Professional Documents
Culture Documents
I. Pendahuluan
Apabila terjadi sebuah jejas, dalam hal ini luka, tubuh akan berespon untuk
memperbaiki keadaan. Benteng pertama pertahanan tubuh terhadap jejas
adalah inflamasi akut, dan bila berlanjut dan berkepanjangan, akan terjadi
reaksi inflamasi kronis. Mekanisme ini sangat dibutuhkan bagi tubuh untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut, dan untuk memfasilitasi terjadinya proses
repair. Kali ini akan dibahas apa saja jenis inflamasi, penampakan luar inflamasi,
hingga mediator-mediator yang bekerja pada tiap tahapan inflamasi.
II. Isi
1 Definisi Inflamasi
Inflamasi adalah respons protektif untuk menghilangkan penyebab jejas, dengan
mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya, serta
membuang penyebab awal jejas sehingga proses penyembuhan dapat
dilaksanakan. Inflamasi merupakan sebuah proses kompleks yang meliputi
kerjasama banyak pemain. Pemain yang berkontribusi ini adalah sel dan
protein dan sel plasma dalam sirkulasi, sel endotel pembuluh darah dan sel serta
matriks ekstraseluler jaringan ikat. Sel dalam sirkulasi meliputi leukosit
(neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, monosit) dan trombosit; protein dalam
sirkulasi meliputi faktor pembekuan, kininogen dan komponen komplemen; sel
endotel sendiri, sel jaringan ikat meliputi sel mast, makrofag, limfosit dan
fobroblas; dan yang terakhir Extraceluler matrix (ECM) meliputi kolagen dan
elastin susun fibrosa, proteoglikan bentuk gel, glikoprotein adhesif
(fibronektin) sebagai struktur penyambung antar ECM. 1
2 Inflamasi Akut
Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit hari) dengan ciri khas utama
eksudasi cairan, akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda umum berupa rubor
(redness), calor (heat), tumor (swelling), Dolor (pain), Functio laesa (lose of
function). Terjadi karena tujuan utama : kirim leukosit ke tempat jejas
bersihkan setiap mikroba. Dengan dua proses utama, perubahan vaskular
(vasodilatasi, peningkatan permeabilitas) dan perubahan selular (rekrutmen
dan aktivasi selular). Perubahan makroskopik yang dapat diamati berupa
hiperemia yang memberikan penampakan eritema, exudation yang memberikan
penampakan edema, dan emigrasi leukosit. 1,2,3
2.1 Proses dan penampakan inflamasi akut
2.1.1 Hyperaemia
Jejas yang terbentuk pertama-tama akan menyebabkan dilatasi arteri lokal
(didahului vasokonstriksi sesaat). Dengan demikianm mikrovaskular pada lokasi
jejas melebar, aliran darah mengalami perlambatan, dan terjadi bendungan
darah yang berisi eritrosit pada bagian tersebut, yang disebut hiperemia seperti
terlihat pada Gambar 1. Pelebaran ini lah yang menyebabkan timbulnya warna
merah (eritema) dan hangat. Perlambatan dan bendungan ini terlihat setelah 1030 menit1,3
Secara jelas, mekanisme yang terjadi ketika sebuah jejas terjadi adalah sesuai
Jejas sel
dengan Bagan 1.
Efek langsung pada pembuluh darah
Kerusakan sel
Perantara : kimia
Dilatasi vasular
Bagan 1. Mekanisme terjadinya perubahan vaskulat
2.1.2 Exudating
Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas endotel disertai keluarnya protein
plasma dan sel-sel leukosit ke daerah extravaskular yang disebut eksudasi. Hal
ini menyebabkan sel darah merah dalam darah terkonsentrasi, viskositas >>,
sirkulasi <<, terutama pada pembuluh darah-pembuluh darah kecil yang sisebut
stasis. 1,3
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak
cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini
berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan
osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal
kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan
dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran
limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai
berat jenis 10.000 dalton3
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di
atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah
2
putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan
permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul
besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai
akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit
leukosit yang menyebabkan emigrasinya3
Exudasi dapat menjelaskan The WEAL dalam Lewis triple response.
