You are on page 1of 41

Archive for the Geologi Category

Kompleks Gunung Arjuno Welirang Penanggungan


26JUL

Sidoarjo, 7 Juni 2014


Langit Sidoarjo terindah yang pernah saya lihat. Sepulang dari kegiatan di salah
satu tempat yang berlokasi di dekat GOR Deltras Sidoarjo, saya dan Bapak kembali
ke Malang dengan mengendarai sepeda motor. Pemandangan pada foto tersebut
saya temukan ketika melintasi jembatan yang menyeberangi Kali Porong. Di arah
selatan terlihat barisan gunung stratovolkano yaitu Gunung Arjuno Welirang dan
Gunung Penanggungan di sebelah utaranya.
Malang, 1 Juli 2014
Pemandangan tersebut menginspirasi saya untuk menggambar di atas buku
gambar A5 yang saya beli dua tahun lalu. Tidak sesuai dengan skala tetapi tidak
masalah. Yang paling penting mengisi waktu luang di liburan pasca-UAS.

Gunung Arjuno Welirang


Masih penasaran dengan kompleks gunung yang selalu saya lihat ketika melakukan
perjalanan ke Sidoarjo, saya mencoba mencari informasi mengenai ketiga gunung
tersebut. Saya mulai dari gunung kembar Gunung Arjuno Welirang. Arjuno
Welirang merupakan sebuah kompleks gunung api berjenis stratovolkano
(berbentuk kerucut) tipe A*) yang terletak di perbatasan Kabupaten Malang,
Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur dengan
koordinat 7,725LS 112,58BT. Gunung Arjuno memiliki puncak dengan ketinggian
3.339 meter sedangkan Gunung Welirang memiliki puncak dengan ketinggian 3.156
meter. Selain itu terdapat pula beberapa kerucut parasit (parasitic cone) yang
merupakan hasil erupsi samping pada tubuh kompleks Gunung Arjuno Welirang, di
antaranya Gunung Ringgit (2.447 meter) di bagian timur laut, Gunung Pundak
(1.544 meter), dan Gunung Butak (1.207 meter) di bagian utara serta Gunung
Wadon dan Gunung Prici di bagian timur.
Di sejumlah lokasi di pegunungan ini ditemukan sejumlah area fumarol dengan
cadangan belerang, yaitu di Kawah Plupuh dan Kawah Jero. Gunung ini selama
Holosen tercatat beberapa kali aktif. Pada tanggal 15 Agustus 1952 terdapat
aktivitas di Kawah Plupuh. Aktivitas berupa hembusan asap putih tebal dan lumpur
belerang berwarna putih kekuningan yang penyebarannya mencapai beberapa
ratus meter. Dua tahun sebelumnya, tepatnya tanggal 30 Oktober 1950, juga terjadi
aktivitas di bagian barat laut Gunung Welirang berupa letusan abu pada ketinggian
antara 2.500 2.700 meter. Adanya sejumlah gempa vulkanik baik dalam maupun
dangkal muncul sebagai indikasi bahwa Gunung Arjuno Welirang merupakan
gunung yang aktif yang memiliki potensi untuk meletus di masa mendatang. Dalam
beberapa kejadian, gempa tremor sering muncul pada saat musim hujan sehingga
diinterprestasikan sebagai hembusan pelepasan gas yang terjadi akibat interaksi
panas magma dengan air meteorik atau air hujan. Lava yang dihasilkan oleh
Gunung Arjuno terdiri dari basalt olivin dan andesit piroksen sedangkan dari Gunung
Welirang adalah andesit augit hipersten. Di sekitar Gunung Arjuno ditemukan

sejumlah mata air panas. Beberapa mata air panas yang terkenal adalah mata air
panas Songgoriti, Padusan, Cangar, dan Kasinan. Beberapa di antara mata air panas
tersebut merupakan lokasi wisata pemandian air panas.
Gunung Arjuno dalam sudut pandang van Bemmelen

Skema profil sayatan kompleks Gunung Arjuno Welirang menurut van Bemmelen,
1937
Van Bemmelen membahas tentang Gunung Arjuno, Welirang, dan Penanggungan
dalam subbab The Andjasmoro Ardjuno Kelud Kawi Butak Complex. Dalam
kompleks tersebut disebutkan bahwa Gunung Arjuno dengan puncak tuanya, yaitu
Ringgit, adalah bagian tertua kedua dari kompleks setelah Gunung
Anjasmoro. Gunung api ini muncul di batas selatan dari geosinklin Jawa utara.
Geosinklin ini melewati ke dalam geantiklin Jawa selatan. Oleh karena itu, gunung
ini berada di sedimen laut berumur Neogen dan Kuarter tua dari geosinklin yang
semakin tebal ke arah utara. Bagian tertinggi dari Gunung Arjuno mengalami
pergeseran ke arah utara sehingga menyebabkan munculnya gaya kompresi yang
membentuk lipatan berupa antiklin Bangil Raci di kakinya. Gawir patahan ini
sebagian tersingkap di punggungan Alas. Aktivitas vulkanik membentuk Gunung
Arjuno ini. Bagian utara mengalami patahan sepanjang rekahan dan bergeser ke
bagian yang lebih dalam dari geosinklin di utara. Melalui rekahan ini aktivitas
vulkanik terus berlangsung dan membentuk kerucut baru, yaitu Arjuno Welirang,
yang saat ini sebagian dari tubuh gunung ini menutupi zona rekahan tersebut.
Di sebelah barat antiklin ini terbentuk gunung api muda yang berukuran kecil, yaitu
Gunung Penanggungan. Gunung ini diperkirakan terhubung dengan
patahan transverse yang membentuk perpanjangan lengan dari patahan Alas dan
membatasi antiklin Bangil di sebelah barat.
Gunung Penanggungan
Masih di kluster Gunung Arjuno Welirang, di sebelah utaranya berdiri menjulang
sebuah gunung yang lebih kecil, yaitu Gunung Penanggungan dengan ketinggian
puncaknya 1.653 meter. Secara administratif Gunung Penanggungan terletak di
perbatasan Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur

dengan koordinat 7,615LS 112,62BT. Gunung ini termasuk gunung stratovolkano


yang dormant atau tidur karena diperkirakan letusan terakhir terjadi pada tahun
200. Secara historis Gunung Penanggungan bernilai sangat penting. Puluhan
bahkan tidak menutup kemungkinan ratusan situs sejarah dengan perkiraan
didirikan antara tahun 977 1511 ditemukan di kawasan Gunung Penanggungan. Di
masa itu gunung ini dikenal sebagai Gunung Pawitra. Dalam bahasa Jawa Kuna,
pawitra berarti keramat, suci, atau mensucikan. Ada teori yang menyebutkan
bahwa panas dari semburan lumpur di Porong berasal dari Gunung Penanggungan
ini.

