You are on page 1of 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LANSIA DENGAN

INKONTINENSIA URINE

Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Arum Diah Cahyani


Bagus Ridwan Adi S.
Bayu Dewa Tomo
Cicik Patut Puji Ananti
Dadi Ardiyansah
Dessi Veronica K.S

7. Diah Ayu Siti S.


8. Diah Rani Fatmawati
9. Dian Fitri L.
10. Diki Maulana
11. Dita Mareta Fitria S.

PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AN NUR PURWODADI
TAHUN 2014

KATA PENGANTAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan


Komunitas II. Penyusun mengambil topik tentang asuhan keperawatan pada
pasien lansia dengan inkontinensia urine karena pada pasien lansia terjadi
perubahan pada sistem perkemihan, dimana ginjal mengalami pengecilan
sehingga daya tampung ginjal menurun dan menyebabkan frekuensi berkemih
meningkat.
Penyusun memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tidak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah membantu danmengarahkan dalam pembuatan makalah ini serta
kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Dalam proses pembuatan makalah ini penyusun menyadari banyak
terdapat kesalahan kesalahan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu
penyusun mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang sifatnya membangun dalam makalah ini. Terima kasih.

Purwodadi, 29 Agustus 2014

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL....................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................1
C. Tujuan.........................................................................................2

BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT


A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Definisi........................................................................................
Klasifikasi....................................................................................
Etiologi........................................................................................
Patofisiologi.................................................................................
Pathway.......................................................................................
Manifestasi Klinis........................................................................
Komplikasi..................................................................................
Pemeriksaan Penunjang...............................................................
Penatalaksanaan...........................................................................

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Fokus Pengkajian.........................................................................
B. Nursing Care Plan
1. Diagnosa Keperawatan...........................................................
2. Intervensi Keperawatan..........................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan

mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (DepKes


RI, 2001).
Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang
terlihat sebagai gejala gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai
mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran
dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lambat dan kurang
lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul.
Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan kemampuan kognitif
seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta
tidak mudah menerima hal/ ide baru.
Selain itu pada lansia juga terjadi perubahan pada sistem perkemihan,
dimana ginjal mengalami pengecilan dan nefron menjadi atrofi. Aliran ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang mengakibatkan BUN
meningkat hingga 21 mg%, berat jenis urine menurun, serta nilai ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat. Pada kandung kemih, otot otot
melemah, sehingga kapasitasnya menurun hingga 200 ml yang menyebabkan
frekuensi berkemih meningkat. Pada laki laki, pembesaran kelenjar prostat
menyebabkan obstruksi aliran urine dari kandung kemih.
Data di luar negeri menyebutkan bahwa 15 30% usia lanjut yang
tinggal di masyarakat dan 50% usia lanjut yang di rawat menderita
inkontinensia urine. Pada tahun 1999, dari semua pasien yang di rawat di
RSUP Cipto Mangunkusumo didapatkan angka kejadian inkontinensia urin
sebesar 10% dan pada tahun 2000, angka kejadian inkontinensia urine
meningkat menjadi 12%.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan Masalah dalam karya tulis ilmiah ini antara lain :
1. Apa definisi dari inkontinensia urine ?
2. Apa saja yang menyebabkan terjadinya inkontinensia urine pada pasien
lansia ?
3. Ada berapa jenis inkontinensia urine pada lansia ?
4. Bagaimana proses terjadinya inkontinensia urine pada pasien lansia ?
5. Bagaimana manifestasi klinis pasien lansia yang mengalami inkontinensia
urine ?
6. Apa saja komplikasi yang dapat timbul akibat inkontinensia urine?