Dengan peningkatan jumlah cairan dalam jaringan interstitial
pengenceran racun
Dengan peningkatan jumlah protein
-globulin
memproteksi
antibodi
-- Deposit fibrin membatasi penyebaran
bakteri
Berperan dalam proses penyembuhan luka3
Mekanisme :
1. Protein passage
Sinyal kimiawi merangsang kontraksi endotelial membentuk formasi
bercelah untuk meningkatkan permeabilitas antar endothelial. 3
2. Fluid movement
Baik neutrofil, maupun sel berinti tunggal dapat melewati celah antar sel
endhotelial dengan menggunakan pergerakan amoeboid menuju jaringan target..
2,3
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar
dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antarsel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi
4
2.2.2 Makrofag
(hidup dalam beberapa bulan hingga beberapa
tahun)
a. Berhasil membunuh, misi terselesaikan.
b. Gagal membunuh dan dapat membuat
bakteri dapat menyebar dalam saluran
getah bening ke beberapa organ lain.
(menjelaskan peristiwa penyebaran TB
dalam tubuh)
Gambar 8. Kerja histamin dan serotonin sebagai vaso-active amine pada inflamasi 3
4 Inflamasi kronis
Inflamasi kronis dianggap perasangan berkepanjangan di mana peradangan
aktif, kerusakan jaringan, dan usaha-usaha perbaikan yang berjalan secara
bersamaan. Peradangan kronis terjadi biasanya sebagai kelanjutan radang akut,
infeksi persisten oleh mikroorganisme tertentu, seperti basil tuberkel, treponema
pallidum, beberapa virus dan jamur, dan parasit, terpapat toksik dalam waktu
berkepanjangan (endogen maupun eksogen), dan jika terjadi autoimun, tubuh
dikenali sebagai benda asing, sehingga seakan-akan terdapat benda asing dalam
tubbuh secara terus menerus. 1,2,3
4.1 Ciri-ciri
Inflamasi kronik memiliki beberapa perbedaan dengan peradangan akut, yang
dimanifestasikan oleh peribahan vaskular, edema, dan infiltrasi neutrofil,
peradangan kronis dicirikan oleh:
Infiltrasi sel mononuklear, meliputi makrofag, limfosit, dan sel plasma
Kehancuran jaringan, yang disebabkan oleh agen yang terus menerus
mengganggu atau oleh sel-sel inflamasi
Usaha-usaha penyembuhan oleh jaringan penghubung penggantian
jaringan yang rusak, dilakukan dengan poliferasi pembuluh darah kecil
(angiogenesis), dan khususnya, fibrosis 1
4.2 Peradangan granulomatosa
Peradangan granulomatosa adalah pola khas reaksi peradangan kronis yang
ditandai dengan akumulasi makrofag teraktivasi, yang sering mengembang
seperti epitel (epiteloid). Tuberkulosis adalah contoh penyakit granulomtosa 4
Sebuah granulomatosa adalah dokus peradangan kronis yang terdiri dari
agregasi makrofag mikroskopis yang berubah menjadi sel-sel epitel seperti
dikelilingi oleh keling leuokit mononuklear, terutama limfosit dan kadang-kadang
sel plasma. Dalam pewarnaan HE, sel epiteloid akan terlihat pink pucat,
8
sitoplasma granular dengan batas sel tidak jelas, sering muncul untuk bergabung
ke dalam satu sama lain. Intinya tidak sepadat limfosit, berbentuk oval atau
memanjang, dan dapat menununjukkan lipat dari membran nuklir. Granulomas
dewasa akan mengembangkan tepi dilampiri fobroblas dan jaringan ikat. Sel
ephiteloid sering bergabung untuk membentuk sel raksasa di pinggiran atau
kadang-kadang di tengan granulomas. Sel raksasa ini dapat mencapai diameter
40-50 mikrometer, Mereka memiliki massa besar sitoplasma yang mengandung
20 atau lebih dan dapat menjadi langerhans-tipe sel raksasa atau yang lain 3,4
Ada 2 jenid granulomatosa, yang berbeda dalam patogenesisnya.
