You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan
mengontrol interkasi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang
penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena
pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga
menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem inilah berasal
segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan
untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan
hasil kerja integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah
laku individu.
Sistem saraf manusia merupakan kumpulan materi yang dinegosiasikan paling rumit di bumi
ini. Setiap sentimeter kubik otak manusia bisa mengandung lebih dari 50 juta sel saraf, yang
masing-masing bisa berkomunikasi dengan ribuan neuron. Sistem saraf memiliki jaringan
kerja persinyalan dengan cabang-cabang yang membawa informasi secara langsung ke dan
dari target khusus. Saraf dikhususkan untuk transmisi impuls dengan cepat yaitu 150 m/detik
(lebih dari 330 mil per jam). Akibatnya, informasi dapat merambat dari otak manusia ke
lengan (atau sebaliknya) hanya dalam tempo beberapa milidetik.
Cara kerja sistem saraf merupakan suatu hal yang luar biasa. Hanya dalam waktu beberapa
milidetik manusia dapat merespon dengan cepat dan tepat terhadap stimulus yang berasal dari
lingkungannya. Agar lebih memahami lebih jauh tentang cara kerja sistem saraf dalam tubuh
manusia maka dalam makalah ini akan dibahas bagaimana cara kerja sistem saraf dalam
tubuh di tingkat seluler dan molekuler.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah Bagaimana proses terjadinya transmisi sinapsis,
potensial sinapsis dan pembentukan neurotransmiter pada sistem saraf manusia?.
C. Batasan Masalah
1. Komponen sistem saraf
2. Transmisi sinapsis yang meliputi transmisi listrik dan kimia
3. Potensial sinapsis yang meliputi sinapsis inhibisi dan sinapsis eksitatori
4. Neurotransmiter dan reseptor neurotransmitter
5. Neuromuscular dan otot rangka

D. Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengkaji proses terjadinya transmisi sinapsis,
potensial sinapsis dan pembentukan neurotransmiter pada sistem saraf manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komponen Sistem Saraf
Unit dasar sistem saraf adalah suatu sel khusus yang dinamakan neuron. Penting untuk
mengenali neuron karena neuron tidak diragukan lagi dalam menyimpan rahasia bagaimana
otak bekerja. Kita juga mengetahui peran neuron dalam transmisi impuls saraf,dan kita tahu
bagaimana beberapa sirkuit neural bekerja;tetapi kita baru mulai mengungkapkan fungsi yang
lebih kompleks dalam memori,emosi dan proses berpikir.
Neuron dan Saraf
Walaupun neuron memiliki perbedaan yang sangat jelas dalam ukuran dan
penampilannya,mereka memiliki karakteristik tertentu. penonjolan dari badan sel adalah
sejumlah cabang-cabang pendek yang dinamakan dendrit (dari bahasa Yunani dendron,yang
berarti pohon). Dendrit dan badan sel menerima impuls saraf dari neuron didekatnya. Pesan
tersebut ditransmisikan ke neuron lain(atau ke otot kelenjar ) oleh tonjolan lain yang ramping
seperti tabung yang dinamakan akson. Pada ujungnya, akson bercabang-cabang menjadi
sejumlah kolateral yang berakhir dalam suatu tonjolan kecil yang dinamakan terminal
sinaptik. Akson dari sejumlah besar neuron sebanyak 1000 bersinapsis pada dendrit dan
badan sel satu neuron.
Terdapat tiga jenis neuron. Neuron sensorik mengirimkan impuls yang diterima oleh reseptor
ke sistem saraf pusat. Reseptor adalah sel khusus di organ indera, kulit dan sendi yang
mendeteksi perubahan fisik atau kimiawi dan menstranslasikan peristiwa itu menjadi impuls
yang berjalan sepanjang neuron sensorik. Neuron motorik membawa sinyal yang keluar dari
otak atau medula spinalis ke organ efektor, yaitu otot dan kelenjar. Interneuron menerima
sinyal dari neuron sensorik dan mengirimkan impuls ke interneuron lain atau neuron motorik.
Interneuron hanya ditemukan di otak, mata dan medula spinalis.
Saraf ( nervus ) adalah kumpulan akson yang keluar dari ratusan atau ribuan neuron. Satu
saraf mungkin berisi akson dari neuron sensorik dan neuron motorik. Selain neuron, sistem
saraf memiliki pula sejumlah besar sel nonneuronal, yang dinamakan sel glia atau sel
pendukung, yang tersebar diantara neuron dan seringkali di sekeliling neuron.