7. Apa saja yang dapat menjadi pemeriksaan penunjang dalam kasus


inkontinensia urine ?
8. Bagaimana penatalaksanaan kepada pasien lansia yang mengalami
inkontinensia urine ?
9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatannya ?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah supaya mahasiswa/I mengerti
tentang konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien lansia
dengan Inkontinensia urine.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa/I mengetahui dan mengerti tentang
a. Definisi dan Klasifikasi Inkontinensia urine pada pasien lansia
b. Etiologi Inkontinensia urine pada pasien lansia
c. Patofisiologi beserta Pathway Inkontinensia urine
d. Manisfestasi klinis Inkontinensia urine
e. Komplikasi Inkontinensia urine
f. Pemeriksaan penunjang Inkontinensia urine
g. Penatalaksanaan Inkontinensia urine
h. Asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan Inkontinensia urine
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Inkontinensia adalah berkemih di luar kesadaran, pada waktu dan
tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah kebersihan atau sosial
(Watson, 1991). Aspek sosial yang akan dialami klien lansia antara lain
kehilangan harga diri, merasa terisolasi, dan depresi.
Inkontinensia urine (IU) adalah pengeluaran urine involunter (tidak
disadari/ mengompol) yang cukup menjadi masalah (R. Siti Maryam; dkk,
2008).
Inkontinensia urine (beser) adalah kondisi ketika dorongan berkemih
tidak mampu dikontrol oleh sfingter ekternal. (Mubarak wahit iqbal &
chayatin Nurul, 2007).

Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan otot sfingter ekternal


sementara atau menetap untuk mengontrol ekresi urine. (Wartonah Tarwoto,
2003).
Inkontinensia urine adalah keluarnya urin secara tidak terkendali atau
tidak pada tempatnya. (Soeparman &Waspadji Sarwono, 2001).
Inkontinensia urine adalah eliminasi urine dari kandung kemih tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner & Sudarth, 2002).
B. KLASIFIKASI
Menurut R. Siti Maryam, dkk (2008) inkontinensia diklasifikasikan
menjadi beberapa antara lain :
1. Inkontinensia stress
Adanya tekanan di dalam abdomen, seperti bersin, batuk, tertawa dapat
menyebabkan kebocoran urine dari kandung kemih serta tidak terdapat
aktivitas kandung kemih. Tipe inkontinensia ini sering diderita wanita
yang mempunyai banyak anak
Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan cara mengajarkan ibu untuk
melakukan latihan dasar pelviks. Latihan ini bertujuan untuk menguatkan
otot rangka pada dasar pelviks sehingga membentuk fungsi sfingter
eksternal pada kandung kemih.
2. Inkontinensia mendesak (Urge Incontinence)
Berkemih dapat dilakukan, tetapi orang biasanya berkemih sebelum
sampai ke toilet. Mereka tidak merasakan adanya tanda untuk berkemih.
Kondisi ini terjadi karena kandung kemih seseorang berkontraksi tanpa
didahului oleh keinginan untuk berkemih.
Kehilangan sensasi untuk berkemih ini disebabkan oleh adanya penurunan
fungsi persarafan yang mengatur perkemihan.
Penatalaksanaanya adalah dengan melakukan bledder training yang
bertujuan melaih seseorang mengembalikan kontrol berkemih. Latihan ini
mencakup pengkajian yang baik terhadap pola berkemih yang normal pada
seseorang. Kemudian dilakukan suatu upaya untuk mengikuti pola ini agar
klien mencapai kontinensia sebagai tahap pertama, kemudian secara
bertahap menunda waktu untuk pergi ke toilet. Hal ini dimaksudkan agar
klien dapat menahan kemih dalam waktu yang lama.

3. Inkontinensia aliran berlebihan (Overflow)


Seseorang yang menderita inkontiensia overflow akan mengeluh bahwa
urinenya mengalir terus menerus. Hal ini disebabkan karena obstruksi pada
saluran kemih seperti pada pembesaran prostat atau konstipasi. Untuk
pembesaran prostat yang menyebabkan inkontinensia dibutuhkan tindakan
pembedahan dan untuk konstipasinya relatif mudah diatasi.
4. Inkontinensia refleks
Ini terjadi karena sistem saraf pusat yang terganggu seperti pada dimensia.
Dalam hal ini, pengosongan kandung kemih dipengaruhi refleks yang
dirangsang oleh pengisian. Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti
berkemih tidak ada.
Penatalaksanaannya dengan permintaan untuk miksi secara teratur setiap
jam atau dengan menggunakan kateter dan sekarang banyak menggunakan
diapers ukuran dewasa.
5. Inkontinensia fungsional
Pada klien ini mempunyai kandung kemih dan saluran urine yang utuh dan
tidak

