You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
Sekali seksio sesarea akan selalu seksio sesarea kalimat ini
disampaikan oleh DR. Edward B. Cragin tahun 1916 pada New York
Association of Obstetricians & Gynecologists.

Diktum ini diterima

selama bertahun-tahun secara luas di berbagai negara dengan dasar


pertimbangannya
ruptura

uteri

adalah

pada

tingginya

sikatrik

frekuensi

bekas

seksio

dehisensi

ataupun

sesarea. Keadaan ini

mencerminkan pengelolaan pasien-pasien oleh ahli obstetrik pada


masa lalu .(Lavin JP, et al, 1982, Caughey AB, Mann S, 2001 )
United

States

Public

Health

Service

1991

mengatakan

peningkatan progresif seksio sesarea di Amerika Serikat terjadi pada


tahun 1965 1988, dari 4,5 % seluruh kelahiran menjadi hampir 25 %.
Belizan dan kawan-kawan 1999 menyatakan hal ini juga terjadi di
Amerika latin.(

Cunningham

FG,

2001)

Angka kejadian seksio sesarea di

Indonesia masih merupakan data Rumah Sakit

seperti pada tahun

1987 RSCM Jakarta 23,2 % dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya 17,6 %

(Samil

1988)

. Di RSUD Dr. Pirngadi Medan angka kejadian seksio sesarea tahun

1990 adalah sebesar 16,6 %,

(Rasyid, 1992)

Padang tahun 1990 adalah 13,37 %

sedangkan di RSUP Dr. M. Djamil


(Sulaini, 1991)

dan Abdullah F tahun

Oktober 1997 Maret 1998 sebesar 27,95 %. ( Abdullah F, 1998) Tahun 2000
dan 2001 jumlah seksio sesarea di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah
22,46 % dan 23,33 %

(Medical record)

Melihat peningkatan angka kejadian seksio sesarea United States


Public Health Service, melalui Consensus Development Conference on
Cesarea Child Birth pada tahun 1980 merekomendasikan persalinan
pervaginam

pada

bekas

seksio

sesarea

dengan

insisi

uterus

transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman


dan dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

sesarea pada tahun 2000 menjadi 15 %.

( Clarke SC, Taffel S, 1995, Scott JR. 1997,

Cunningham FG, 2001)

Pada tahun 1989 National Institute of Health dan American


College of Obstetricans and Gynekologists mengeluarkan statemen,
yang menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung trial of labor
pada

pasien-pasien

yang

telah

mengalami

seksio

sesarea

sebelumnya, dimana persalinan pervaginam setelah seksio sesarea


merupakan tindakan yang aman sebagai pengganti seksio sesarea
ulangan.( OGrady JP, et al, 1995, Caughey AB, Mann S, 2001)
Penanganan persalinan pada bekas seksio sesarea dapat dengan
melakukan persalinan pervaginam / Vaginal Birth After Cesarean, jika
gagal dilanjutkan dengan seksio sesarea darurat atau dengan seksio
(Toth P.P, Jothivijayarani A, 1996)

sesarea ulangan.

Keuntungan dan kerugian mengulangi seksio sesarea dan


mencoba persalinan pervaginam

pada pasien dengan bekas seksio

sesarea harus benar-benar dipertimbangkan.(

Hill DA, 2002 )

. Persalinan

pervaginam dilakukan apabila syarat-syarat Trial of scar terpenuhi.


(Chua S, Arulkumaran, S 1997

Hill DA, 2002 )

Flamm & Geiger dan Weinstein dkk telah menentukan beberapa


faktor yang berhubungan dengan keberhasilan persalinan pervaginam
pada bekas seksio sesarea seperti faktor ; umur, riwayat persalinan
pervaginam, indikasi seksio sesarea sebelumnya, dan keadaan serviks
pada waktu masuk Rumah Sakit . Dari faktor faktor ini mereka
mengembangkan

suatu

sistem

skoring

untuk

memprediksi

keberhasilan persalinan pervaginam, semakin tinggi skoring pasien


bekas seksio sesarea maka keberhasilan persalinan pervaginam akan
semakin besar.

(Weinstein D, 1996, Flamm BL, Geiger AM, 1997)

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

BAB II
PERSALINAN PERVAGINAM PASCA SEKSIO SESAREA
Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan

janin

dengan pembedahan dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus


(histerotomi). Definisi ini tidak termasuk pengangkatan fetus dari
dalam rongga abdomen pada kasus-kasus ruptura uteri atau pada
kasus kehamilan abdominal. Dewasa ini tindakan ini jauh lebih aman
dari pada dahulu berhubung sudah tersedia obat antibiotika, transfusi
darah, teknik operasi yang lebih sempurna dan anastesi yang sudah
baik.( Husodo L, 1999, Cunningham 2001)
Sekarang ini ada kecendrungan untuk melakukan seksio sesarea
tanpa dasar yang cukup kuat.
telah

mengalami

seksio

Perlu diingat bahwa seorang ibu yang

sesarea

merupakan

seseorang

yang

mempunyai parut dalam uterus dan tiap kehamilan serta persalinan


berikutnya memerlukan pengawasan yang lebih cermat.

( Husodo L, 1999)

Seksio sesarea ulang dan distosia merupakan penyebab tertinggi


seksio sesarea di Amerika Serikat dan negara industri lainnya. Secara
keseluruhan angka persalinan dengan seksio sesarea di Amerika
Serikat meningkat secara cepat tiap tahunnya. United States Public
Health Service 1991 mengatakan peningkatan progresif seksio sesarea
di Amerika Serikat terjadi pada tahun 1965 sampai dengan tahun
1988, dari 4,5 % seluruh kelahiran menjadi hampir 25 %. (Cunningham FG,2001)
Kira-kira 25 % bayi yang dilahirkan di berbagai negara adalah
dengan seksio sesarea, hal ini menimbulkan situasi dimana seorang
ibu dengan bekas seksio sesarea harus memilih mengulangi seksio

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

sesarea atau dengan cara persalinan pervaginam pada kehamilan


berikutnya.(Golber B,2000, Hill DA. MD. 2001)
Ada banyak alasan kenapa orang menginginkan persalinan
pervaginam setelah seksio sesarea, mungkin karena alasan medis dan
emosional dan alasan lain karena uang. Pada persalinan pervaginam
kesembuhan post partum lebih cepat, resiko infeksi lebih sedikit,
kehilangan darah lebih sedikit dan menyusui bayi lebih mudah setelah
persalinan pervaginam. Banyak keuntungan bagi ibu dan bayi. Karena
alasan-alasan ini, wanita yang melahirkan dengan seksio sesarea
sebelumnya memikirkan persalinan alami (persalinan pervaginam)
untuk persalinan selanjutnya. .( Golberg B, 2000 )
Melihat peningkatan angka kejadian seksio sesarea United States
Public Health Service, melalui Consensus Development Conference on
Cesarea Child Birth pada tahun 1980 menyatakan bahwa persalinan
pervaginam bekas seksio sesarea dengan insisi uterus transversal
pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat
diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea
pada tahun 2000 menjadi 15 %.