Sel glia berasal dari bahasa Yunani glia (yang berarti lem), karena salah satu fungsi utamanya
adalah mempertahankan neuron di tempatnya. Sel glia tidak dikhususkan untuk menerima
atau mengirimkan sinyal.
B. Transmisi Sinapsis yang Meliputi Transmisi Listrik dan Kimia
Sinapsis adalah persambungan unik yang mengontrol komunikasi antara satu neuron dengan
sel-sel lain. Sinapsis ditemukan antara dua neuron, antara reseptor sensoris dan neuron
sensoris, antara neuron motoris dan sel otot yang dikontrolnya, dan antara neuron dengan sel
kelenjar.
Sel yang menghantarkan sinyal disebut sel prasinapstik dan sel yang menerima sinyal disebut
sel pascasinapstik. Dalam melakukan transmisi atau penghantaran sinyal, sinapsis terdiri dari
dua jenis yaitu sinapsis elektrik dan kimia.
Transmisi listrik
Sinapsis listrik memungkinkan potensial aksi merambat secara langsung dari satu sel
prasinaptik ke sel pascasinaptik. Sel-sel itu duhubungkan oleh persambungan longgar, yaitu
saluran antarsel yang mengalirkan ion potensial aksi local agar mengalir antarneuron. Impuls
merambat dari satu neuron ke neuron lain tanpa penundaan dan tanpa kehilangan kekuatan
sinyal. Sinapsis listrik dlam system saraf pusar vertebrata menyelaraskan aktivitas neuron
yang bertanggung jawab atas sejumlah pergerakan cepat dan khas. Contohnya sinapsis listrik
pada otak yang membuat beberapa jenis ikan mampu mengibaskan ekornya dengan sangat
cepat ketika melarikan diri dari pemangsa.
Pada sinaps listrik, membrane prasinapsis dan pascasinapsis berada pada lokasi yang saling
berdekatan dan membentuk jalur gap junction dimana aliran listrik meloncat satu-persatu dari
satu sel ke sel lain. Penyuntikan subthreshold arus impuls ke sel A berdampak pada
perubahan potensial membran sel tersebut. Jika sejumlah banyak fraksi arus yang disuntikkan
pada sel A menyebar melalui gap junction menuju sel B, maka akan terdeteksi perubahan
potensial membran pada sel B. Karena adanya aliran potensial yang masuk melewati gap
junction dari sel A ke sel B, perubahan potensial elektrik yang terdeteksi melewati membrane
sel B akan selalu lebih rendah dari yang terdeteksi pada sel A. Salurangap junction dimana
arus mengalir dari satu sel ke sel lain secara umum (namun tidak selalu) lebih resisten secara
simetrik, sedangkan arus biasanya menemukan resisten yang sama pada kedua arah.
Ikatan listrik diantara dua neuron akan membolehkan arus sirkuit lokal dari potensial aksi
dalam satu titik untuk menyebar pada yang lain dan mengalami depolarisasi. Transmisi
potensial aksi melalui sinaps listrik pada dasarnya tidak terdapat perbedaan dalam hal

