You are on page 1of 8

MODUL I - TAKSIS

A. Thermotaksis
1. Pendahuluan
Thermotaksis
atau
preferensi
suhu
merupakan perilaku organisme untuk
memilih tinggal di lingkungan dengan
kisaran suhu tertentu. Preferensi suhu
melibatkan berbagai fungsi fisiologis dalam
melakukan homeostasis, sebagai bentuk
usaha
organisme
untuk
memelihara
lingkungan internalnya dalam batas-batas toleransi.
Pengamatan preferensi suhu diamati pada ikan Poecillia yang memiliki ukuran tubuh
yang relatif kecil, berdarah dingin, pergerakan yang mudah diamati, serta mudah
mengatur suhu lingkungannya. Ikan guppy (Poecillia reticulata) adalah jenis ikan
hias kecil yang mudah ditemukan di pasaran.
Pada praktikum ini, praktikan akan mengamati preferensi suhu ikan poecillia serta
perilaku yang muncul untuk berada di satu kisaran suhu tertentu, yang akan
menunjukkan area puncak dari sebaran distribusi normal suhu lingkungan yang paling
disukai (kondisi optimum) yang berhubungan dengan kemampuan ikan tersebut
untuk terus bertahan hidup.

2. Alat dan Bahan


Tabel 1. Alat dan Bahan Uji Thermotaksis
Alat
Talang air
Bunsen
Termometer

Bahan
Spiritus
Es batu
Air ledeng (bukan air dari keran instruk)
Ikan Black Molly 5 ekor

3. Metode Kerja
a. Pengamatan Morfologi
Ambillah seekor poecillia dan amatilah morfologinya melalui mikroskop diseksi
dan catatlah bagian tubuh ventral.

b. Penyusunan kotak kanal pengamatan


1) Talang air (kotak kanal) dibagi dalam 5 zona sama panjang (Gambar 1). Kotak
ini memiliki ruang di kedua ujungnya untuk tempat menaruh es dan tempat
memanaskan air menggunakan pembakar Bunsen.
2) Letakkan termometer pada masing-masing zona (5 termometer pada 5 zona)
3) Isi kotak kanal dengan air bersih dari kran ledeng.
4) Pasang api (Bunsen) pada ujung kiri kanal dan masukkan es batu pada ujung
kanan kanal (Gambar 1)
5) Diamkan selama 3 menit hingga terdapat gradasi suhu pada 5 zona. Catat
suhu di setiap zona.
6) Masukkan 5 ekor ikan Black Molly ke dalam kotak kanal
7) Pengamatan dan pencatatan dimulai

penyangga termometer

termometer

Es

1
pembakar Zona
Bunsen

Zona 2

Zona 3

Zona 4

Zona 5

Ikan Poecillia

Gambar 1. Instalasi pengamatan preferensi suhu Black Molly

c. Pencatatan dan Pengamatan


1) Pengamatan Thermotaksis saat Aklimasi
Catat suhu pada masing-masing zona saat 1 menit pertama ikan
dimasukkan
Catat perilaku termotaksis pada saat 6 menit pertama ketika ikan
dimasukkan, meliputi (a) Jumlah individu ikan per zona (b) Perilaku ikan
secara deskriptif (kualitatif)
2) Pengamatan Thermotaksis setelah Aklimasi
Amati dan catat suhu setiap zona ketika awal pengamatan (untuk
memastikan gradasi suhu tiap zona masih berlangsung)
Perhatikan suhu air di dekat bunsen (zona 1), bila suhu lebih dari 30C,
jauhkan bunsen dari kanal air hingga suhu menurun sampai suhu awal
pengamatan kemudian bunsen diletakkan kembali ke kanal jika suhu
mulai berada pada kisaran < 30C.
Lakukan pengamatan setiap 2 menit, selama 30 menit, hitung jumlah
individu ikan di setiap zona dan suhu pada tiap zona (Tabel 2).
3). Lakukan pengolahan statistik menggunakan analisis variansi (ANOVA) untuk
menguji hipotesis mengenai ada tidaknya perbedaan rataan untuk setiap zona
suhu!
Tabel 2. Data Pengamatan

