You are on page 1of 20

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

TUMOR MEDULA SPINALIS

Disusun Oleh :
Kelompok 6
1. Gatra
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Satria

131311123047
Kristina Blandina W.
Maria Nining Kehi
Andrian Pujo P.
Hamdan Hariawan
Ikhwan Nursani
Enggar Ratna Kusuma
Happy Restu W.
Fitriani

131311123049
131311123060
131311123061
131311123062
131311123063
131311123072
131311123080
131311123081

PROGAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TUMOR MEDULA SPINALIS


A. Pengkajian
1. Biodata
a. Umur
Tumor medula spinalis dapat terjadi pada semua kelompok usia tetapi jarang
dijumpai sebelum usia 10 tahun.
b. Jenis kelamin
Meningioma lebih sering terjadi pada wanita usia separuh baya.
c. Pekerjaan

Pekerjaan yang berhubungan langsung terhadap paparan bahan kimia yang


bersifat.
2. Keluhan utama
Nyeri hebat pada malam hari dan ketika tulang belakang digerakan serta pada saat
istirahat baring.
3. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat
tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit
neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul
4. Riwayat penyakit sekarang
Awal dirasakan nyeri hebat pada malam hari dan saat berubah posisi serta keluhankeluhan lain seperti kelemahan ekstremitas, mual muntah, kesulitan bernapas serta
cara penanganannya.
5. Riwayat penyakit dahulu
6. Adanya riwayat dengan tumor ganas maupun jinak pada sistem sistem syaraf atau
pada organ lain serta adanya keluhan yang pernah dirasakan seperti pusing, nyeri,
gangguan dalam berbicara, kesulitan dalam menelan serta kelemahan ekstremitas.
Sedangkan menurut (Muttaqin, 2009), berupa Adanya riwayat penyakit kanker. Pada
tumor pada kolumna vertebralis umumnya adalah karsinoma metastasis. Adanya
kanker payudara, paru, prostat, dan ginjal yang metastasis. Riwayat pengobatan
dengan menanyakan adanya potensial dari efek samping.
7. Riwayat keluarga
Adanya keluarga dengan riwayat tumor atau kanker.
8. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan untuk menilai respon emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
9. Pemenuhan kebutuhan
a. Nutrisi
Gejala : Terjadi ketidakmampuan untuk menelan, mual muntah proyektil dan
mengalami perubahan sklera, serta kesulitan bernapas dapat menyebabkan intake
makanan yang tidak adekuat sehingga dapat terjadi penurunan berat badan.
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
disfagia)
b. Aktivitas/ istirahat tidur
Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan, nyeri pada punggung
dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah


dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang
mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
c. Sirkulasi
Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada
tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
d. Pernapasan
Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi.
e. Personal hygiene
Terjadi peningkatan kebutuhan akan bantuan orang lain dalam pemenuhan
hygiene personal akibat adanya kelemahan ekstremitas, penurunan tingkat
kesadaran serta nyeri.
f. Eliminasi
Terjadi gangguan BAB dan BAK. Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami
gangguan fungsi.
g. Integritas ego
Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
h. Neurosensory
Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan
baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu.
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan
pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan,
wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam
lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
i. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Nyeri
punggung (Bedakan dari nyeri yang lain serta kaji adanya nyeri karena metastasis
pada tulang meliputi lokasi, intensitas, serta karakteristik nyeri).
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
j. Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari
berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
k. Seksualitas
Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat
kepuasan.
l. Interaksi sosial

Ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah


tangga, dukungan), fungsi peran.
m. Hormonal
Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
n. System motoric
scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
10. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
Irama
pernapasan
tidak
teratur,
Takipnea,

Dispnea, Kesulitan

bernapas, Pergerakan dada asimetris, dan dapat terjadi distress pernafasan.


