Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Data
dari
seluruh
dunia
menunjukkan
Asia
menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung
sejak
tahun
1968
hingga
tahun
2009,
World
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui gambaran kasus DBD di Kota Salatiga, khususnya di
Keluhan Noborejo.
b. Membantu mencegah meluasnya kasus DBD di Kelurahan Noborejo, Kota
Salatiga
1.4 Manfaat
a. Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD semakin meningkat,
sehingga mereka memiliki kesadaran untuk ikut serta dalam mencegah
terjadinya penyakit DBD.
b. Membantu pihak puskesmas dalam hal pendataan penyakit DBD di Kelurahan
Noborejo
2.2 Epidemiologi2
2.3 Patogenesis2
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan
patofisiologis yang signifikan, yaitu:
Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan
C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen
tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD,
namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi
komplemen pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan
dengan DD dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam
makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infeksi dengue sebelumnya.
Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons imun cellmediated terlibat juga dalam patogenesis DBD.
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
- Uji tourniquet positif
- Petekia, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
Kriteria Laboratoris :
- Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)
- Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit (Htc) > 20%)
Derajat
DD
Gejala
Demam diserai 2/lebih tanda: nyeri
kepala, nyeri retro-orbital, nyeri otot
Laboratorium
-leukopenia
-trombositopenia ringan
-tidak ada tanda kebocoran plasma
DBD
II
DBD
III
IV
darah tidak terukur)
2.5 Diagnosis2,3
Diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
maupun pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang menyangkut anamnesis
dan pemeriksaan fisik telah dibahas pada sub bab 2.4 mengenai manifestasi klinis
DBD. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis DBD antara lain:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang umum dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb),
hematokrit (Htc), jumlah trombosit, dan hitung jenis leukosit untuk melihat ada
tidaknya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru (LPB).
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Namun karena teknik ini masih sulit
dilakukan dan biayanya mahal maka dapat digunakan juga uji serologis yang
dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus dengue dengan
memeriksa kadar IgM dan IgG.
Parameter-parameter lainnya yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan
darah adalah:
Leukosit: dapat berupa leukositosis atau leukopenia, mulai hari ke-3 dapat
ditemukan limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai limfosit
plasma biru (> 15% dari total leukosit di mana pada fase syok akan
meningkat jumlahnya
Trombosit: terjadi trombositopenia pada hari ke-3 sampai hari ke-8
Hematokrit: terjadi peningkatan hematokrit >20% dari nilai hematokrit
syok
Imunoserologis: dapat terjadi peningkatan IgM antidengue mulai hari ke-3
sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, serta
terjadi peningkatan IgG mulai hari ke-14 (infeksi primer) atau hari ke-2
(infeksi sekunder)
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI): uji ini merupakan standar WHO untuk
kepentingan surveilans. Uji ini memerlukan minimal 2 sampel serum pada
8
Kenaikan Titer
Titer Serum II
Kesimpulan
7 hari
Berapapun
< 7 hari
4 kali
4 kali
4 kali
1: 1280
1: 1560
1: 1280
Berapapun
tidak ada
1: 2560
7 hari
< 7 hari
tidak ada
tidak ada
1: 1280
1: 1280
Infeksi Primer
Infeksi Sekunder
Infeksi primer atau
infeksi sekunder
Mungkin infeksi
dengue
Bukan infeksi dengue
Tidak bisa
disimpulkan
Tidak bisa
disimpulkan
Hanya 1 serum
1: 1280
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk membantu mendeteksi
komplikasi dari DBD yaitu efusi pleura dan asites. Efusi pleura dapat dilihat pada
foto thorax PA dan lateral, sedangkan asites dapat ditemukan pada pemeriksaan
USG Abdomen.