Zona I
tC Ikan

Waktu
(Tiap 10)
(1) 10

10(2)

10(3)

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

Zona II
tC Ikan

Zona III
tC Ikan

Zona IV
tC Ikan

Zona V
tC Ikan

RINGKASAN MATERI
1. Morfologi Ikan Black Molly (Poecillia mollienisia)
Pembeda individu jantan dan betina pada ikan Black Molly dapat dilihat
berdasarkan sirip kaudal dan sirip anal. Sirip anal individu jantan ikan Black Molly
termodifikasi menjadi struktur memanjang yang disebut gonopodium. Sirip kaudal ikan
Black Molly jantan umumnya berbentuk lebih cekung ke bagian dalam dibanding ekor
betina yang cenderung cembung membulat ke arah luar (Parzefal, 2000).

Gambar 2. Ikan Black Molly jantan (kiri) dan betina (kanan).


Gonopodium-bagian yang dilingkari pada gambar kiri
2. Perilaku Thermotaksis/Preferensi Suhu
Organisme akuatik akan bereaksi terhadap perubahan temperatur di lingkungannya
dengan menghindari temperatur letal dan memilih lingkungan dengan temperatur
berbeda sehingga dapat bertahan, bereproduksi dan tetap melakukan aktivitas
metabolisme. Kisaran preferensi temperatur yang dapat ditoleransi organisme dibatasi
oleh suhu rendah dan suhu tinggi yang dihindari. Zona kisaran temperatur yang dapat
ditoleransi ini menunjukkan suhu optimum di mana proses biologis seperti metabolisme
dapat berlangsung dengan lebih efektif pada organisme. Hal ini berhubungan dengan
mekanisme pengaturan tubuh organisme sehingga tetap terdapat kestabilan antara
lingkungan dalam tubuh dengan lingkungan hidupnya atau yang biasa disebut
homeostasis (Hernandez-Rodriguez, 2010).
Secara homeostasis, tubuh meregulasi keadaan internal untuk menjaga proses
metabolisme tetap optimal. Untuk hewan berdarah panas, seperti manusia dan ikan,
tubuh memiliki mekanisme tersendiri untuk selalu menjaga keadaan tubuh berada dalam
keseimbangan dengan lingkungan, seperti misalnya menaikkan suhu tubuh jika keadaan
di lingkungan menurun. Pada ikan Black Molly, proses homeostasis menjaga agar tubuh
tetap optimal, karena jika homeostatis tidak terjaga dengan baik akan mengakibatkan
mudah terserang penyakit seperti penyakit parasitik (Thilakaratne, 2003).

B. Mekanotaksis dan Kemotaksis

1. Pendahuluan
Uji mekanotaksis dan kemotaksis pada praktikum akan dilakukan dengan menggunakan
hewan uji cacing Lumbricus sp. Mekanotaksis merupakan gerak pada organisme yang
disebabkan oleh rangsang mekanik (gerak), seperti rangsangan getaran pada cacing
(Lumbricus sp.) sedangkan kemotaksis merupakan gerak yang ditimbulkan oleh
rangsangan senyawa kimiawi.
2. Alat dan Bahan
Alat
Karton
hitam
Spidol
marker
Stopwatc
h
Botol
semprot

Bahan
sp.
10

Lumbricus
ekor
perkelompok
Tanah
Tanah A - Kontrol
Tanah B Perlakuan Detergen
Tanah C Perlakuan Garam
Aquades

3. Metode Kerja
a. Kemotaksis (Avoidance Test)
Cacing 2 ekor, 2 cawan petri berisi agar, kotak tertutup, zat kimia A dan B

