Professional Documents
Culture Documents
uNyu)
Monday, May 12, 2014
LP & ASKEP CIDERA KEPALA
CIDERA KEPALA
Disusun oleh:
Lutfy Nooraini
CEDERA KEPALA
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi
trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik
akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan
fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar otak,
oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan yang cepat, tepat dan
asuhan keperawatan yang benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat diminimalkan
dan penyembuhan dapat maksimal.
2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :
1.
Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala, patofisiologi, tanda dan gejala
serta penatalaksanaannya.
2.
Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala.
3.
B.
KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi
dalam dua macam yaitu :
a. Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera
primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
b. Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul
setelah trauma.
KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bank
berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang
dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan.
Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Cedera Kepela Ringan
Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30
menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma.
2. Cedera Kepala Sedang
Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 0 menit tetapi
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat
Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam meliputi
kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.
Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)
Membuka Mata
Spontan
Terhadap nyeri
Tidak ada
Respon Verbal
Orientasi baik
orientasi terganggu
Mampu bergerak
Melokalisasi nyeri
Fleksi menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
1
3 - 15
2. ETIOLOGI
a. Kecelakaan
b. Jatuh
c. Trauma akibat persalinan.
3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder.
Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang
relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun
kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan
permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30
tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama
kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak
komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal
yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat
dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala.
Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan
serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer.
Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik,
hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan
perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan
jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan
aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan
neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan
gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru
akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan
sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya
seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya
kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi
hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena.
Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya
disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan
dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah
berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul
juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat
fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau
karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal
dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi
nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam
fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan sarafsaraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak
teratur yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil.
Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan
mengakibatkan alkalosisi respiratorik.
4. TANDA DAN GEJALA
a. Gangguan kesadaran
b. Konfusi
c. Abnormalitas pupil
d. Awitan tiba-tiba defisit neurologi
e. Perubahan tanda vital
f. Gangguan penglihatan dan pendengaran
g. Disfungsi sensory
h. Kejang otot
i. Sakit kepala
j. Vertigo
k. Gangguan pergerakan
l. Kejang
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak
b. Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, trauma
c. X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang
d. Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika peningkatan
tekanan intracranial.
e. Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intracranial
7. PENGKAJIAN
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes
atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena
aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat
vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat
cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai
batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang
pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi
spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia,
disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan
menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama
dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan
antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus
otot.
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya edema serebri
b. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan sumbatan jalan napas
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif dan penurunan
kekuatan/tahanan.
e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan tindakan invasif
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan perfusi jaringan
serebral
2. Ketidakefektifan jalan
napas
Tujuan
NOC Outcome :
NIC : Circulatory care
- Perfusi jaringan cerebral 1. Monitor vital sign
- Balance cairan
2. Moniror status neurologi
3. Monitor status hemodinamik
4. Posisikan kepela klien head Up 30o
Client Outcome :
5. Kolaborasi pemberian manitol
- Vital sign membaik
sesuai order
- Fungsi motorik sensorik
membaik
NOC Outcome :
NIC : Manajemen jalana napas
- Status respirasi : pertukaran 1.Monitor status respirasi dan
Gas
Oksigenasi
- Status respirasi : kepatenan 2. Bersihkan jalan napas
jalan
napas
3. Auskultasi suara pernapasan
- Status respirasi : ventilasi
- Kontrol aspirasi
4. Berikan Oksigen sesuai
Program
Client Outcome :
- Jalan napas paten
NIC : Suctioning air way
- Sekret dapat dikeluarkan
1. Observasi sekret yang keluar
- Suara napas bersih
2. Auskultasi seblum dan sesudah
melakukan suction
3. Gunakan pealatan steril pada
saat melakukan suction
4. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang tindakan
suction
NOC Outcome :
- Integritas jaringan
Client Outcome :
- Integritas kulit utuh
4. Intolerasi aktivitas
Intervensi
NOC Outcome :
- Pergerakan sendi aktif
- Tingkat mobilisasi
- Perawatan ADLs
Client Outcome :
Rasi
Mengetahui adanya
peningkatan TIK
Peningkatan aliran
menyebabkan penu
Mengurangi edema
Mengetahui kepast
kebersihan jalan na
Membebaskan jala
akumulasi sekret g
kebutuhan oksigen
Mengetahui sebera
integritas kulit klie
Mencegah terjadin
pada area dekubibu
- Peningkatan kemampuan
dan kekuatan otot dalam
bergerak
- Peningkatan aktivitas fisik
Kemampuan
4. Kolaborasi dengan terapis
dalam melaksanakan latihan
Meminimalkan terj
mobilitas fisik
Meminimalkan inv
mikroorganisme pe
kedalam tubuh
Mencegah terjadin
5. Manajemen pengobatan
Memberikan perlin
klien tehadap papa
mikroorganisme pe
Memastikan pengo
diberikan sesuai pr
KEPUSTAKAAN
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta
Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company, Philadelphia
Hudak C.M., 1994, Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA
Ditulis oleh lutfy nooraini at 7:16:00 PM
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
No comments:
Post a Comment
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)
Semoga Bermanfaat
Google+ Followers
viewer
My Files
2014 (17)
o September (5)
o May (12)
LP &ASKEP DIARE
2013 (13)
lutfy nooraini
View my complete profile
Translate
Awesome Inc. template. Template images by latex. Powered by Blogger.