( Clarke SC, Taffel S, 1995, Scott JR. 1997, Cunningham FG, 2001)

Pada tahun 1989 National Institute of Health dan American


College of Obstetricans and Gynekologists mengeluarkan statemen,
yang menganjurkan para ahli obstetri

untuk mendukung trial of

labor pada pasien-pasien yang telah mengalami seksio sesarea


sebelumnya, dimana persalinan pervaginam setelah seksio sesarea
merupakan tindakan yang aman sebagai pengganti seksio sesarea
ulangan.( OGrady JP, et al, 1995, Caughey AB, Mann S, 2001)
Ada keuntungan dan kerugian antara mengulangi seksio sesarea
dan mencoba persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio
sesarea. Jadi harus benar-benar dipertimbangkan dalam mengambil
keputusan yang tepat untuk pasien bekas seksio sesarea. Standar
pelayanan medis melarang wanita dengan riwayat seksio sesarea
klasik untuk partus pervaginam karena kemungkinan terjadinya ruptra

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

uteri tinggi, pada pasien ini harus mengulang seksio sesarea setiap
kehamilannya.(Hill DA, 2002)
Berbagai penelitian mendukung rekomendasi ini dan berhasil
melahirkan

pervaginam

sesarea yang

sampai

80%

pada

pasien

diseleksi. 20-30%

yang

tidak

berhasil

pervaginam, dilakukan seksio sesarea,

karena

bekas seksio
melahirkan

terdapat

untuk dilanjutkan untuk persalinan pervaginam.

resiko

Dari berbagai

penelitian didapat bahwa resiko persalinan pervaginam pada bekas


seksio sesarea lebih rendah dibandingkan dengan dilakukan seksio
sesarea

kembali.

Pada

memperlihatkan

bahwa

kesakitan

kematian

atau

kenyataannya
tidak

berbagai

terdapat

ibu dan

penelitian

peningkatan

anak

dengan

angka

melakukan

persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio sesarea . ( Golberg B, MD, 2000
)

3.1. Frekuensi
Di

Amerika

pada

tahun

1990

angka

kejadian

persalinan

pervaginam bekas seksio sesarea adalah 19,5%, di Norwegia 56,2%


dan di Swedia 32,9%. Tahun 1996 persalinan pervaginam bekas seksio
sesarea di USA adalah sebesar 28 %

(Chua S, Arulkumaran S, 1997, Cunningham FG, 2001)

Angka persalinan pervaginam bekas seksio sesarea di Indonesia


masih merupakan angka kejadian di rumah sakit.
Djamil Padang tahun 1990 Sulaini P.

Di RSUP Dr. M.

mendapatkan 68 (33,99%)

persalinan pevaginam dari 203 pasien bekas seksio sesarea. Penelitian


Abdullah F, selama 6 bulan (Oktober 1997-Maret1998) di RSUP Dr. M.
Djamil Padang terdapat 74 (26.71 %) persalinan pervaginam dari 277
persalinan bekas seksio sesarea.
3.2. Prasyarat yang harus dipenuhi
Panduan

dari

American

College

of

Obstetricans

and

Gynekologists pada tahun 1999 tentang persalinan pervaginam pada

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

pasien bekas seksio sesarea atau yang dikenal dengan trial of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli
anastesi dan staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan
dengan seksio sesarea emergensi.

Sebagai penunjangnya kamar

operasi dan staf disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan


dan alat monitor denyut jantung janin manual ataupun elektronik harus
tersedia.(Whiteside DC, 1983, Caughey AB, Mann S, 2001)
Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit
persalinan yang melakukan persalinan pada bekas seksio sesarea
harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio sesarea
emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila
terjadi fetal distress atau ruptura uteri

(Jukelevics N, 2000)

3.3. Faktor yang berpengaruh


Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan
seksio sesarea kembali atau dengan persalinan pervaginam tergantung
apakah syarat persalinan pervaginam terpenuhi atau tidak.

Setelah

mengetahui ini dokter mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan


serta resiko masing-masingnya. Tentu saja hak pasien untuk meminta
jenis persalinan mana yang terbaik untuk dia dan bayinya. ( Golberg B, MD, 2000
)

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan persalinan


pada pasien bekas seksio sesarea

telah diteliti selama bertahun-

tahun.

dihubungkan

Ada

banyak

faktor

yang

dengan

keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio

tingkat

(Caughey AB, Mann S,

2001).

3.3.1. Teknik operasi sebelumnya.


Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim
transversal merupakan salah satu syarat dalam melakukan persalinan

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

pervaginam, dimana pasien dengan tipe insisi ini mempunyai resiko


ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio
sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada
seksio

sesarea

yang

lalu

misalnya

laserasi

serviks

yang

merupakan kontraindikasi melakukan persalinan pervaginam.

luas
(Toth PP,

Jothivijayani, 1996, Cunningham FG, 2001)

3.3.2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya


Flamm

tidak melakukan persalinan pervaginam pada semua

bekas seksio sesarea korporal maupun pada kasus yang pernah seksio
sesarea

dua kali berurutan atau lebih, sebab pada

kasus tersebut

diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik dibandingkan persalinan


pervaginam

(Flamm BL, 1985)

Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah


seksio sesarea sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari
satu kali mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptura
uteri. Ruptura uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar
1.8 3.7 %.