penyebaran dalam satu sel, karenanya kedua fenomena tersebut bergantung pada penyebaran
listrik dari arus sirkuit lokal sebagai awal potensial aksi untuk berdepolarisasi dan
merangsang daerah membran yang baru. Terdapat lima faktor yang aman untuk potensial
aksi; sehingga pengurangan amplitud dari satu sel ke sel yang lain harus tidak lebih besar dari
faktor aman jika depolarisasi listrik sel postsinaps mencapai level yang tinggi dan
menginisisasi impuls. Ini akan menjadi hal yang sangat sulit bagi potensial aksi tunggal yang
berasal dari sebuah akson untuk menghandel cukupnya suplay arus sirkuit local melewati
sinaps elektrik untuk menghasilkan sebuah potensial aksi pada sel-sel yang besar, seperti
serat otot, karena area membran serat otot cukup besar jika dibandingkan dengan akson
motoris. Ini merupakan salah satu alasan mengapa sinaps listrik tidak tersebar luas seperti
halnya sinaps kimia.
Transmisi listrik antara sel-sel yang dapat dirangsang telah pertama kali didemonstrasikan
oleh E. J. Furshpan dan D. D. Potter pada tahun 1959 dengan menggunakan jenis ikan
crayfish. Sinaps antara serabut saraf besar lateral ikan crayfish dan akson motoris besar
memiliki zat umum yang dialirkan dengan alirn yang searah (F-6.14). Sejak 1959, transmisi
listrik telah diketahui berada diantara sel pada sistem saraf pusat, otot polos, otot jantung, sel
reseptor dan akson. Karena aliran arus berasal dari sel prasinapsis menuju pascasinapsis tanpa
jeda, transmisi pada sinapsis listrik lebih cepat dibanding sinapsis kimiawi. Transmisi listrik
sangat sesuai untuk sinkronisasi aktivitas elektrik pada sel-sel saraf atau untuk transmisi cepat
melewati serangkaian gap junction, seperti halnya yang terjadi pada serabut saraf besar
hewan earthworm dan pada miokardium jantung vertebrata.
Transmisi Kimiawi
Pada sinapsis kimiawi, sebuah celah sempit, atau celah sinaptik memisahkan sel prasinaptik
dan sel pascasiaptik. Adanya celah tersebut menyebabkan sel-sel tidak dapat dikopel secara
elektrik, dan potensial aksi yang terjadi pada sel prasinaptik tidak dapat dirambatkan secara
langsung ke membrane sel pascasinaptik. Sehingga, ketika sinyal listrik potensial aksi tiba di
termninal sinaptik dirubah menjadi sinyal kimiawi yang mengalir melewati sinapsis, di mana
sinyal kimiawi diubah kembali menjadi sinyal listrik pada sel pascasinaptik.
Sinyal listik potensial aksi diubah jadi sinyal kimiawi dalam bentuk neurontransmiter yang
terkandung dalam kantung yang terdapat dalam sitoplasma ujung akson yang disebut vesikula
sinaptik. Dalam satu vesikula sinaptik terdapat ribuan molekul neurotransmiter.
Neurotransmitter merupakan zat yang dibebaskan sebagai messenger antarsel ke dalam celah
sinaptik.

Contoh neurotransmitter adalah asetilkolin, dopamine, nor-epinefrin, histamine, serotonin,


GABA, glutamate, glisin (asam amino), adenosine, ATP (nukleotida), bradykinin,
vasopressin, substance P, insulin(peptida).
1.Depolarisai membuka kanal Ca2+ ; 2. Ca2+impuls memicu pelepasan NT; 3. Interaksi dengan
kanal ion; 4. Interaksi dengan GPCR; 5. Interaksi dengan autoreseptor; 6. Reuptake; 7.
Removal NT dengan difusi; 8. Uptake/breakdown NT oleh sel glia; 9. Pembentukan vesikel
baru.
Pada gambar 2 kita lihat tibanya potensial aksi presinaps. Depolarisasi mengaktifkan cenel
kalsium terminal sehingga Ca2+ masuk. Ca2+ yang masuk menginisiasi eksositosis vesikel
yang mengandung substansi transmiter. Vesikel-vesikel tersebut melewatkan kontennya ke
daerah ekstraseluler, kemudian transmiter berdifusi sehingga beberapa diantaranya berikatan
dengan molekul reseptor pada membran postsinaps. Proses pengikatan transmitter
mengaktifkan ion channel yang berasosiasi dengan molekul reseptor, membolehkan ion-ion
yang permeabel untuk mengangkut arus postsinaps yang bergantung pada gradien
elektrokimia. Arus postsinaps memproduksi potensial postsinaps. Jika perubahan potensial
sudah cukup untuk mencapai titik potensial, maka dapat menginisiasi potensial aksi. Secara
umum dikatakan bahwa transmisi kimiawi lebih fleksibel dari transmisi elektrik, transmisi
kimiawi juga secara bebas membolehkan inhibitor sebagai excitatory action. Sebagai
tambahan, transmiter kimia membolehkan serat presinaps kecil untuk merangsang sel
postsinaps besar secara kimiawi yang dapat mengaktivkan chanel postsinaps yang membawa
arus postsinaps.
transmisi kimiawi. Dengan terbukanya chanel maka vesikel pembawa neurotransmitter dapat
berdifusi pada membran prasinapsis keluar menuju celah sinapsis.Neurotransmiter berdifusi
melalui celah sinapsis dan terikat pada reseptor ion channel pada membran post sinaps dan
mengaktivasi reseptor pada membran post sinaps.
Kebenaran tentang transmisi kimiawi dan eksistensi substansi transmitter telah menjadi
perdebatan sejak enam dekade awal abad ini. Fakta-fakta awal yang mengarahkan kepada
substansi transmitter kimia telah diperoleh oleh Otto Loewi (1921), seorang yang
menemukan bahwa terdapat penghambatan jantung katak pertama dengan adanya stimulasi
dari saraf vagus yang memproduksi substansi yang dapat menyebabkan jantung katak ke-dua
berdetak lebih lambat. Temuan Loewi mengarahkan kepada identifikasi subsequen dari
acetylcholine (Ach) sebagai substansi transmitter yang dikeluarkan oleh saraf postganglion
dan motoneuron yang dapat menginerfasi otot rangka pada vertebrata. Sejak itu, banyak yang

