You are on page 1of 39

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

IDENTITAS PASIEN
Nama: Tn. R
Umur: 50 tahun
Status Perkawinan: Menikah
Pekerjaan:
Alamat: Wilalung RT 08 RW 06, Demak

Jenis Kelamin: Laki-laki


Suku Bangsa: Jawa
Agama: Islam
Pendidikan: SMP
Nomor RM: 401457

I. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis dan alloanamnesis
Tanggal

: 20 Januari 2015

Jam

: 15.00 WIB

Keluhan Utama
Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke RS dengan keluhan nyeri perut dan perut terasa kembung sejak 1
minggu SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul, dan lama-lama menjadi konsisten. Keluhan
nyeri perut ini disertai dengan perut yang bertambah besar. Pada OS juga didapatkan keluhan
lain seperti mual dan muntah. OS mual dan muntah setiap kali makan. Muntah sebanyak 3
kali, disertai ampas makanan, tidak ada lendir maupun darah.
Belakangan ini pasien mengeluhkan nafsu makannya berkurang. OS juga mengaku
merasa berat badannya turun. Riwayat maag disangkal oleh pasien. OS mengaku nyeri perut
seperti ini baru pertama kali dikeluhkan. Sebelumnya OS hanya mengeluh perut terasa perih.
OS mengaku tidak ada demam dan tidak ada sesak. OS juga mengaku tidak ada
gangguan untuk flatus, BAB dan BAK. Namun BAK berwarna seperti warna teh.
Riwayat Penyakit Dahulu
1

Riwayat penyakit serupa, riwayat DM, hipertensi, jantung dan gagal ginjal disangkal oleh
pasien. Riwayat penyakit hati atau hepatitis B tidak diketahui oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa, riwayat DM, hipertensi dan jantung di keluarga disangkal oleh
pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum

: Tampak lemas

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 92 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Suhu

: 36,6oC

Pernapasan

: 24 kali/menit

Tinggi badan

: 170 cm

Berat badan

: 50 kg

IMT

: 17,3

Pemeriksaan Fisik
Rambut
Kulit
Kepala
Mata
Hidung
Mulut

: hitam, merata, tak tampak alopesia, tidak mudah rontok.


: sawo matang, ikterik (-), pucat (-), lesi (-), pigmentasi wajah (-)
: normocephali, turgor dahi baik.
: edem palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-),
sklera ikterik (+/+), pupil isokor diameter 3 mm,
refleks cahaya langsung dan tak langsung (+/+).
: pernafasan cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-),
septum deviasi(-)
: bibir sianosis (-), pursed lips breathing (-), ulkus (-), T1-T1 tenang,
faring hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), perdarahan gusi (-),
hipertrofi ginggiva (-).

Leher

: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar tiroid dan


kelenjar parotis, tidak ada benjolan, deviasi trakea (-), JVP 5-2cm H 20,
bruit (-).

Thoraks
2

Bentuk toraks normal, pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis.
Tipe pernapasan abdominotorakal, retraksi sela iga (-), spider naevi (-), benjolan (-),
ginekomasti (-).
Paru
Pemeriksaan Paru
Depan
Palpasi
Kanan Tidak ada benjolan
Fremitus taktil normal
Nyeri tekan (-)

Kiri
Perkusi

Kanan

Belakang
Tidak ada benjolan
Fremitus taktil normal
Nyeri tekan (-)

Tidak ada benjolan


Tidak ada benjolan
Fremitus taktil normal
Fremitus taktil normal
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Sonor
Sonor
Batas paru hati: ICS V
linea midclavicula dextra,
dengan peranjakan hati 2
cm ke arah distal

Auskultasi

Sonor
Kiri
Kanan Suara dasar vesikuler
Wheezing (-)
Ronkhi (-)

Sonor
Suara dasar vesikuler
Wheezing (-)
Ronkhi (-)

Suara dasar vesikuler


Wheezing (-)
Ronkhi (-)

Suara dasar vesikuler


Wheezing (-)
Ronkhi (-)

Kiri

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada 1cm lateral ICS IV linea midclavicula sinistra

Perkusi

: Batas kanan : Linea sternal dextra ICS V

Auskultasi

Batas atas

: Linea sternal sinistra ICS III

Batas kiri

: 2 cm lateral dari linea midclavicula sinistra ICS V

: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Membuncit, caput medusa (-), spider naevi (-), tidak terdapat luka
operasi, striae (-), massa (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani pada epigastrium, hipokondrium dextra dan sinistra, redup


pada lumbal dextra sinistra, umbilikal, inguinal dextra sinistra, dan
suprapubik. Shifting dullness (+), Area traube timpani, Nyeri ketok
CVA (-)