b. B2 (Blood)
Bradikardi, Hipotensi, Sianosis
c. B3 (Brain)
Penurunan kesadaran, Nyeri pada vertebra thorakalis, vertebra servikal, vertebra
lumbalis, Defisit sensorik.
Gangguan saraf kranial. Pada sensori apakah ada parastesia serta lokasi dimana,
apakah ada perubahan sensasi sentuhan, temperatur, hilangnya rasa raba serta
dimana lokasinya, yang biasanya terjadi pada ekstremitas . Orientasi terhadap
orang, waktu dan tempat.
Permasalahan pada motorik yang disebaban oleh lesi pada upper dan lower motor
neuron dan dari kompresi saraf spinalis. Kerusakan motorik mliputi kelemahan,
atropi otot, paralisis di bawah garis kerusakan, spastik. Dapat terjadi kaku kuduk.
Tumor bagian thorak dapat terjadi tanda babinski positif. Tumor pada lumbosakral
dapat terjadi menurunnya reflek.
Perkusi vertebrae sepanjang spinal cord, apakah ada nyeri (nyeri merupakan
akibat dari adanya kompresi pada vetebrae atau daerah spinal). Lokasi nyeri
tergantung pada daerah yang terkompresi serta tingkat kompresi.
Selain dilakukan pemeriksaan GCS serta pemeriksaan motorik dan sensorik juga
dapat dilakukan dengan skala kerusakan oleh ASIA ( America Spinal Injury
Association).
A : Complete (tidak ada fungsi motorik atau sensorik yang ditunjukkan pada
segmen sakrum S4-5.
B: Incomplete (ada fungsi sensori tetapi tidak ada fungsi motorik yang
ditunjukkan pada segmen sakrum S4-5).
C: Incomplete (fungsi motorik ditunjukkan pada neurologic level, dan lebih
dari setengah kekuatan otot kurang dari 3.
D: Incomplete (ada fungsi motorik dan kekuatan otot 3 atau lebih).
E: Normal (fungsi sensori dan motorik normal)
Selain itu, karena system saraf sangat luas, maka pengkajian neurologis yang
lengkap sangat rumit dan menghabiskan waktu. Pengkajian ini dapat memakan

waktu beberapa jam sampai selesai. Pengkajian neurologis yang lengkap


memberikan informasi tentang lima kategori besar fungsi neurologis:
Fungsi serebral (termasuk tingkat kesadaran, statusmental, dan bahasa)
Saraf cranial
Fungsi system motorik dan serebelar
System sensoris
Reflex
Kecuali ketika sedang bekerja sebagai seorang perawat praktisi, perawat tersebut
mungkin tidak akan melakukan pengkajian neurologis yang lengkap. Melainkan
hanya melakukan pengkajian penapisan neurologis. Jenis pengkajian ini
mengevaluasi beberapa indikator kunci dari fungsi neurologis dan membantu
mengidentifikasi area-area disfungsi. Pengkajian penapisan neurologis biasanya
meliputi:
Evaluasi tingkat kesadaran (termasuk pemeriksaan singkat status mental dan
evaluasi responsivitas verbal)
Pengkajian saraf kranial terpilih
Penapisan motoris (kekuatan, gerakan dan gaya berjalan)
Penapisan sensoris (taktil dan sensari nyeri di ekstremitas)
d. B4 (Bladder)
Distensi kandung kemih, Nyeri tekan pada kandung kemih, Fungsi autonomik
meliputi pola eliminasi yaitu apakah ada kesulitan seperti retensi, overflow
inkontinensia
e. B5 (Bowel)
Berat badan menurun, Nyeri abdomen, apakah ada kesulitan BAB seperti
konstipasi, kehilangan sensasi pada rektum, inkontinensia fekal.
f. B6 (Bone)
Penurunan skala otot, Kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah,
Kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki, Atrofi otot betis dan kaki
Dilakukan pemeriksaan kekuatan otot:
0 : tidak ada kontraksi otot
1: kontraksi sedikit
2: pindah aktif dengan gravitasi
3: pergerakan aktif melawan gravitasi
4: perpindahan aktif melawan gravitasi dan tahanan dari pemeriksaan.
5: kekuatan normal
terjadi kelemahan atau paralisis lebih dari 48 jam, kesultan berjalan, kesulitan
koordinasi, paralisis. Kekuatan otot, reflek (adakah hiperaktif tendon atau tidak
adanya reflek superficial)
11. Pemeriksaan penunjang
a. Radiogram tulang belakang
b. Mielogram

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

CT-Scan Resolusi Tinggi


Pemeriksaan CSF
MRI
Analisa Gas Darah
Pemeriksaan sinar X
Elektrolit
Tumor Ekstradural
Radiogram tulang belakang : Akan memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan
nyata pada korpus vertebra dan pedikel
Myelogram : Memastikan lokalisasi tumor
Pemeriksaan LCS : Akan memperlihatkan peningkatan kadar protein dan kadar

glukosa yang normal


j. Tumor Intradural
Radiogram tulang punggung : memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan
pedikel yang berdekatan
Myelogram : Menentukan lokalisasi yang cepat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre tindakan tumor medulla spinalis
a. Nyeri akut/ kronis berhubungan dengan agen pencidera fisik, kompresi saraf.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan persyarafan dari
diafragma (Lesi pada atau di atas C- 5), kehilangan fungsi otot intercostal
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat hipotensi
d. Gangguan eliminasi urine (inkotenensia urine) berhubungan dengan gangguan
pada saraf
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan saraf motorik,
immobilisasi : paralisis
f. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi sensori
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan /hopitalisasi
2. Post tindakan tumor medulla spinalis
a. Nyeri berhubungan dengan injury fisik (trauma post op pembedahan)
b. Defisit neurologis berhubungan dengan kompresi pada spinal cord
c. Resiko Infeksi berhubungan dengan Insisi Luka Post Op
d. Resiko tinggi terhadap komplikasi osteoporosis disuse, kekauan sendi dan
kontraktur berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik sekunder terhadap postop pembedahan tumor medula spinalis
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan,
spasme otot, kerusakan neuromuskuler
f. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder
terhadap edema operasi.