Kompleks Gunung Arjuno Welirang Penanggungan dilihat dari Google Earth


*) Gunung berapi digolongkan ke dalam tiga tipe berdasarkan catatan sejarah
erupsinya.
Gunung api tipe A tercatat pernah mengalami erupsi magmatik minimal satu kali
setelah tahun 1600.
Gunung api tipe B belum tercatat lagi terjadi erupsi magmatik setelah tahun 1600
tetapi masih terlihat gejala vulkanik seperti terdapatnya solfatara.
Gunung api tipe C sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia tetapi
masih terdapat tanda kegiatan vulkanik di masa lalu seperti solfatara dan fumarola
yang lemah.

No Comments
Posted in Geologi

Paleoklimatologi: Menguak Misteri Iklim di Masa Lampau


22APR
Iklim adalah istilah yang digunakan dalam menyatakan kondisi atmosfer secara
global dan dalam jangka panjang. Ilmu yang mempelajari iklim pada masa lampau
disebut paleoklimatologi. Istilah ini merupakan kombinasi dari kata

Yunani, paleo yang berarti purba, kata Latin clima yang berarti wilayah Bumi (atau
iklim), dan ology berarti cabang ilmu. Paleoklimatologis (orang yang ahli dalam
bidang paleoklimatologi) menggunakan artefak alam atau lingkungan proksi untuk
menyimpulkan kondisi iklim di masa lalu sebelum tercatat dalam sejarah. Catatan
menunjukkan bahwa selama beberapa juta tahun telah terjadi siklus glasiasi yang
terjadi setiap 100.000 tahun sekali.
Paleoklimatologis mengumpulkan berbagai bukti lingkungan dan proksi dari segala
macam sumber untuk memperkirakan kondisi iklim di masa lalu. Mereka
menggunakan informasi iklim di masa lalu itu untuk memprediksi perubahan iklim
di masa mendatang. Beberapa data iklim proksi tersebut antara lain:
Catatan Sejarah

Data sejarah yang tercatat dan ditemukan pada tulisan kuno petani dan dalam
catatan publik adalah sumber informasi pertama kondisi iklim dan cuaca di masa
lampau. Herodotus, sejarawan Yunani yang mengunjungi Mesir pada abad ke 5 SM
tertarik untuk meneliti banjir tahunan Sungai Nil. Dalam kunjungannya tersebut dia
mengembangkan beberapa penjelasan mengenai fenomena banjir ini. Hal
terpenting dari catatan Herodotus ini yaitu menyediakan catatan mengenai iklim di
wilayah Mesir beberapa ribu tahun lalu. Kelemahan dari catatan sejarah ini yaitu
sifatnya terbatas. Artinya, catatan sejarah belum mampu menguak iklim di masa
lalu yang lebih jauh sehingga susah digunakan dalam memprediksi kondisi iklim di
masa yang akan datang.
Lingkar Pohon

Lingkar pohon (tree ring) menandakan kondisi cuaca secara tahunan. Ketika lingkar
pohon dipelajari maka dapat diketahui kronologi iklim selama periode tertentu dari
pertumbuhan tanaman. Ilmuwan telah mengumpulkan data lebih dari 300 kronologi
lingkar pohon dari Amerika Utara, Eropa, Siberia, dan beberapa negara di belahan
Bumi selatan. Dengan menggunakan pengembangan dari metode statistik, ilmuwan
membandingkan temperatur purba yang ditunjukkan oleh lingkar pohon dengan
temperatur permukaan yang diukur oleh peralatan modern. Mereka mampu
menemukan adanya perubahan temperatur yang terjadi pada 1816 akibat erupsi
Gunung Tambora yang mnegakibatkan musim dingin berkepanjangan di Bumi.
Ilmuwan tidak hanya menghitung pertumbuhan lingkar tanaman tetapi juga
lebarnya, pola percabangannya, dan komposisi isotop kimianya. Secara normal
pohon menghasilkan satu lingkar pohon setiap tahunnya. Beberapa pohon diketahui
mampu tumbuh hingga puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan tahun sehingga
membantu ilmuwan dalam menguak kondisi iklim di masa lalu.
Fosil Serbuk Sari

Sebagian besar tanaman, termasuk tanaman purba, menghasilkan bentuk butiran


serbuk sari yang berbeda beda. Beberapa serbuk sari purba terjaga dan
terawetkan dalam lapisan sedimen di dasar kolam, danau, dan samudera, yang
dalam perkembangannya akan berubah menjadi fosil. Kemudian, dengan
menentukan lapisan sedimen yang mengadung serbuk sari, ilmuwan menyimpulkan
iklim pada saat tanaman yang menghasilkan serbuk sari tersebut berkembang.
Serbuk sari dari tanaman cemara di rawa rawa Minnesota, Amerika Serikat
ditemukan telah berumur 11.000 tahun. Ilmuwan berpendapat bahwa pohon
cemara merupakan spesies yang jumlahnya paling banyak saat rawa rawa
tersebut terbentuk. Data ini apabila dibandingkan dengan iklim Kanada yang dingin,
maka dapat disimpulkan bahwa iklim 11.000 tahun yang lalu lebih dingin
dibandingkan dengan iklim saat ini. Kemudian, dengan menguji serbuk sari yang
ditemukan di rawa rawa Minnesota, ilmuwan meyakini bahwa spesies pohon pinus
menggantikan cemara, yang menunjukkan bahwa iklim wilayah itu telah
menghangat 11.000 tahun terakhir.
Terumbu Karang