Caughey dan kawan-kawan mendapatkan bahwa pasien

dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptura uteri


lima kali lebih besar dari bekas seksio sesarea satu kali.
Cunningham FG, 2001)

( Caughey AB, 1999,

Spaan dkk mendapatkan bahwa riwayat seksio sesarea

yang lebih satu kali mempunyai resiko untuk seksio sesarea ulang
lebih tinggi.(Spaan WA et al, 1997)
Jamelle (1996) menyatakan diktum sekali seksio sesarea selalu
seksio sesarea tidaklah selalu benar, tetapi beliau setuju dengan
setelah dua kali seksio sesarea selalu seksio sesarea pada kehamilan
berikutnya , dimana diyakini bahwa komplikasi pada ibu dan anak lebih
tinggi.

(Jamelle RN, 1996)

Farmakides dkk (1987) melaporkan 77 % dari pasien yang


pernah seksio sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan
persalinan pervaginam dan berhasil dengan luaran bayi yang baik.

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

ACOG 1999 telah memutuskan bahwa pasien dengan bekas seksio dua
kali boleh menjalani persalinan pervaginam dengan pengawasan yang
ketat

(Farmakides G, et al, 1987, Cunningham FG, 2001)

Miller 1994 melaporkan bahwa insiden ruptura uteri terjadi 2 kali


lebih sering pada persalinan ibu dengan riwayat seksio sesarea 2 kali
atau lebih. Keberhasilan persalinan pervaginam bekas seksio sesarea 1
kali adalah 83 % dan 75 % keberhasilan persalinan pervaginam bekas
seksio sesarea 2 kali atau lebih.,

(Miller, et al, 1996)

3.3.3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya


Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya
melalui potongan bikini kadang-kadang pemotongan atas bawah
yang disebut insisi kulit vertikal.

Kemudian pemotongan dilanjutkan

sampai ke uters. Daerah uterus yang ditutupi oleh kandung kencing


disebut segmen bawah rahim, hampir 90 % insisi uterus dilakukan di
tempat ini berupa sayatan kesamping (seperti potongan bikini). Cara
pemotongan uterus seperti ini disebut Low Transverse Cesarean
Section . Insisi uterus ini ditutup/jahit akan sembuh dalam 2 6 hari.
Insisi uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal
dengan seksio sesarea klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus.
Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti
semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau persalinan
berikutnya.(Hill AD, 2002}
Depp R menganjurkan persalinan pervaginam pada bekas seksio
sesarea, terkecuali ada tanda-tanda ruptura uteri mengancam, parut
uterus yang sembuh persekundum pada seksio sesarea sebelumnya
atau jika adanya penyulit obstetrik lain ditemui.

(Depp R, 1996)

Rosenberg (1996) menjelaskan bahwa dengan pemeriksaan Ultra


sonografi USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat
diketahui ketebalan segmen bawah rahim .

Ketebalan SBR 4,5 mm

pada usia kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

sempurna. Parut yang tidak sembuh sempurna didapat jika ketebalan


SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada kehamilan 37
minggu dapat sebagai alat skrining dalam memilih cara persalinan
bekas seksio sesarea.(Rozenberg P, et al, 1996)
Willams
penyembuhan

(dikutip
luka

dari

seksio

Cunningham)
sesarea

adalah

menyatakan
suatu

bahwa

generasi

fibromuskuler dan bukan pembentukan jaringan sikatrik.

dari

Dasar dari

keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di


daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang
pada prinsipnya :

(Cunningham FA, 1993)

1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan


sikatrik pada uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea
ulangan
2. Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik
atau hanya ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan
dalam uterus tanpa ditemukannya sikatrik diantaranya.
Mason (dikutip dari Schmitz 1949) menyatakan bahwa kekuatan
sikatrik pada uterus pada penyembuhan luka yang baik adalah lebih
kuat dari miometrium itu sendiri. Hal ini telah dibuktikannya dengan
memberikan regangan yang ditingkatkan dengan penambahan beban
pada uterus bekas seksio sesarea (hewan percobaan). Ternyata pada
regangan maksimal terjadi ruptura bukan pada jaringan sikatriknya
tetapi pada jaringan miometrium dikedua sisi sikatrik.
Dari laporan-laporan klinis pada uterus gravid bekas seksio
sesarea yang mengalami ruptura selalu terjadi pada jaringan otot
miometrium

sedangkan

sikatriknya

utuh.

Yang

mana

hal

ini

menandakan bahwa jaringan sikatrik yang terbentuk relatif lebih kuat


dari jaringan miometrium itu sendiri.

(Schmitz 1949)

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan


jaringan sehingga menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut
Adalah :
1. Infeksi,

bila

terjadi

infeksi

akan

mengganggu

proses

penyembuhan luka.
2. Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya
pertemuan kedua sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang,
spasing jahitan yang tidak beraturan, penyimpulan yang tidak
tepat, dan lain-lain.
Cooke (dikutip daro Schmitz 1949) menyatakan jahitan luka yang
terlalu kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga
merupakan penyebab timbulnya gangguan kekuatan sikatrik, hal ini
lebih dominan dari pada infeksi ataupun technical error sebagai
penyebab lemahnya sikatrik.
Alasan melakukan seksio sesarea ulangan secara rutin sebagai
tindakan profilaksis terhadap kemungkinan terjadinya ruptura uteri
tidak benar lagi. Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi,
kekuatan jaringan sikatrik pada penyembuhan luka operasi yang baik
dan

pengetahuan

tentang

penyebab-penyebab

yang

dapat

mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada bekas seksio sesarea,


menjadi panduan apakah persalinan

pervaginam pada bekas seksio

sesarea dapat dilaksanakan atau tidak.(Whitesside 1983, Flamm 1985, Ngu 1985)
Pada sikatrik uterus yang intak tidak mempengaruhi aktivitas
selama kontraksi uterus. Aktivitas uterus pada multipara dengan bekas
seksio sesarea sama dengan multipara tanpa seksio sesarea yang
menjalani persalinan pervaginam

(Chua S, Arulkumaran S, 1997)

3.3.4. Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu.

