Professional Documents
Culture Documents
A. Latar Belakang
Pencurian merupakan suatu tindak kejahatan yang sering terjadi dilingkungan
masyarakat khususnya lingkungan kost. Marak terjadinya tindak kejahatan di
lingkungan masyarakat ataupun kost menimbulkan keresahan dalam masyarakat atau
penghuni kost. Kelancaran pembayaran kost adalah hal yang hanya dipentingkan
pemilik kamar tanpa adanya keamanan yang kurang diperhatikan oleh pemilik kost
karena kurangnya koordinasi dengan struktur lingkungan kost setempat.
Keresahan yang timbul pada masyarakat ataupun penyewa kamar kost adalah
bukan tanpa alasan. Banyaknya keluhan serta laporan penyewa kamar ataupun
pengunjung penyewa kamar kost yang mengaku kehilangan barang-barang miliknya
seperti ponsel, laptop, ataupun kendaraan pribadi. Kurang efektifnya sistem keamanan
ataupun kinerja siskamling menjadi faktor utama atas terjadinya tindak kejahatan.
Durkheim menyatakan bahwa kejahatan adalah suatu hal yang normal di dalam
masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat tidak akan mungkin dapat terlepas dari tindak
kejahatan karena kejahatan itu sendiri terus berkembang sesuai dengan kedinamisan
masyarakat (Wolfgang, Savizt dan Johnson, 1970)1. Hal ini dapat dipahami bahwa
kecenderungan yang dimiliki oleh manusia untuk terus mencari sesuatu yang baru untuk
memecahkan masalah yang terjadi sebelumnya, atau untuk mencegah suatu masalah itu
dapat terjadi. Dalam menghadapi kejahatan, manusia meningkatkan suatu sistem
pengamanan. Namun demikian, pelaku kejahatan juga akan terus belajar dan
mengembangkan teknik dan berbagai modus yang dapat melumpuhkan sistem
pengamanan yang ada.
Karstedt dan Bussmann menjelaskan bahwa perubahan sosial mempengaruhi
sistem kontrol sosial, bahkan memberikan dampak yang lebih mendalam daripada
penyimpangan dan kejahatan. Perubahan sosial mempengaruhi hubungan sosial dan
struktur kelembagaan yang menanamkan mekanisme kontrol sosial, Perubahan
1 Marvin E. Wolfgang, Leonard Savizt, Norman Johnson. The Sociology of Crime and
Delinquency. Second Edition. New York/London/Sydney/Toronto: John Wiley & Sons In.,
1962, 1970.
struktural dan kultural menempatkan tekanan pada efisiensi sistem lembaga kontrol
sosial formal dan sistem peradilan pidana. Masyarakat pasar-jamak (yang dimaksud
dengan istilah pasar-jamak ini adalah pasar modern atau pusat perbelanjaan) dan
individualisme yang muncul kemudian tampaknya menghancurkan mekanisme kontrol
sosial informal, atau setidaknya membatasi efisiensi jaringan vital kontrol informal,
seperti keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat2.
Berbagai cara atau strategi telah dirancang untuk mencegah terjadinya tindakan
kejahatan pencurian yang umumnya terjadi di lingkungan masyarakat. Strategi ini
merupakan suatu cara untuk mengondisikan waktu dan tempat sedemikian rupa untuk
mencegah atau menghilangkan kesempatan bagi para pelaku untuk melakukan
kejahatan. Dari semua strategi itu, diantaranya adalah Neighbourhood Watch Program,
yang menekankan peran aktif masyarakat dalam upaya pencegahan kejahatan;
Community-Police Relation, yang menekankan peran serta masyarakat dalam
membantu tugas-tugas kepolisian; Environmental Security, yang menekankan rangan
fisik lingkungan; dan Defensible Space, yang tidak hanya menekankan rancangan atau
setting lingukngan fisik, tetapi juga rancangan dan setting sosial.
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu kejahatan?
b. Apa sebab-sebab terjadinya tindak kejahatan?
c. Bagaimana cara melakukan pencegahan tindak kejahatan?
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui mengenai kejahatan.
b. Memberikan sedikit pengetahuan mengenai sebab-sebab terjadinya
kejahatan.
2 Susanne Karstedt., Kai-D Bussmann. Social Dynamics of Crime and Control: New Theories
for a World in Transition (Onati International Series in Law and Society).UK: Hart Publishing,
2000.
D. Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
a. Dapat mengenal dan mengetahui kejahatan.
b. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya tindak kejahatan.
c. Mengetahui bagaimana melakukan pencegahan tindak kejahatan
berdasarkan teori dari para ahli.
Bab II
Tinjauan Pustaka
A. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teori tentang bermain yang
dikemukakan oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Cohen dan Felson, yaitu
Routine Activities Theory. Teori ini menjelaskan adanya tiga faktor, yaitu pelanggar
yang termotivasi, target yang sesuai, dan kurangnya penjagaan yang memadai sebagai
hal yang menyebabkan terjadinya kejahatan yang dihubungkan dengan pertemuan
secara waktu dan tempat3. Teori aktivitas rutin mengatakan bahwa kriminalitas adalah
normal dan tergantung pada kesempatan-kesempatan yang tersedia. Bila sebuah target
tidak cukup dilindungi, dan bila ganjarannya cukup berharga, maka kejahatan akan
terjadi. Kejahatan tidak membutuhkan pelangar-pelanggar kelas berat, pemangsapemangsa super, para residivis atau orang-orang jahat. Kejahatan hanya membutuhkan
kesempatan.
Premis dasar dari teori aktivitas rutin ialah bahwa kebanyakan kejahatan
adalah pencurian kecil dan tidak dilaporkan kepada polisi. Kejahatan bukanlah sesuatu
yang spektakular ataupun dramatis. Semuanya itu kejadian yang umum dan terjadi
setiap saat. Premis lainnya ialah bahwa kejahatan itu relatif tidak dipengaruhi oleh
penyebab-penyebab sosial, seperti kemiskinan, ketidaksejajaran, pengangguran.
Menurut Felson dan Cohen, ini disebabkan karena kemakmuran dari masyarakat
3 Lawrence Cohen and Marcus Felson, Social Change and Crime Rate Trends : A Routine Activity
Approach ,American Sociological Review, 44 (4), 1979, hal. 588-608.
kontemporer menawarkan begitu banyak kesempatan untuk kejahatan: ada lebih banyak
barang yang dapat dicuri.
B. Hipotesis
Dari teori yang penulis paparkan maka dapat disimpulkan hipotesis yaitu
Kejahatan tidak hanya terjadi karena telah direncanakan oleh sang pelaku kejahatan,
tetapi karena adanya kesempatan untuk melakukan suatu tindak kejahatan. Kesenjangan
sosial dan tuntutan ekonomi pun juga menjadi faktor pendorong terjadinya suatu tindak
kejahatan.
Bab III
Metode Penelitian
A. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan cara sekunder yang berupa buku
referensi.
B. Waktu
Dalam penelitian ini penulis menggunaka waktu selama 1 bulan (terhitung dari
tanggal 1 Desember 2014)
No
Kegiatan
.
1
2
3
4
Persiapan
Pengumpulan Data
Pengolahan / Analisis
Penyusunan Laporan Akhir
Lama Penelitian
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
ke-1
ke-2
ke-3
ke-4
ke-5
7 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 10.
2.
3.
4.
5.
10
Tegasnya, pola perilaku jahat tidak diwariskan tapi dipelajari melalui suatu pergaulan
yang akrab. Untuk itu, Edwin Sutherland kemudian menjelaskan proses terjadinya
perilaku kejahatan melalui 9 (sembilan) proposisi sebagai berikut:12
1. Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari secara negatif berarti
perilaku itu tidak diwarisi.
2. Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu
proses komunikasi. Komunikasi tersebut terutama dapat bersifat lisan ataupun
menggunakan bahasa isyarat.
4. Bagian yang terpenting dalam proses mempelajari perilaku kejahatan ini
terjadi dalam kelompok yang intim/dekat. Secara negatif ini berarti komunikasi
yang bersifat tidak personal, seperti melalui film dan surat kabar secara relatif
tidak mempunyai peranan penting dalam hal terjadinya kejahatan.
4. Ketika tingkah laku kejahatan dipelajari, maka yang dipelajari meliputi:
(a) Teknik-teknik melakukan kejahatan, yang kadang sangat sulit, kadang sangat
mudah,
(b) Arah khusus dari motif-motif, dorongan-dorongan, rasionalisasi-rasionalisasi
dan sikap-sikap.
5. Arah dari motif dan dorongan itu dipelajari melalui definisi-definisi dari
peraturan hukum. Dalam suatu masyarakat kadang seseorang dikelilingi oleh
orang-orang yang secara bersamaan melihat apa yang diatur dalam peraturan
hukum sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan dan dipatuhi, namun kadang ia
dikelilingi oleh orang-orang yang melihat aturan hukum sebagai sesuatu yang
memberi peluang dilakukannya kejahatan.