g. Gangguan pola eliminasi bowel berhubugan dengan efek imobilisasi dan disfungsi
saraf yang mensarafi bowel
h. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan gangguan fungsi spinkter
i. Risiko ketidaefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan paralisis
neuromuskular, kelemahan ekspansi dada
j. Risiko ketidakefektifan pola jalan nafas berhubugan dengan lokasi tumor,
pengaruh general anastesi
k. Kurang pengetahuan pasien dan keluarga tentag perawatan post operasi
berhubungan dengan kurangnya informasi
l. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, gangguan nyeri terus menerus.
C. Renacana Keperawatan
Pre tindakan tumor medulla spinalis
1. Diagnose keperawatan : Nyeri akut/ kronis berhubungan dengan agen pencidera fisik,
kompresi saraf.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku untuk
mengurangi kekambuhan atau nyeri
Intervensi :
a. Kaji Keluhan nyeri
(Untuk mengetahui skala nyeri yang dialami psaien dan melihat perkembangan
nya secara subjektif)
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal (misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis,
menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan
darah.
(Menetukan skala nyeri yang dialami pasien untuk menentukan intervensi yang
harus dilakukan pada pasien untuk mengatasi nyeri nya secara tepat)
c. Anjurkan untuk istirahat denn tenang
(Suasana dan kondisi lingkungan yang tenang membuat pasien merasa nyaman
dan mengurangi nyerinya)
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
(Kompres hangat akan membuat pembuluh darah berdilatasi sehingga aliran darah
semakin lancer dan kebutuhan oksigen tercukupi sehingga nyeri berkurang).
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi
terhadap sentuhan
(Melancarkan peredaran darah dan penyebaran oksigen ke jaringan sehingga
metabolisme anaerob tidak terjadi yang dpt menyebabkan nyeri)
f. Sarankan pasien untuk menggunakan persyaratan positif saya sembuh atau
saya suka hidup ini
(Meningkatkan psikologis pasien sehingga terhindar dari stress dan mempercepat
penyembuhan)
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
(Sebagai pengurang nyeri)

h. Berikan antiemetic sesuai indikasi


(Sebagai pengurang/pereda nyeri)
i. Jelaskan kepada pasien tentang penyebab nyeri
(Meningkatkan kan sikap kooperatif dari pasien)
j. Berikan tindakan kenyamanan seperti perubahan posisi,masase, kompres hangat/
dingin sesuai indiakasi
(Tindakan alternatif mengontrol nyeri)
k. Dorong penggunaan teknik relaksasi seperti naps dalam dan berikan aktivitas
hiburan seperti televisi/radio
(Memfokuskan kembali perhatian.meningkatkan

rasa kontrol

dan

dapat

meningkatkan kemampuan koping)


l. Observasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot, gelisah dan perubahan TTV
yang tak dapat dijelaskan
(Petunjuk nonverbal dari nyeri yang memerlukan intervensi medis dengan segera).
m. Kolabkolaborasi dengan dokter dalm pemberian analgesic
(Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme atau nyeri otot)
2. Diagnose keperawatan : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan
persyarafan dari diafragma (Lesi pada atau di atas C- 5), kehilangan fungsi otot
intercostal
Kriteria hasil: pasien dapat dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan
GDA dan tanda-tanda vital dalam batas normal, bunyi nafas jelas saat dilakukan
auskultasi, tidak terdapat tanda distress pernafasan
Intervensi :
a. Pertahankan jalan napas: posisi kepala dalam posisi netral, sedikit kepala tempat
tidur jika dapat ditoleransi klien, gunakan tambahan/ beri jalan napas buatan jika
ada indikasi
(Klien dengan lesi servikal bagian atas dan gangguan muntah/ batuk akan
membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan napas).
b. Lakukan penghisapan bila perlu. Catat jumlah, jenis, dan karakteristik sekresi
(jika batuk tidak efektif, penghisapan diperlukan untuk mengeluarkan sekret
meningkatkan distribusi udara dan mengurangi risiko infeksi pernapasan).
c. Kaji fungsi pernapasan dengan meminta klien untuk menarik napas dalam.
(Lesi pada C1 dan C2 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan. C 4-5
mengakibatkan hilangnya fungsi pernapasan yang bervariasi yang bergantung
pada terkenanya pada saraf frenikus dan fungsi diafragma tetapi biasanya
menurunkan kapasitas vital dan selalu melakukan upaya ekstra untuk bernapas)
d. Auskultasi bunyi pernafasan. Catat bagian bagian paru yang suaranya menurun
atau tidak ada atau adanya suara napas adventisius (ronkhi, mengi, krekels)

(Hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi/ atelektasis atau


pneumonia)
e. Kaji kemampuan dan kualitas batuk
(Letak lesi menentukan fungsi fungsi interkostal atau kemampuan untuk batuk
spontan/ mengeluarkan secret)
f. Kolaborasi pengukuran terhadap:
Kapasitas vital, kekuatan pernapasan
(Menentukan fungsi otot otot pernapasan dan mengetahui keadaan fungsi
tubuh)
AGD (Analisa Gas Darah Arteri) dan/atau nadi oksimetri
(Menyatakan keadaan ventilasi atau oksigenasi).
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan cara yang tepat seperti dengan kanul
oksigen, masker, intubasi dan sebagainya.
(Metode yang dipilih tergantung pada lokasi lesi keadaan insufisiensi pernapasan
dan benyaknya fungsi otot otot pernapasan yang sembuh setelah fase syok
spinal).
h. Kolaborasi melakukan fisioterapi dada jika ada indikasi
(Mencegah sekret tertahan dan perlu untuk memaksimalkan difusi udara dan
mengurangi risiko terjadinya pneumonia).
3. Diagnose keperawatan : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan gangguan aliran darah sekunder akibat hipotensi
Tujuan : Pasien menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer teratasi dengan
kriteria hasil : Akral hangat; Perfusi baik; CRT < 2 detik; Tidak cyanosis; Nadi teratur;
Nadi :60- 100x/mnt
Intervensi :
a. Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
(Meningkatkan sikap kooperatif dari pasien)
b. Pertahankan ekstermitas dalam posisi tergantung
(Menurunkan statis vena di kaki dan pengumpulan darah pada vena pelvis untuk
menurunkan resiko pembentukkan trombus)
c. Ukur haluaran urine dan catat berat jenisnya
(Syok lanjut atau penurunan curah jantung menimbulkan penurunan perfusi
ginjal)
d. Observasi warna dan membran mukosa kulit
(Kulit pucat atau sianosis, kuku, membran bibir/lidah yang menunjukkan
vasokontriksi perifer atau gangguan aliran darah sistemik)
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan (IV/per oral)
(Peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan hiperviskositas darah atau
mendukung volume sirkulasi/perfusi jaringan)
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen sesuai indikasi
(Meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh)

4. Diagnose keperawatan : Gangguan eliminasi urine (inkotenensia urine) berhubungan


dengan gangguan pada saraf
Tujuan : Pasien mampu mengontrol pengeluaran urine dengan kriteria hasil : Klien
akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia; Tidak ada distensi kandung
kemih.
Intervensi :
a. Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan
penepukan suprapubik).
(Melatih dan membantu pengosongan kandung kemih)
b. Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per
hari bila tidak ada kontraindikasi)
(Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal)
c. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang
telah direncanakan
(Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine
sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih)
d. Observasi pola berkemih pasien
(Indikasi perkembangan pasien).
5. Diagnose keperawatan : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
saraf motorik, immobilisasi : paralisis
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya
kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit / kompensasi,
mendemonstrasikan tehnik / perilaku yang memungkinkan melakuakn kembali
aktivitas
Intervensi :
a. Ukur/pantau tekanan darah sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
(Hipotensi ortostatik dapat terjadi sebagai akibat dari bendungan vena (sekunder
akibat dari hilangnya tonus otot vaskuler).
b. Observasi rasa nyeri, kemerahan, bengkak,

ketegangan

otot

jari.

(Banyak sekali pasien dengan trauma saraf servikal mengalami pembentukan


trombus karena gangguan sirkulasi perifer, immobilisasi dan kelumpuhan flaksid)
c. Kaji secara teratur fungsi motorik (jika timbul suatu keadaan syok spinal/ edema
yang berubah) dengan mengintruksikan klien untuk melakukan gerakan seperti
mengangkat bahu, meregangkan jari jari, menggenggam tangan pemeriksa dan
melepaskan genggaman tangan pemeriksa.