Palpasi

: Teraba kencang, defans muskular (+), nyeri tekan (+) epigastrium,


undulasi (+)
Hati

: Tidak teraba

Lien

: Tidak teraba

Ginjal : Tidak teraba


Genitalia

: Tidak terdapat kelainan pada penis

Ekstremitas
Sianosis
Edema
Akral hangat
Clubbing finger
Palmar eritem

Ekstremitas
Superior
Otot: Tonus
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Edema

Inferior
Otot: Tonus
Sendi
Gerakan

Superior
-/-/+/+
-/-/-

Inferior
-/-/+/+
-/-/-

Dextra

Sinistra

Normotonus
Normal
Tidak terbatas
+5
-

Normotonus
Normal
Tidak terbatas
+5
-

Normotonus
Normal
Tidak terbatas

Normotonus
Normal
Tidak terbatas
4

Kekuatan
Edema

+5
-

+5
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi (20 Januari 2015)
HEMATOLOGI (Darah Lengkap)
Hemoglobin
Leukosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Luc
MCV
MCH
MCHC
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
RDW
PDW
MPV
LED 1 Jam
LED 2 Jam

HASIL
11.20 g/dl
16.21 ribu/ul
3.1 %
0.3 %
70 %
14.10 %
9.60 %
1%
82 fL
29 pg
35 %
32.00 %
427 ribu/ul
3.9 juta/ul
13.0 %
9.6 fL
9.4 fl
57 mm/jam
87 mm/2jam

Pemeriksaan laboratorium (20 Januari 2015)


KIMIA
HASIL
Gula Darah Sewaktu
111 mg/dl
Ureum
40 mg/dl
Creatinin
1.31 mg/dl
Protein Total
7.4 g/dl
Albumin
4.10 g/dl
Globulin
3.30 g/dl
Natrium
127.8 mmol/L
Kalium
3.89 mmol/L
Calcium
9.1 mL/dL

NILAI NORMAL
11.7 17.3 g/dl
3.6 11 ribu/ul
13%
01%
50 70 %
25 40 %
28%
14%
80 100 fL
26 34 pg
32 36 %
41 52 %
150 400 ribu/ul
4.40 5.90 juta/ul
11.5 14.5 %
10-18 (Sysmex)
25-65 (Advia)
6.8 10
0 15 mm/jam

NILAI NORMAL
75 110 mg/dl
15 40 mg/dl
0.9 1.3 mg/dl
6.0 8.0 g/dl
3.4 4.8 g/dl
2.5 3.0 g/dl
135 147 mmol/L
3.5 5.1 mmol/L
8.8 10.3 mL/dL

Immunoserologi
HbsAg

Positif
5

Hemostatis
W.Pembekuan / CT

5.30

menit

3-6

W. Pendarahan / BT

1.00

menit

1-3

Pemeriksaan X-FOTO THORAX dan BNO 2 Posisi (21 Januari 2015)

Gambar 1. X-foto thoraks dan BNO 2 posisi


Pemeriksaan X-foto Thorax
7

Kesan:
1. Cor
: Cardiomegaly (ventrikel kiri membesar)
Elongatio aorta
2. Pulmo : Aspek Tenang
Pemeriksaan BNO 2 Posisi
Kesan :
1. Gambaran Subileus (obstruksi) Letak Tinggi
DD// Meteorismus
2. Kesuraman Intraabdomen (DD// Ascites, Peritonitis)
3. Tak Tampak Pneumoperitoneum

Pemeriksaan USG ABDOMEN (21 Januari 2015)

Gambar 2. Hasil USG abdomen


Kesan:
1. Gambaran Sirosis Hepatis dengan Hipertensi Porta
(Pelebaran V.Porta dan Ascites bermakna)
2. Sludge GB
3. Suspek Gambaran Sludge GB
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 23 Januari 2015
Lekosit

15600 /ul

SGOT

30

U/L

SGPT

15

U/L

Gamma GT

26

U/L

Alkali Phospatase

61.0

U/L

Bilirubin Direk

0.38

mg/dL (High)

Bilirubin Indirek

0.40

mg/dL

(High)