Terumbu karang atau koral yang hidup di laut mengekstrak mineral dan oksigen dari
air laut yang kemudian menggabungkannya ke dalam struktur kerangka mereka.
Mineral utama pada terumbu karang adalah kalsium karbonat (CaCO 3). Mineral ini
bersifat stabil sehingga dapat digunakan dalam menentukan umur terumbu karang.
Perlu diketahui bahwa atom oksigen umumnya berupa 16O dengan 8 proton dan 8
neutron. Namun, ada dua macam oksigen berat, yaitu 17O dan 18O (keduanya
memiliki 8 proton dengan 9 dan 10 neutron secara berurutan). Isotop 18O menyusun
seiktar 8 dari 10.000 atom oksigen biasa (8 : 10.000). Rasio isotop ini juga berlaku
pada molekul air yang dijumpai pada umumnya (H 2O) yang dijumpai pada es glasial
sehingga dapat menentukan iklim purba. Atom hidrogen juga dijumpai pada tiga
isotop berbeda: 1H, 2H (deuterium), dan 3H (tritium). Perubahan persentase oksigen
ketika oksigen yang masuk bergabung dengan kalsium karbonat akan membentuk
terumbu karang. Oleh karena itu, ilmuwan mampu mengukur perbedaan komposisi
isotop sehingga temperatur permukaan air laut pada saat terumbu karang tumbuh
dapat ditentukan.
Inti Pengeboran Es

Inti pengeboran es telah dikumpulkan dari lapisan es di utara Greenland dan


Antartika. Lapisan es ini terbentuk dari hujan salju yang terjadi selama ribuan
tahun. Hal ini dikarenakan di wilayah tersebut salju tidak akan mencair meskipun
dalam musim panas. Ilmuwan memasukkan sebuah alat pengeboran berongga ke
dalam lapisan es yang berda pada kedalaman hingga beberapa ratus meter. Ketika
hasil pengeboran dibawa ke permukaan, sebuah inti pengeboran dengan diameter
sekitar 7,5 centimeter dibagi ke dalam beberapa bagian setiap panjang beberapa
meter. Inti es ini diuji, diukur, dicatat, dan disimpan dalam sebuah ruangan beku
untuk dipelajari di waktu mendatang. Ribuan inti es dengan panjang total sekitar
3,2 kilometer yang diperoleh dari Greenland dan Antartika telah diuji gelembung
udaranya dan air yang mengandung oksigen dan isotop hidrogen dari atmosfer di
masa lalu, serta debu dan abu vulkanik dari letusan gunung api di masa lampau,
dan seterusnya. Hal ini dapat menunjukkan iklim di masa lampau. Sebuah inti es
yang diperoleh dari wilayah Stasiun Vostok, Antartika, dengan panjang sekitar 2.000
meter diketahui telah diendapkan selama sekitar 160.000 tahun. Ilmuwan
mengukur molekul gas yang terperangkap, termasuk gas rumah kaca, untuk
menentukan rasio isotopnya. Mereka juga menggunakan laser dalam menentukan
debu yang membentuk lapisan tahunan selama diendapkan sejak masa lalu. Dari
hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat siklus zaman es
sekitar 100.000 tahun sekali.
Lantai Samudera

Dasar samudera atau danau mengumpulkan endapan dari daratan yang


membentuk lapisan sedimen. Sedimen ini akan mengakumulasikan material yang
akan menjadi fosil. Dalam setiap tahunnya sekitar 10 juta ton sedimen telah
dikumpulkan oleh danau dan lantai samudera. Ilmuwan menggunakan pengeboran
untuk melakukan penetrasi ke dalam sedimen. Setelah inti pengeboran diperoleh
maka fosil, mineral, maupun larutan yang terkandung di dalamnya diuji. Oleh
karena itu iklim ratusan hingga jutaan tahun yang lalu dapat diketahui.
Gua

Pembentukan gua menyediakan data tentang pola cuaca dan iklim di masa lalu
dengan baik tetapi dalam periode yan terbatas. Speleotherm, yang meliputi
stalagmit, stalaktit, dan flowstone banyak ditemukan di dalam gua. Sebuah
penelitian di sebuah gua di kawasan Botswana, Afrika dengan cara mengambil
sampel speleotherm dan membandingkannya dengan isotop oksigen dan karbon
maka dapat diperoleh kesimpulan mengenai kondisi curah hujan, vegetasi, dan
faktor lain antara 20.000 hingga 30.000 tahun yang lalu.
Batuan

Batuan dan fosil yang tersimpan dalam batuan menyediakan bukti iklim di masa
lampau. Namun data mengenai temperatur secara global dan curah hujan yang
diperoleh terbatas. Geologis mampu memperkirakan sifat fisis dan kimia dari
ekosistem purba sehingga dapat menyimpulkan kondisi iklim pada saat itu.

No Comments
Posted in Geologi

Awas, Pasir Hisap!


16APR
Pernah melihat adegan film yang menggambarkan seseorang yang tengah berada
di alam liar? Lalu tanpa sengaja orang itu menginjak sesuatu yang menyebabkan
orang itu terbenam ke dalam tanah? Benar, pasir hisap! Salah satu film yang
menggambarkan pasir hisap adalah film King Solomons Mines tahun 1985 yang
disutradarai oleh J. Lee Thompson dengan tokoh utama Quatermain yang
diperankan oleh Richard Chamberlain dan Jesse yang diperankan oleh Sharon
Stone. Film ini berkisah tentang perburuan harta karun Raja Solomon di Afrika.
Dalam perburuan ini mereka harus bersaing dengan pasukan tentara yang dipimpin
oleh Bockner dan Dogati yang juga mengincar harta karun Raja Solomon. Sialnya,
tentara tentara itu menginjak pasir hisap ketika hendak memasuki pintu gua
tempat harta karun itu disimpan. Alhasil sebagian besar dari mereka terbenam
dalam pasir dan nasibnya tidak bisa tertolong.