Granulomas benda asing yang terisi benda asing di dalamnya, Biasanya benda
asing terbentuk ketika bahan granulomas seperti bedak (berkaitan dengan
penyalahgunaan obat intravenas), jahitan, atau serat lainnya yang cukup besar
untuk menghalangi fagositosis oleh satu makrofah dan tidak menghasut
peradangan atau respon kekebalan tubuh tertentu, Sel epitheloid dan
membentuk sel raksasa dan muncul ke permukaan untuk membungkus benda
asing, Bahan asing biasanya dapat diidentifikasi do tengah Granuloma, terutama
jika dilihat dengan cahaya terpolarisasi, di mana tampaknya refractile. 4
4.3 Sel-sel yang berperan
4.3.1 Makrofag
Merupakan monosit yang lama hidupnya kurang lebih 1 hari, akan pergi ke
daerah peradangan dikarenakan molekul adhesi dan faktor kemoatraktan dalam
jaringan, monosit akan berubah menjadi makrofag yang jika bersatu membentuk
endotelium. Sinyal-sinual yang berpengaruk saat pengaktifan makrofag adalah
IFM-y . sitokin, endotoksin, mediator lain yang diprosuksi saat terjasi radang
akut, dan matrix extraceluler, seperti fibronectin 1,3
Makrofag aktif mampu mengaktifkan zat-zat yang membuat suatu jaringan
menjadi nekrosis atau fibrosis. Contohnya adalah asam dan basa protease,
komponen komplemen dan faktor-faktor pembekuan, oksigen reaktif NO,
metabolit asam arakhidonat, sitokin IL-1, TNF san berbagai growth factor 1,3
4.3.2 Limfosit
Limfosit sikerahkan di kedua reaksi imun humoral dan seluler dan bahkan dalam
peradangan non imun. Antigen distimulasi (efektor dan memori) dan berbagai
jenis limfosit (T, B) menggunakan berbagai molekul adhesi pasangan (terutama
yang integrins dan ligan) dan kemokin untuk bermigrasi ke situs peradangan.
Sitokin dari makrofag diaktifkan, terutama TNF, IL-1, da kemokin. Sel ini
mempersiapkan proses peradangan
Limfosit dan makrofag berinteraksi dakan cara dua arah, dan reaksi-reaksi
ini memainkan peran penting dalam peradangan kronis. Limfosit T aktif akan
mengaktifkan makrofag serta mengeluarkan mediator radang untuk
mempengaruhi sel lain, saat makrofag aktif, dia akan mengaktifkan limfosit T
dan tak lupa mengeluarkan mediator radang untuk mempengaruhi sel
disekitarnya1,3
4.3.3 Eusinofil
Eusinofil berlimpah dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh IgW dan
infeksi parasit. Salah satu kemokin yang terutama penting bagi perekrutan
eusinofil adalah eotaxin, Eusinofil memiliki granula yang mengandung protein
dasar utama, yang sangat kationik protein yang beracun bagi parasit tetapi juga
menyebabkan lisis sel epitel mamalis. Itulah sebabnya ia sangat berperan dalam
memerangi infeksi parasit tetapi juga berkontribusi pada kerusakan jaringan
dalam reaksi kekebalan.1,3
4.3.4 Sel Mast
Sel ini didistribusikan secara luas di jaringan ikat dan berpartisipasi dalam reaksi
peradangan akut dan kronis. Pada reaksi akut, antibodi IgE yang terikat pada Fc
reseptor khusus mengenali antigen, dan sel-sel degranulate dan melepaskan
mediator seperti histamin dan produksi oksidasi AA, Jenis respon terjadi selama
reaksi anafilaksis makanan, racun serangga atau obat-obatanm sering dengan
hasil becana. Bila diatur dengan benar, respon ini dapat bermanfaat bagi tuan
rumah. Sel mast juga hadir dalam reaksi peradangan kronis, dan mungkin
menghasilkan sitokin yang berkontribusi terhadap fibrosis 1,3
5 MEDIATOR DALAM PERADANGAN
Mediator adalah caraka atau signal kimia. Mediator dalam inflamasi/radang
berperan sangat penting karena merupakan komponen utama dalam komunikasi
sel, amplifikasi inflamasi, ataupun opsonin, yang ketiganya berguna dalam
memfasilitasi eliminasi agen penyebab radang dan juga perbaikan jaringan.