mengalami

kerusakan

persarafan

yang

secara

langsung

mempengaruhi sistem perkemihan tersebut. Kondisi ini muncul akibat


beberapa ketidakmampuan lain yang mengurangi kemampuannya untuk
mempertahankan kontinensia. Contohnya, seseorang yang mempunyai
keterbatasan gerak atau berada di kursi roda, mungkin tidak mampu untuk
pergi ke toilet atau berpindah ke dan dari toilet duduk. Seseorang yang
menderita ini masih mampu untuk mempertahankan kontinensia dengan
bantuan dan masih mempunyai keinginan untuk kontinensia. Klien perlu
diberi kesempatan berkemih.
C. ETIOLOGI
Menurut R. Siti Maryam, dkk (2008) ada 2 faktor yang berkonstribusi
terhadap perkembangan inkontinensia adalah faktor fisiologis dan psikologis.
Faktor psikologis dapat mencangkup depresi dan apatis yang dapat
memperberat kondisi, sehingga sulit untuk mengatasi masalah ke arah
normal. Beberapa kondisi psikiatri dan kerusakan otak organik seperti
dimensia juga dapat menyebabkan inkontinensia. Faktor anatomis dan
fisiologis dapat mencakup kerusakan saraf spinal yang menghancurkan

mekanisme normal untuk berkemih dan rasa ingin menghentikannya.


Penglihatan yang kurang jelas, infeksi saluran perkemihan, dan medikasi
tertentu seperti diuretik juga berhubungan dengan inkontinensia. Wanita yang
melahirkan dan laki laki dengan gangguan pada prostat cenderung
mengalami kerusakan kandung kemih akibat trauma atau pembedahan.

D. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara
lain:
a. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika
Urinaria (Kandung Kemih)
Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300 600 ml. Dengan
sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150 350 ml. Berkemih dapat
ditundas 1 2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan
berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor kontrasi dan sfingter
internal dan sfingter ekternal relaksasi,yang membuka uretra. Pada orang
dewasa muda hampir semua urine dikeluarkan dengan proses ini.
Pada lansia tidak semua urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml
atau kurang dianggap adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml
mengindikasikan adanya retensi urine.
Perubahan yang lainnya pada peroses penuaan adalah terjadinya
kontrasi kandung kemih tanpa disadari. wanita lansia, terjadi penurunan
produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek akibat
melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot otot dasar (Stanley M
& Beare G Patricia, 2006).
b. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung
kemih.
Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung
kemih,

urine

banyak

dalam

kandung

kemih

sampai

kapasitas

berlebihan. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih


bocor bila batuk atau bersin

E. PATHWAY
Faktor fisiologi &
faktor psikologi

Nokturia

Kerusakan pada otot


detrusor, sfingter internal,
eksternal
Kandung kemih
bocor, spasme
kandung kemih
Inkontensia
Urine
Tdk bs mengontrol
miksi

Beresiko mengiritasi
kulit disekitar alat
kelamin
Resti
gangguan

Perubahan pola
eliminasi: urine
Ganggusn citra
diri

integritas kulit

F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda tanda Inkontinensia Urine menurut (H.Alimun Azis, 2006)
1. Inkontinensia Dorongan atau mendesak
a. Sering miksi
b. Spasme kandung kemih
2. Inkontinensia total atau aliran berlebihan (Overflow)
a. Aliran konstan terjadi pada saat tidak diperkirakan.
b. Tidak ada distensi kandung kemih.
c. Nokturia dan Pengobatan Inkontinensia tidak berhasil.
3. Inkontinensia stres
a. Adanya urin menetes dan peningkatan tekanan abdomen.
b. Adanya dorongan berkemih.
c. Sering miksi.
d. Otot pelvis dan struktur penunjang lemah.
4. Inkontinensia refleks
a. Tidak dorongan untuk berkemih.