Pasir hisap atau yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai quicksand adalah
sebuah fenomena alam yang menarik, yaitu tanah padat yang mengalami
pencairan oleh air sehingga tanah menjadi jenuh. Kata quick menunjukkan
mudahnya pasir bergerak apabila dalam kondisi semicair. Pasir hisap terbentuk
ketika pasir atau kerikil mengalami kontak dengan sumber air yang mengalir,
umumnya adalah aliran air bawah tanah atau mata air. Pasir hisap tidak selalu
berupa butiran pasir. Faktanya, butiran yang lebih halus dari pasir, seperti lempung
dan lanau, lebih mudah untuk dipindahkan oleh air sehingga pasir hisap lebih sering
terjadi pada sedimen dengan butiran yang halus. Ada juga fenomena pasir hisap
kering (dry quicksand) yang sebenarnya berpotensi lebih berbahaya. Pasir hisap
kering dapat terbentuk ketika butiran pasir yang kering membentuk struktur yang
butirannya bersifat sangat lepas. Pasir hisap banyak dijumpai di marsh, sungai,
anak sungai, danau, pantai, atau rawa rawa. Perlu diingat bahwa pasir hisap
hampir tidak pernah ditemukan dalam gurun. Gurun memang memiliki pasir dalam
jumlah yang melimpah. Akan tetapi pasir hisap tidak bisa terbentuk karena di gurun
tidak dijumpai air dalam jumlah besar.

Dalam kondisi normal butiran pasir yang berukuran sangat kecil atau material lain
akan saling bergesekan dengan gaya gesek yang cukup besar sehingga mampu
menopang beban yang berada di atasnya. Pada pasir yang kering dan butirannya
lepas, gaya gesek ini masih bekerja sehingga mencegah kaki untuk tenggelam lebih
dalam ketika menginjaknya. Hilangnya gaya gesek ini akan terjadi pada pasir hisap.
Aliran air akan bergerak di antara partikel pasir dan bertindak sebagai pelumas
yang menghilangkan gesekan. Akibatnya, butiran pasir akan tersuspensi pada air
dan pasir akan berubah wujud menjadi cair. Selama air tetap mengalir maka pasir
hisap akan tetap bertahan.

Untungnya, pasir hisap tidak berbahaya seperti yang digambarkan dalam film.
Sebagian besar pasir hisap hanya memiliki kedalaman beberapa inci sehingga tidak
mampu untuk menjebak seorang anak kecil sekalipun. Sangat jarang dijumpai pasir
hisap yang dalam seperti yang digambarkan dalam film. Bahaya akan terjadi ketika
seseorang yang sendirian terperangkap dalam pasir hisap. Dia akan mengalami
kelaparan dan kedinginan. Dalam dunia yang liar dia akan menjadi mangsa
binatang buas. Oleh karena itu, bukanlah ide yang bagus untuk pergi sendirian
terutama pada area yang diketahui terdapat pasir hisap. Satu hal yang perlu diingat

ketika kamu terperangkap dalam pasir hisap adalah jangan panik. Pasir hisap
memiliki densitas yang lebih besar daripada air. Tubuh manusia rata rata memiliki
densitas 1 gram/cm3 sedangkan densitas pasir hisap sekitar 2 gram/cm 3. Oleh
karena itu, orang akan lebih mudah untuk mengapung di pasir hisap daripada di air.
Lepaskan barang bawaan yang berat (misal tas) yang dirasakan berat sehingga
justru membuatmu terbenam dalam pasir hisap.

Pasir hisap juga dapat muncul akibat adanya gempa. Gempa bumi dapat mengubah
kepadatan tanah. Gaya yang menyebabkan tanah bergetar mampu meningkatkan
tekanan pada air tanah dangkal sehingga dapat mencairkan endapan pasir atau
yang disebut liquefaction. Sebagai contoh adalah liquefaction yang terjadi selama
terjadi gempa bumi di Niigata, Jepang, pada tahun 1964 sehingga mengakibatkan
sejumlah apartemen berada dalam posisi miring seperti kartu domino karena
fondasinya tidak mampu menopang berat bangunan di atasnya.

No Comments
Posted in Geologi

Gunung Kawi Butak Gunung Putri Tidur


19FEB
Pulau Jawa hampir seluruhnya berasal dari vulkanik karena terdapat banyak gunung
api di dalamnya. Sebanyak 45 gunung api di antaranya dikategorikan sebagai
gunung api yang aktif. Oleh karena itu, tanah yang terbentuk di Pulau Jawa
merupakan hasil pelapukan dari aliran lava, endapan abu vulkanik, maupun lahar.
Salah satu gunung api di Pulau Jawa adalah Gunung Kawi Butak. Gunung ini
berada sekitar 15 kilometer di sebelah barat Kota Malang, Jawa Timur. Tepatnya
berada pada koordinat -7,92S / 112,45E.

Apabila Anda berada di Kota Malang maka pandanglah ke arah Barat. Di horizon
barat tersebut akan tampak sebuah gunung yang memanjang dari arah selatan ke
utara. Gunung ini akan terlihat sebagai seorang putri (mulai dari ujung kepala
hingga ujung kaki) yang tengah terbaring tidur. Oleh karena itu masyarakat Malang
menjulukinya sebagai Gunung Putri Tidur.

Gunung Kawi Butak dilihat dari Perumahan Ijen Nirwana (2012)

Gunung Kawi Butak termasuk ke dalam gunung api yang berbentuk kerucut atau
stratovolcano. Gunung Kawi Butak berada di sebelah timur Gunung Kelud dan
Gunung Arjuno Welirang. Sebenarnya Gunung Kawi dan Gunung Butak adalah
sebuah kompleks gunung. Gunung Kawi sendiri memiliki puncak dengan elevasi
2.551 meter sedangkan Gunung Butak memiliki puncak tertinggi dalam kompleks
gunung ini, yaitu 2.868 meter.

Gunung Kawi (kiri) dan Gunung Butak (kanan) pada tahun 2000
Tipe letusan gunung ini adalah eksplosif. Namun kemungkinan gunung ini telah
tidak aktif lagi (extinct). Hal ini disebabkan tidak ada letusan yang tercatat dalam
sejarah. Selama kala Holosen belum ada erupsi yang diketahui. Apabila gunung api
ini pernah erupsi dalam kurun waktu 10.000 tahun terakhir maka informasi erupsi
tersebut dapat ditemukan pada database LaMEVE (Large Magnitude Explosive
Volcanic Eruptions), yang merupakan bagian dari Volcano Global Risk Identification
and Analysis Project (VOGRIPA).