2.6 Penatalaksanaan
a. Promotif
Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di masyarakat
adalah melalui semboyan 3M plus yaitu menguras bak mandi minimal
seminggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barangbarang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti,
pemberian bubuk abate di tempat-tempat penampungan air atau ikanisasi tempat
b. Preventif
Kegiatan preventif di sini dimaksudkan untuk mencegah gigitan nyamuk,
yaitu dengan cara mengoleskan lotion antinyamuk (repellent), menggunakan
insektisida antinyamuk (semprot, bakar, atau elektrik), memakai kaos kaki yang
panjang hingga ke lutut untuk anak-anak yang masih sekolah atau menggunakan
celana panjang maupun baju lengan panjang, serta tidur dengan menggunakan
kelambu.
c. Kuratif2
Tidak ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue, prinsip utama adalah
dengan terapi simtomatis. Dengan terapi simtomatis yang adekuat angka kematian
dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan
intravaskular merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan demam
berdarah dengue. Asupan cairan pasien harus dijaga terutama cairan oral. Apabila
asupan secara oral tidak dapat terpenuhi maka alternatifnya dapat diberikan cairan
secara parenteral untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan hemokonsentrasi
darah.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama
Divisi Tropik Infeksi dan Divisi Hematologi-Onkologi Fakultas Kedokteran
10
RAWAT INAP
11
Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus
berikut ini.
1500 + {20 x (Berat Badan dalam Kg
20)}
atau dapat juga dijabarkan dalam Rumus Holiday-Segar yang dapat pula
digunakan pada pasien anak-anak. Adapun perhitungannya seperti pada tabel di
bawah ini.
Kebutuhan Cairan
100 cc/kgBB/hari
50 cc/kgBB/hari
20 cc/kgBB/hari
Misal:
Pasien anak-anak dengan berat badan 15 kg, maka perhitungannya adalah
(10 kg x 100 cc/kg/hari) + (5 kg x 50 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 250
cc/hari = 1250 cc/hari
Pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, maka perhitungannya adalah (10
kg x 100 cc/kg/hari) + (10 kg x 50 cc/kg/hari) + (30 kg x 20 cc/kg/hari) =
1000 cc/hari + 500 cc/hari + 600 cc/hari = 2100 cc/hari
12
Suspek DBD
Perdarahan spontan & massif (-)
Tanda-tanda syok (-)
Defisit Cairan 5%
Penanganan
dengan
Gambar 2. Protokol II (Pemberian Cairan Tersangka DBD di
Ruang Rawat)
Protokol III
Terapi awal
cairan IV
6-7
Protokol III: Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%
cc/kgBB/jam
MEMBAIK
TIDAK MEMBAIK
Kurangi infus
kristaloid
3 cc/kgBB/Jam
MEMBAIK
MEMBAIK
TIDAK MEMBAIK
Tanda Syok (+)
Penanganan
dengan Protokol 13
V
hematemesis,
melena,
hematokezia,
hematuria,
perdarahan
14
darah diberikan sesuai indikasi. Tranfusi PRC (Pack Red Cells) dilakukan bila Hb
< 10 g/dl, tranfusi TC (Trombocyte Concentrate) dilakukan bila trombosit <
50.000/mm3 disertai perdarahan masif dengan atau tanpa tanda-tanda DIC.
Sedangkan FFP diberikan bila terdapat tanda defisiensi faktor pembekuan (PT dan
aPTT memanjang).
KASUS DBD:
Perdarahan spontan masif
Tanda-tanda syok (-)
DIC (-):
DIC (+):
Tranfusi komponen darah (k/p)
Tranfusi komponen darah (k/p)
Observasi
tanda vital,drip
Hb, Htc, Trombo tiap 4-6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 2
Heparinisasi
5000-10.000/hari
si tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 4-6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian
dengan kebutuhan pasien. Ada rumus yang dapat digunakan dalam menentukan
Gambar 4. Protokol IV (Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD)
kebutuhan transfusi komponen darah. Untuk menentukan kebutuhan transfusi
PRC dapat digunakan rumus:
(Hb target Hb pasien) x Berat
Badan (kg) x 3
Sedangkan kebutuhan trombosit dapat dihitung dengan perkiraan bahwa 50 cc
suspensi trombosit dapat menaikkan kadar trombosit darah 7500-10.000/mm 3
15
pada pasien dengan berat badan minimal 50 kg. Ada beberapa institusi yang
menyatakan bahwa untuk membantu meningkatkan kadar trombosit dapat juga
ditambahkan
Dexamethason
atau
Metilprednisolon
(parenteral).
Namun
pemberian kortikosteroid ini harus lebih hati-hati pada pasien yang memiliki
riwayat diabetes mellitus dan hipertensi, karena steroid akan sangat mudah
menaikkan kadar glukosa darah dan tekanan darah.
Periksa Analis Gas Darah (AGD), Hb, Htc, Trombosit, Elektrolit, Ureum, Kreatinin, Golongan Darah
TIDAK MEMBAIK
Kristaloid 20-30 cc/kgBB/30 menit
Tatalaksana Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat dilihat seperti pada bagan
berikut ini.
