Professional Documents
Culture Documents
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama (Kepribadian Muslim Pancasila), (Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 1995), cet. III, hlm. 43
rasa aman bagi diri sendiri.2 Sehingga kesadaran beragama bagi pubertas
merupakan salah satu kebutuhannya sebagai makhluk yang dijuluki homo
religious (makhluk beragama) untuk mengabdi kepada Tuhan yang harus
dipenuhinya.
Sehubungan dengan hal tersebut, di bawah ini akan dijelaskan mengenai
ciri dan sikap kesadaran beragama yang dialami seseorang pada masa remaja
termasuk masa pubertas, yaitu:3
1. Adanya pengalaman ke-Tuhanan yang semakin bersifat individual
Salah satu ciri masa pubertas ditunjukkan dengan semakin mulai
mengenal dirinya, merekapun mengenal dirinya bukan hanya dalam
bentuk jasmaniyah saja, tapi sudah lebih meluas dalam kehidupan
psikologis rohaniyah yang berupa pribadi yang utuh, sehingga
mengakibatkan sikap yang kritis terhadap dirinya dan segala sesuatu yang
menjadi milik dirinya. Dimana segala pikiran, perasaan, keinginan dan
kebutuhan psikologis lainnya adalah milik pribadinya.
Dari penemuan diri pribadinya tersebut, masa pubertas mengalami
masa kesendirian dan terpisah dari pribadi yang lain. Inilah yang
mengakibatkan masa pubertas memerlukan bimbingan, perlindungan,
dorongan dan petunjuk yang membangkitkan kepribadiannya untuk bisa
berkembang. Dalam pencariannya, masa pubertas bisa saja menemukan
pandangan, ide dan falsafah hidup yang justru bertentangan dengan
keimanan yang telah menjadi bagian dari pribadinya, sehingga
mengakibatkan kebimbangan, kegelisahan, konflik batin dan penderitaan
bagi dirinya sendiri.
Dalam keadaan labil, tentunya masa pubertas mencari ketentraman
jiwa dan pegangan hidup yang abadi guna menepis segala kebimbangan,
kegelisahan dan konflik batin yang mereka alami. Dari penghayatan dan
sikap kritisnya yang dilakukan, akhirnya pubertas menemukan pelindung
2
Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami (Solisi Islam Atas Problemproblem Psikologi), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), cet. I, hlm. 71.
3
Abdul Aziz Ahyadi, op. cit., hlm. 44.
ajaran-ajaran agama yang disertai dengan hati nurani yang tulus. Semua
itu dilakukan untuk mencapai makna dan tujuan hidup yang sebenarnya.
Dengan demikian, kecenderungan beragama pada masa pubertas telah
dimiliki sejak mereka lahir karena ini merupakan fitrah yang dibawanya,
walaupun jiwa keagamaan pubertas penuh dengan kebimbangan, kegoncangan
dan konflik batin akibat dari pertumbuhan dan perkembangan yang
dialaminya. Sehingga dari kegoncangan jiwa tersebut, pubertas menemukan
jati dirinya melalui kesadaran beragama yang ditujukkan dengan keimanan
yang benar, penghayatan nilai-nilai agama dan pelaksanaan peribadatan
dengan tulus.
B. ANALISIS
TENTANG
FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
TENTANG
FAKTOR
PEMBAWAAN
DALAM
religius
M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT. Golden
Terayon Press, 1991), cet. II., hlm. 35.
! "# $%
7564
3# 2 ./)
01
&
' (# )
$ * ) ! + ,-
M. Thalib, Analisa Wanita dalam Bimbingan Islam, (Surabaya: Al-ikhlas, 1996), cet. I,
hlm. 198.
6
Soenarjo, dkk, Al-quran Dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm. 645.
7
Bisri Musthafa, Al-ibrizi (Ilmu Tafsir Al-quran Al-aziz), (Kudus: Penerbit Menara Kudus,
tt), Juz 11, hlm. 1391.
demikian
bahwa
pubertas
telah
membawa
fitrah
TENTANG
FAKTOR
LINGKUNGAN
DALAM
memelihara,
memberi
perlindungan,
mengawasi
dan
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), cet. III, hlm. 204.