Irisan membujur dari arah Barat ke Timur Gunung Butak, dataran Malang, dan
Gunung Semeru (Bemmelen)

No Comments
Posted in Geologi

Paricutin: Melihat Lahirnya Sebuah Gunung Api


06JAN
Pada Sabtu siang di tahun 1943, seorang petani* di Meksiko berhenti bekerja sesaat
dan berdiri sambil memandang ke sekitar ladang jagungnya. Tiba tiba dia melihat
sebuah garis tipis berupa asap putih yang membumbung ke atas seperti seekor ular
yang keluar dari ladangnya, sekitar 200 kaki dari tempatnya berdiri.
Suatu hal yang aneh telah terjadi di ladang tersebut pada hari itu. Pada awal pagi,
tanah di bawah kaki petani itu telah bergoncang. Kemudian, petani memperhatikan
bahwa tanah terasa panas saat dia berjalan di atas ladangnya tanpa menggunakan
alas kaki (sepatu). Sekarang dia melihat asap aneh ini. Ketika dia datang mendekat
untuk melihatnya, dia mendengar suara bising yang aneh yang terdengar seperti
ketika seseorang telah membuka penyumbat gabus dari botol yang besar. Asap
yang berupa garis tipis itu menjadi tebal. Sepertinya ada gaya kuat yang telah
mendorongnya ke atas langit. Petani itu bergegas untuk mengajak pergi istrinya.
Petani itu dan istrinya tidak pernah melihat lagi ladang jagungnya. Sementara
petani itu memerintahkan istrinya untuk segera pergi dari rumahnya, terjadi gempa
hebat. Setelah terjadi gempa itu, dia melihat nyala api segera keluar dari ladang
jagungnya. Hal itu seperti ketika seseorang membuang batu berukuran besar dan
massa pasir yang besar ke angkasa.
Petani dan istri itu segera berlari dalam keadaan Bumi bergoncang menuju Desa
Paricutin, yang lokasinya dekat dengan ladangnya. Mereka telah menemukan desa
tersebut dalam kondisi berupa reruntuhan. Jalanan dari Paricutin telah dipenuhi
dengan orang orang yang ketakutan untuk segera mencari tempat yang aman.
Paricutin tidak gelap saat malam itu. Gunung api menerangi langit dan bersinar
terang meskipun wilayah itu diselimuti oleh asap tebal dan gas. Nyala api
membumbung ke angkasa dan massa batuan panas dilontarkan seribu kaki ke
udara. Letusan hebat menggoncang bumi. Hal ini terdengar seperti ketika tentara
menembakkan ratusan meriam dalam waktu yang bersamaan. Awan berupa abu
hitam yang tebal jatuh dari langit, menutupi atap atap bangunan di Mexico City,
sejauh 180 mil.
Akan tetapi, yang terjadi itu bukan semuanya. Pada sepertiga malam, sebuah aliran
lava mulai mengalir dari pusat gunung api. Seperti sup mendidih yang mengerikan,
dia dididihkan dari dalam gunung api dan meluncur di tepi gunung api dalam aliran
yang deras, sekitar ketebalan 20 kaki dan lebar 200 kaki. Dia berubah dari warna

putih menjadi merah saat bergerak dengan lambat melalui lembah, membawa
kematian ke semua makhluk hidup yang tidak bisa berpindah dari jalannya.

Erupsi Paricutin, 1943


Pejabat pemerintah, ilmuwan, wartawan surat kabar, dan fotografer bergegas
menuju lembah itu. Mereka pergi menuju ladang jagung petani itu, melewati lava
yang telah membentuk kerak yang keras di Desa Paricutin. Mereka pergi menuju
tepi tepian tirai api yang besar dan menginap di sana untuk beberapa hari,
mempelajari gunung api baru ini, yang oleh orang orang saat ini disebut Paricutin.
Pada 10 Juni 1943 terdapat letusan Paricutin lainnya. Kali ini sebuah aliran lava
panas menuruni bagian yang lain dari gunung api ini. Pertama, lava ini bergerak ke
depan sejauh 1.000 kaki per hari. Sebulan kemudian lava itu menutupi sebagian
besar permukaan tanah sehingga tepian merayap maju hanya 10 kaki per hari.
Dalam beberapa bulan gunung api telah menimbun dua lembah dengan massa
lava, batu, dan abu yang besar. Gunung api Paricutin telah telah bertambah tinggi
menjadi 1.200 kaki di atas dataran dan dengan ketebalan tiga perempat mil pada
bagian dasarnya. Orang orang yang datang untuk mengunjungi gunung api itu
dapat dimulai dengan melihat efeknya yang mengerikan 75 mil dari Paricutin. Abu
hitam menutupi semuanya. Kebun dan tanaman buah telah musnah. Hanya puncak
dari gereja yang dapat terlihat dari atas abu dan lava. Desa Uruapan, 20 mil dari
gunung api ditutupi oleh debu. Atap rumah ditutupi oleh lapisan abu yang tebal,
yang terbentuk lebih cepat daripada yang dapat dihilangkan oleh orang orang.
Sekitar 100 mil di sekitar Paricutin, tidak ada tanaman yang hidup, termasuk
rumput. Tanaman petani mati karena angin membawa abu dari gunung api itu.
Burung burung jatuh dari langit, mati sebelum mencapai permukaan tanah.
Gunung api ini menyebabkan tujuh desa dalam keadaan hanya berupa reruntuhan
dan berakibat pada kerusakan lainnya.
Pemerintah mengirim dokter, perawat, dan pekerja khusus untuk menolong lebih
dari 8.000 penduduk untuk menemukan rumahnya yang baru, khususnya petani
yang memiliki ladang jagung itu. Dia mungkin satu satunya orang yang pernah
melihat lahirnya sebuah gunung api.