12 Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hal.20.
11
6. Seseorang menjadi delinkuen karena ekses dari pola-pola pikir yang lebih
melihat aturan hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya kejahatan daripada
yang melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi.
7. Differensial association bervariasi dalam hal frekuensi, jangka waktu,
prioritas serta intensitasnya.
8. Proses mempelajari perilaku kejahatan yang diperoleh melalui hubungan
dengan pola-pola kejahatan dan anti kejahatan yang menyangkut seluruh
mekanisme yang lazimnya terjadi dalam setiap proses belajar pada umumnya.
9. Sementara perilaku kejahatan merupakan pernyataan kebutuhan dan nilai
umum, akan tetapi hal tersebut tidak dijelaskan oleh kebutuhan dan nilai-nilai
umum itu, sebab perilaku yang bukan kejahatan juga merupakan pernyataan dari
kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama.
Dengan diajukannya teori ini, Sutherland ingin menjadikan pandangannya
sebagai teori yang dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan.
b. Teori Kontrol
Teori kontrol sosial merujuk pada pembahasan kejahatan yang dikaitkan dengan
variabel-variabel yang bersifat sosiologis, antara lain struktur keluarga, pendidikan, dan
kelompok dominan. Pada dasarnya, teori kontrol berusaha mencari jawaban mengapa
orang melakukan kejahatan. Berbeda dengan teori lain, teori kontrol tidak lagi
mempertanyakan mengapa orang melakukan kejahatan tetapi berorientasi kepada
pertanyaan mengapa tidak semua orang melanggar hukum atau mengapa orang taat
kepada hukum.
Ditinjau dari akibatnya, pemunculan teori kontrol disebabkan tiga ragam
perkembangan dalam kriminologi. Pertama, adanya reaksi terhadap orientasi labeling
dan konflik yang kembali menyelidiki tingkah laku kriminal. Kriminologi konservatif
12
(sebagaimana teori ini berpijak) kurang menyukai kriminologi baru atau new
criminology dan hendak kembali kepada subyek semula, yaitu penjahat (criminal).
Kedua, munculnya studi tentang criminal justice dimana sebagai suatu ilmu baru telah
mempengaruhi kriminologi menjadi lebih pragmatis dan berorientasi pada sistem.
Ketiga, teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik penelitian baru,
khususnya bagi tingkah laku anak/remaja, yakni selfreport survey13.
Di samping itu, faktor internal dan eksternal kontrol harus kuat, juga dengan
ketaatan terhadap hukum (law-abiding)14.
Teori kontrol atau sering juga disebut dengan Teori Kontrol Sosial berangkat
dari suatu asumsi atau anggapan bahwa individu di masyarakat mempunyai
kecenderungan yang sama kemungkinannya, menjadi baik atau jahat. Baik jahatnya
seseorang sepenuhnya tergantung pada masyarakatnya. Ia menjadi baik kalau
masyarakatnya membuatnya demikian, pun ia menjadi jahat apabila masyarakat
membuatnya begitu. Pertanyaan dasar yang dilontarkan paham ini berkaitan dengan
unsur-unsur pencegah yang mampu menangkal timbulnya perilaku delinkuen di
kalangan anggota masyarakat15.
Penyimpangan tingkah laku diakibatkan oleh tidak adanya keterikatan atau
kurangnya keterikatan moral pelaku terhadap masyarakat. Menurut Travis Hirschi,
terdapat empat elemen ikatan sosial (social bond) dalam setiap masyarakat.
Pertama, Attachment adalah kemampuan manusia untuk melibatkan dirinya
terhadap orang lain. Attachment sering diartikan secara bebas dengan keterikatan. Ikatan
pertama yaitu keterikatan dengan orang tua, keterikatan dengan sekolah (guru) dan
13 Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2007), hal. 41.
14 Ibid., hal. 42.
15 Paulus Hadisuprapto, Op. Cit., hal. 31.
13
keterikatan dengan teman sebaya dapat mencegah atau menghambat yang bersangkutan
untuk melakukan kejahatan.
Kedua, Commitment adalah keterikatan seseorang pada subsistem konvensional
seperti sekolah, pekerjaan, organisasi dan sebagainya. Komitmen merupakan aspek
rasional yang ada dalam ikatan sosial. Segala kegiatan yang dilakukan seseorang seperti
sekolah, pekerjaan, kegiatan dalam organisasi akan mendatangkan manfaat bagi orang
tersebut. Manfaat tersebut dapat berupa harta benda, reputasi, masa depan, dan
sebagainya.