MEMBAIK
Kristaloid 5 cc/kgBB/jam
MEMBAIK
Kristaloid 3 cc/kgBB/jam
MEMBURUK
Kembali Ke Awal
Hematokrit
Koloid tetes cepat
10-20 cc/kgBB/10-15 menit
MEMBAIK
Menuju ke
MEMBAIK
Menuju ke
Hematokrit
Transfusi WB 10 cc/kgBB
Dapat diulang sesuai kebutuhan
TIDAK MEMBAIK
Koloid 30 cc/kgBB/jam
TIDAK MEMBAIK
Pasang PVC
HIPOVOLEMIK
NORMOVOLEMIK
Kristaloid pantau tiap 10-15 menit
Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC,
- Inotropik
Vasopressor
Kombinasi Koloid-Kristaloid
Perbaikan terhadap vasopressor
- After load
PERBAIKAN
16
Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infeksi sekunder
3.2 Sasaran
17
18
19
20
KETERANGAN
21
BAB V. PEMBAHASAN
Dari data yang dipaparkan pada Bab. IV terlihat bahwa hampir setiap
bulan pada tahun 2012 terdapat penderita DBD baru, kecuali bulan Maret, April
dan Juni. Hal ini disebabkan karena perubahan iklim dan cuaca yang tidak
menentu akhir-akhir ini. Menurut survey BPS tahun 2007-2008 di Kecamatan
Srengat terjadi peningkatan curah hujan pada bulan Januari hingga Juni dan pada
bulan Oktober hingga Desember. Pada tahun 2009, peningkatan curah hujan justru
terjadi pada bulan Januari hingga Juli dan bulan Oktober hingga Desember.
Sedangkan pada tahun 2010, terjadi peningkatan curah hujan setiap bulannya,
sehingga bisa dikatakan pada tahun 2010 Kecamatan Srengat diguyur hujan
sepanjang tahun4.
Mengenai ABJ, target Provinsi Jawa Timur harus mencapai 95%5. Untuk
itu Puskesmas Srengat sendiri telah memiliki beberapa program untuk mencegah
mewabahnya penyakit DBD, antara lain pemantauan jentik nyamuk oleh jumantik
(juru pemantau jentik) serta sosialisasi PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
dengan metode 3M Plus kepada masyarakat khususnya pelajar sekolah dasar.
Untuk membantu pencapaian target tersebut, penulis telah melakukan penyuluhan
mengenai DBD dan PSN 3M Plus kepada perwakilan siswa-siswi sekolah dasar
se-Kecamatan Srengat yang ditunjuk oleh pihak sekolah sebagai kader tiwisada
22
(dokter kecil) pada tanggal 20 November 2012, pukul 08.00. Dengan begitu
diharapkan para kader tiwisada dapat ikut serta secara aktif membantu petugas
puskesmas untuk mensosialisasikan materi tentang DBD dan PSN 3M Plus ini
kepada guru-guru dan teman-teman lainnya di sekolah serta kepada keluarga dan
tetangganya di rumah, sehingga pemahaman masyarakat tentang DBD dan PSN
3M Plus juga meningkat.
23
6.1 Kesimpulan
a. Kasus DBD di Kecamatan Srengat hingga Oktober 2012 telah mencapai 12
orang dan ABJ baru mencapai 71,11%. Meskipun belum dikatakan sebagai
KLB (Kejadian Luar Biasa) tetapi sudah mulai ada peningkatan insidensi DBD
dan Kecamatan Srengat belum mencapai target ABJ 95%.
b. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya ABJ serta tingginya kasus DBD
di Kecamatan Srengat antara lain faktor cuaca, kebersihan lingkungan, serta
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD dan PSN 3M plus.
6.2 Saran
a. Sosialisasi mengenai penyakit DBD dan PSN 3M Plus hendaknya dilakukan
secara berkala agar masyarakat tetap ingat dan semakin paham mengenai
pencegahan DBD.
b. Puskesmas hendaknya mempersiapkan sarana dan prasarana serta sumberdaya
tenaga kesehatan di lingkungan Kecamatan Srengat agar tetap waspada jika
sewaktu-waktu terjadi KLB DBD di wilayah Kecamatan Srengat.
24
DAFTAR PUSTAKA
25