Lokasi Paricutin
beserta sabuk gunung api Trans Meksiko

Prangko pada 5 September 1956 dengan


gambar Paricutin

Kerusakan akibat Paricutin

Lava yang menimbun


gereja San Juan Parangaricutiro

Gunung api Paricutin yang sedang tidur


Pada akhir fase ini, setelah satu tahun, Paricutin telah tumbuh dengan ketinggian
1.102 kaki. Untuk delapan tahun ke depan, Paricutin melanjutkan erupsinya
meskipun didominasi oleh erupsi yang relatif tenang. Aktivitas Paricutin secara
perlahan menurun selama periode ini hingga enam bulan setelah erupsi yang
hebat. Pada tahun 1952, erupsi berakhir dan Paricutin mulai tenang. Ketinggian

akhir yang dicapai sekitar 1.391 kaki di atas permukaan tanah. Seperti sebagian
besar cinder cone, Paricutin dipercayai sebagai gunung api monogenetik yang
berarti setelah satu kali erupsi, dia tidak akan erupsi lagi. Erupsi baru pada gunung
api monogenetik akan muncul di tempat lainnya. Scoria atau cinder cone dapat
muncul secara tiba tiba dan membangun sebuah gunung besar berbentuk kerucut
dengan lereng yang curam. Mereka sering erupsi kurang dari satu dekade lalu
mengalami dorman dan tidak pernah erupsi lagi.
Volkanisme adalah bagian yang umum dalam bentang alam Meksiko. Paricutin
hanyalah gunung api termuda dari 1.400 gunung api yang ada di sabuk gunung api
Trans Meksiko dan Amerika Utara. Desa Paricutin terletak di jantung sabuk gunung
api Trans Meksiko, daerah sejauh 600 mil ( 900 km ) timur ke barat melintasi
Meksiko tengah selatan. Sabuk ini mencakup rangkaian Pegunungan Sierra
Nevada. Aktivitas gunung berapi selama jutaan tahun telah menciptakan dataran
tinggi berupa endapan batu sedalam 6.000 kaki. Tanahnya, karena berasal dari
vulkanik, mengandung berbagai unsur unsur yang mudah diserap tanaman. Hal ini
membuat tanah bersifat sangat subur. Tanah yang subur ini, dikombinasikan dengan
angin lembab yang berasal dari Samudra Pasifik, mengakibatkan sabuk tersebut
merupakan lahan pertanian yang paling produktif di Meksiko.
Saat ini Paricutin menyandang gelar sebagai salah satu tujuh keajaiban alam dunia.
Ini merupakan satu satunya gunung api di planet ini yang lahir pada era modern.
Erupsi dari gunung api adalah hal yang umum terjadi tetapi lahirnya sebuah gunung
api baru adalah kejadian yang sangat langka.
*)Petani itu bernama Dionisio Pulido, dan peristiwa itu terjadi tepatnya pada tanggal
20 Februari 1943.

No Comments
Posted in Geologi

Birthstone: Apa Nama Batu Kelahiranmu?


25DEC
Ada sekitar 4.900 spesies mineral yang diketahui dan 4.660 di antaranya telah
disetujui oleh International Mineralogical Association (IMA). Mineral, sebenarnya
adalah zat yang terbentuk secara alami dan padat, stabil pada temperatur ruangan,
yang diwakili oleh rumus kimia, umumnya abiogenik atau anorganik, dan memiliki
struktur atom yang teratur. Mineral berbeda dengan batuan (rock), yang dapat
tersusun oleh mineral maupun nonmineral dan tidak memiliki komposisi kimia
secara spesifik. Definisi pasti dari mineral masih diperdebatkan, khususnya untuk
yang berkenaan dengan sifat abiogenik dan memiliki struktur atom yang teratur.
Ilmu yang mempelajari mineral disebut Mineralogi.

Kristal, dalam ilmiah merupakan zat padat yang atom atom, molekul molekul,
dan ion ionnya tersusun secara berulang dengan pola teratur yang mengembang ke
semua arah tiga dimensi. Kata kristal berasal dari bahasa Yunani, krustallos, yang
memiliki arti yang sama, tetapi berdasarkan pemahaman kuno tentang kristal.
Awalnya kristal berarti beku oleh proses pembekuan, seperti es. Kata tersebut juga
sesekali disebutkan untuk beberapa jenis kuarsa, batu kristal. Hampir sebagian
besar logam yang dijumpai dalam kehidupan sehari hari adalah polikristal. Kristal
seringkali tumbuh secara simetri membentuk kristal kembar. Ilmu yang mempelajari
tentang kristal adalah Kristalografi.

Gemstone atau gem (dalam bahasa Indonesia disebut sebagai batu permata) yang
juga disebut sebagai batu mulia atau semimulia adalah bagian dari mineral yang
menarik. Apabila batu permata tersebut dipotong dan dipoles maka dapat
digunakan sebagai perhiasan. Namun, batuan tertentu, seperti lapis lazuli, dan
bahan organik yang tidak termasuk ke dalam mineral, yaitu amber dan jet, masih
digunakan untuk perhiasan. Oleh karena itu mereka masih digolongkan ke
dalam gemstone. Sebagian besar gemstone bersifat keras, tetapi
sebagian gemstone lainnya digunakan dalam perhiasan karena sifat kilap dan sifat
fisik lainnya. Kelangkaan adalah karakteristik lainnya yang memberikan nilai
pada gemstone.

Topeng emas Tutankhamun yang dihiasi dengan


turquoise, lapis lazuli, carnelian dan gelas berwarna
Ada kepercayaan bagi orang orang di beberapa bagian permukaan bumi yang
mempercayai adanya batu kelahiran atau birthstone.
Awalnya birthstone dihubung hubungkan dengan zodiak. G. F, Kunz, gemologis
terkenal menuliskan dalam bukunya, The Curious Lore of Precious Stones, Tidak
ada keraguan bahwa pemilik cincin atau set ornamen dengan birthstone terkesan
dengan ide untuk memiliki sesuatu yang lebih yang berkaitan erat dengan
kepribadiannya daripada batu lainnya meskipun batu itu indah atau mahal.
Daftar birthstone modern disusun oleh organisasi yang dikenal National Association
of Jewelers (Jewelers of America) pada tahun 1912. Pada tahun 2002 American Gem
Trade Association (AGTA) mengumumkan bahwa mereka telah menambahkan
tanzanite sebagai birthstone untuk bulan Desember, meskipun Desember sudah
memiliki dua birthstone, yaitu turquoise dan zircon.