Ketiga,Involvement merupakan aktivitas seseorang dalam subsistem. Jika
seseorang berperan aktif dalam organisasi maka kecil kecenderungannya untuk
melakukan penyimpangan. Dengan demikian, segala aktivitas yang dapat memberi
manfaat akan mencegah orang itu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
hukum.
Keempat, Belief merupakan aspek moral yang terdapat dalam ikatan sosial dan
tentunya berbeda dengan ketiga aspek di atas. Belief merupakan kepercayaan seseorang
pada nilai-nilai moral yang ada. Kepercayaan seseorang terhadap norma-norma yang
ada menimbulkan kepatuhan terhadap norma tersebut. Kepatuhan terhadap norma
tersebut tentunya akan mengurangi hasrat untuk melanggar. Tetapi, bila orang tidak
mematuhi norma-norma maka lebih besar kemungkinan melakukan pelanggaran.
Keempat unsur ini sangat mempengaruhi ikatan sosial antara seorang individu dengan
lingkungan masyarakatnya.
c. Pencegahan Tindak Kejahatan
Untuk memahami konsep dari pencegahan kejahatan, kita tidak boleh terjebak
pada makna kejahatannya, melainkan pada kata pencegahan. Freeman (1992) mencoba
membongkar konsep dari pencegahan (prevention) itu dengan memecah katanya
menjadi dua bagian unsur, yaitu prediksi (prediction) dan intervensi (intervention). Hal
ini dapat dikatakan bahwa untuk mencegah terjadinya sesuatu hal (kejahatan), yang
pertama sekali harus dilakukan adalah memprediksi kemungkinan dari tempat dan
14
waktu terjadinya, dan kemudian menerapkan intervensi yang tepat pada titik
perkiraannya16.
Pada dasarnya, pencegahan kejahatan tidak memiliki definisi baku antara pakar
satu dengan yang lainnya. Namun, inti dari pencegahan kejahatan adalah untuk
menghilangkan atau mengurangi kesempatan terjadinya kejahatan. Seperti Ekblom
(2005:28) menyatakan bahwa pencegahan kejahatan sebagai suatu intervensi dalam
penyebab peristiwa pidana dan secara teratur untuk mengurangi risiko terjadinya
dan/atau keseriusan potensi dari konsekuensi kejahatan itu. Definisi ini dialamatkan
pada kejahatan dan dampaknya terhadap baik individu maupun masyarakat. Sedangkan
Steven P. Lab memiliki definisi yang sedikit berbeda, yaitu pencegahan kejahatan
sebagai suatu upaya yang memerlukan tindakan apapun yang dirancang untuk
mengurangi tingkat sebenarnya dari kejahatan dan/atau hal-hal yang dapat dianggap
sebagai kejahatan17.
Menurut National Crime Prevention Institute (NCPI), pencegahan kejahatan
melalui pengurangan kesempatan kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu antisipasi,
pengakuan, dan penilaian terhadap resiko kejahatan, dan penginisiasian beberapa
tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kejahatan itu, yang dilakukan dengan
pendekatan praktis dan biaya efektif untuk pengurangan dan penahanan kegiatan
kriminal.
Pencegahan kejahatan merupakan sebuah metode kontrol yang langsung,
berbeda dari metode-metode pengurangan kejahatan yang lainnya, seperti pelatihan
kerja, pendidikan remedial, pengawasan polisi, penangkapan polisi, proses pengadilan,
penjara, masa percobaan dan pembebasan bersyarat, yang masuk ke dalam metode
kontrol kejahatan secara tidak langsung (indirect control). Pencegahan kejahatan, secara
operasional, juga dapat dijelaskan sebagai sebuah praktek manajemen risiko kejahatan.
16 Daniel Gilling. Crime Prevention: Theory, Policies and Politics. London & New York:
Routledge (Taylor & Francis Group), 2005.
17 Steven P. Lab., Crime Prevention: Approaches, Practices and Evaluations. Seventh Edition.
USA: Anderson Pub Co., 2010. Hal. 27.
