Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes mellitus kini benar-benar telah menapaki era kesejagatan, dan
menjadi kesehatan dunia. Insidens dan pravalensi penyakit ini tidak pernah
berhenti mengalir, terutama di negara sedang berkembang dan negra yang
terlanjur memasuki budaya industrialisasi. Jumlah diabetasi didunia yang tercatat
pada tahun 1990 baru mencapai angka 80 juta (Zimmet, 1991), yang secara
mencengangkan melompat ke angka 110,4 juta empat tahun kemudian (Zimmet,
1994). Menjelang tahun 2010, angka ini diperkirakan mennggelembung hingga
239,3 juta, dan di duga akan terus melambung hingga menyentuh angka 300 juta
pada tahun 2025.
Indonesia merupakan salah satu dari 10 besar negara dengan jumlah
diabetasi terbanyak. Pada tahun 1995, negara yang tergolong tengah berkembang
ini baru menempati peringkat ke-7, dengan jumlah pengidap diadetes sebanyak
4,5 juta jiwa. Peringkat ini diprediksi akan naik dua tingkat (menjadi peringkat ke5) pada tahun 2025, dengan prakiraan jumlah pengidap sebanyak 12,4 juta jiwa
(International Diabetes Monitor, April 1999). Pravalensi DM di Jakarta pada tahun
1982 hanya menunjukkan angka 1,7%,/;selanjutnya, presentase ini terus
berloncatan ke angka 5,7% dan 13,6%, berturut-turut pada tahun 1992 dan
2001(Farmacia, Mei 2003).
Penyakit ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu DM tipe 1 dam DM tipe
2 (WHO Study Group on Diabetes Mellitus,1995), DM tipe 2 menempati lebih
dari 90% kasus di negara maju (Harris dan Zammet, 1992). Di negara sedang
berkembang, hampir seluruh diabetesi tergolong sebagai penyandang DM tipe 240% diantaranya terbukti berasal dari kelompok masyarakat yang terlanjur
mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern (Zimmer et al,1990; king et al,
1993). Gaya hidup modern yang dapat dilihat pada sebagian keluarga di
perkotaan, saat dengan alat bantu elektronik sehingga meminimalkan gerak fisik.
Berkurangnya kerja otot lurik,yang dibarengi semakin meningkatnya asupan
pangan padat kalori dan kaya akan lemak, menyebabkan obesitas pada gilirannya
akan menjelma menjadi DM tipe 2 (Park et al, 1991).
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakterisktik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health
Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat
tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomi
dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut
atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Diabetes Melitus
2. 1.1 Defenisi
Menurut American Diabetes Associaton (ADA) 2012, Diabetes Mellitus
(DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Sedangkan menurut
WHO (1999) , Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan
metabolisme
kronis
dengan
multi
etiologi
yang
ditandai
1. Kembar identik
WHO Expert Comittee on Diabetes Mellitus (1980) melaporkan bahwa dari
sejumlah kembar identik yang salah seorang menderita IDDM (Insulin Dependent
Diabetes Mellitus = tipe 1) 50% dari pasangannya kemudian juga menderita
diabetes mellitus. Dari kembar identik yang salah menderita NIDDM (NonInsulin Dependent Mellitus = tipe 2) lebih banyak lagi yang kemudian juga
menderita diabetes, yaitu 88%. Perbedaan dalam kejadian IDDM dan NIDDM
pada para kembar identik menunjukkan bahwa faktor lingkungan mungkin
mempunyai pengaruh terhadap diabetes mellitus dan infeksi oleh virus termasuk
salah satu faktor lingkungan.
1. Faktor genetik (hanya untuk IDDM)
a. HLA dan jenis-jenisnya
NIDDM (tipe 2) tidak mempunyai asosiasi dengan HLA. Telah
diketahui bahwa pembentukan antigen diatur oleh gen-gen yang
terletak pada lengan pendek kromosom ke-6 yang disebut Major
Histocompatibility Complex (MHC). Pada manusia MHC ini
disebut sebagai Human Leucocyte System A-antigen (HLA).
Sintesis antigen dikendalikan oleh sistem genetik dan sistem
genetik diturunkan sesuai hokum mendel. Antigen-antigen HLA ini
diproduksi oleh 3 kelas gen-gen (three classes of genes):
Class I antigen: HLA-antigen mendapat kode A,B dan C.