telah dipelajari tentang aksi dari substansi transmitter, dan banyak temuan neurotransmitter
telah teridentifikasi.
Morfologi Sinapsis Kimia

Transmisi kimia terjadi melewati celah sinaps extrasel, separuh membran sel pre dan
postsinaps. Ujung presinaps memiliki membran yang berikatan dengan gelembung/vesikula
sinapsis, setiap gelembungnya mengandung 1x104 sampai 5x104 molekul substansi
transmiter. Ujung presinaps mengandung ribuan gelembung tersebut. Selama transmisi
sinaps, substansi transfer dilepaskan melalui celah sinaps dan mencapai membran postsinaps
melalui difusi. Celah tersebut terisi dengan subuah mucopolosakarida bersama membran pre
dan postsinaps yang selalu menunjukkan beberapa tingkatan lapisan pada sinaps.
Transmisi sinaps dilakukan oleh ujung motorik (sinaps neuromuscular) otot rangka
vertebrata, khususnya ujung otot sartorius katak. Selain, identitas substansi transmiter dan
perbedaaan kuantitas, transmisi sinaps merangsang antara saraf pada sistem saraf pusat
dengan transmisi pada sinaps saraf otot, seperti ujung motorik.
C. Potensial Sinapsis yang Meliputi Sinapsis Inhibisi dan Sinapsis Eksitatori
Peristiwa synaptic yang meningkatkan kemungkinan permulaan potensial kerja pada sel
postsynaptic disebut eksitatori; sebaliknya, peristiwa yang mengurangi kemungkinan disebut
inhibisi. Aliran postsynaptic dengan potensial balik lebih positif daripada level awal
didefinisikan sebagai eksitator dan aliran postsynaptic dengan potensial balik pada sisi
negative level awal disebut inhibitor. Aliran eksitator tersebut dibawa melalui channel yang
permebel terhadap Na+ atau Ca2+ dan K+ pula. Aliran inhibitor synaptic dibawa oleh channel
yang permeable pada K+ dan Cl-, sejak kedua dari ion ini memiliki potensial keseimbangan
dalam potensial sisa.
Jika potensial balik untuk aktivitas transmitter menjadi sama dengan potensial sisa, tidak ada
aliran synaptic dan tidak ada perubahan potensial yang dihasilkan dari bertambahnya
konduktansi postsynaptic disebabkan oleh kerja substansi transmitter inhibitor. Meskipun
konduktansi C- atau K+ meningkat, potensial membran pada kondisi tertentu akan kembali
konstan pada level sisa. Namun, transmitter akan memiliki aksi inhibitor, saat transmitter
bertahan untuk mengikat Vm di bawah garis permulaan jika terdapat aktivasi bersama di
aliran eksikator. Jika potensial balik lebih negatif daripada potensial sisa, kerja transmitter
akan hyperpolar sel menuju level tersebut. Jika potensial balik untuk kerja transmitter lebih
positif daripada potensial sisa tapi lebih negative daripada permulaan, transmitter akan

menghasilkan depolarisasi. Bagaimanapun, jika transmitter ini bertindak bersamaan dengan