(mengevaluasi keadaan secara khusus (gangguan sensori motorik dapat bermacam


macam dan atau tak jelas. Pada beberapa lokasi trauma mempengaruhi tipe dan
pemilihan intervensi)
d. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan , seperti : bel
atau lampu pemanggil
(memberikan rasa aman kepada klien dengan dapat mengatur diridan mengurangi
ketakutan karena ditinggal sendiri)
e. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan
perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha secara teratur (periodik)
(meningkatkan sirkulasi, mempertahankan tonus otot dan mobilisasi sendi dan
mencegah kontraktur dan atrofi sendi)
f. Letakkan tangan dalam posisi kedalam ( melipat )ke dalam menuju pusaran 90
derajat dengan teratur
(Mencegah kontraktur pada daerah bahu)
g. Tinggikan ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki. Kaji
adanya edema pada kaki/pergelangan tangan.
(hilangnya tonus pembuluh darah dan gerakan otot mengakibatkan bendungan
darah dan vena akan statis di bagian bawah abdomen, ekstremitas bawah,
meningkatnya risiko terjadinya hipotensi dan pembentukan trombosit)
h. Buat rencana aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa
terganggu
(Mencegah kelelahan, memberikan kesempatan untuk berperan serta secara
optimal)
i. Gantilah posisi secara periodik walaupun dalam keadaan duduk.
(Mengurangi tekanan pada salah satu area dan meningkatkan sirkulasi perifer)
j. Kolaborasi untuk menempatkan klien pada tempat tidur kinetik jika diperlukan
(Imobilisasi yang efektif dari kolumna spinal dapat menstabilkan kolumna spinal
dan meningkatkan sirkulasi sistemik, yang dapat mengurangi komplikasi karena
imobilisasi)
k. Gunakan kaos kaki/ stoking antiembolitik
(Membatasi bendungan darah pada ekstremitas bawah atau abdomen, selanjutnya
meningkatkan vasomotor dan mengurangi pembentukan trombus dan emboli paru)
l. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik/ fisioterapist dari tim rehabilitasi
(Membantu dalam merencanakan dan melaksanakan latihan secara individual dan
mengidentifikasi/ mengembangkan alat alat bantu untuk mempertahankan
fungsi, mobilisasi dan kemandirian klien)
6. Diagnose keperawatan : Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi sensori

Tujuan : Pasien tidak mengalami cedera setelah dilakukan tindakan keperawatan


dengan kriteria hasil : Pasien tidak mengalami cedera; Pasien mampu menjelaskan
cara/metode mencegah terjadinya cedera.
Intervensi :
a. Jelaskan pada pasien tentang kondisinya dan tindakan yang akan dilakukan.
(Penjelasan akan meningkatkan pengetahuan pasien sehinnga pasien akan
kooperatif)
b. Beri pengaman di sekitar tempat tidur pasien
(Pengaman disekitar tempat tidur mencegah pasien jatuh)
c. Dampingi pasien (perawat berada di samping pasien)
(Perawat dapat mengantisipasi hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya cedera)
7. Diagnose keperawatan : Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status
kesehatan /hopitalisasi
Tujuan: Pasien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis setelah
dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil : Kriteria Hasil: Pasien
mendiskusikan rasa takut; Pasien mengungkapkan pengetahuan tentang situasi; Pasien
tampak rileks
Intervensi :
a. Jelaskan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya
(Meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karen ketidaktahuan dan dapat
membantu menurunkan ansietas)
b. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
(Dapat meringankan ansietas)
c. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan
takutnya
(Mengungkap rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan)
d. Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang
prognosa penyakit
(Penting untuk menciptakan kepercayaan, informasi yang akurat dapat
memberikan keyakinan pada pasien dan juga keluarga)
e. Berikan dukungan terhadap perencanaan gaya hidup yang nyata setelah saikt dalm
keterbatasannya tetapi sepenuhnya menggunakan kemampuan pasien
(Meningkatkan perasaan akan keberhasilan dalam penyembuhan)
f. Libatkan pasien / keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari
(Meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian)
g. Berikan petunjuk mengenai sumber-sumber penyokong yang ada seperti keluarga,
konselor profesional
(Memberikan jaminan bahwa yang diperlukan adalah penting untuk meningkatkan
mekanisme kooping pasien)
h. Observasi status mental dan tingkat ansietas dari pasien
(Gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut)

Post tindakan tumor medulla spinalis


1. Diagnose keperawatan : Nyeri berhubungan dengan injury fisik (trauma post op
pembedahan)
Tuuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang ke skala
sedang dengan kriteria hasil : Klien melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak
nyaman; Klien dapat mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri; Klien
dapat mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan
sesuai kebutuhan individu.
Intervensi :
a. Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri,
misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 10.
(Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera misalnya dada /
punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer)
b. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase, kompres
hangat / dingin sesuai indikasi.
(Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan emosionlan,
selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan pada fungsi
pernafasan).
c. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi visualisasi,
latihan nafas dalam.
(Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping)
d. mobilisasi pasien dengan posisi lurus sesuai dengan anatomi tubuh
(nyeri dapat terjadi akibat regangan dan posisi yag tidak tepat)
e. Hindari penekanan pada luka operasi
(penekanan dapat menimbulkan nyeri)
f. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya dontren
(dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)
(Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk menghilangkanansietas dan meningkatkan istrirahat)
2. Diagnose keperawatan : Defisit neurologis berhubungan dengan kompresi pada spinal
cord
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien
menunjukkan fungsi neurologis yang normal, dengan kriteria hasil : Tidak ada tada
dan gejala dari adanya tekanan injuri; Tidak ada nyeri kepala hebat; Fungsi sensori
dan motorik normal (Skala ASIA D; Tidak ada kelemahan; Sensasi dalam batas
normal; Reflek normal; Temperatur klien dalam batas normal; GCS 456; Kekuatan
otot); Fungsi bowel dan bladder normal : pola eliminasi pasien normal.
Intervensi :