Haplotype yang sama memberi respon yang baik pada
transplantasi dan grafting (85 sampai 90% sukses dalam
jangka panjang).
Class II antigen:
- HLA-antigen mendapat kode DP, PQ dan DR. HLADRw3 dan HLA-DRw4 mempunyai asosiasi dengan
IDDM (tipe 1), masing-masing mempunyai risiko
relatif 3,3 dan 6,4 (pakai w dibelakang locus {seperti
DRw3 dan DRw4} berarti bahwa allele ini sudah diakui
WHO).
(Baisch dkk.1990)
Ada suatu allele yang langka yang mempunyai asosiasi
dengan IDDM, yaitu HLA-BfF1, risiko relatif sekitar
15%.
Class III antigen (Complement): terbanyak dari antigen
bahwa
IDDM
disebabkan
yang
oleh
jawab
terhadap
defek-defek seluler,berupa:
- Bertambahnya penimbunan lemak
- Bertambah masuknya enersi ke dalam tubuh
- Komposisi diet (terutama banyak makan lemak)
- Inaktivasi fisik
b. Malnutrisi protein, dianggap sel-sel B banyak yang rusak.
Dianggap menyebabkan MRDM (Malnutrition Related Diabetes
Mellitus)
c. Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pancreatitis (akut,
kronik, dan relapsing) dan obesitas.
3. Stress
Stress berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi bias
menyebabkan hiperglikemia untuk sementara.
4. Obat-obat
a. Obat yang bersifat sitotoksik terhadap sel-sel beta (B) pancreas
seperti alloxan, streptozocin dan vacorrat poison.
b. Obat yang menguragi sekresi insulin seperti derivate thazide,
diphenylhidantion, phenotiazine.
Pada umumnya hiperglikemia pada diabetes sekunder ini menghilang
jika obat-obat dihentikan.
5. Penyakit-penyakit endokrin (hormonal)
a. Sindrom chusing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah
tinggi (juga pada kortikostreoid eksogen).
b. Akromegali, karena jumlah Growth Hormone (somatotropin)
meninggi.
c. Glukagonom, karena konsentrasi glukgon dalam darah meninggi.
d. Feokromositoma, karena kadar katekholamin meniggi.
Pada umumnya diabetes-diabetes sekunder ini menghilang jika
penyakit primer dapat diatasi.
6. Penyakit-penyakit pancreas
a. Hemokromatosis: banyak destruksi dari sel-sel pancreas. Sekitar
65% menderita diabetes.
b. Pankreatis akuta: sekitar 11% menderita diabetes temporer, 2%
permanen.
c. Karsinoma pancreas, pada 50 sampai
maupum
malnutrisi
protein.
Kerusakan
parenkim
2.1.5. Patofisiologi
A. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan
sel sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula
yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie,
Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi
yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic
Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD
(glutamic acid decarboxylase).
ICCA merupakan otoantibodi utama yang ditemukan pada penderita DM
Tipe 1. Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di dalam darahnya. Di
dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Oleh sebab itu,
keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup akurat untuk DM Tipe 1.
ICCA tidak spesifik untuk sel-sel pulau Langerhans saja, tetapi juga dapat
dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat di pulau Langerhans.
10
11
akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini
tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan
hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi
dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM Tipe 1 mengalami ketoasidosis
diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi
somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan
terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah satu
masalah jangka panjang pada penderita DM Tipe 1 adalah rusaknya kemampuan
tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap hipoglikemia. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada
penderita DM Tipe 1 yang sedang mendapat terapi insulin.
Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM
Tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi
penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang
diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini,
salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam
lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di
jaringan adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme
glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka,
dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh.
Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang
diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen
glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor
glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa.
B.Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai
90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anakanak populasinya meningkat.
12
13
Mula muncul
Keadaan
saat
diagnosis
Kadar
insulin Rendah, tak ada
darah
Berat badan
Pengelolaan
yang
disarankan
Biasanya kurus
Terapi insulin, diet,
olahraga
DM Tipe 2
Pada usia tua, umumnya
> 40 tahun
Ringan
14
5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau
setelah trimester kedua.
Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih
sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap
bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi
kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko
mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan
lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol
metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.