transmitter eksitator yang ditampilkan oleh transmitter sendiri, akan akan menyababkan
depolarisasi menuju permulaan, hal tersebut akan mengarakan pada depolarisasi yang lebih
kecil daripada yang diproduksi sendirian oleh eksitator transmitter.
Tidak ada yang bersifat eksitator atau inhibitor mengenai substansi transmitter. Sebagai
contoh, acetylcolin adalah eksitator transmitter di endplate motor dan di synaps ganglia
symphatetic, menghasilkan kenaikan yang predominan dalam konduktansi sodium dan
potassium pada membrane postsynaptic. Bedanya, acetylcolin adalah inhibitor transmitter di
ujung parasympathetic pada jantung dan viscera, yang menghasilkan peningkatan pada
potassium dan atau substansi chloride. Bagian molekuler ion pada membran postsynaptic
menentukan spesifisitas ion guna meningkatkan p[ermeabilitas yang dibentuk melalui
membrane postsynaptic ketika reseptornya bereaksi dengan molekul transmitternya.
Permeabilitas ion relative dan gradien elektro kimia dari ion permean menentukan level balik
dari potensial synaptic, dan faktor-faktor tersebut menentukan apakah efek postsynaptic
adalah eksitator atau inhibitor.
Hal tersebut berarti bahwa transmitter yang secara normal inhibitor pada efeknya dalam
pemberian sel dapat memiliki kerja eksitator oleh uji distribusi dari gradien ion tertentu
melalui membran postsynaptic. Faktanya kerja tersebut telah diinduksi dalam neuron pada
spinal cord mamalia dan pada siput. Pada neuron siput tertentu, efek dari transmitter alami
(asetilkolin) adalah meningkatkan konduktansi klorida dari membrane postsynaptic. Pada
salah satu grup sel (H sel atau sel hyperpolar), konsentrasi Cl- intraselluler adalah sangat
rendah jadi Ec, lebih negative daripada potensial sisa. Transmityter neural asetilkolin
menghasilkan hyperpolar ketika diberikan pada sel H dengan menbuka channel kloride.
Mengizinkan Cl- untuk mengalir kedalam sel dan perpindahan potensial membrane menuju
Ec ketika kooride ekstraselluler diganti dengan sulfat, yang tidak dapat melalui channel
kloroda, penerapan asetilkolin menuju effluk Cl- yang sekarang telah keluar langsung dari
gradien elekrokimia. Nilai negative effluk menghasilkan depolarisasi dan kenaikan pada
frekuensi keja potensial. Asetilkolin tersebut, transmitter yang senormal inhibitor sel, akan
menghasilkan eksitator, akan menghasilkan eksitator jika gradien elektrokimia iom klorida
dibalik.
D. Neurotransmiter dan Reseptor Neurotransmiter
Neurotransmiter
Lusinan zat yang berbeda, kebanyakan berupa molekul organic kecil yang mengandung
nitrogen, diketahui berfungsi sebagai neurotransmiter. Neurotransmieter tunggal dapat

memicu respons yang berbeda-beda pada sel pascasinaptik. Versatilitas ini bergantung pada
keberadaan reseptor di sel pascasinaptik yang berbeda serta pada model kerja reseptor
tersebut. Pada beberapa kasus, perbedaan pengaruh neurotransmitter disebabkan oleh
perbedaan reseptor protein; pada kasus lain reseptor yang sama dapat memicu perubahan
molekuler yang berbeda pada sel pascasinaptik yang berlainan. Kebanyakan neurotransmitter
berikatan dengan reseptor yang berpengaruh langsung pada protein saluran ion, yang
mengubah permeabilitas membrane sel pascasinaptik. Jenis komunikasi sinaptik ini
berlangsung dalam waktu beberapa milidetik. Neurotransmitter jenis lain membutuhkan
waktu jauh lebih lama (sampai beberapa menit) karena berkomunikasi melalui jalur
transduksi sinyal yang kompleks pada sel pascasinaptik.
Acetylcholine (ACh) adalah neurotransmiter yang ditemukan pada banyak sinaps di seluruh
tubuh. Pada umunya, ia adalah transmitter eksitatorik, tetapi dapat bersifat inhibitorik
tergantung pada jenis molekul reseptor di membran neuron penerima. ACh banyak ditemukan
di daerah otak yang dinamakan hipokampus, di mana ia memiliki peranan penting dalam
pembentukkan memori baru.
Norephineprine (NE) adalah suatu neurotransmiter yang dihasilakan terutama oleh neuron di
batang otak. Dua obat yang terkenal, cocaine dan amphetamine, memperpanjang kerja NE
dengan memperlambat proses amilan kembalinya.
Neurotransmiter utama lainnya adalah gamma-aminobutyric acid (GABA). Substansi ini
adalah salah satu transmitter inhibitorik utama di sistem saraf.Sebagai contohnya obat
picrotoxin menghambat reseptor GABA dan menghasilakan kejang karena ( tanpa pengaruh
inhibisi GABA ) tidak ada control pergerakan otot.Sifat transkuilisasi (penenang) obat
tertentu yang digunakan untuk mengobati pasien penderita kecemasan berkaitan dengan
fasilitasi aktivitas inhibitorik GABA.
Neurotransmiter eksitatorik glutamate terdapat pada lebih banyak neuron sistem saraf pusat
dibandingkan transmiter lain. Terdapat sekurangnya tiga subtipe reseptor glutamate dan salah
satunya diduga memiliki peranan penting dalam proses belajar dan daya ingat. Reseptor ini
dinamakan reseptor NMDA yang mengambil nama zat kimia (N-methyl D-aspartate) yang
digunakan untuk mendeteksinya.
Neuromodulator merupakan zat selain neurotransmitter yang dikeluarkan dari membran
prasinaps ke celah sinaps, mampu memodulasi dan memodifikasi aktivitas neuron
pascasinaps. Neuromodulator dapat ditemukan bersama dengan neurotransmitter utama di
sebuah sinaps tunggal. Biasanya neuromodulator terdapat di dalam vesikel prasinaps yang
berbeda. Pelepasan neuromodulator ke celah sinaps tidak memberikan efek langsung pada