a. Kaji fungsi sensoris dan motorik pasie, meliputi:kaji adanya paralisis, dan
kehilangan fungsi bowel dan bladder.
(Untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya edema ynag berkembang selama
postoperasi).
b. Amati adanya gangguan neurologis; meliputi kaji reflek, GCS, temperatur,
kekuatan otot, adanya paralisis
(Untuk memnitor kondisi pasien secara berkelanjutan)
c. Kaji adanya nyeri kepala hebat
(Untuk mengidentifikasi adanya intracranial subdural hematoma. Tekanan dari
dura terjadi dengan pembedahan spinal yang menyebabkan otak bergeser
kebawah, menyebabkan traksi, laserasi jaringan, dan terkumpulkan darah pada
daerah rongga subdural).
3. Diagnose keperawatan : Resiko Infeksi berhubungan dengan Insisi Luka Post Op
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada
luka pembedahan (post-op) yang ditandai dengan : tidak ada tanda infeksi primer,
rubor kolor,dolor; leukosit dalam batas normal; pasien tidak demam.
Intervensi :
a. Observasi luka jahitan post-op, kaji dan catat jika ada tada tanda infeksi primer
(rubor,kolor, dolor)
(Infeksi bisa diketahui secara dini dengan observasi luka post-op)
b. Lakukan perawatan Luka dengan teknik steril/aseptic
(teknik aseptik ini sangat membantu dalam pencegahan infeksi)
c. Anjurkan Klien untuk selalu mencuci tangan dan melakukan hygine dengan benar,
serta berikan edukasi tentang menjaga keberihan diri dan pentingnya mencuci
tangan.
(kebersihan hygine pasien berpengaruh terhadap angka kejadian infeksi)
d. Catat tanda tanda vital, lakukan cek leukosit jika memang ada tanda tanda infeksi
(tanda infeksi sekunder bisa diketahui dengan pemeriksaan leukosit, dan
peningkatan suhu)
e. Kolaborasi dengan dokter tentang obat obatan, seperti penggunaan antibiotik.
(antibiotik juga dapat sebagai terapi pertama dalam pencegahan infeksi)
f. Kolaborasikan dengan ahli gizi mengenai diit TKTP
(Diit TKTP dapat membantu mempercepat proses granulasi dan maturasi luka)
4. Diagnose keperawatan : Resiko tinggi terhadap komplikasi osteoporosis disuse,
kekauan sendi dan kontraktur berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik sekunder
terhadap post-op pembedahan tumor medula spinalis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah komplikasi terhadap osteoporosis disuse, kekauan sendi dan kontraktur tidak
terjadi dengan kriteria hasil : sendi dapat bergerak bebas; mampu bergerak sesaui
kemampuan ROM; Tidak jatuh ketika berjalan.

Intervensi :
a. Berikan latihan rentang gerak pasif setiap 2 jam, jika pasien tidak mampu maka
lakukan latihan rentang gerak aktif. anjurkan pasien untuk melatih ekstermitas
yang tidak dipakai untuk dapat digunakan secara optimal.
(Rentang gerak pasif memelihara fleksibilatas sendi, rentang gerak aktif
memelihara fleksibilatas sendi dan kesehatan otot).
b. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan sebanyak mungkin untuk dirinya.
(melakukan perawatan sendiri dapat melatih otot, sendi dan perasaaan tidak
bergantung pada orang lain).
c. Rujik pasien ke terapi fisik untuk latihan berjalan atau latihan sesuai pesanan.
(ahli terapi fisik adalah ahli muskuloskeletal dan dapat merencanakan program
latihan sesuai dengan potensi pasien sesaui kesembuhan)
d. Bila pasien dianjurkan untuk berjalan, berikan bantuan yang dibutuhkan. biila
pasien diperintahkan turun dari tempat tidur, yakin bahwa pasien dapat turun dari
tempat tidur.
(tulang membutuhkan tekanan dan tegangan untuk pembentukan kalsium.
demineralisasi tulang karena tulang tidak pernah digunakan, yang merupakan
predisposisi untuk fraktur. penambahan kalsium dalam diit atau suplemen kalsium
tidak dapat mengembalikan demineralisasi karena imobilitas).
5. Diagnose keperawatan : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan
ketidaknyamanan, spasme otot, kerusakan neuromuskuler
Tujuan : menunjukkan tingkat aktivitas sesuai toleransi tubuh yang optimal dengan
kriteria hasil : Klien dapat beraktivitas sesuai kemampuan; Klien dapat
mempertahankan

kekuatan

dan

fungsi

bagian

tubuh

yang

sakit.