Beberapa hal yang perlu diketahui dari mediator adalah sebagai berikut :
- Mediator dapat berasal dari sel maupun cairan plasma (plasma protein)
Mediator dari sel biasanya diisolasi dengan membentuk granula dalam sel,
sedangkan mediator pada plasma dihasilkan sebagian besar oleh hati dan
berada dalam keadaan non-aktif dalam cairan darah sehingga membutuhkan
mekanisme aktivasi tertentu.
- Mediator aktif diproduksi sebagai respon terhadap berbagai macam
rangsangan, termasuk radang
Rangsangan yang dimaksud di sini adalah produk mikroba, substansi dari
jaringan yang nekrosis, dan protein-protein seperti kompelemen, kinin,
sistem koagulasi, yang dengan sendirinya diaktivasi oleh mikroba dan
jaringan yang terluka. Mekanisme ini dapat diartikan sebagai diaktivasi jika
diperlukan, diproduksi jika dibutuhkan.
- Mediator yang satu dapat merangsang dikeluarkannya mediator yang lain
Misalnya, mediator TNF dan IL-1 dapat menstimulasi dikeluarkannnya protein
selektin oleh sel endotel.
- Mediator bervariasi dalam efek dan jenis sel tempat ia bekerja
- Kebanyakan mediator (terutama yang bersifat hidrofilik) hanya memiliki
waktu hidup yang pendek karena harus segera didegradasi agar tidak
menimbulkan respon yang berlebihan. 1,2
Terdapat dua macam mediator yang dibagi berdasarkan tempat ia berasal,
yaitu mediator yang berasal dari sel (cell-derived mediators) dan mediator yang
murni dari plasma darah (plasma-derived mediators). Berikut ini, yang akan
10
dibahas secara mendalam adalah mediator yang berasal dari sel. Mediator
selular dapat dibagi menjadi beberapa macam, sebagai berikut:
1. Amina Vasoaktif: Histamin dan Serotonin
Amina vasoaktif maksudnya adalah berbagai macam mediator kimia yang
merupakan turunan dari amina, yang dapat bekerja langsung pada sistem
vaskular. Histamin paling banyak dihasilkan oleh sel mast yang biasanya
terdistribusi dengan normal pada jaringan ikat longgar sebagai sel tetap (fixed
cell). Perhatikan gambar berikut. 1
Gambar 11. sel Mast dan Mekanisme pengeluaran mediator kimia yang terkandung di
dalamnya1
Pada gambar bagan di atas, dapat terlihat bahwa sel mast mengeluarkan
histamin sebagai mediator kimia, yaitu Histamin, salah satu mediator yang
paling umum diproduksi dan berguna untuk vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas vaskular. Selain itu, histamin juga menyebabkan bronkofasme
pada asma dan meningkatkan produksi mukus pada saluran pernafasan.