b. Merasa bahwa kandung kemih penuh.


c. Kontraksi atau spesme kandung kemih tidak dihambat pada interval.
5. Inkontinensia fungsional
a. Adanya dorongan berkemih.
b. Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.
Gejala Inkontinensia Urine menurut (Potter & Perry, 2005)
1. Inkontinensia dorongan atau mendesak gejalanya adalah berkemih sering
disertai oleh tingginya frekuensi berkemih (lebih sering dari 2 jam sekali).
Spasme kandung kemih atau kontraktur berkemih dalam jumlah kecil
(kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah besar (lebih dari 500 ml).
2. Inkontinensia total atau aliran berlebih gejalanya adalah urine tetap
mengalir pada waktu waktu yang tidak dapat diperkirakan nokturia, tidak
menyadari bahwa kandung kemihnya berisi.
3. Inkontinensia stres gejalanya adalah keluarnya urine pada saat tekanan
intra abdomen meningkat dan seringnya berkemih.
4. Inkontinensia refleks gejalanya adalah Tidak menyadari bahwa kandung
kemihnya sudah terisi, kurangnya untuk berkemih, kontraksi spasme
kandung kemih yang tidak dicegah.
5. Inkontinensia fungsional gejalanya adalah mendesaknya keinginan untuk
berkemih menyebabkan urin keluar sebelum mencapai tempat yang sesuai.
G. KOMPLIKASI
Menurut

R.

Siti

Maryam,

dkk

(2008)

Inkontinensia

dapat

menyebabkan terjadinya iritasi kulit, meimbulkan stres keluarga, teman dan


orang yang merawat.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pengkajian fungsi otot destrusor
2. Radiologi dan pemeriksaan fisik ( mengetahui tingkat keparahan / kelainan
dasar panggul )
3. Cystometrogram dan elektromyogram
4. Laboratorium : Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum
dikaji untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan
poliuria.
5. Kultur Urine
a. Steril
b. Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml)
6. Organisme.

7. Catatan berkemih (voiding record)


Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini
digunakanuntuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin
dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan inkontinensia urin. Pencatatan
polaberkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan
untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik
karena dapatmenyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia
urin pada dirinya.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan

inkontinensia

urin

menurut

Muller

adalah

mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol


inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan
pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai
berikut :
1. Pemanfaatan kartu catatan berkemih

Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin
yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena
tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang
diminum.
2. Terapi non farmakologi

Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya


inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih,
diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain.
Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan latihan
menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik
relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia
diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum
waktunya.
Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mulamula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia

ingin berkemih setiap 2-3 jam.Membiasakan berkemih pada waktu-waktu


yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia. Promted voiding
dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih
mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin
berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi
kognitif (berpikir). Melakukan latihan otot dasar panggul dengan
mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang.
Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut
adalah dengan cara :
Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka,
kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri 10 kali, ke depan ke
belakang 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita
buang air besar dilakukan 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar
panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik.
3. Terapi farmakologi

Obat obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah


antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate,
Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis,
yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter
relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik
antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan
secara singkat.
4. Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan


urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil.
Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan
untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor,
batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
5. Modalitas lain

Sambil

melakukan

terapi

dan

mengobati

masalah

medik

yang

menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat

bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah


pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan.