Keduabelas birthstone tersebut beserta maknanya adalah:


Januari
Garnet: kemurnian, kebenaran, kesadaran, daya tahan, kreativitas, dan kesabaran

Februari
Amethyst: stabilitas, keseimbangan, kekuatan batin, ketulusan, intuisi, dan motivasi

Maret
Aquamarine: keberanian, persahabatan, kreativitas, kesehatan, persepsi, dan
harapan

April
Diamond: keabadian, keberuntungan, perlindungan, kejernihan pikiran,
keseimbangan, dan kelimpahan

Mei
Green Emerald: kesetiaan, persahabatan, cinta, kesuksesan, kebahagiaan, dan
kebaikan

Juni
Pearl: kemurnian, kebahagiaan, kedamaian, kasih, dan kemurahan hati

Moonstone: keberuntungan baik, gairah, dan keseimbangan

Juli
Ruby: pengabdian, integritas, keberanian, keberhasilan, bangsawan, cinta,
antusiasme, dan kekuatan

Agustus
Peridot: kekuatan, pengaruh, kebenaran, kesetiaan, ketenaran, martabat, dan
perlindungan

September
Sapphire: ketulusan, keteguhan, wawasan, dan kebijaksanaan

Oktober
Opal: harapan, kepolosan, kebahagiaan, kesetiaan, imajinasi, dan keyakinan

Tourmaline: keberanian, kemurahan hati, kasih sayang, dan perhatian

November
Yellow Topaz: loyalitas, persahabatan, kekuatan, keseimbangan, kebijaksanaan, dan
ketenangan

Citrine: kebahagiaan, sukacita, optimisme, peremajaan, energi, dan kehangatan

Desember
Turquoise: kemakmuran, kebahagiaan, kesabaran, dan keberuntungan

Tanzanite: ketenangan, harmoni, pemahaman, dan kepekaan

Blue Zircon: sukses, cinta, keberuntungan, dan kebahagiaan

Beberapa daerah di Indonesia juga dikenal sebagai penghasil batu permata yang
cukup terkenal.

Nb: Informasi di atas hanyalah hiburan. Percaya atau tidak pada birthstone ini tidak
akan mengurangi keindahan batu permata atau gemstone ini

No Comments
Posted in Geologi

Gunung Api: Ka? Ma? VEI?


28OCT
Asyik membaca artikel tentang gunung api tiba tiba menemukan kalimat di bawah
ini:
Environmental Impact of the 73 ka Toba Super-eruption in South Asia
Yellowstone hotspot, Heise volcanic field, Idaho; Kilgore Caldera (size: 80 x 60 km);
VEI 8; 1,800 cubic kilometers (432 cu mi) of Kilgore Tuff; 4.45 Ma 0.05.

Danau Toba yang diyakini sebagai sebuah


kaldera terbentuk akibat letusan gunung api yang terjadi sekitar 73 ka atau 73.000
tahun yang lalu

Lokasi Yellowstone

Ka dan Ma sebenarnya merupakan sebuah kode. Ka memiliki arti thousand years


before present. Dalam kalimat di bagian atas artikel ini berarti erupsi Gunung Toba
terjadi 73 ka atau 73.000 tahun yang lalu! Sementara itu Ma adalah million years
before present. Berarti hotspot Yellowstone pernah erupsi dan menghasilkan
Kaldera Kilgore antara tahun 4,40 hingga 4,45 juta tahun lampau!
Nah, sekarang apakah VEI itu? VEI juga merupakan sebuah singkatan,
yaitu Volcanic Explosivity Index. Jadi, indeks ini mendeskripsikan ukuran dari letusan
gunung api. Indeks ini ditentukan berdasarkan volume tephra yang dierupsikan dan
tinggi kolom erupsi. VEI bernilai dari 0 8.

Tabel yang menunjukkan karakteristik


setiap skala VEI

Ilustrasi perbandingan volume tephra yang


dierupsikan dari setiap skala VEI
Dari catatan statistik diperoleh kesimpulan ternyata semakin besar nilai VEI suatu
gunung api maka semakin rendah frekuensi gunung api itu erupsi.

Diagram yang menunjukkan relasi antara


frekuensi terjadinya erupsi dengan skala VEI
Referensi: http://geology.com/stories/13/volcanic-explosivity-index/

No Comments
Posted in Geologi

Planes and Topography


12OCT
The simplest examples of the determination of thickness assumed that the earths
surface was a horizontal, geometrically perfect plane. The intersection of inclined
layers with this surface results in an outcrop pattern. Represented in map view this
pattern is a simple geological map. In this case the width of the outcrop bands
depends on two factors: the actual thickness of the layers and the angle of dip of
each layer. In essence, these same relationships also apply to less-than-perfect real

horizontal topographic surfaces.


Outcrop width: (a) varies with thickness; (b) varies with dip
In areas of sloping terrain, additional factors are involved in determining the
character of outcrop patterns, and these include topographic slope
angle and direction relative to the attitude of the strata, and variations in slope
angle and direction. In other words, in addition to thickness and dip, the map
pattern also depends on the details of the topography. The relationships between

dip and topography have been formalized into a series of statements, collectively
called the Rule of Vs, by which the direction of dip can be estimated directly from
the outcrop patterns. Wherever the trace of a plane crosses a valley, the resulting
pattern is characteristic of the attitude of the plane. There are several distinct types
of patterns.

1. Horizontal planes: Topographic contour lines can be thought of as the surface


traces of imaginary horizontal planes. The outcrop traces of real horizontal planes
there-fore exactly follow the topographic contours. Such patterns are completely
controlled by the topography; the outcrop trace faithfully reflects the local contour
lines in every detail. Therefore, the outcrop pattern Vs upstream, just as the contour
lines do.