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

10

Indikasi

seksio

sesarea

sebelumnya

akan

mempengaruhi

keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea , CPD


memberikan keberhasilan persalinan pervaginam sebesar 60 65 %.
Fetal distress memberikan keberhasilan sebesar 69 73 %

(Caughey AB, Mann

S, 2001)

Keberhasilan persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio


sesarea ditentukan juga oleh keadaan dilatasi servik pada waktu
dilakukan seksio sesarea yang lalu. Persalinan pervaginam berhasil 67
% apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan
serviks kecil dari 5 cm, dan 73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm.
Keberhasilan persalinan pervaginam menurun sampai 13 % apabila
seksio sesarea yang lalu dilakukan pada keadaan distosia pada kala II.
(Cunningham FG, 2001)

Troyer 1992 pada penelitiannya mendapatkan keberhasilan


penanganan

persalinan pervaginam bekas seksio sesarea bisa

dihubungkan dengan indikasi seksio sesarea yang lalu seperti pada


tabel dibawah ini :

(Troyer, 1992)

Table 1. Hubungan indikasi seksio sesarea lalu dengan keberhasilan


penanganan persalinan pervaginam bekas seksio sesarea.
Indikasi seksio yang lalu
1. Letak sungsang

Keberhasilan VBAC
80.5

2. Fetal distress

80.7

3. Solusio plasenta

100

4. Plasenta previa

100

5. Gagal induksi

79.6

6. Disfungsi persalinan

63.4

3.3.5. Usia ibu

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

11

Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun


sampai 34 tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35
tahun digolongkan resiko tinggi.

Dari penelitian didapatkan wanita

yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea


yang lebih tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan
bekas seksio sesarea mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan
pervaginam lebih besar tiga kali dari pada wanita yang berumur kecil
dari 40 tahun.(Caughey AB, Mann S, 2001)
Weinstein dkk mendapatkan pada penelitian mereka bahwa
faktor umur tidak bermakna secara statistik dalam mempengaruhi
keberhasilan persalinan pervaginam pad bekas seksio sesarea. (Weinstein D,
et al, 1996)

3.3.6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya


Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya
pada plasenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk
sempurna kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim
dan dapat mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama
dengan insisi pada seksio sesarea klasik

(Salzmann B, 1994)

3.3.7. Riwayat persalian pervaginam


Riwayat persalinan pervaginam baik sebelum ataupun sesudah
seksio sesarea mempengaruhi prognosis keberhasilan persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea.(Cunningham FG, 2001)
Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani
persalinan

pervaginam

memiliki

angka

keberhasilan

persalinan

pervaginam yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa


persalinan pervaginam .( Caughey AB, Mann S, 2001)

Pada bekas seksio sesarea

yang sesudahnya pernah berhasil dengan persalinan pervaginam,


makin berkurang kemungkinan ruptura uteri pada kehamilan dan
persalinan yang akan datang.

Walaupun demikian ancaman ruptura

uteri tetap ada pada masa kehamilan maupun persalinan, oleh sebab

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

12

itu pada setiap kasus bekas seksio sesarea harus juga diperhitungkan
ruptura uteri pada kehamilan trimester ketiga terutama saat menjalani
persalinan pervaginam.(Benedetti TJ, 1982)
3.3.8. Keadaan serviks pada saat inpartu
Flamm mengatakan bahwa penipisan serviks serta dilatasi
serviks memperbesar keberhasilan persalinan pervaginam bekas
seksio sesarea.

(Flamm BL, 1997)

Guleria dan Dhall 1997 menyatakan bahwa laju dilatasi seviks


mempengaruhi

keberhasilan

penanganan

persalinan

pervaginam

bekas seksio sesarea. Dari 100 pasien bekas seksio sesarea segmen
bawah rahim di dapat

84 % berhasil persalinan pervaginam

sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat.

Gambaran laju

dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil pervaginam


pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam. Fase aktif 1.25 cm/jam.
Sedangkan laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal
pervaginam pada fase late rata-rata 0.44 cm / jam dan fase aktif
adalah 0.42 cm /jam.

(Guleria K, 1997)

Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko


ruptura uteri pada wanita dengan bekas seksio sesarea.

(Plaut MM, et al, 1999)

Dijumpai adanya 1 kasus ruptura uteri bekas seksio sesaraea segmen


bawah rahim transversal selama dilakukan pematangan serviks
dengan transvaginal misoprostol sebelum tindakan induksi persalinan.
(Sciscione AC, 1998)

3.3.9. Keadaan selaput ketuban


Carrol 1990 melaporkan pasien dengan ketuban pecah dini (KPD)
pada usia kehamilan diatas 37 minggu dengan bekas seksio sesarea
(56 kasus) proses persalinannya dapat pervaginam dengan menunggu
terjadinya inpartu spontan dan didapat angka keberhasilan yang tinggi

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

13

(91 % ) dengan menghindari pemberian induksi persalinan dengan


oxytosin , dengan rata-rata lama waktu antara terjadinya KPD sampai
terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi
baik.

(Carrol SG, 1990)

3.5. Kriteria Seleksi


American College of Obstetricians and Gynecologists tahu8n
1999

memberikan

rekomendasi

untuk

menyeleksi

pasien

yang

direncanakan untuk persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea.


Kriteria seleksinya adalah sebagai berikut:
-

( Cunningham FG, 2001)

Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi Segmen


Bawah Rahim.

Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik

Tak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus

Tersedianya

tenaga

yang

mampu

untuk

melaksanakan

monitoring, persalinan dan seksio sesarea emergensi.


-

Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio


sesarea darurat

Kriteria yang masih kontroversi (Phelan JP et al

1993, Depp R, 1996, Cunningham FG, 2001)

Parut uterus yang tidak diketahui

Parut uterus pada Segmen Bawah Rahim vertikal

Kehamilan kembar

Letak sungsang

Kehamilan lewat waktu

Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram

3.6. Kontra Indikasi

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

14

Kontra indikasi mutlak melakukan persalinan pervaginam pada


bekas seksio sesarea:

(Depp R, 1996)

Bekas seksio sesarea klasik

Bekas seksio sesarea dengan insisi T

Bekas ruptur uteri

Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks


yang luas

Bekas

sayatan

uterus

lainnya

di

fundus

uteri.

Misalnya

miomektomi
-

Cepalofeto Pelviks Disporposi yang jelas.

Pasien menolak persalinan pervaginam

Panggul sempit

Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra


indikasi persalinan pervaginam.

