You are on page 1of 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
2.1.1. Batasan Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme
(mahkluk hidup yang bersangkutan). Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua mahkluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing. Dari
uraian tesebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah
semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner ini
disebut teori S-O-R atau Stimulus-Organisme-Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap perilaku ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi 2 dua:
1. Perilaku tertutup (Covert Behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (Covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
2. Perilaku terbuka (Overt Behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
(Notoadmojo, 2003: 114-115).

2.1.2. Domain Perilaku


Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau perilaku terhadap stimulus
atau rangsangan dari luar organisme atau orang namun dalam memberikan respon
sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa
orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan
respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.
Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua:
1. Determinan atau faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat Given atau bawaan misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
2.3. Konsep Dasar Diare
2.3.1. Definisi
Diare adalah keadaan frekwensi buang besar (BAB) lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi tinja encer, dapat berwarna hijau,
dapat pula bercampur lendir dan atau darah (Ngastiyah, 1997).
Diare merupakan masalah umum ditemukan di seluruh dunia. Di Amerika
Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada
ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data
menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama hingga ke
empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit (Umar Zein, 2004).
2.3.2. Etiologi
1. Infeksi
Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan karena bakteri, virus, parasit
Infeksi parenteral : otitis media akut, tonsilo faringitis, bronchopneumonia.
2. Malabsorbsi kabohidrat, malabsorbsi lemak dan malabsorbsi protein

3. Makanan : makanan basi, keracunan dan alergi makanan


4. Psikologis : rasa takut dan cemas
5. Penyakit-penyakit usus dan inflamasi (inflamatori bowel disease)
6. Gangguan hepar dan pancreas
7. Neoplasma
8. Biokchemical Causes
9. Defisiensi imun
10. Endocrinophaties
11. Malnutrisi
12. Faktor diet : overfeeding, pengenalan makanan baru
13. Dan lain-lain. (Mansjoer, 1999)
2.3.3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah bayi cengeng, gelisah, suhu
tubuh meningkat, nafsu makan dan minum berkurang atau bahkan tidak ada sama
sekali keinginan untuk minum meski dipaksa, tinja cair mungkin disertai lendir
dan darah (Ngastiyah, 1997).
Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit tanpa disertai
pemasukan cairan yang berimbang (pengeluaran tidak seimbang dengan
pemasukan cairan), maka tanda dehidrasi mulai nampak seperti berat badan
menurun, turgor kulit berkurang, mata cekung / cowong, ubun-ubun besar menjadi
cekung bahkan bila berat atau ditemui keadaan apatis, letargis/tidak sadar dengan
cubitan pada kulit yang sangat lambat kembalinya (lebih 2 detik). (Ngastiyah,
1997).
Di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta kejadian setiap tahun pasien
penderita Diare, 70-80% dari penderita ini adalah anak di bawah lima tahun
(kurang lebih 40 Juta kejadian). Sekitar 1-2 % akan jatuh ke dalam dehidrasi dan
bila tidak segera di tolong 50-60 % diantaranya Difteri Pertusis Tetanus. (Fahrial ;
2008).

2.3.4. Penatalaksanaan
Karena penyebab diare akut / diare mendadak tersering adalah virus,
maka tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan, karena biasanya akan
sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari. Maka pengobatan diare ini
ditujukan untuk mengobati gejala yang ada dan mencegah terjadinya dehidrasi
atau kurang cairan.
Diare akut dapat disembuhkan hanya dengan meneruskan pemberian
makanan seperti biasa dan minuman / cairan yang cukup saja. Yang perlu diingat
pengobatan bukan memberi obat untuk menghentikan diare, karena diare sendiri
adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan kontaminasi
makanan dari usus.
Berikan garam Oralit untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan tubuh
sebagai akibat diare. Minumkan cairan oralit sebanyak mungkin penderita mau. 1
bungkus kecil oralit dilarutkan ke dalam 1 gelas air masak (200 cc) Kalau oralit
tidak ada buatlah : Larutan Gula Garam. Ambillah air teh (masak) 1 gelas.
Masukkan dua sendok teh peres gula pasir, dan seujung sendok teh garam dapur.
Diaduk rata dan 8diberikan kepada penderita sebanyak mungkin. Bila diare tak
terhenti dalam sehari atau penderita lemas sekali segera dibawa ke Puskesmas.
Tabel 1. Takaran Pemberian Oralit
Umur

Jumlah Cairan
3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap
Di bawah 1 thn
kali mencret
Di bawah 5 thn 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali
(anak balita)
mencret
Anak 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap
diatas 5 thn
kali mencret
Anak diatas 12 thn 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap
& dewasa
kali mencret (1 gelas : 200 cc)
(Sumber : Dinkes DKI Jakarta, 2003)
Yang terpenting diperhatikan pada kasus diare adalah:

1. Perlu diingat menghentikan diare virus dengan obat bukanlah jalan terbaik.
Tetapi jangan menjadi bingung bila diare tetap ada sampai beberapa hari.
Karena biasanya berlangsung beberapa hari-14 hari dan sembuh. Tergantung
dari keadaan kesehatan anak dan banyaknya cairan yang masuk.
2. Pengatasan diare adalah dengan memperhatikan adanya tanda-tanda dehidrasi
3. Penanganan yang terbaik adalah tetap memberikan makanan dan minum
(ASI) seperti biasa. Bila sudah disertai muntah, untuk penggantian cairan
anda dapat memberikan pedialyte (oralit untuk anak dengan beberapa rasa).
Kurangi makanan yang mengandung terlalu banyak gula.
4. Dan yang paling terpenting adalah membuat anak kembali ke makanan
padatnya ( dan / atau susu formulanya/ASI) karena ini adalah yang terbaik
untuk mengobati diarenya. Karena sel-sel usus yang dirusak oleh virus
memerlukan nutrisi untuk pembentukan kembali. (Anonim, 2007).
2.3.4. Pencegahan
Dalam proses pencegahan penyakit diare kita harus mendeteksi dan
mengintervensi pada penyebab dan faktor risiko dari penyakit. Tingkat
pencegahan dari pencegahan penyakit adalah : pencegahan primer, pencegahan
sekunder dan pencegahan tersier (Mukono, 2000).
Proses pencegahan tersebut tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungan
dan sejarah terjadinya penyakit. Upaya pencegahan diare yang paling efektif
adalah : peningkatan pemberian Air Susu Ibu (ASI), perbaikan dalam praktek
pemberian makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup,
mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan jamban yang benar, pembuangan
tinja bayi / anak-anak yang tepat dan imunisasi campak (Dirjen PPM-PLP, 2000).
2.3.6. Perilaku Yang Menyebabkan Kejadian Diare
2.3.6.1. Penyediaan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan primer manusia. Di dalam tubuh manusia
sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60% berat badan
terdiri dari air, untuk anak-anak sekiatr 65% dan untuk bayi sekitar 80%.

Dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari manusia tidak terlepas dari


air. Kebutuhan tersebut dipergunakan antara lain untuk minum, masak, mandi,
mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO
di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari,
sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia tiap orang
memerlukan air antara 30-60 liter per hari.
Diantara

kegunaan-kegunaan

air

tersebut,

yang

sangat

penting

kegunaannya adalah kebutuhan untuk minum dan masak. Oleh karena itu, air
harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan
penyakit bagi manusia (Notoatmojo, 1997).
Penyediaan

air

minum

biasanya

dipengaruhi

oleh

keterbatasan

pengetahuan, teknologi, sosial, ekonomi, ataupun budaya. Dengan sendirinya


penyakit bawaan air di Indonesia masih tergolong salah satu dari 10 penyakit
utama diantaranya diare. Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air
minum. Sumber-sumber air dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
1. Air hujan
Air hujan dapat dijadikan air minum namun tidak mengandung kalsium. Oleh
karena itu agar dapat menjadi air minum yang sehat perlu ditambahkan
kalsium di dalamnya.
2. Air sungai
Air sungai termasuk dalam air permukaan yang sangat mudah terkontaminasi
oleh berbagai macam kotoran. Untuk itu perlu pengolahan terlebih dahulu.
3. Air danau
Air danau juga termasuk air permukaan. Oleh karena itu danau sudah
terkontaminasi oleh berbagai macam kotoran, maka bila akan dijadikan air
minum harus diolah terlebih dahulu.
4. Mata air
Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari tanah yang muncul
secara alamiah. Perlu dilakukan pengolahan agar dapat dijadikan air minum
langsung.
5. Air sumur dangkal

10

Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air
sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat, karena kontaminasi kotoran dari
permukaan tanah masih ada, oleh karena itu perlu direbus sebelum diminum.
6. Air sumur dalam
Dalamnya dari permukaan tanah biasanya lebih dari 15 meter. Sebagian besar
air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang
langsung (tanpa melalui proses pengolahan).Dilihat dari segi bakteriologis air
tanah tegolong bersih, karena air tanah mengalami proses penyaringan
alamiah.
2.3.6.2. Pembuangan Kotoran Manusia
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan
dari dalam tubuh ini berbentuk tinja, air seni dan CO2 sebagai hasil dari proses
pernapasan.
Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok untuk
sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran
penyakit multi kompleks.
Suatu jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai berikut :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3. Tidak dapat terjangkau oleh serangga, lalat dan kecoa, dan binatang-binatang
lainnya
4. Tidak menimbulkan bau
5. Mudah digunakan
6. Murah dan sederhana desainnya
7. Dapat diterima oleh masyarakat (Soekidjo, 1997)
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi, maka perlu diperhatikan
antara lain hal-hal sebagai berikut :

11

1.

Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya jamban terlindung dari


panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain terlindung dari
pandangan orang dan sebagainya.

2.

Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat


berpijak yang kuat dan sebagainya.

3.

Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak


mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya.

4.

Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas


pembersih.

Adapun tipe-tipe jamban antara lain sebagai berikut :


1.

Jamban cemplung (Pit latrine)


Jamban cemplung ini sering dijumpai tetapi kadang kala kurang sempurna,
misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa tutup. Sehingga serangga mudah
masuk dan bau tidak bisa dihindari. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
kakus cemplung tidak boleh terlalu dalam, sebab akan mengotori air tanah
dibawahnya. Dalam pit latrine yang dianjurkan antara 1,5 3 meter.

2.

Jamban

cemplung

berventilasi

(ventilasi

improved pit latrine = VIP latrine)


Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung namun menggunakan
ventilasi pipa.
3.

Jamban empang (Fishpond latrine)


Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Di dalam sistem jamban empang ini
terjadi daur ulang (recycling) yakni tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan
dimakan orang dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja yang dimakan,
demikian seterusnya.

4.

Jamban pupuk (the compost privy)


Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal
galiannya. Di samping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang,
daun - daun dan sampah.

5.

Tangki septic (septic tank)

12

Latrine jenis septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi
persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini yang
dianjurkan. Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, dimana
tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi (Notoatmojo, 1997).
2.3.6.3. Pembuangan sampah
Sampah adalah hasil dari kegiatan manusia yang sudah tidak digunakan
dan tidak berguna dan dibuang. Sehingga bukan semua benda padat yang tidak
digunakan dan dibuang disebut sampah, misalnya benda-benda alam, benda-benda
yang keluar dari bumi akibat gunung meletus, banjir, pohon di hutan yang
tumbang akibat angin ribut dan sebagainya.
Mekanisme sistem pengangkutan untuk daerah perkotaan adalah tanggung
jawab pemerintah setempat yang didukung sepenuhnya oleh partisipasi
masyarakat dalam hal pendanaan.
2.3.6.4. Cuci Tangan
Mikrorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok, yaitu flora risiden dan flora transien. Flora risiden adalah
mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak
mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis yang telah beradaptasi pada
kehidupan tangan manusia. Flora transien yang juga disebut flora transit atau flora
kontaminasi,

jenisnya

tergantung

dari

lingkungan

tempat

bekerja.

Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan


gesekan mekanis dan pencucian dengan sabun atau deterjen. Oleh karena itu cuci
tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting.
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah
melakukan tindakan untuk menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada
ditangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dari infeksi.
Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, yaitu:
1.

Cuci tangan higienik atau rutin mengurangi kotoran


dari flora yang ada di tangan dengan menggunakan sabun atau deterjen

13

2.

Cuci tangan aseptik sebelum tindakan aseptik pada


pasien dengan menggunakan antiseptik

3.

Cuci tangan bedah (surgical handscrub) sebelum


melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan sikat steril.
Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang diantisipasi akan terjadi

perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan suatu tindakan yang
seharusnya dilakukan secara bersih dan setelah melakukan tindakan yang
dimungkinkan terjadi pencemaran. seperti:
1.

Sebelum melakukan tindakan, misalnya: memulai pekerjaan


(baru tiba di kantor): saat akan memeriksa (kontak langsung dengan pasien);
saat akan memakai sarung tangan steril atau sarung tangan yang telah
didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk melakukan suatu tindakan; saat akan
memakai peralatan yang telah di-DTT; saat akan melakukan injeksi; saat
hendak pulang ke rumah;

2.

Setelah melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi


pencemaran, misalnya: setelah memeriksa pasien; setelah memegang alat-alat
bekas pakai dan bahan-bahan lain yang berisiko terkontaminasi; setelah
menyentuh selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya; setelah membuka
sarung tangan (cuci tangan sesudah membuka sarung tangan perlu di lakukan
karena ada kemungkinan sarung tangan berlubang atau robek); setelah dan
toilet/ kamar kecil; setelah bersin atau batuk.

14

2.4. Kerangka Teori

Perilaku

Perilaku Keluarga

Terhadap :
1. Penyedian air
minum/bersih
2. Pembuangan kotoran
3. Pembuangan Sampah
4. Cuci tangan

Penyediaan Sanitasi
Bersih

Dalam Pencegahan
Penyakit Diare

Gambar 1 : Kerangka Teori Penelitian

15

You might also like