2.1.6. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes melitus mengalami perkembangan dan perubahan dari
waktu ke waktu. Dahulu diabetes diklasifikasikan berdasarkan waktu munculnya
(time of onset). Diabetes yang muncul sejak masa kanak-kanak disebut juvenile
diabetes, sedangkan yang baru muncul setelah seseorang berumur di atas 45
tahun disebut sebagai adult diabetes. Namun klasifikasi ini sudah tidak layak
dipertahankan lagi, sebab banyak sekali kasus-kasus diabetes yang muncul pada
usia 20-39 tahun, yang menimbulkan kebingungan untuk mengklasifikasikannya.
Pada tahun 1968, ADA (American Diabetes Association) mengajukan
rekomendasi mengenai standarisasi uji toleransi glukosa dan mengajukan istilahistilah Pre-diabetes, Suspected Diabetes, Chemical atau Latent Diabetes dan
Overt Diabetes untuk pengklasifikasiannya. British Diabetes Association (BDA)
mengajukan istilah yang berbeda, yaitu Potential Diabetes, Latent Diabetes,
Asymptomatic atau Sub-clinical Diabetes, dan Clinical Diabetes.
WHO pun telah beberapa kali mengajukan klasifikasi diabetes melitus.
Pada tahun 1965 WHO mengajukan beberapa istilah dalam pengklasifikasian
diabetes, antara lain Childhood Diabetics, Young Diabetics, Adult Diabetics dan
Elderly Diabetics. Pada tahun 1980 WHO mengemukakan klasifikasi baru
diabetes melitus memperkuat rekomendasi National Diabetes Data Group pada
tahun 1979 yang mengajukan 2 tipe utama diabetes melitus, yaitu "InsulinDependent Diabetes Mellitus" (IDDM) disebut juga Diabetes Melitus Tipe 1 dan
15
16
17
Berat Badan
usia telah diatas 45 tahun, atau segera jika ada faktor risiko lain.
BB berlebih: BMI > 25. Kelebihan BB 20% meningkatkan risiko
dua kali. Pravalensi obesitas dan diabetes berkolerasi positif,
DM.
Lebih dari 140/90 mm Hg (atau riwayat hipertensi).
<40 mg/dL (laki-laki) dan <50 mg/dL (wanita).
>250 mg/dL.
Riwayat DM kehamilan atau pernah melahirkan anak dengan
(gestasional)
Riwayat
ketidaknormalan
terganggu.
glukosa
18
Gaya hidup
Kelainan lain
19
20
waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
Belum
pasti DM
< 100
< 90
DM
100-199
90-199
200
200
(mg/dL)
Kadar glukosa Plasma vena
Drah kapiler
darah
puasa
< 100
< 90
100-125
90-99
126
100
(mg/dL)
(Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI,
2006)
21
2.
3.
22
80120mg/dl
90130mg/dl
100140mg/
<7 %
<7mg/dl
>45mg/dl (pria)
>55mg/dl (wanita)
Kadar Trigliserida
<200mg/dl
Tekanan Darah
<130/80mmHg
23
24
2. Olah Raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan
nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita
25
diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang
disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval,
Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 7585% denyut nadi maksimal (220-umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga
yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain \
sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit
per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara
5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas
reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.
3. Obat-obatan penurun kadar gula darah
Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologik tersebutdapat
berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin.
A. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:
1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue),
contoh
di
hepar
dan
26
4. Insulin
Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari
dengan memakai insulin kerja cepat, insulin juga dapat diberikan dalam
dosis terbagi, insulin kerja menengah dua kali sehari dan kemudian
diberikan campuran insulin kerja cepat dimana perlu sesuai dengan respon
kadar glukosa darahnya.
Indikasi penggunaan insulin :
-
27
Retinopati diabetika
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala
berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat
mengarah pada kebutaan.Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
Retinopati non proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan
stadium
awal
dengan
ditandai
adanya
mikroaneurisma,
sedangkan
Nefropati diabetika
Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak,
sebagai penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik
pada DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul
besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat
nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif.
Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24
jam), terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada
nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.
Neuropati
28
Stroke
Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada
gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri
dada paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah,
bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi
dan akan mereda seetlah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang
paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat
dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala MI dapat tidak
timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.
29
2004-2005)
Stage 1
Stage 2
Stage 3
Stage 4
Stage 5
Stage 6
: Normal foot
: High Risk Foot
: Ulcerated Foot
: Infected Foot
: Necrotic Foot
: Unsalvable Foot
30
31
pengaruhnya
terhadap
peningkatan
hormon
32
insulin
dalam
merespon
anestesi. Sedangkan enfluran dan isofluran tak nyata pengaruhnya terhadap kadar
gula darah.