15
16
bahwa
kejahatan
yang
dilakukan
akan
kurang
17
masalah
kejahatan
melalui
kemitraan
polisi
dengan
masyarakat;
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindak kejahatan tidak hanya terjadi karena pelaku dari tindak kejahatan itu
sendiri telah merencanakan aksinya sebelumnya namun, tindak kejahatan bisa juga
terjadi karena adanya kesempatan, kurangnya penjagaan, dan juga adanya tuntutan
ekonomi. Kejahatan adalah suatu tindak pelanggaran hukum yang merupakan tindak
pidana yang akan mendapatkan akibat dari tindakannya itu berupa sebuah hukuman.
Ilmu yang mempelajari tentang tindak kejahatan adalah kriminologi.
Kriminologi adalah kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan
untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan
mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragamankeseragaman, pola-pola dan faktor faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan,
pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya.
Ada dua perspektif teori yang menjelaskan tentang sebab terjadinya tindak
kejahatan yaitu, teori sebab terjadinya tindak kejahatan dari perspektif biologis, dan
teori sebab terjadinya tindak kejahatan dari perspektif sosiologis.
Teori sebab terjadinya tindak kejahatan dari perspektif biologis dipelopori oleh
Cesare Lambroso (1835-1909) dengan bukunya yang berjudul Lhuomo Delinquente
(The
Criminal
Man)
menyatakan
bahwa
penjahat
mewakili
suatu
tipe
19
bahwa para penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam
karakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi. Teori Lambroso
tentang born criminal menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk yang lebih
rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip kera dalam
hal sifat bawaan dan watak dibanding mereka yang bukan penjahat.
Sedangkan teori sebab terjadinya suatu tindak kejahatan dari perspektif
sosiologis menjelaskan bahwa secara sosiologis kejahatan merupakan suatu perilaku
manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Ada hubungan timbal-balik antara faktorfaktor umum sosial politik-ekonomi dan bangunan kebudayaan dengan jumlah
kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil maupun besar. Teori-teori
sosiologis mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam
lingkungan sosial.
Pencegahan kejahatan adalah upaya untuk menghilangkan atau mengurangi
kesempatan terjadinya kejahatan. Pencegahan kejahatan sebagai suatu intervensi dalam
penyebab peristiwa pidana dan secara teratur untuk mengurangi risiko terjadinya
dan/atau keseriusan potensi dari konsekuensi kejahatan itu. Definisi ini dialamatkan
pada kejahatan dan dampaknya terhadap baik individu maupun masyarakat.
Dalam upaya melakukan pencegahan tindak kejahatan dapat dilakukan dengan
cara tiga pendekatan yang dikenal dalam strategi pencegahan kejahatan. Tiga
pendekatan itu ialah pendekatan secara sosial (social crime prevention), pendekatan
situasional (situtational crime prevention), dan pencegahan kejahatan berdasarkan
komunitas/masyarakat (community based crime prevention).
B. Saran
Penulis menerima saran berupa kritikan dan masukan agar pembuatan penulisan
selanjutnya dapat lebih baik dan mampu memberikan manfaat bagi pembaca.
20
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Wolfgang, Marvin E., Leonard Savizt, Norman Johnson. The Sociology of Crime and
Delinquency. Second Edition. (New York/London/Sydney/Toronto: John Wiley & Sons
In. 1962, 1970)
Karstedt, Susanne., Kai-D Bussmann. Social Dynamics of Crime and Control: New
Theories for a World in Transition (Onati International Series in Law and Society).(UK:
Hart Publishing. 2000)
Cohen, Lawrence., and Marcus Felson. Social Change and Crime Rate Trends : A
Routine Activity Approach. American Sociological Review. (University Illionis: 1979)
Bonger., W.A.. Pengantar tentang Kriminologi. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 1982)
Soekanto, Soerjono. Kriminologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 1981)
Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. Kriminologi. (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. 2007)
Hadisuprapto, Paulus. Juvenile Delinquency. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1997)
Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. (Bandung: PT. Refika
Aditama. 2007)
Gilling. Daniel. Crime Prevention: Theory, Policies and Politics. (London & New York;
Routledge:Taylor & Francis Group. 2005)
21
Internet
Social Crime Prevention. Diakses dari
http://www.agd.sa.gov.au/services/crime_prevention/pdfs/SocialCrimePreventionFactSh
eet.pdf, Desember 2014.
What Are Community-Based Crime Prevention Programs?. Bureau of Justice
Assistance. Center for Program Evaluation and Performance Measurement. Diakses dari
http://www.ojp.usdoj.gov/BJA/evaluation/program-crime-prevention/, Desember 2014.
Faktor-faktor Penyebab Tindak Pidana NARKOTIKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29326/3/Chapter%20II.pdf
22