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Lyer et al, 1996).
Pada tahap pertama (pengkajian) ini kegiatan yang harus dilakukan
adalah mengumpulkan data.
1. Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi sistematik tentang
klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien. (Carol Vestal Allen, 1998)
Adapun data data yang akan dikumpulkan dikaji pada asuhan
keperawatan kelayan dengan diagnosa medis Inkontinensia Urine
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa
medis.

b. Keluhan Utama
Pada pelayanan Inkontinensia Urine keluhan keluhan yang ada adalah
nokturia, urgence, disuria, poliuria, oliguri, dan staguri.
c. Riwakat Penyakit Sekarang
Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan,
usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan.
d. Riwakat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK (Infeksi Saluran
Kemih) yang berulang. penyakit kronis yang pernah diderita.
e. Riwakat Penyakit keluarga
Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit Inkontinensia Urine, adakah anggota keluarga yang
menderita DM, Hipertensi.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang digunakan adalah :
B1-B6
1) B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena
suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada
perkusi.
2) B2 (blood)
Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan
gelisah
3) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
4) B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam
kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada
bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,
banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat

dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya. Palpasi :


Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa
terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu
kencing.
5) B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan
palpasi pada ginjal.
6) B6 (bone)
Pemeriksaan

kekuatan

otot

dan

membandingkannya

dengan

ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.

B. NURSING CARE PLAN


1. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan pola eliminasi: BAK b/d Inkontinesia Urine
b. Gangguan citra diri b/d tidak bisa menahan miksi
c. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d iritasi kulit oleh urine
2. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan pola eliminasi: BAK b/d Inkontinesia Urine
Tujuan

: Mengurangi atau mengatasi pola eliminasi agar dapat


berkemih normal
Kriteria hasil : Individu akan menjadi kontinen (terutama selama siang
hari, malam, 24 jam) dan mampu mengidentifikasi
penyebab inkontinens dan rasional untuk pengobatan
Intervensi
:
1) Mandiri :
a) Tentukan pola berkemih normal pasien dan tentukan variasi
Rasional: Kalkulus dapat menyebabkan eksitalitas saraf, yang
menyebabkan sensasi berkemih segera. Biasanya
frekuensi dan urgensi meningkat bila kalkulus
mendekati pertemuan uretrovesikal
b) Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah,dan debris
dan dapat membantu lewatnya batu

c) Selidiki keluhan kandung kemih penuh, palpasi untuk daerah


suprapubik
Rasional: Retensi urine dapat terjadi menyebabkan distensi
jaringan dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal
d) Kolaborasi:
Ambil urine untuk kultur dan sensivitas
Rasional: Menentukan adanya ISK, yang penyebab atau gejala
komplikasi
b. Gangguan citra diri b/d tidak bisa menahan miksi
Intervensi
:
1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang dialaminya
2) Beri informasi klien tentang penyakitnya
3) Dorong klien untuk menyatakan perasaan
4) Dorong klien untuk beraktivitas dan berinteraksi dalam
lingkunganya.
c. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d iritasi kulit oleh urine
Intervensi
:
1) Ubah posisi dengan sering (setiap 2 jam sekali)
2) Berikan perawatna kulit
3) Jaga kulit agar tetap kering
4) Berikan pakaian dari bahan yang dapat menyerap air

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Inkontinensia adalah berkemih di luar kesadaran, pada waktu dan tempat
yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah kebersihan atau sosial
2. Inkontinensia diklasifikasikan menjadi beberapa antara lain :
a. Inkontinensia stress
b. Inkontinensia mendesak (Urge Incontinence)
c. Inkontinensia aliran berlebihan (Overflow)
d. Inkontinensia refleks
e. Inkontinensia fungsional
3. Ada 2 faktor yang berkonstribusi terhadap perkembangan inkontinensia
adalah faktor fisiologis dan psikologis.
4. Inkontinensia dapat menyebabkan terjadinya iritasi kulit, meimbulkan
stres keluarga, teman dan orang yang merawat.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Askep Gerontik Inkontinensia Urine. Retrieved: Oktober 10, 2013.
From: http://allwhyoechy.blogspot.com/2012/10/askep-gerontikinkontenensia-urine.html

Darmojo, R. Boedhi & H. Hadi Martono. 1999. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut) Edisi ke-3. Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
Manaf, Abdul. 2012. Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urine. Retrieved:
Oktober 10, 2013. From:
http://abdulblogspot.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-padaklien-ny-s.html
Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba
Medika: Jakarta.
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi 2. EGC: Jakarta.

You might also like