Cawan petri dibagi menjadi 2 bagian menggunakan marker (di bagian bawah cawan
petri). Jangan lupa ditandai bagian zat dan kontrol
Kemudian bagian untuk zat disemprot dengan zat yang sudah tersedia. Satu cawan petri
disemprotkan dengan satu jenis zat. Penyemprotan dilakukan dengan menutup salah satu
bagian cawan petri dengan kertas (kertas sambil dipegangi dengan posisi berdiri
menutupi bagian sebelah), baru kemudian zat disemprotkan, agar zat yang disemprotkan
tidak terdedah ke sebelahnya yang akan dijadikan kontrol (2 kali semprotan)
Zat yang telah disemprotkan didiamkan selama 10 menit untuk mengering
Kemudian air disemprotkan ke sebelah cawan petri yang lain (kontrol) dengan metode
yang sama seperti penyemprotan zat sebanyak 2 semprotan
Lalu satu ekor cacing yang sudah disediakan dimasukkan ke bagian yang didedahi zat.
Perlu diperhatikan bahwa keseluruhan tubuh cacing harus berada di bagian yang
terdedahi oleh zat A dan B
Kemudian cawan petri berisi cacing tersebut disimpan di dalam kotak agar tidak terdedah
cahaya

Pengamatan dilakukan selama 15 menit sebanyak 3 kali pengulangan. Diamati apakah cacing
masih berada di bagian terdedah zat atau pindah ke kontrol.
b. Mekanotaksis (Pengaruh Getaran) pada Cacing

Satu ekor cacing dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diisi oleh tanah.
Cawan petri diletakkan di atas permukaan meja yang datar
Meja lalu diketuk-ketuk hingga menimbulkan getaran
Diamati respons (durasi dan latensi) cacing terhadap getaran

4. Pengambilan dan Analisis Data


a. Amati dan gambarkan morfologi cacing tanah!
b. Hitung durasi dan latensi avoidance pada uji kemotaksis !
c. Hitung durasi dan latensi pada uji mekanotaksis !
* Siapkan lembar khusus untuk gambar morfologi dan table data

5. Tinjauan Pustaka
Cacing tanah tidak memiliki organ indera seperti mata, hidung, telinga, dan alat
gerak. Sebagai gantinya, reseptor sensori cacing tanah tersebar di seluruh tubuhnya.
Reseptor ini sensitif pada cahaya, sentuhan, listrik, dan beberapa zat kimia dengan
sensitivitas paling tinggi pada bagian anteriornya. Fotoreseptor membantu cacing tanah
menilai intensitas dan durasi pemaparan cahaya karena ia memberikan respon negatif
pada cahaya (Russell et al., 2011). Pembukaan pada ujung anterior cacing tanah adalah
mulut yang diselubungi oleh prostomium. Prostomium ini juga berperan sebagai reseptor
sensori (Nair, 2011).
Organ sensori pada cacing terdiri dari sel ektodermal yang terspesialisasi. Cacing
tanah memiliki tiga macam reseptor, yaitu reseptor epidermal, buccal, dan fotoreseptor.
Reseptor epidermal berfungsi untuk stimulus taktil, kimia, serta perubahan suhu.
Reseptor buccal bekerja sebagai reseptor gustatori, olfaktori, dan sedikit stimulus kimia.
Fotoreseptor hanya berada di bagian dorsal tubuh dan sepenuhnya absen di klitelum
(Mahri, 2007).
Daftar Pustaka
Mahri, Jain. Annelida Earthworm Competitive Science Version Magazine, April 7, 2007.
diakses dari //books.google.co.id/bookspada 03 Februari 2015
Nair, Sonia. 2011. Anatomy of an Earthworm. Diakses dari
http://www.buzzle.com/articles/anatomy-of-an-earthworm.html pada tanggal 03 Februari
2015
Russell, Peter J., Hertz, Paul E., Beverly, McMillan. 2011. Biology: The Dynamic Science.
Cengage Learning

You might also like