3.7. Induksi
Zelop CM meneliti induksi persalinan dengan oksitosin pada
pasien bekas seksio sesarea satu kali.

Disimpulkan bahwa induksi

persalinan dengan oksitosin meningkatkan kejadian ruptur uteri pada


wanita hamil dengan bekas seksio sesarea satu kali dibandingkan
dengan partus spontan tanpa induksi. Secara statistik tidak didapatkan
peningkatan yang bermakna kejadian ruptur uteri pada pasien yang
didrip akselerasi dengan oksitosin. Namun pemakaian oksitosin untuk
drip akselerasi pada pasien bekas seksio sesarea harus diawasi secara
ketat.

(Zelop CM, 1999)

Abdullah

mendapatkan

tingkat

keberhasilan

pemberian

oksitosin pada persalinan bekas seksio sesarea cukup tinggi yaitu 70%
pada induksi persalinan dan 100% pada akselerasi persalinan.

(Abdullah F,

1998)

Plaut MM melaporkan kejadian ruptur uteri pada pasien yang


menjalani persalinan percobaan pervaginam setelah seksio sesarea

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

15

yang diinduksi dengan misoprostol. Ruptur uteri terjadi pada 5 dari 89


pasien

dengan

bekas

seksio

sesarea

yang

diinduksi

dengan

misoprostol. Kejadian ruptur pada kasus ini tinggi dan bermakna


secara statistik sehingga disimpulkan induksi persalinan dengan
misoprostol meningkatkan resiko ruptur uteri pada pasien bekas seksio
sesarea.

(Plaut MM et al, 1999)

3.8. Resiko terhadap Ibu


Resiko terhadap ibu yang melakukan persalinan pervaginam
dibandingkan dengan seksio sesarea ulangan elektif pada bekas seksio
sesarea.(Kirk EP, 1990, Golberg B, 2000)
-

Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan


pervaginam yang berhasil dibanding dengan seksio sesarea
ulangan elektif

Pada persalinan pervaginam yang gagal yang dilanjutkan dengan


seksio sesarea insiden demam lebih tinggi

Tidak

banyak

perbedaan

insiden

dehisensi

uterus

pada

persalinan pervaginam dibanding dengan seksio sesarea elektif.


-

Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginam


adalah 2.8 kali dari seksio sesarea elektif.

Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan


pervaginam sangat rendah

Kelompok persalinan pervaginam mempunyai rawat inap yang


lebih singkat, penurunan insiden transfusi darah pada paska
persalinan dan penurunan insiden demam paska persalinan
dibanding dengan seksio sesarea elektif

3.9. Resiko terhadap Anak


Resiko terhadap perinatal dan neonatal dalam melakukan
persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

16

Rosen melaporkan angka kematian perinatal 1.4 % dari hasil


penelitian terhadap lebih dari 4.500 persalinan pervaginam. Rosen
juga melaporkan resiko kematian perinatal pada persalinan percobaan
adalah 2.1 kali lebih besar dibanding seksio sesarea elektif (p<0.001).
namun jika berat badan janin < 750 gram dan kelainan kongenital
berat tidak diperhitungkan maka angka kematian perinatal dari
persalinan pervaginam tidak berbeda bermakna

dari seksio sesarea

ulangan elektif.(Rosen MG,1991)


Flamm (1994) melaporkan angka kematian perinatal adalah 7
per 1.000 kelahiran hidup pada persalinan pervaginam, angka ini tidak
berbeda bermakna dari angka kematian perinatal dari Rumah Sakit
yang ditelitinya (10 per 1.000 kelahiran hidup.

(Flamm BL, 1994)

Cowan (1994) melaporkan sebagian besar 463 dari 478 (97 %)


dari bayi yang lahir pervaginam mempunyai Apgar skor pasda 5 menit
pertama adalah 8 atau lebih.

(Cowan, 1994)

Mahon (1996) melaporkan bahwa apgar skor bayi yang lahir


tidak berbeda bermakna pada persalinan pervaginam dibanding seksio
sesarea ulangan elektif.

(Mahon MJ, 1996)

Hook (1997) melaporkan morbiditas bayi yang lahir dengan


seksio sesarea ulangan setelah gagal persalinan pervaginam lebih
tinggi dibandingkan dengan yang berhasil persalinan pervaginam. Dan
morbiditas bayi yang berhasil persalinan pervaginam tidak berbeda
bermakna dengan bayi yang lahir normal

(Hook B, 1997)

3.10. Komplikasi
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan
persalinan pervaginam adalah ruptura uteri.

Ruptur jaringan parut

bekas seksio sesarea sering tersembunyi dan tidak menimbulkan


gejala yang khas.

(Jones OR et al, 1991)

Dilaporkan bahwa kejadian rupture

uteri pada bekas seksio sesarea insisi Segmen Bawah Rahim lebih kecil
dari 1 % (0,2 0,8 % ).

Kejadian ruptura uteri pada

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

persalinan
17

pervaginam dengan riwayat insisi seksio sesarea korporal dilaporkan


oleh Scott dan American College of Obstetricans and Gynekologists
adalah sebesar 4 9 %.(Scott, JR, 1997, ACOG, 1998) Farmer melaporkan kejadian
ruptur uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sesarea
sebanyak 0,8% dan dehisensi 0,7% .(Farmer RM, 1991)
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau
bayi akan keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan
kematian janin serta ibu. Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi
emergensi.

Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio

sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen


bawah rahim. Ruptur uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 %
sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 %

(Hill

DA, 2002)

Tanda yang sering dijumpai pada ruptura uteri adalah denyut


jantung janin tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun
menjadi

deselerasi

lambat,

bradiakardia,

dan

denyut janin

tak

terdeteksi. Gejala klinis tambahan adalah perdarahan pervaginam,


nyeri abdomen, presentasi janin berubah dan terjadi hipovolemik pada
ibu.

(Manihan CA,1998)

Tanda-tanda ruptura uteri adalah sebagai berikut :

(Caughey AB, et al,

2001)

Nyeri akut abdomen

Sensasi popping ( seperti akan pecah )

Teraba

bagian-bagian

janin

diluar

uterus

pada

pemeriksaan

Leopold

Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi

Preseting partnya tinggi pada pemeriksaan pervaginam

Perdarahan pervaginam

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

18

Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak


dilakukan persalinan pervaginam karena resiko ruptur 2-10 kali dan
kematian maternal dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim.