DAFTAR ABNORMALITAS
9

1. Nyeri perut selama 1 minggu


2. Perut kembung dan bertambah besar
3. Mual
4. Muntah 3x disertai ampas
5. Nafsu makan berkurang
6. Berat badan turun
7. BAK berwarna seperti teh
8. Sklera ikterik
9. Defans muskular
10. Undulasi (+) dan Shifting dulness (+)
11. Hemoglobin 11.20 g/dl (L)
12. Leukosit 16.21 ribu/ul (H)
13. Limfosit 14.10 % (H)
14. Hematokrit 32.00 % (L)
15. Trombosit 427 ribu/ul (H)
16. Eritrosit 3.9 juta/ul (L)
17. Globulin 3.30 g/dl (H)
18. Natrium 127.8 mmol/L (L)
19. LED 1 Jam 57 mm/jam
20. HbsAg stick (Positif)
21. Bilirubin direk 0.38 mg/dL (H)
22. X foto thoraks: cardiomegaly, elongatio aorta
23. USG abdomen: Sirosis hepatis dengan hipertensi porta
24. BNO 2 posisi : Gambaran Subileus (obstruksi) Letak Tinggi dan kesuraman
intraabdomen (DD acites)
PROBLEM
Berdasarkan daftar abnormalitas nomor 1,2,3,4,5,6,7,8,11,14,16,17,18,20,21,23
1. Sirosis Hepatis ec Hepatitis B
IPDx (Initial Plan Diagnosis) :
Darah lengkap
Bilirubin serum
Albumin serum
USG abdomen
Biopsi untuk histopatologi
IPTx (Initial Plan Therapy) :
10

Infus RL 20 tpm
Spironolakton oral 2 x 100 mg
Constipen syr. 3 x 30 ml
Ondansetron 8 mg 3x1
Comafusin hepar 1 x 1 fl

IPMx (Initial Plan Monitoring):

Kesadaran dan TTV


Keluhan pasien

IPEx (Initial Plan Education):

Konsultasi penyakit pasien kepada pasien dan keluarganya

Berdasarkan daftar abnormalitas nomor 1,2,3,4, 12,21,24


2. Peritonitis Bakterialis Spontan
IPDx
Mencari kepastian diagnosis
-

Hitung sel polimorfonukleus

Lekosit (terutama granulosit)

Protein

Bilirubin

Aktivitas protrombin

IPTx
Cefotaxime 2 x 1 gr
Ketorolac 2 x 30 mg
Furosemid 2 x 1 amp
Anjurkan untuk parasentesis
IPMx
Cek TTV pasien
Monitor Leukosit
Monitor protein dan bilirubin
Monitor bising usus pasien
IPEDx

Jelaskan pada pasien mengenai penyakitnya


Pengaturan Diet
Tirah baring
11

Berdasarkan daftar abnormalitas nomor 18


3. Hiponatremia
IPDx
Cek elektrolit
IPTx
Koreksi Natrium dengan infus NaCl 40 tpm
IPMx
Cek TTV pasien
Monitor kadar natrium
Monitor balans cairan
IPEDx

Tirah baring

FOLLOW UP
Tanggal 22 Januari 2014
S

: Os mengeluh perut masih dirasakan sakit. BAB (-)

: KU (tampak sakit berat), Kesadaran (Compos Mentis)


: TD (120/70), HR (80x/menit), RR (22x/menit), T : 36,5oC
: Conjunctiva anemis -/- , sklera ikterik +/+
: Thoraks (Pulmo) :

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis


Palpasi
: nyeri tekan (-), retraksi (-)
Perkusi
: sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rh -/- , wh -/-

: Cor

Inspeksi
Palpasi

: ictus cordis terlihat


: Ictus cordis teraba pada 1cm lateral ICS IV linea midclavicula sinistra
12

Perkusi

: Batas kanan : Linea sternal dextra ICS V


Batas atas

: Linea sternal sinistra ICS III

Batas kiri

: 2 cm lateral dari linea midclavicula sinistra ICS V

Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni reguler

: Abdomen :

Inspeksi : membuncit, lesi kulit (-), bekas operasi (-)


Auskultasi : BU (+), normoperistaltik
Perkusi : timpani pada epigastrium, hipokondrium dextra dan sinistra, redup pada
lumbal dextra sinistra, umbilikal, inguinal dextra sinistra, dan suprapubik. Shifting

dullness (+). Area traube timpani, nyeri ketok CVA (-)


Palpasi : Teraba kencang, defans muskular (+), undulasi (+)

: Sirosis hepatis dengan peritonitis bakterialis spontan

: Infus RL 20 tpm

Spironolakton oral 2 x 100 mg


Constipen syr. 3 x 30 ml
Ondansetron 8 mg 3x1
Comafusin hepar 1 x 1 fl
Cefotaxime inj. 2 x 1 gr
Ketorolac inj. 2 x 30 mg
Furosemid inj. 2 x 1 amp

Tanggal 23 Januari 2015


S

: OS mengeluh perut kanan terasa kencang, sakit, penuh dan perih. Mual Muntah (-)

: KU (tampak sakit berat), Kesadaran (Compos Mentis)


: TD (120/70), HR (84x/menit), RR (20x/menit), T : 37,1oC
: Conjunctiva anemis -/- , sklera ikterik -/+
: Thoraks (Pulmo) :

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis


Palpasi : nyeri tekan (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rh -/- , wh -/-