Muhaimin, Problematika Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Kalam Mulia,
1989), hlm. 106.
9
7B 4
$ A 2 89$)
( :# $)
(;)
9/)
% /)
<= > ?
@
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka. (Q.S. At-tahrim ayat 6).10
Dari ayat
/)
<= > ?
@ berarti
89$)
( :# $)
(;)
9/)
%
agama
merupakan
dasar
bagi
pembentukan
jiwa
terhadap
pubertas,
membentuk
kepribadiannya
dan
pengetahuan-pengetahuan
ajaran
agama,
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000), cet. III, hlm. 198.
Mengerjakan puasa
Tadarus
14
Membaca Al-quran
Pengajian agama
16
D ( ./) $)
9# $)
(;)
9 ./; #
.#))
<C
7HH4
G* 2 ./)
*
1F
Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedang
kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu
membaca Al-kitab (taurat), maka tidakkah kamu berfikir. (Q.S.
Al-baqarah ayat 44).17
Apabila kamu suruh manusia berbuat kebaikan dan kamu
lupakan dirimu sendiri, padahal kamu menbaca kitab, apakah kamu
tidak pikirkan?. Teguran keras ini ditujukan kepada Bani Israel,
yaitu kepada pemuka-pemuka agama dan pendeta-pendeta mereka.
Bukan main keras larangan mereka, yaitu: ini haram, seakan-akan
merekalah yang empunya agama itu, padahala diri mereka sendiri
dilupakan. Hanya mulut mereka yang keras mempertahankan
agama untuk dipakai oleh orang lain, adapun untuk diri sendiri
tidaklah dipersoalkan; padahal dia membeca kitab, tetapi intisari
dan isi dari kitab itu serta apa maksudnya yang sejati, tidaklah
mereka mengetahuinya dan tidaklah mereka pikirkan.18
Pada dasarnya setiap orang (termasuk masa pubertas) akan
mempunyai kecenderungan untuk meniru terhadap seluruh gerak
dan perbuatan orang tua, sehingga dari kecenderungan tersebut
orang tua harus mengambilnya sebagai indikasi yang positif dalam
rangka pembentukan dan perilaku anak. Untuk mewujudkan
tercapainya kesadaran beragama bagi anak, maka orang tua harus
bisa menjadi figur yang baik atas perilakunya agar anak megikuti
dan meniru perilaku keagamaan yang ditampilkannya.
17
18
anak.
Sehingga
jiwa
keagamaan
pubertas
dapat
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), hlm. 25.
20
Jalaluddin, op. cit., hlm. 207.
mengetahui
karakteristik
siswa,
mengetahui
tingkat
disampaikan,
dan
perumpamaan
ini
sebaiknya
Dengan metode ini siswa dapat mengetahui tentang halhal yang baik dan jelek, mana perintah agama yang harus
dilakukan dan larangan agama yang harus tinggalkan, sehingga
siswa akan terdorong untuk sadar beragama dan selalu berbuat
baik.23
Dengan demikian, pembinaan agama dapat dilakukan dalam
proses menghadapi masalah melalui pendekatan agama, sehingga
ajaran agama tersebut dapat tercerminkan kepada siswa dalam
menghadapi masalah serta menjadi bagian penting dalam kehidupan
sehari-hari siswa untuk diteladaninya.
Guru hendaknya berjiwa dan berakhlak agama, sehingga siswa
terdorong untuk mencintai agama dan hidup sesuai dengan ajaran
agama. Apabila jiwa dan semangat agama tidak tercermin oleh sikap
dan tindakan guru di sekolah, maka pendidikan agama yang diberikan
guru akan sulit berkembang dalam jiwa anak dan bahkan
akan
23
kesadarannya
Muhammad As-Suderi, Bahaya Teman, (Jakarta: Gema insani Press, 1997), hlm. ii.