2. Planes inclined upstream: As the attitude departs from the horizontal, with the
dip direction in the upstream direction, the pattern made by the traces of the
structural planes is progressively modified into a blunter V, still pointing upstream.
With steepening dip, the outcrop pattern is an increasingly subdued reflection of
topographic detail.

3. Vertical planes: In the special case of a 90 dip, the outcrop traces are straight
and parallel to the strike direction, regardless of topographic detail. There is no V at
all, and thus no control on the pattern by the topography.

4. Planes inclined downstream: There are two general cases and one special
boundary case.

(a) With dip greater than valley gradient, the pattern Vs downstream.

(b) If the dip angle and valley gradient are exactly equal, the outcrop trace will not
cross the valley axis, and there is no V . However, streams generally steepen
headward and a continuous planar structure will therefore cross somewhere
upstream.

(c) If the dip is less than the valley gradient, but still in a downstream direction, the
pattern will V upstream.

As stated, these rules assume that the strike direction is at a right angle to the
valley axis. The result is that the V patterns are approximately symmetrical. With
other strike directions, asymmetrical Vs are produced, but in essence the rule still
applies. In the limiting case when the valley and strike are parallel there is no V at
all.
There is a simple, easily remembered statement which summarizes all these
relation-ships: the V of the outcrop trace points in the direction in which the
formation underlies the stream.
Problem
In figure below the trace of the lower bounding plane of the inclined layer cuts the
topographic contours at points A, B and C with elevations
hA = hB = 620 m
and hC = 610 m. What are the dip and strike?
Solution:

Dip and strike from the outcrop pattern.

1. Draw line AB connecting the two points of equal elevation. This is, by definition, a
line of strike.
2. Draw a perpendicular line from AB to point C . This is the true dip direction. The
true dip angle is measured in the vertical section containing this line.
3. Draw a line parallel to this dip direction as a horizontal FL. Extend the strike line
AB and draw a second strike line through C to intersect this FL.
4. These two points on FL represent the map locations of the line AB and the point C
.
5. At a vertical distance below the map point C of h= h A hC= 10 m plot the actual
outcrop point C using the map scale. The inclined line of dip can be drawn and the
dip angle measured. The dip angle can also be found from the map distance D from
the strike line AB to C and the vertical distance h using:
tan = h/D
Reference: Ragan, Donald M. 2009. Structural Geology An Introduction to Geometrical Techniques fourth edition. New York: Cambridge University
Press.

No Comments
Posted in Geologi

Sungai Brantas
12OCT

Sungai Brantas adalah sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan
Solo dengan panjang sekitar 320 kilometer. Sungai ini memegang peran sangat
penting bagi sebagian besar masyarakat Jawa Timur. Wilayah DAS Brantas
mencakup wilayah dengan luas 11.800 km2 yang mencakup daerah yang disebut

sebagai Batu, Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Trenggalek, Nganjuk, Jombang,


Mojokerto, Sidoarjo, Pasuruan, dan Surabaya. Meskipun luas DAS Sungai Brantas
hanya 11.800 km2 atau 25% dari luas wilayah Provinsi Jawa Timur, 15,6 juta
penduduk (tahun 2010) atau 43% dari populasi masyarakat Jawa Timur hidup
bersama aliran Sungai Brantas. Ditinjau dari segi geografis, Sungai Brantas sangat
unik karena sungai ini mengalir dan melingkari beberapa gunung, seperti Kawi,
Kelud, Arjuno, Welirang, dan Anjasmoro. Sungai Brantas bersumber di Desa Sumber
Brantas (Kota Batu) yang berasal dari simpanan air Gunung Arjuno, lalu mengalir ke
Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto. Awalnya, dari sumber
sungai ini mengalir ke arah selatan melewati Kota Malang di antara Pegunungan
Tengger di arah timur dan Gunung Kawi yang menjulang di arah barat. Mendekati
pantai selatan, tepatnya di Pegunungan Selatan, sungai ini berbelok ke arah barat
dan melewati Kota Blitar. Sungai Brantas akan melingkari Gunung Kawi dan Gunung
Kelud yang masih aktif sehingga di Kabupaten Tulungagung, Sungai Brantas
mengalir ke utara dan membentuk lembah besar di Kediri. Di Kabupaten Nganjuk
sungai ini menuju ke arah timur, melewati Jombang dan Mojokerto. Di Kabupaten
Mojokerto sungai ini terpecah menjadi dua, Kali Mas (ke arah Surabaya) dan Kali
Porong (ke arah Porong, Kabupaten Sidoarjo). Akhirnya sungai ini bermuara di Selat
Madura. Jika diamati lebih teliti pada peta, persebaran sebagian kota kota di Jawa
Timur dan jalur transportasi darat (jalan raya maupun jalur kereta api) akan
mengikuti aliran Sungai Brantas. Sejarah juga membuktikan bahwa di sekitar Sungai
Brantas ini dahulunya berpusat kerajaan Hindu Budha mulai dari Kanjuruhan, Kediri,
Singhasari, Majapahit, maupun Jenggala. Hal ini sesuai dengan teori natural seats of
power yang dikemukakan oleh ahli geopolitik asal Inggris, Sir Halford Mackinder,
pada tahun 1919. Malang, Kediri, dan Mojokerto adalah daerah subur yang seolah
tercipta oleh aliran Sungai Brantas. Sungai yang berhulu di Gunung Arjuno ini turut
membawa unsur unsur utama dari dataran tinggi aluvial di Malang yang bersifat
masam sehingga menghasilkan unsur garam yang berguna bagi kesuburan tanah.
Dari tiga daerah ini bermunculan kerajaan kerajaan yang silih berganti menguasai
Nusantara yang merupakan embrio bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Apabila Herodotus, ahli sejarah asal Yunani, mengatakan bahwa Sungai Nil adalah
hadiah bagi Mesir (Egypt the Gift of the Nile) maka tidak ada salahnya menyebutkan
bahwa Sungai Brantas adalah hadiah bagi Jawa Timur (East Java the Gift of the
Brantas).

Sumber Sungai Brantas di Batu

Sungai Brantas membelah Kota Malang

Sungai Brantas di Kertosono

Sungai Porong
(diolah dari berbagai sumber)

You might also like