membran pascasinaps. Neuromodulator berperan menguatkan, memperpanjang, menghambat,


atau membatasi efek neurotransmitter utama di membrane pascasinaps. Neuromodulator
bekerja melalui sistem messenger kedua yang biasanya melalui transducer molecular, protein
G, dan mengubah respons reseptor terhadap neurotransmitter. Di daerah sistem saraf pusat
tertentu, berbagai neuron aferen yang berbeda dapat melepaskan beberapa neuromodulator
berlainan yang diambil oleh neuron pascasinaps. Susunan tersebut dapat menimbulkan
berbagai respon berbeda tergantung pada input dari neuron aferen.
Reseptor Neurotransmiter
Reseptor berupa protein kompleks transmembran yang sebagian menonjol ke lingkungan
ekstrasel dan bagian lain yang menonjol ke lingkungan intrasel. Reseptor neurotransmitter
menangkap neurotransmitter yang dilepaskan dan menyalurkan pesan yang dibawa
neurotransmitter ke intrasel. Reseptor tersebut mempunyai tempat pengikatan yang
multipel(binding site). Klasifikasi reseptor neurotransmitter:
1. Reseptor Ionotropik (ligand-gated ion channel)
Reseptor ionotropik merupakan transmitter-gated channels. Neurotransmitter berikatan
dengan reseptor yang menempel pada pintu masuk kanal ion dan menyebabkan kanal ion
terbuka. Reseptor ionotropik mempunyai aksi sangat cepat, waktu pengikatan
neurotransmitter pada reseptor dan respon sangat pendek, respon singkat.
2. Reseptor Neurotransmitter Kolinergik
Setiap neurotransmitter menimbulkan efek di membran postsinaptik bila berikatan dengan
reseptor spesifik. Dua neurotransmitter tidak akan berikatan Pada satu reseptor yang sama,
meskipun satu neurotransmitter dapat berikatan dengan reseptor yang berbeda. Hal ini disebut
sebagai subtipe reseptor. Asetilkolin bekerja pada dua subtipe reseptor yang berbeda. Satu
tipe berada di otot skeletal (nikotinik) dan tipe lain berada di otot jantung (muskarinik).
3. Reseptor nikotinik asetilkolin (Ach)
Reseptor ini berperan dalam penyaluran sinyal listrik dari suatu motor neuron ke serat saraf
otot. Asetilkolin yang dilepaskan oleh neuron motorik berdifusi ke membran plasma sel
miosit dan terkait pada reseptor asetilkolin. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan
konformasi reseptor dan akan menyebabkan kanal ion membuka. Pergerakan muatan positif
akan mendepolarisasi membran plasma yang menyebabkan kontraksi. Pembukaan kanal
hanya berlangsung sebentar meskipun asetilkolin masih menempel pada reseptor (periode
desensitisasi). Reseptor nikotinik asetilkolin yang matang terdiri atas 2 , , , dan . Berbeda
dari yang ada di otot, struktur reseptor nikotinik asetilkolin di neuron hanya terdiri atas
subunit & (32).

