgitas


pembedahan
aorta yang berat
memerlukan koreksi
TGA dan rekonstruksi
katub aorta pada usia
muda.
E. Implementasi

Tgl/Jam No. Dx
Implementasi
21/12/
1
Pengkajian:
2010
Memantau adanya pucat atau sianosis
10:00
Hasil : sianosis (-)

Paraf

Memantau kecepatan irama, kedalaman, usaha respirasi


Hasil : RR : 19 x/menit
Mengkaji kebutuhan insersi jalan nafas.
Hasil :
Mengauskultasi bunyi nafas, mengkaji adanya bunyi nafas
tambahan
Hasil : Wheezing masih terdengar namun sudah berkurang
HE :
Menginformasikan kepada klien dan keluarga tentang teknik
relaksasi untuk meningkatkan pola pernafasan
Respon : pasien dan keluarga tahu dan paham serta dapat
melakukan teknik relaksasi yang telah diajarkan.
Menginformasikan pada klien dan keluarga bahwa meraka harus
memberitahukan pada perawat saat terjadi ketidakefektifan pola
pernafasan
Respon : klien dan keluarga mau melaporkan jika terjadi
ketidakefektifan pola pernafasan
Kolaborasi:
Memberikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/ masker sesuai
indikasi
Hasil : sesak nafas berkurang
Aktifitas lain :
Memposisikan pasien untuk mengoptimalkan pernafasan
Hasil : klien merasa nyaman dengan posisi yang diberikan
padanya.
Tgl/Jam No. Dx
Implementasi
Paraf
21/12/
2
Melakukan palpasi nadi perifer
2010
Hasil : nadi : 100 x/ menit
10:00
mengkaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas dan depresi
Hasil : pasien masih agak sedikit cemas dengan kedaan fisiknya
Memberikan istirahat semi recumbent pada tempat tidur atau kursi,
mengkaji dengan pemeriksaan fisik sesuai indikasi
Respon : pasien merasa nyaman dengan posisi tersebut.
Memberikan istirahat psikologis dengan lingkungan dengan tenang,

menjelaskan manajemen medis atau keperawatan, membantu klien


menghindari stress, mendengar/berespons terhadap ekspresi perasaan
takut.
Hasil : Pasien sudah mulai membaik dengan keadaan psikologisnya
Membatasi aktifitas seperti BAB dan BAK di samping tempat tidur,
hindari maneuver valsava: mengejan, defekasi, menahan nafas
selama perubahan posisi
Hasil : pasien mau melakukan apa yang diinginkan perawat yaitu
menghindari maneuver valsava
Memberikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/ masker sesuai
indikasi
Hasil : sesak nafas sudah berkurang
Memantau serial EKG
Hasil : EKG masih menunjukkan hasil yang sama
Memberikan cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan
indikasi, hindari cairan garam.
Hasil : pasien masih terlihat lemas.
Mengkolaborasikan untuk dilakukan pembedahan
Hasil : Tim medis mau melakukan pembedahan sesegera mungkin
untuk menghindari keparahan penyakit.

You might also like