(Chua S,Arunkumaran S,1997)

3.11. Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya
dibantu dengan persalinan pervaginam. Hal ini disebabkan karena
komplikasi akibat

seksio sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea

terdapat kecendrungan kehilangan darah yang banyak, peningkatan


kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan masa
nifas di Rumah Sakit. Juga akan memperlama perawatan di rumah
dibandingkan persalinan pervaginam. Sebagai tambahan biaya Rumah
Sakit akan dua kali lebih mahal.( Golberg B, MD, 2000 )
Walaupun

angka

kejadian

ruptur

uteri

pada

persalinan

pervaginam setelah seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat
menyebabkan kematian pada janin dan ibu. Untuk antisipasi perlu
dilakukan monitoring pada persalinan ini. .(Caughey AB, 1999, Nicette J, 2000)
Pasien dengan bekas seksio sesarea membutuhkan manajemen
khusus pada waktu antenatal maupun pada waktu persalinan.

Jika

persalinan diawasi dengan ketat melalui monitor kardiotokografi


kontinu;

denyut

jantung

janin

dan

tekanan

intra

uterin

dapat

membantu untuk mengidentifikasi ruptur uteri lebih dini sehingga


respon tenaga medis bisa cepat maka ibu dan bayi bisa diselamatkan
apabila terjadi ruptur uteri.(Farmer RM at al, 1991, Caughey AB, 1999, Nicette J, 2000)
BAB III
SISTEM SKORING

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

19

Untuk

meramalkan

keberhasilan

penanganan

persalinan

pervaginam bekas seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat


sistem skoring.

Flamm dan Geiger menentukan panduan dalam

penanganan persalinan bekas seksio sesarea dalam bentuk sistem


skoring

. Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem skoring

untuk pasien bekas seksio sesarea

(Weinstein D, 1996, Flamm BL, 1997)

Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger yang ditentukan


untuk memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio
sesarea adalah seperti tertera pada table dibawah ini:
No
1 Usia < 40 tahun
2

Karakteristik

Skor
2

Riwayat persalinan pervaginam


-

sebelum dan sesudah seksio sesarea

persalinan pervaginam sesudah seksio sesarea

persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea

tidak ada

Alasan lain seksio sesarea terdahulu

Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah


Sakit dalam keadaan inpartu:
-

75 %

25 75 %

< 25 %

0
1

Dilatasi serviks 4 cm
Dari

hasil

penelitian

Flamm

dan

Geiger

terhadap

skor

development group diperoleh hasil seperti table dibawah ini:


Skor

Angka Keberhasilan (%)

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

20

02

42-49

59-60

64-67

77-79

88-89

93

8 10
Total

95-99
74-75

Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem skoring yang


bertujuan untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam
pada bekas seksio sesarea, adapun sistem skoring yang digunakan
adalah
FAKTOR

TIDAK

YA

Malpresentasi, Preeklampsi/Eklampsi, Kembar

HAP, PRM, Persalinan Prematur

Fetal Distres, CPD, Prolapsus tali pusat

Bishop Score 4
Riwayat

persalinan

pervaginam

sebelum

seksio

sesarea
Indikasi seksio sesarea yang lalu

Makrosemia, IUGR
Angka keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio
sesarea pada sistem skoring menurut Weinstein dkk adalah seperti di
tabel berikut:
Nilai scoring
4

Keberhasilan
58 %

67 %

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

21

78 %

10

85 %

12

88 %

BAB IV
BEBERAPA PENELITIAN PENGGUNAAN SISTEM SKORING
PADA BEKAS SEKSIO SESAREA
Weinstein

D,

dkk,

tahun

1997.

melakukan

penelitian

untuk

mengevaluasi variabel-variabel yang mungkin mempengaruhi usaha


persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea dengan tujuan

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

22

mengembangkan

angka/skor

ramalan

(predictive

score)

untuk

keberhasilan usaha tersebut.


Penelitian dilakukan secara retrospektif terhadap 471 pesien bekas
seksio sesarea satu kali yang mencoba persalinan pervaginam. Usaha
persalinan pervaginam berhasil pada 368 pasien (78,1 %) dan 103
(21,9 %) mengalami seksio sesarea ulang.
Variabel-variabel yang signifikan ( p 0,005 ) untuk prediksi persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea adalah Bishops score, riwayat
persalinan pervaginam sebelum atau sesudah seksio sesarea, dan
indikasi seksio sesarea yang lalu yaitu; malpresentasi dan Hipertensi
yang diinduksi oleh kehamilan. Sedangkan usia ibu dan berat janin
tidak bermakna secara statistik.
Flamm

dan

Geiger

tahun

1997

melakukan

penelitian

untuk

mengembangkan suatu sistem skoring dengan tujuan memprediksi


keberhasilan penanganan persalinan pervaginam pada pasien bekas
seksio sesarea berdasarkan faktor-faktor yang diketahui sewaktu
pasien masuk Rumah Sakit.

Penelitian dilakukan pada 5022 pasien

bekas seksio sesarea yang diambil secara acak. Ditentukan beberapa


variabel : umur ibu, riwayat persalinan pervaginam, indikasi seksio
sesarea yang lalu, penipisan dan dilatasi serviks pada waktu masuk
Rumah Sakit. Masing-masing variabel diberi skor, kemudian dievaluasi
keberhasilan persalinan pervaginam berdasarkan pada skor ini. Dari
lima

variabel yang signifikan didapat angka keberhasilan persalinan

pervaginam pada bekas seksio sesarea.

Angka

keberhasilan

persalinan pervaginam 49 % pada pasien dengan nilai skor 0 2 dan


95 99 % pada skor 8 10.
mempunyai

korelasi

dengan

Disimpulkan bahwa peningkatan skor


tingkat

keberhasilan

persalinan

pervaginam.

