You are on page 1of 9

Kanker Serviks

Kanker servik adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi pada wanita diseluruh
dunia, dan masih merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di
negara negara berkembang. Di Amerika Serikat, kanker servik merupakan neoplasma
ganas nomer 4 yang sering terjadi pada wanita., setelah Ca mammae, kolorektal, dan
endometrium. Insidensi dari kanker servik yang invasif telah menurun secara terus
menerus di Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir, namun terus meningkat
di negara negara berkembang. Perubahan tren epidemiologis ini di Amerika Serikat
erat kaitannya dengan skrining besar besaran denganPapanicolaou tests (Pap
smears). 1, 8
Kanker serviks merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis
dan atau porsio). Setengah juta kasus dilaporkan setiap tahunnya dan insidensinya lebih
tinggi di negara sedang berkembang. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan belum
rutinnya program skrining pap smear yang dilakukan. Di Amerika latin, gurun Sahara
Afrika dan Asia tenggara termasuk Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua
setelah kanker payudara. 1, 6
Di Indonesia dilaporkan jumlah kanker serviks baru adalah 100 per 100.000 penduduk
per tahun atau 180.000 kasus baru dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati
urutan teratas dari 10 kanker yang terbanyak pada wanita. Perjalanan penyakit
karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan
atau multistep, dimulai dari karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan
morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan 90%
lebih kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papilomma virus (HPV).
Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang
lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. 3, 10
A. Definisi
Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks
merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio).
Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina. 1, 8, 9, 13
B. Angka Kejadian
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker
pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya,
terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer),
sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya
231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu,
50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien
datang dalam stadium lanjut. 1, 8
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini
menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita Indonesia. saat ini
ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya
Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian
dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70 persen kasus yang datang ke
rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. 2, 3
C. Etiologi dan Faktor Resiko
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang
melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis yang awal sampai terjadinya
perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi
menunjukkan 90% lebih kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papilomma
virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada
wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan
faktor inisiator kanker serviks. Oncoprotein E6 dan E7 yan berasal dari HPV merupakan

penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53


sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat
TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi
sehingga siklus sel dapat berjalan tanpa kontrol. 8, 10
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara
lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan
melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks.
Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia
kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada
usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan
penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV)
telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko
terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner
seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi
faktor pendamping.
3. Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat
tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen
infeksi virus.
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah
beta karoten dan retinol (vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun
6. Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran
(banyak digunakan pada tahun 1940-1970)
7. Gangguan sistem kekebalan
8. Pemakaian pil KB
9. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun
10. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap smear secara rutin)
D. Klasifikasi
Klasifikasi histologik kanker serviks ada beberapa, di antaranya : 13
1. Squamous carcinoma
a. Keratinizing
b. Large cell non keratinizing
c. Small cell non keratinizing
d. Verrucous
2. Adeno carcinoma
a. Endocervical
b. Endometroid (adenocanthoma)
c. Clear cell - paramesonephric
d. Clear cell - mesonephric
e. Serous
f. Intestinal
3. Mixed carcinoma
a. Adenosquamous

b. Mucoepidermoid
c. Glossy cell
d. Adenoid cystic
4. Undifferentiated carcinoma
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
a. Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
b. Lymphoma
Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu 90%;
adenokarsinoma 5%; sedang jenis lainnya 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai
jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak,
dan
kadang-kadang tumor sendiri dari sel-sel yang berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel
yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat dan batas tumor
stroma tidakjelas. Sel ini berasal dari sel basal ataureserved cell. Sedang
adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau
dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mukus.
E. Gejala Klinis
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun,
kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.
Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis.
Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.
F. Diagnosis dan Staging
Staging untuk kanker serviks berdasarkan pemeriksaan klinis, sehingga pemeriksaan
yang lebih teliti dan cermat dibutuhkan untuk penegakkan diagnosis. Stadium klinik
seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan
pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut
dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi,
komposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous
urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi
pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi.
Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi
dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI
sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi
penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif. 10
Pemeriksaan patologi anatomi setelah prosedur operasi dapat menjadi data yang akurat
untuk penyebaran penyakit, tetapi penemuan ini tidak dianjurkan untuk menjadi
perubahan diagnosis staging sebelumnya. Nomenklatur TNM lebih sesuai untuk
penemuan ini.

Tabel 1. Staging Karsinoma Serviks Menurut FIGO

G. Pentatalaksanaan
Manajemen Tumor Insitu
Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh
onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum
terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung
pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus
diketahui juga adalah penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial
lesion (HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical
excision procedure (LEEP), konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan
vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang ketat maka LEEP dapat dilakukan selain
konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat bertindak sebagai biopsi luas untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP mencapai 90% sedangkan konisasi
mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk terapi karsinoma insitu
adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak luas (<2,5 cm),
tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL
memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas.
HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan
histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanyarisiko
residif atau kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif. 10

Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsicone dengan
batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif
menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan
karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal intraepithelial neoplasia (VAIN)
sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal.
Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan
fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya
biopsi cone diikuti dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan
bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar
limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya adalah modified radical
hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila kepentingan
fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe
maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau
radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya
dilakukan dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.
Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal
Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi
diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan
foto toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks
invasif adalah stadium IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik
apabila diterapi dengan operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai
85% sampai 90% pada pasien dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan
faktor prognostik yang penting untuk kesembuhan atau angka harapan hidup 5
tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi
menunjukkan angaka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan
yang sama-sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama
meningkat apabila operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan
pasien dengan penegakkan stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi
operatif. Jenis operasi yang dianjurkan untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm)
adalah modified radical hysterectomy atau radical abdominal hysterectomydisertai
limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan
hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar
pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila
besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasilpatologi anatomi
kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan
dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe,
parametrium, atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis.
Penelitian dengan berbagai dosis dan jadwal pemberian sisplatin yang diberikan
bersamaan dengan radioterapi menunjukkan penurunan risiko kematian karena kanker
serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat apabila didapat ukuran massa yang
lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar limfe,infiltrasi pada kapiler
pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi pelvis adjuvan akan
meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas dibandingkan
tanpa radioterapi. 5, 10
Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan

cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap
rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan
kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan
penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian
kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine.
Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai staidum IVB dalam bentuk radiasi
paliatif.
H. Pencegahan dan Skrining
Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang
berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Padahal, dengan ditemukannya kanker ini
pada stadium dini, kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan sampai hampir 100%.
Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn
dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya
adalah deteksi dini .
Sekitar 90-99 persen jenis kanker serviks disebabkan oleh human
papillomavirus (HPV). Virus ini bisa ditransfer melalui hubungan seksual dan bisa hadir
dalam berbagai variasi. Ada beberapa kasus virus HPV yang reda dengan sendirinya, dan
ada yang berlanjut menjadi kanker serviks, sehingga cukup mengancam kesehatan
anatomi wanita yang satu ini.
Salah satu problema yang timbul akibat infeksi HPV ini seringkali tidak ada gejala atau
tanda yang tampak mata. Menurut hasil studi National Institute of Allergy and
Infectious Diseases , hampir separuh wanita yang terinfeksi dengan HPV tidak memiliki
gejala-gejala yang jelas. Dan lebih-lebih lagi, orang yang terinfeksi juga tidak tahu bahwa
mereka bisa menularkan HPV ke orang sehat lainnya.
Kini, 'senjata' terbaik untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining yang
dinamakan Pap Smear , dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu
pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943
untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini
mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau
menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanitawanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan
ini. 50% kasus baru kanker servik terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah
melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja musnah, seperti halnya polio. 2
Tabel 2. Kategorisasi diagnosis deskriptif Pap smear berdasarkan sistem Bethesda

Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society,the


American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for
Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task
Force menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : 8, 10
1. Skrining awal. Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan
seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang
dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih
banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari
hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan
pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps
smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar
mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif
mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan
ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi
HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan
ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun
atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara
seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV
yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten.
Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan Thinprep
atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.
4. Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan pemeriksaan
DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
5. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

Tidak dapat dipungkiri, memang saat ini cara terbaik untuk mencegah kanker serviks
adalah dengan screening gynaecological dan jika dibutuhkan dilengkapi
dengan treatment yang terkait dengan kondisi pra-kanker. Namun demikian, dengan
adanya biaya dan rumitnya proses screening dantreatment, cara ini hanya memberikan
manfaat yang sedikit di negara-negara yang membutuhkan penanganan. Beberapa hal
lain yang dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker serviks antara lain
:
1. Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan screeningdapat
memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV dapat
berguna dan cost efective untuk mengurangi kejadian kanker serviks dan kondisi prakanker, khususnya pada kasus yang ringan. Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis ini
dapat melindungi tubuh dalam melawan kanker yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan
18). Salah satu vaksin dapat membantu menangkal timbulnya kutil di daerah genital
yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan 18. Manfaat tersebut telah diuji
pada uji klinis tahap III dan harus dapat diwujudkan dalam waktu dekat. Keyakinan
hasil uji klinis tahap III ini menunjukan bahwa vaksin-vaksin tersebut dapat membantu
menangkal infeksi HPV dari tipe-tipe diatas dan mencegah lesi pra-kanker pada wanita
yang belum terinfeksi HPV sebelumnya. 3
2. Penggunaan kondom
Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya bukti
pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus penyebab
kutil kelamin (genital warts) dan banyak kasus kanker leher rahim. Hasil pengkajian
atas 82 orang yang dipublikasikan di New England Journal of
Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya selalu
menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinannya 70 persen lebih kecil
untuk terkena infeksi human papillomavirus (HPV) dibanding wanita yang
pasangannya sangat jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah hubungan seks)
menggunakan kondom. Hasil penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan
kondom di Indonesia masih tergolong rendah. Dari survei Demografi Kesehatan
Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa ternyata penggunaan kondom
pada pasangan usia subur di negara ini masih sekitar 0,9 persen. 4
3. Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan
penurunan resiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan
riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan resiko kanker serviks pada
pasangan wanita mereka yang sekarang. 12
I. Prognosis
Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival
rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira
50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%. 8
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival ratesebesar 95%. Untuk
stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita
dengan kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%..
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.

4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%

You might also like