Pengaruh propofol pada secresi insulin tidak diketahui. Pasien-pasien
diabetik menunjukkan penurunan kemampuan untuk membersihkan lipid dari
sirkulasi. Meskipun hal W tidak relevan selama anestesia singkat jika propofol
digunakan untuk pemeliharaan atau hanya sebagai obat induksi. Keadaan ini dapat
terlihat pada pasien-pasien yang mendapat propofol untuk sedasi jangka panjang
di ICU. Obat-obat anestesi intra vena yang biasa diberikan mempunyai efek yang
tidak berarti terhadap kadar gula darah kecuali ketamin yang menunjukkan
peningkatan kadar gula akibat efek simpatomimetiknya.
Penggunaan anestesi lokal baik yang dilakukan dengan teknik epidural
atau subarakhnoid tak berefek pada metabolisme karbohidrat. Untuk prosedur
pembedahan pada pasien yang menderita insufisiensi vaskuler pada ekstremitas
bawah sebagai suatu komplikasi penderita, teknik subarakhnoid atau epidural
lebih memuaskan dan tanpa menimbulkan kcmplikasi. Epidural anestesia lebih
efektif dibandingkan dengan anestesia umum dalam mempertahankan perubahan
kadar gula, growth hormon dan kortisol yang disebabkan tindakan operasi.
2.6. TEKNIK ANESTESIA PADA PENDERITA DM
Teknik anestesia, terutama dengan penggunaan spinal, epidural, spiangnik
dan blokade regional yang lain, dapat mengatur sekresi hormon katabolik dan
sekresi insulin residual, Peningkatan sirkulasi glukosa perioperatif, konsentrasi
epinefrin dan kortisol yang dijumpai pada pasien non diabetik yang timbul akibat
stres pembedahan dengan anestesia umum dihambat oleh anestesia epidural. Infus
phentolamine perioperatif, suatu penghambat kompetitif reseptor a-adrenergik,
menurunkan respon gula darah terhadap pembedahan dengan menghilangkan
penekanan sekresi insulin secara parstal.
Tidak ada bukti bahwa anestesia regional sendiri, atau kombinasi dengan
anestesia umum memberikan banyak keuntungan pada pasien diabetes yang
33
asam basa,
cairan
pembedahan.
2. Memberikan
metabolisme
kecukupan
karbohidrat
untuk
mencegah
34
Infus kontinyu
D5W (1 ml/kg/jam)
(NPH=neutral protamine
Hagedorn)
Intraoperattf
Regular insulin
(berdasarkan sliding
scale)
Pascaoperatif
Sama dengan
intraoperatif
35
dianjurkan selama 24-48 jam pertama setelah infus glukosa dan insulin dihentikan
dan sebelum regimen insulin pasien dilanjutkan.
Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia atau hiperglikemia
pasien pasca bedah terutama bite terdapat keterlambatan bangun atau penurunan
kesadaran. Harus dipantau kadar gula darah pasca bedah. Pemeriksaan EKG
postoperatif serial dianjurkan pada pasien DM usia lanjut, penderita DM tipe I,
dan penderita dengan penyakit jantung Infark miokard postoperatif mungkin tanpa
gejala dan mempunyai mortalitas yang tinggi. Jika ada perubahan status mental,
hipotensi yang tak dapat dijelaskar., atau disrimia, maka perlu diwaspadai
kemungkinan terjadinya infark miokard.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arisma. Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC,
2008: 44-5,47
2. Soegondo, Suwondo, Soebekti. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Terpadu. FKUI press: Jakarta, 151-175
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2006 :
1852-3, 1857-59
4. American Diabetes Association. Diagnosis dan Classification of Diabetes
Mellitus. http://www.care.diabetesjournals.org. Accesed Juni 10,2012.
5. Pharmaceutica Ceutical Care staff. Pharmaceutica Ceutical Care Untuk
Diabetes Mellitus. http://www.Pdf.com .Acessed Juni 10,2012.
6. Permana H. 2011. Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta pada
Diabetes.(diakses dari : pustaka.unpad.ac.id)
36
7. http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full
8. http://www.staff.ncl.ac.uk/philip.home/who_dmc.htm