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

23

Pandia R tahun 2000. Melakukan penelitian retrospektif persalinan


pervaginam pada bekas seksio sesaria di RSUD Pirngadi dan RSUP H.
Adam Malik Medan. Dari 238 persalinan bekas seksio sesaria yang
direncanakan

persalinan

pervaginam,

berhasil

lahir

pervaginam

sebanyak 174 kasus, dimana 146 kasus dilakukan tindakan vakum


ekstraksi untuk mempersingkat kala II, dan 28 pasien lainnya partus
spontan, 64 kasus diakhiri dengan seksio sesaria.
Distribusi keberhasilan penanganan persalinan pervaginam pada bekas
seksio sesarea dibagi berdasarkan karateristik; umur ibu, riwayat
persalinan pervaginam, jarak seksio sesarea terakhir, jumlah seksio
sesarea, usia kehamilan, penipisan dan dilatasi serviks, turunnya
kepala dan berat badan janin. Masing-masing kararteristik diberi skor.
Dari penelitian ini didapatkan bila skor kumulatif 25 angka
keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea masih
rendah (40,74 %). Bila skor kumulatif 26 angka keberhasilannya
mencapai 73,74 %.

Disimpulkan bahwa makin besar nilai skor

kumulatif makin besar pula keberhasilan penanganan persalinan


pervaginam pada bekas seksio sesarea .

BAB V
KOMENTAR

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

24

Angka kejadian seksio sesarea pada saat ini masih tinggi, salah
satu penyebabnya adalah seksio sesarea ulang pada pasien bekas
seksio sesarea. Upaya menurunkan angka kejadian seksio sesarea
adalah melakukan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea
(trial of scar)
Persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea dilakukan
apabila syarat Trial of scar terpenuhi, yaitu:
-

Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi Segmen


Bawah Rahim.

Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik

Tak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus

Tersedianya

tenaga

yang

mampu

untuk

melaksanakan

monitoring, persalinan dan seksio sesarea emergensi.


-

Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio


sesarea darurat
Dalam melakukan persalinan pervaginam pada bekas seksio

sesarea harus dilakukan pengawasan yang ketat yaitu keluhan


subjektif ibu, monitor tekanan intra uterin (kekuatan kontraksi uterus)
dan kardiotokografi secara kontinu. Apabila terjadi tanda-tanda ruptura
uteri atau keadaan janin memburuk maka dilakukan seksio sesarea
emergensi.
Adapun keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio
sesarea

juga

dipengaruhi

oleh

faktor-faktor;

umur

ibu,

riwayat

persalinan pervaginam sebelum atau sesudah seksio sesarea yang


lalu, indikasi seksio sesarea sebelumnya, dan keadaan serviks pada
waktu masuk Rumah Sakit. Jadi selain syarat Trial of scar faktor-faktor
ini juga harus diperhatikan oleh dokter yang merencanakan persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea.

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Lavin JP, Stephen RJ, Miodovnik M, et al. Vaginal delivery in Patient with prior
cesarean birth. In: American Journal of Obstetrics and Gynecology. 1982; 59:
135-48
2. Caughey AB, Mann S. Vaginal Birth After Cesarean, Medicine Journal 2001;
2(9) In: http//www.emedicine.com/med/topic3434.htm
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Cesarean Section and Postpartum
Hysterectomy. In : Williams Obstetrics. 21 st Ed. The Mc Graw-Hill Companies.
New York : 2001 :
537 63.
4. Samil RS. Change Trend in Cesarean Section in Indonesia. Dalam: Majalah
Obstetri & Ginekologi Indonesia. 1988;14(2), 72-79
5. Rasyid HA. Evaluasi Upaya Persalinan Pervaginam pada Kasus Bekas Seksio
Sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan. 1992.
6. Sulaini P . Tinjauan Persalinan Bekas Seksio Sesarea di RSUP Dr. M. Djamil
Padang Tahun 1988-1990, Tesis untuk Brevet Spesialis Obstetri dan Ginekologi
di FKUA Padang 1991.
7. Abdullah F, 1998. Tingkat Keberhasilan Induksi dan Akselerasi Persalinan
dengan Oksitosin pada Persalinan Bekas Seksio Sesarea Satu Kali. Tesis untuk
Brevet Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FKUA Padang 1998.
8. Clarke SC, Taffel S, Changes in Cesarean Delivery in the United States 1988
and 1993. In: Birth 1995; 22: 63.
9. Scott JR. Avoiding Labor Problems During Vaginal Birth After Cesarean Delivery.
In: Clinical Obstetrics and Gynecology. 1997; 40: 533.
10. OGrandy JP, Veronikis DK, Chervenak FA, et al. Cesarean Delivery. In:
Operative Obstetrics. Williams & Wilkins A Waverly Company. Blatimore, USA.
1995: 239 61.
11. Toth P P, Jothivijayarani A. Vaginal Birth After Cesarean Section (VBAC)
University IOWA. In: Family Practice Hand Book. 3rd ed. 1996.
12. Hill DA. Issues and Procedures in Womens Health Vaginal Birth After
Cesarean.
Obgyn.
net
Publications
2002.
In:
http://www.obgyn.net/women/article/VBACdahhtm.
13. Chua S, Arulkumaran S. Trial of scar. In: Australia, NZ Journal Obstetrics and
Gynecology. 1997; 37; 6 11.
14. Weinstein D, Benshushan A, Tanos V, et al. Predictive Score for Vaginal Birth
After Cesarean Section. In: American Journal Obsterics and Gynecology . 1996;
174: 192 8
15. Flamm BL, Geiger AM, Vaginal Birth After Cesarean: An Admission Skoring
System. In: Journal Obstetrics and Gynecology. 1997; 90(6):
907 1010.
16. Husodo L, Pembedahan dengan Laparatomi. Dalam Buku Ilmu Kebidanan
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1999: 863 75.
17. Whiteside DC , Mahan Cesarean Section, Cook JC. Factors Associated with
Successful Vaginal Delivery after Cesarean Section. In: Journal Rep Med. 1983;
28 : 11-12.
18. Jukelevics N, Evaluating the Risk of Uterine Rupture. ICCE. 2000.
In: http://www.abcbirth.com/hVBAC.html.
19. Flamm BL. Vaginal Delivery after Cesarean Section Controversies Old and
New.
In: Clinical Obstetrics and Gynecology. 1985; 4: 736-42.
20. Spaans WA, Velde FH, Roosmalen VJ. Trial of Labor after Previous Cesarean
Section in Rural Zimbabwe. In: Europe Journal Obstetrics and Gynecology
Reproduction Biologic. 1997; 72: 9 14.
21. Jamelle RN. Outcome of Unplanned Vaginal Deliveries After Two Previous
Cesarean Section. In: Journal Obstetrics and Gynecology. 1996; 22: 431 6.