Histamin akan berikatan ada reseptor H 1 pada sel endotel. Pengeluaran histamin
selain disebabkan oleh pengikatan antigen dengan reseptor Fc, juga dapat
disebabkan oleh (1) trauma, (2) histamine releasing hormone yang berasal dari
leukosit, (3) neuropeptida (misalnya substansi P), dan (4) sitokin tertentu. 1
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan mediator kimia yang
sefungsi dengan histamin, namun tempat asalnya berada di keping darah
(platelet) dan beberapa sel pensekresi neuroendokrin. Serotonin akan dilepaskan
ketika terjadi reaksi koagulasi (pembekuan darah), di mana keping darah akan
beragregasi setelah bersentuhan langsung dengan kolagen, thrombin, ADP, dan
komplek antigen-antibodi. Ini merupakan salah satu hubungan antara
pembekuan dan peradangan. 1
2. Metabolit Asam Arakidonat (AA): Prostaglandin, Leukotrien, dan
Lipoksin
11
AA merupakan salah satu turunan asam lemah yang terdiri atas 20 atom C
(Karbon) yang diperoleh dari asupan makanan ataupun konversi dari asam
lenoleat. AA juga disebut sebagai eicosanoid, dan perolehan dari bahan kimia ini
tidak terdapat secara bebas pada sel-sel, namun diperlukan mekanisme tertentu
untuk menghasilkannya, yaitu dengan pencernaan membran lipid sel oleh enzim
phospolipase A2. Senyawa eikosanoid berikatan dengan reseptor terkait protein G
pada sel-sel target untuk menghasilkan suatu respon. Perhatikan gambar di
bawah ini. 1
Produksi dari sitokin IL-1 diatur oleh kompleks protein multipel yang
disebut sebagai inflammasome yang merespon stimuli dari mikroba dan selsel atau jaringan yang mati. Komplek protein ini tergolong dalam protein
apoptotik caspase yang berfungsi mengaktifkan prekursor dari IL-1 menjadi
sitokin yang aktif. Mutasi dari gen-gen yang mengkode protein ini akan
menyebabkan penyakit demam Mediterania. 1
Gambar 14. Kerja TNF/IL-1 pada berbagai macam sel dan efek yang dihasilkannya 1
b. Kemokin
Merupakan protein yang bersifat terutama sebagai kemoatraktan untuk
leukosit. Terdapat 40 jenis kemokin di dalam tubuh, namun baru 20 yang
baru teridentifikasi sampai saat ini. Namun, secara umum, berdasarkan
struktur yang dibentuknya, kemokin dapat digolongkan menjadi 4 kelas,
antara lain:
- Kelas C-X-C (-kemokin) dengan 2 gugus sistein di antara asma amino,
misalnya IL-8.
- Kelas C-C (-kemokin) mencakup protein kemoatraktan untuk monosit
(MCP-1), eotaksin untuk eosinofil, protein inflamasi makrofage (MIP-1 ),
dan RANTES (Regulated and Normal T-Cell Expressed and Secreted).
Tidak bekerja pada neutrofil.
- Kelas C yang bersifat spesifik untuk limfosit
- Kelas CX3C, yang hanya meliputi fraktalkin, terdapat dalam dua bentuk
yaitu (1) terikat membran plasma dan (2) turunan dari proteolisis protein
terikat membran. 1
7. Kandungan Lisosomal dari Leukosit
Kandungan lisosomal dari leukosit yang terdapat dalam granulanya apabila
dilepaskan akan dapat memicu terjadinya respon inflamasi. Misalnya pada
neutrofil terdapat enzim kolagenase pada granula kecil, sedangkan pada
granula besar (bersifat azurofil) terdapat neutral protease. Keseimbangan
akan aktivitas dari enzim-enzim berbahaya ini dikontrol oleh antiprotease. 1
14
8. Neuropeptida
Disekresikan oleh sel-sel neuron (pada sensorik dan beberapa leukosit
tertentu) yang berperand dalam amplifikasi dari respon inflamasi, misalnya
substansi P dan neurokinin-A. Susbtansi P dapat menyebabkan terjadinya
rasa peruh, pengaturan tekanan darah, stimulasi sel endokrin, dan
peningkatan permeablitas membran.1
III.
Kesimpulan
Inflamasi merupakan respons protektif sebagai media pertahanan tubuh
terhadap jejas. Inflamasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu inflamasi akut dan
kronis. Inflamasi akut sifatnya singkat, hanya berkisar beberapa menit hingga
beberapa hari, memberikan tanda-tanda umum berupa rubor (redness), calor
(heat), tumor (swelling), Dolor (pain), Functio laesa (lose of function). Perubahan
yang terjadi meliputi hyperemia, exudating, emigrasi leukosit, kemotaksis dan
fagositosis. Pada inflamasi akut, sel-sel radang yang berperan hanya neutrofil
dan makrofag yang sifatnya tidak spesifik pada proses fagositosis.