intervensi
a. Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik.
b. Berikan aktifitas yang disesuaikan dengan kemampuan klien.
c. Anjurkan klin untuk melatih kaki bagian bawah / lutut, nilai adanya edema,
eritema pada ekstremitas bawah.
d. Bantu klien dalam melakukan aktivitas ambulasi. 5. Berikan perawatan kulit
dengan baik, masase titik yang tertekan setelah perubahan posisi.
e. Berikan analgetik kira-kira 30 menit sebelum memindahkan atau melakukan
ambulasi klien selama periode akut.
6. Diagnose keperawatan : Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
aliran darah sekunder terhadap edema operasi.
Tujuan : menunjukkan sirkulasi yang adekuat pada seluruh tubuh dengan Kriteria
hasil : TTV klien terutama Nadi dan tekanan darah normal; Capilarry refill; tidak ada
tanda-tanda sianosis.

Intervensi
a. Kaji pergerakan atau sensasi dari ektremitas bawah/kaki (lumbal), dan
b.
c.
d.
e.
f.
g.

tangan/lengan (servik).
Pertahankan klien dalam posisi terlentang selama beberapa jam.
Pantau TTV, catat kehangatan dan pengisian kapiler.
Lakukan palpasi pada daerah operasi untuk mengetahui adanya edema.
Lakukan pengukuran terhadap drainase (jika menggunakannya).
kolaborasi pemberian terapi cairan atau darah sesuai indikasi.
kolaborasi pemeriksaan darah lengakp (seperti Hb, Ht, dan eritrosit).

7. Diagnose keperawatan : Gangguan pola eliminasi bowel berhubugan dengan efek


imobilisasi dan disfungsi saraf yang mensarafi bowel
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola eliminasi bowel klien noral
dengan kriteria hasil : Bising usus normal (6-12 kali/menit); Tidak ada distensi
abdomen; Pola eliminasi defekasi normal
Intervensi :
a. Kaji bising usus dan distensi abdomen
(Menentukkan adekuatnya peristaltik dan adanya feses yang keras)
b. Monitor pola eliminasi bowel, catat frekuensi, konsistensi feses
(Membantu mengatasi masalah eliminasi bowel)
c. Berikan intake cairan 2500 cc/hari
(Membantu melunakkan feses)
d. Berikan diet tinggi serat
(Membantu pergerakkan feses)
e. Latih pergerakkan ROM pasien
(Meningkatkan peristaltik usus pasien)
f. Berikan obat pelunak feses
(Melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan)
g. Lakukan rektal tuse
(Merangsang spinkter ani dan peristaltik usus)
h. Berikan suppositoria
(Merangsang peristaltik usus)
8. Diagnose keperawatan : Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan
gangguan fungsi spinkter
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pola eliminasi
urine pasien normal, dengan kriteria hasil : Tidak terdapat distensi bladder; Intake dan
output urine seimbang; Warna urine normal.
Intervensi :
a. Kaji pola eliminasi urine pasien, lakukan pemeriksaan bladder dan monitor intake
dan output cairan
(Menentukkan adanya gangguan eliminasi dan menentukkan tindakan lebih lanjut)
b. Lakuka kateterisasi dan perawatan kateter
(Mengontrol pengeluaran urine dan mencegah infeksi)
c. Lakukan bladder training
(Melatih kemampuan spinkter traktus urinarius)

d. Ukur intake dan output cairan


(Menentukkan kebutuhan dan keseimbangan cairan)
9. Diagnose keperawatan : Risiko ketidaefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan paralisis neuromuskular, kelemahan ekspansi dada
Tujuan : Menentukkan adanya gangguan eliminasi dan menentukkan tindakan lebih
lanjut; Mengontrol pengeluaran urine dan mencegah infeksi; Melatih kemampuan
spinkter traktus urinarius; Menentukkan kebutuhan dan keseimbangan cairan.
Intervensi :
a. monitor kemampuan ventilasi dengan melakukan pengecekkan kapasitas vital,
tidal volume, dan tes fungsi pru. Monitor ABG seri. Kaji adanya tanda hipoksia
(PaO2 kurang dari 80 mmHg, saturasi oksigen 92% atau kurang, takikardia,
peningkatan kelemahan, status mental menurun, sianosis)
(dapat mengindikasikan adanya gangguan jalan nafas atau distres pernafasan)
b. Monitor untuk adanya edema spinal cord ynag dapat menyulitkan batuk, resprasi,
bradikardia, peningkatan kehilangan fungsi sensori dan motori
(mengantisipasi kerusakan saraf lebih lanjut)
c. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan posisi kepala netral dan suction
(suction dapat menyebabkan adanya bradikardia)
d. Ajarkan batuk efektif
(untuk membantu mengeluarkan secret)
10. Diagnose keperawatan : Risiko ketidakefektifan pola jalan nafas berhubugan dengan
lokasi tumor, pengaruh general anastesi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola
nafas yang efektif, dengan kriteria hasil: Ventilasi dapat diperahankan; ABG dalam
rentang batas normal; Suara nafas normal terdengar pada kedua lapang paru.
Intervensi :
a. Sediakan posisi yang sesuai
(Agar oksigenasi yang masuk napat adekuat)
b. Kolaborasi dengan dokter spesial anastesi dan dokter bedah untuk memposisikan
pasie yang sesuai dengan rspirasi yang efektif
(Menentukan posisi yang sesuai)
11. Diagnose keperawatan : Kurang pengetahuan pasien dan keluarga tentag perawatan
post operasi berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : Seakan telah dilakukan tindakan keperawatan pasien dan keluarga
mengetahui perawatan pasien setelah post operasi, dengan kriteria hasil : pasien
mengetahui kondisi penyakitnya dan perawatannya; pasien kooperatif dalam
perawatan; Pasien dan keluarga tidak cemas; Keluarga dan pasien mengataka serta
mengerti rencana tindakan yang akan dilakukan.
Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya


(Menentukkan informasi yang akan diberikan)
b. Jelaskan tentang rencana perawatan
(Pasien dan keluarga mengetahui tindakan yang akan diberikan)
c. Berikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan perawatan
(Mengurangi kecemasan)
d. Berikan kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanakan hal-hal yang
tidak dimengerti
(Menghargai pasien)
e. Berikan respon positif terhadap apa yang disampaikan pasien
(Pasien merasa dihargai)
f. Jelaskan tindakan yang dapat dilakukan untuk merawat pasien saat di rumah
meliputi tentang:
Perawatan luka
Jelaskan bahwa luka operasi harus dalam keadaan bersih, serta penutup luka
harus dirawat, hindari menggosok luka, hentikan pemberian minyak pada
daerah dekat uka, berikan penjelasan tentang faktor risiko yang menghambat
penyembuhan luka seperti merokok, obesitas, usia lanjut, diabetes, malnutrisi
serta penggunaan sterois dalam jangka waktu lama.
Berikan penjelasan untuk perawatan di rumah; apabila ada kondisi sakit kepala
yang hebat, kelemahan pada ekstremitas serta perubahan atau kelainan pada
fungsi bowel dan baldder segera lapor ke dokter.
(Pasien dapat mengetahui kondisi abnrmal yang dialami pasin saat di rumah)
12. Diagnose keperawatan : Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, gangguan nyeri
terus menerus.
Tujuan : klien menunjukkan ekspresi rileks dengan kriteria hasil : Klien tampak rileks
dan

mengatakan

ansitas

berkurang

pada

tingkat

yang

dapat

diatasi;

Mendemontrasikan keterampilan pemecahan masalah.


Intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas klien.
b. Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.
c. Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi.
d. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh
dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.

DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk Brunner dan
Suddart alih bahasa oleh Yasmin Asih. EGC : Jakarta
Daniels, Rick et al. 2007. Contemporary medical surgical nursing. USA.
Doenges E. Marilynn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Ersi. 2011. Tumor medulla spinalis. http://ersi-blog.blogspot.com/2011/12/tumor-medulaspinalis.html. Diakses tanggal 25 Maret 2014 jam 10.00 wib
Lewis, Sharon. 2009. Medical surgical nursing: asessment and management of cinical
problem. USA: Elsevier Mosby.
Linda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih. 1997. Diagnosa Keperawatan , ed 6, EGC :
Jakarta
M.Tucker. 1998. Standart Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi,
Edisi 5, Volume 3. Jakarta : EGC.
Manjoer, Arif M, dkk. 2000. Kapita selekta Kedokteran Edisi III. Jakarta : FKUI.
Monahan, et al. 2007. Manual medical surgical nursing a care planning resource. USA:
Elsevier Mosby.
Morton, PG. 1997. Panduan Pemeriksaan Kesehatan Dengan Dokumentasi SOAPIE, E/2.
EGC. Jakarta
Muttaqin, Aif. 2009. Pengantar asuhan keprawatan dengan ganguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Otto, S. 2005. Buku Saku Keperawatan Onkologi. EGC : Jakarta
Padmosantjojo, R.M. 2000. Keperawatan bedah saraf. FKUI : Bagian bedah saraf.
Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC.
Rotro, Jane C. 2009. Care of the patient in surgery. USA: Willey Black.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). EGC : Jakarta.
Wartonah, Tarwoto. 2007. Keperawatan medikal bedah gangguan sistem persarafan. Jakarta:
Sagung Seto.

Yarbro, Connie H. et al. 2004. Cancer symptom management third edition. Jones and Batlett
USA: Publisher.

You might also like