4. Reseptor Muskarinik
Reseptor muskarinik yang terdapat pada otot jantung mempunyai subunit 32. Setelah
asetilkolin berikatan dengan reseptor muskarinik, timbul sinyal dengan mekanisme berbeda.
Misalnya, bila reseptor M1 atau M2 diaktifkan, reseptor ini akan mengalami perubahan
konformasi dan berinteraksi dengan protein G yang selanjutnya akan mengaktifkan
fosfolipase C. akibatnya terjadi hidrolisis fosfatidilinositol-(4,5)-bifosfate (PIP2) yang
menyebabkan peningkatan kadar Ca2+ intrasel. Selanjutnya kation ini akan berinteraksi
memacu atau menghambat enzim-enzim, menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi, atau
kontraksi. Sebaliknya, aktivasi reseptor subtype M2 pada otot jantung memacu potein G yang
menghambat adenilsiklase dan mempertinggi konduksi K+ sehingga denyut jantung dan
kontraksi otot jantung menurun.
5. Amino Acid-Gated Channels
Amino Acid-Gated Channels memediasi sebagian besar transmisi cepat sinapsis di CNS
(Cerebral Nervous System). Fungsinya lebih terbatas yakni pada sistem sensorik, memori,
dan penyakit.
6. Reseptor GABAA
Reseptor GABAA mempunyai beberapa tempat pengikatan untuk berbagai neuromodulator.
Reseptor ini merupakan target yang baik untuk obat
7. Glutamate-Gated Channels
Reseptor agonis glutamate adalah AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5-methylisoxazole-4propionic acid), NMDA (N-methyl D-aspartate), dan Kainate. AMDA dan NMDA berperan
dalam transmisi sinaps eksitator yang cepat di otak sedangkan KAINATE fungsinya belum
diketahui. AMPA-gated channels permeabel terhadap Na+ dan K+ dan tidak permeabel
terhadap Ca2+. Sedangkan reseptor NMDA permeabel terhadap Na+ ,K+dan Ca2+.
8. Reseptor metabotropik (G protein-coupled)
Metabotropik merupakan reseptor yang berikatan dengan neurotransmitter dan
membentuk second messenger sebagai salah satu jalur transduksi sinyal. Neurotransmitter
yang berikatan yakni amin biogenic (dopa, dopamine, serotonin, adrenalin, noradrenalin,
histamine), hormone peptide (angiotensin II, somastosin, TRH). Ligan yang berikatan bukan
dari golongan neurotransmitter adalah eikosanoid. Biasanya reseptor jenis ini merupakan
reseptor G-potein-coupled yang mempunyai 3 subunit (, , ) dan memiliki 7 kompartemen.
9. Transduksi sinyal pada reseptor metabotropik G-protein-coupled
Pada keadaan inaktif, subunit potein G mengikat GDP. Saat diaktivasi oleh reseptor Gprotein-coupled, GDP beruba menjadi GTP. Kemudian potein G akan terpecah menjadi G

(subunit GTP) dan G yang akan mengaktifkan protein efektor. Secara perlahan subunit G
akan melepas PO4 dari GTP sehingga berubah menjadi GDP yang menyebabkan aktifitas
berhenti.
E. Neuromuscular dan Otot Rangka
Setiap serabut saraf bermielin yang masuk ke otot rangka membentuk banyak cabang yang
jumlahnya tergantung pada ukuran unit motoriknya. Cabang akan berakhir pada otot rangka
di tempat yang disebut taut neuromuskular (neuromuscular junction) ataumotor-endplate. Sebagian besar serabut-serabut otot hanya dipersarafi oleh satu motor end-plate. Saat
mencapai serabut otot, saraf kehilangan selubung mielin dan pecah menjadi cabang-cabang
halus. Masing-masing saraf berakhir sebagai akson yang terbuka dan membentuk unsur
neural motor end-plate. Pada motor end-plate, permukaan serabut otot sedikit meninggi serta
membentuk unsur otot (sole plate). Elevasi terjadi akibat akumulasi sarkoplasma granular di
bawah sarkolema serta banyak inti dan mitokondria.
Akson terbuka yang melebar terletak pada alur permukaan serabut otot yang dibentuk oleh
lipatan sarkolema ke dalam (junctional fold = dasar alur dibentuk oleh sarkolema yang
membentuk lipatan-lipatan). Junctional fold berfungsi memperluas area permukaan
sarkolema yang terletak di dekat akson yang melebar. Di antara membran plasma
akson (aksolema ataumembran prasinaps) dan membran plasma serabut
otot (sarkolema atau membran pascasinaps) terdapat celah sinaps.
Saat potensial aksi mencapai membran prasinaps motor end-plate, kanal voltagegated Ca2+ terbuka dan Ca2+ masuk ke dalam akson. Hal ini menstimulasi penggabungan
vesikel sinaptik dengan membran prasinaps dan menyebabkan pelepasan asetilkolin ke celah
sinaps. Kemudian asetilkolin menyebar dan mencapai reseptor Ach tipe nikotinik di membran
pascasinaps junctional fold. Setelah pintu kanal terbuka, membran pascasinaps lebih
permeabel terhadap Na+ yang mengalir ke dalam sel-sel otot dan terjadi potensial lokal (endplate potential). Pintu kanal Ach permeabel terhadap K+ yang keluar dari sel namun dalam
jumlah yang lebih kecil. Jika end-plate potential cukup besar, kanal voltage-gated untuk
Na+ terbuka dan timbul potensial aksi yang menyebar sepanjang permukaan sarkolema.
Gelombang depolarisasi diteruskan ke serabut otot oleh sistem tubulus T menuju miofibril
yang kontraktil. Hal ini menyebabkan pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma yang akan
menimbulkan kontraksi otot.