Inflamasi kronis terjadi dalam kurun waktu berkepanjangan, berkisar dari
dua minggu hingga beberapa tahun, terjadi sebagai sebagai kelanjutan radang
akut, infeksi persisten oleh berbagai mikroorganisme, terpapar toksik terus
menerus dan gangguan autoimun. Pada inflamasi kronik, telah ditemukan
adanya angiogenesis, peradangan granulomatosa (terdiri dari akumulasi
makrofag yang telah berdiferensiasi menjadi epiteloid, keling limfosit, fibroblas
dan jaringan ikat yang dibentuknya), juga ditemukan sel-sel radang menahun,
seperti limfosit, eusinofil dan sel Mast.
IV.
Keterkaitan Dengan Pemicu
Pada pemeriksaan fisik ditemukan Eritema, Edema, Erosi dan terjadinya pus.
Eritema merupakan pemunculan warna merah di kulit sebagai akibat dilatasi
pembuluh darah atau disebut dengan hyperemia kapiler. Secara umum,
eritema dapat terjadi karena kerusakan kulit, infeksi dan inflamasi. Sedangkan
edema / oedema dikenal dengan nama lain dropsy dan hydopsy, yang
merupakan manifestasi dari akumulasi cairan di dalam kulit atau di dalam
rongga tubuh. Secara umum, edema dapat dikarenakan terjadinya reaksi
inflammasi, seperti pada pharyngitis, tendonitis, maupun pancreatitis.
Kemungkinan terbesar Ny. Nita mengalami inflamasi yang diakibatkan luka
operasi, sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap jejas seluler, eritema
dan edema merupakan tanda inflamasi akut, namun, karena sudah berlangsung
lama, inflamasi sudah mulai bergrak ke arah kronis.
V. Daftar Pustaka
1. Kumar V, Abbas A, Fausto N. Robbins and Cotrans: Pathologic Basis of
Disease. 8th ed. Philadelphia: Elsevier. 2007.
2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. 9th ed. (Setiawan, I.,
Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC. 1997 (Buku asli
diterbitkan 1996).
3. Mitchell RN, Cotran RS. Robbins Basic Pathology : Acute and chronic
inflammation. 7th ed Philadelphia: Elsevier Saunders.2003.
15
Degenerasi Wallerian
Degenerasi wallerian merupakan suatu proses yang terjadi akibat terpotong atau
rusaknya serabut saraf dimana bagian akson terpisah dari badan sel saraf
sehingga bagian distal dari cedera tersebut berdegenerasi. Hal ini juga dikenal
sebagai degenerasi anterograde atau degenerasi ortograde. Suatu proses terkait
yang dikenal sebagai wallerian-like degerasi terjadi pada berbagai penyakit
neurodegeratif, terutama pada penyakit dengan transpor akson yang terganggu.
Penelitian-penelitian
sebelumnya
menyatakan
bahwa
kegagalan
untuk
mencapai tabung karena celah yang terlalu lebar atau adanya pembentukan
jaringan parut, maka pembedahan dapat membatu sinyal tersebut mencapai
tabung ini. Regenerasi ini lebih lambat pada medula spinalis dibandingkan
sistem saraf tepi. Perbedaan mendasar adalah pada sistem saraf pusat termasuk
medula spinalis, selubung myelin diproduksi oleh oligodendrosit dan bukan oleh
sel schwann.
16
Daftar Pustaka
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/51215309?
extension=docx&ft=1423952453<=1423956063&user_id=173486453&uahk=
aPYio+A6BpV4vRd1SEmCbNa4+Is
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/82084114?
extension=docx&ft=1423987950<=1423991560&user_id=173486453&uahk=
K+OjpojSJpRGUApWEJy22MfPTJ0
17