Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Daniasti Wk
Umbu Windi
Adelia Novia
I Nyoman Eluzai Goldy D.Y
Soleman Wado
41130040
41130049
41130063
41130082
41130086
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Paru-paru merupakan salah satu organ vital bagi kehidupan manusia. Khususnya
berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran oksigen
yang dibutuhkan manusia dan mengeluarkan karbondioksida yang merupakan hasil sisa
proses pernapasan yang harus dikeluarkan dari tubuh, sehingga kebutuhan tubuh akan
oksigen tetap terpenuhi.
Pada infeksi parasit amoeba, dapat menyerang organ paru dan menyebabkan
gangguan fungsi paru. Kerusakan organ menyebabkan gangguan pertukaran oksigen
dalam tubuh yang berakhir pada gangguan saturasi oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Berbagai faktor dan respon tubuh mempengaruhi perjalanan abses paru akibat parasit
amoeba. Maka dari pada itu kami ingin membahas lebih dalam terkait abses paru akibat
parasit amoeba pada manusia.
B. Tujuan
1. Mengetahui tentang definisi dari abses paru
2. Mengetahui Etiologi dari abses paru
3. Mengetahui klasifikasi dari abses paru
4. Mengetahui dampak terhadap berbagai sistem tubuh dari abses paru
5. Mengetahui patofisiologis abses paru karena amoeba
6. Mengetahui tanda dan gejala dari abses paru
7. Mengetahui Prosedur diagnostik dari abses paru
8. Mengetahui menejemen medik dari abses paru
9. Mengetahui Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, dan Evaluasi dengan masalah pada
sistem pernafasan bawah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga
membentuk kavitas yang berisi nanah dalam parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroba.
B. Etiologi
Pendapat dari Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) tentang penyebab abses paru sesuai
dengan urutan frekuensi yang ditemukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah:
1. Aspirasi materi yg terinfeksi : gigi, sinus, tonsil pada saat Operasi oral, anastesi,
coma, depresi reflex batuk. Termasuk aspirasi isi gastric.
2. Komplikasi Pnemonia, infeksi Jamur, bronchiectasis
3. Obstruksi bronchus karena TUMOR.
4. Septik embolisme dari endocarditis,tromboplebitis.
5. Bakteriemia
6. Abses liver menyebar ke paru : transdiaphragma, Spreading.
7. Infark paru
8. Luka traumatik paru
Pravelensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernafasan, mikroorganisme penyebab
umumnya berupa campuran dari bermacam-macam kuman yang berasal dari flora mulut,
hidung, tenggorokan, termasuk kuman aerob dan anaerob seperti Streptokok, Basil
fusiform, Spirokaeta, Proteus, dan lain-lain.
Finegold SM dan Fishman JA (1998) mendapatkan bahwa organisme penyebab abses
paru lebih dari 89% adalah kuman anaerob. Asher MI dan Beadry PH (1990)
mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah
stapillococous aureus.
Kuman penyebab abses paru menurut Asher MI dan Beadry PH (1990) antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Staphillococcus aereus: Haemophilus influenzae types B, C, F, and nontypable;
Streptococcus viridans pneumoniae; Alpha-hemolytic streptococci; Neisseria sp;
Mycoplasma pneumoniae
2. Kuman Aerob: Haemophilus aphropilus parainfluenzae; Streptococcus group B
intermedius; Klebsiella penumonia; Escherichia coli, freundii; Pseudomonas
pyocyanea, aeruginosa, denitrificans; Aerobacter aeruginosa Candida; Rhizopus sp;
Aspergillus fumigatus; Nocardia sp; Eikenella corrodens; Serratia marcescens
3. Sedangkan kuman Anaerob: Peptostreptococcus constellatus intermedius,
saccharolyticu;s Veillonella sp alkalenscenens; Bacteroidesmelaninogenicus oralis,
Paragonimus
westermani,
Stronglyoides
Entamoeba histolistika mempunyai 3 bentuk : minuta, bentuk kista dan bentuk aktif .
Bentuk aktif menembus dinding usus membentuk ulkus. Lokalisasi di sekum. Merusak
jaringan secara sitolitik, menimbulkan perdarahan. Adanya erosi vena menyebabkan
penyebaran parasit melalui vena porta dan masuk ke hati. Terutama lobus kanan dan
terjadi hepatitis amebika. Bentuk akut dari serangan di intestinal ke kelainan hati kurang
dari 3 minggu. Bentuk kronis 6 bulan, bahkan smp 57 tahun. Penderita intestinal
amebiasis tidak luput dari kemungkinan menderita abses hepatis amebika.
C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada
umumnya yaitu:
a. Panas badan Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai
dengan temperatur > 400C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses
dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor
ex oroe (40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 75%
inflamasi
Lesi
Abses paru
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah, ditentukan leukositosis dimana terjadi peningkat lebih dari
12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan
32.700/mm3 dengan putih didapatkan pergeseran shit to the left, didominasi neutrofil
immatur. Apabila abses berlangsung lama di temukan anemia normokromik
normositik dengan laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam. Pada
pemeriksaan gas darah terjadi alkalosis metabolik non-kompensata. Test dengan
serologi dengan deteksi antigen spesifik parasit dengan PCR. Pada pemeriksaan
biokimia darah Penurunan kadar albumin, Sedikit peninggian kadar globulin, dengan
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data
penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru.
Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru : 2, 4, 5, 9
1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika
maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama
antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan abses paru
yang disebabkan oleh kuman anaerob (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob).
Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G
dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan
Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada
penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis
penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi
kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
Pasien dengan abses paru biasanya menunjukkan perbaikan klinis, dengan
peningkatan demam, dalam waktu 3-4 hari setelah memulai terapi antibiotik. Penurunan
suhu badan sampai yg normal diharapkan dalam 7-10 hari. Demam yang terus menerus di
luar waktu ini mengindikasikan kegagalan terapi, dan pasien ini harus menjalani studi
lebih lanjut diagnostik untuk menentukan penyebab kegagalan.
Pertimbangan pada pasien dengan respon yang buruk terhadap terapi antibiotik
meliputi obstruksi bronkial dengan benda asing atau neoplasma atau infeksi dengan
bakteri resisten, mikobakteri, atau jamur.
2. Drainase
Drainase postural dan fisioterapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan
untuk mempercepat proses resolusi abses paru. Pada penderita abses paru yang tidak
berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap terapi antibiotika.
Organisme aerobik, sering merupakan penyebab yang didapat di rumah sakit dan
memiliki prognosis yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati Siti, dkk, 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI , Jakarta, Interna
Publishing,
2. Elizabeth J. Corwin, 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin, Jakarta, ECG,
3. Anthony S. Fauci, 2008. Harrisons Internal Medicine 17th Edition, USA, McGraw Hill,
4. Asher MI. Beadry PH, 1990. Lung Abscess in infections of Respicatory tract, Canada,
5. Assegaff H. dkk, 2006. Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Surabaya,
AUP,
6. Jay A. Fishman, 2008. Fishmans pulmonary Diseases and disorders 4th ed , Philadelphia,
7. Sydney M. Finegold, 2008. Cecil text book of Medicine 23th ed, Phildelphia,
8. Garry et al, 1993. Diagnosis and Therapy 3rd, Oklahoma.