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

26

22. Farmakides G, Duviver R, Schulman H, et al. Vaginal Birth After Two or More
Previous Cesarean Section. In: American Journal Obstetrics and Gynecology.
1987; 156: 565 6.
23. Miller DA, Diaz FG, Paul RH. Vaginal Birth After Cesarean : A 10-Year
Experience.
In: Journal Obstetrics and Gynecology. 1994; 84(2): 255 9.
24. Depp R. Casarean Delivery. In: Obstetrics Normal & Problem Pregnancies. 3 rd
Ed. Churchill Livingstone. New York: 1996: 561 642.
25. Rozenberg P, Goffinet F, Phillippe H, et al. Which Women Who Have Had A
Previous Cesarean Section? In: Paper Ultrasonographic Measurement of
Uterine Segmen to Assess Risk of Defects of Scared Uterus. In: Lancet. 1996;
347 : 281 4.
26. Cunningham MD. Cesarean Section. In: Williams Obstetrics, 19 th Ed. Prentice
Hall Int. USA. 1993: 441 51.
27. Schimtz HE, Babe GR. Vaginal Delivery Following Cesarean Section . American
Journal Obsterics and Gynecology. 1949; 660-71.
28. Ngu A. Quinn MA. Vaginal Delivery After Cesarean Section. In: Australian NZ
Journal Obstetrics and Gynecology .1985; 25: 41.
29. Troyer LR, Parisi VM. Obstetric Parameters affecting Success in A Trial of
Labor. Designation Skoring System. In: Journal Obstetrics and Gynecology.
1992; 167 : 1099 104.
30. Salzmann B. Rupture of Low Segment Cesarean Section Score. Journal
Obstetrics and Gynecology. 1994: 23: 460 6.
31. Benedetti TJ. Vaginal Delivery after Cesarean Section for Non Recurrent Cause.
In: American Journal Obstetrics and Gynecology. 1982; 1: 357 9.
32. Guleria K Dhall GI, Dhall K. Pattern of Cervical Dilatation in Previous Segment
Cesarean Section Patients. In: Indian Journal Medicine Association. 1997; 95:
131 4.
33. Plaut MM, Schwartz ML, Lubarsky SL. Uterine Rupture Associated with Use of
Misoprostol in the Gravid Patient With a Previous Cesarean Section. In :
American Journal of Obstetrics and Gynecology . 1999; 180: 1535 42.
34. Sciscione AC, Nguyen L, Manley JS. Uterine Rupture During Pre Induction
Cervical Ripening with Misoprostol in A Patient with A Previous Cesarean
Delivery. In: Australian NZ Journal Obstetrics and Gynecology. 1998; 38: 96
7.
35. Carroll SG, Turner MJ, Stronge JM, et al. Management of Antepartum
Spontaneus Membrane Rupture after One Previous Cesarean Section . In:
Europe Journal Obstetrics and Gynecology Reproduction Biologic. 1990. 35:
173 8.
36. Phelan JP, Bendell A, Colburn VG. Cesarean Birth. In: High Risk Pregnancy A
Team Approach. 2nd Ed. WB. Saunders Company. 1993:
337 59.
37. Zelop CM, Shipp TD, Repke JT, et al. Uterine Rupture During Inducted or
Augmented Labor in Gravid Women with One Prior Cesarean Delivery. In:
American Journal Obsterics and Gynecology. 1999; 181: 882 5.
38. Kirk EP, Doyle AK, Leight J, et al. Vaginal Birth After Cesarean of Repeat
Cesarean Section. In: American Journal Obstetrics and Gynecology 1990; 162:
1398 405.
39. Golberg
B.
Vaginal
Birth
After
Cesarean.
Article
2000.
In:
http://www.obgyn.net/displayarticle.asp?page=/pb/articles/vbac.
40. Rosen MG, Dickinson JC, Westhoff CL. Vaginal Birth After Cesarean :
A MetaAnalysis of Morbidity and Mortality. In: Journal Obstetrics and Gynecology.
1991; 77(3): 465 70.
41. Flamm BL, Goings JR, Liu et al. Elective Repeat Cesarean Delivery versus Trial
of labor; A Prospective Multi Center Study. In: Journal Obstetrics and
Gynecology . 1994: 83: 927.

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

27

42. Cowan RK, Kinch RAH. Ellis B, et al. Trial Labor following Cesarean Delivery. In:
Journal Obstetrics and Gynecology . 1994; 83: 927 8.
43. Mahon MJ, Luther ER, Bowes WA, et al. Comparison of Trial of Labor with an
Elective Second Cesarean Section. In: England Journal Medicine. 1996; 335:
689 95
44. Hook B, Kiwi R, Amini SB, et al. Neonatal Morbidity After Elective Repeat
Cesarean Section and Trial of Labor. In: Pediatrics. 1997; 100: 348.
45. Jones RO, Nagoshima AW, Hartnett MM, et al. Rupture of Low Transverse
Cesarean Scars During Trial of Labor. In: Journal Obstetrics and Gynecology .
1991; 77:815 17.
46. Farmer RM, Kirschbaum, Potter D, et al. Uterin Rupture During Trial of Labor
after Previous Cesarean Section. In: American Journal Obsterics and
Gynecology.1991; 165: 996 1001.
47. Menihan CA, Uterine Rupture in Women Attempting a Vaginal Birth Following
Prior Cesarean Birth. In: Jounal Perinatology. 1998; 18: 440 3.
48. Caughey AB, Shipp TD, Repke JT et al: Rate of Uterine Rupture During Trial of
Labor in Women with One or Two Prior Cesarean Deliveries. In: American
Journal Obstetrics and Gynecology . 1999; 181(4): 872-6
49. Nicette J. Evaluating the Risk of Uterine Rupture. In: International Childbirth Education
Association Bokkcenter. In: http//www.obgyn.net/vbac.com.
50. Pandia R. Penentuan Sistem Skoring Persalinan Bekas Seksio Sesarea. Tesis untuk Brevet
Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FK-USU Medan. 2001.

Persalinan Pervaginam pd Bekas SC - VBAC

28

You might also like