BAB III
KESIMPULAN
Sel syaraf mengirim sinyal ke sel-sel lain sebagai gelombang elektrokimia yang berjalan
sepanjang serat tipis bernama akson, yang menyebabkan kimiawi bernama neurotransmitter
dilepaskan pada sambungan bernama sinapsis.
Sinapsis terdiri dari dua jenis, listrik atau kimia. Sinapsis listrik membuat hubungan listrik
langsung antara sel syaraf, sementara sinapsis kimia jauh lebih banyak jenis maupun
fungsinya. Pada sinapsis kimia, sel yang mengirim sinyal disebut prasinaptik, dan sel yang
menerima sinyal disebut postsinaptik.
Kedua daerah prasinaptik dan postsinaptik penuh dengan permesinan molekuler yang
membawa proses pensinyalan.
Daerah prasinaptik mengandung sejumlah besar kendaraan bulat kecil yang disebut vesikel
sinaptik, dikemas dengan kimiawi neurotransmitter. Ketika terminal prasinaptik dirangsang
secara listrik, sekumpulan molekul yang tertempel di selaputnya teraktivasi, dan
menyebabkan isi vesikel dilepaskan ke ruang sempit antara selaput prasinaptik dan
postsinaptik yang disebut klep sinaptik. Neurotransmitter kemudian berikatan dengan
reseptor yang berada dalam selaput postsinaptik, menyebabkannya memasuki kondisi aktif.
Tergantung pada tipe reseptor, efek yang dihasilkan pada sel postsinaptik dapat berupa
perangsang, penghambat, atau pemodulasi dalam jalur yang lebih rumit. Sebagai contoh,
pelepasan neurotransmitter asetilkolin pada kontak sinaptik antara sebuah sel syaraf motorik
dan sebuah sel otot menyebabkan kontraksi cepat sel otot.
Seluruh proses transmisi sinaptik terjadi hanya dalam pecahan milidetik, walaupun efek
pada sel postsinaptik dapat berlangsung lebih lama (bahkan tidak terbatas dalam kasus
dimana sinyal sinaptik membawa pembentukan jejak ingatan).

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. (2009). Sinaps. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2011
darihttp://poetracerdas.blogspot.com/2009/03/sinaps.html
Anonim. (2011). Pengantar Neuroscience. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2011
darihttp://onbonsai.com/201108/pengantar-neuroscience.htm
Campbell, Reece, dan Mitchell. (2004). Biologi Jilid Lima. Jakarta: Erlangga
DeRobertis. (1975). Cell biology 6th edition. London: W.B. Saunders Company
Evy, Siscawati. (2011). Sistem Saraf. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2011
darihttp://www.faktailmiah.com/2011/06/10/sistem-syaraf.html
Lita, Feriyawati . (2006). Anatomi Sistem Saraf . Diakses pada tanggal 15 Oktober 2011
dari library.usu.ac.id/download/fk/06001194.pdf
Lyriestrata, Anisa. (2010). Mekanisme Impuls Saraf. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2011
dari http://www.medicinesia.com/kedokteran dasar/neurosains/mekanisme-impuls-saraf/
Ridwan. (2011). Saraf. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2011
dariwww.sith.itb.ac.id/profile/pakAR/SARAF.pdf
Zullies, Ikawati. (2011). Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf. Diakses pada tanggal 16
Oktober 2011 dari zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp.../basic-of-cns-pharmacotherapy.pdf

You might also like