: Cor

Inspeksi

: ictus cordis terlihat


13

Palpasi
Perkusi

: Ictus cordis teraba pada 1cm lateral ICS IV linea midclavicula sinistra
: Batas kanan : Linea sternal dextra ICS V
Batas atas

: Linea sternal sinistra ICS III

Batas kiri

: 2 cm lateral dari linea midclavicula sinistra ICS V

Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni reguler

: Abdomen :

Inspeksi : tampak membuncit, lesi kulit (-), bekas operasi (-)


Auskultasi : BU (+), normoperistaltik
Perkusi : timpani pada epigastrium, hipokondrium dextra dan sinistra, redup pada
lumbal dextra sinistra, umbilikal, inguinal dextra sinistra, dan suprapubik, shifting

dullness (+)
Palpasi : Teraba kencang, defans muskular (+), undulasi (+)

: Sirosi hepatis dengan Peritonitis Bakterialis Spontan

: Terapi teruskan
: Diet rendah garam

Tanggal 24 Januari 2015


S

: Os mengeluh perut terasa sakit dan kencang

: KU (tampak kesakitan), Kesadaran (Compos Mentis)


: TD (130/80), HR (84x/menit), RR (20x/menit), T : 36,8oC
: Conjunctiva anemis -/- , sklera ikterik +/+
: Thoraks (Pulmo) :

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis


Palpasi : nyeri tekan (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rh -/- , wh -/-

: Cor

Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: ictus cordis terlihat


: Ictus cordis teraba pada 1cm lateral ICS IV linea midclavicula sinistra
: Batas kanan : Linea sternal dextra ICS V
Batas atas

: Linea sternal sinistra ICS III


14

Batas kiri

: 2 cm lateral dari linea midclavicula sinistra ICS V

Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni reguler

: Abdomen :

Inspeksi : membuncit, lesi kulit (-), bekas operasi (-)


Auskultasi : BU (+) melemah
Perkusi
: redup di seluruh lapang abdomen
Palpasi
: NT (+), teraba kencang, defans muskular (+),

: Sirosis hepatis dengan peritonitis bakterialis spontan

: Terapi teruskan

Tanggal 25 Januari 2015


S

: Os mengeluh perut terasa sakit semakin hebat dan perih. Saat BAK terasa nyeri.

: KU (tampak kesakitan), Kesadaran (Compos Mentis)


: TD (100/70), HR (88x/menit), RR (20x/menit), T : 36,8oC
: Conjunctiva anemis -/- , sklera ikterik +/+
: Thoraks (Pulmo) :

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis


Palpasi : nyeri tekan (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, rh -/- , wh -/-

: Cor

Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: ictus cordis terlihat


: Ictus cordis teraba pada 1cm lateral ICS IV linea midclavicula sinistra
: Batas kanan : Linea sternal dextra ICS V
Batas atas

: Linea sternal sinistra ICS III

Batas kiri

: 2 cm lateral dari linea midclavicula sinistra ICS V

Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni reguler

: Abdomen :

Inspeksi : membuncit, lesi kulit (-), bekas operasi (-)


Auskultasi : BU melemah
Perkusi
: redup di seluruh lapang abdomen
Palpasi
: NT (+), teraba kencang, defans muskular (+),
15

: Sirosis hepatis dengan peritonitis bakterialis spontan

: Terapi teruskan + morphine sulphate

Tanggal 26 Januari 2015, pasien APS

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Sirosis Hati
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros
yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodulyang
terbentuk. Secara lengkap Sirosis hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang
ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang
proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya
jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang
telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative
nodules) dalam jaringan parut.1,2
Proses ini biasanya dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Salah satu komplikasi yang paling
serius dan membahayakan hidup pasien sirosis adalah terjadinya pendarahan varises
esophageal.1
Penyebab sirosis hati beragam.selain disebabkan oleh virus hepatitis B ataupun C, bisa
juga di akibatkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, berbagai macam penyakit
metabolik, dan adanya gangguan imunologis.2
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien
yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).Diseluruh dunia
16

sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal
setiap tahun akibat penyakit ini.3
Keseluruhan insiden sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebab sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik. Di
Indonesia data pervalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa
pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar
4,1% pada tahun 2004. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika
dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30-59 tahun, dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.4
Fungsi Hati
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap
fungsi metabolik tubuh, dan bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Hati
memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan hanya membutuhkan 10 - 20% jaringan yang
berfungsi untuk tetap bertahan. Hati mempunyai kemampuan regenerasi yang mengagumkan,
pengangkatan sebagian hati akan merangsang tumbuhnya hepatosis untuk mengganti sel yang
sudah mati atau sakit. Proses regenerasi akan lengkap dalam waktu 4 hingga 5 minggu.
I. Fungsi hati sebagai organ keseluruhan
Fungsi dari hati adalah sebagai berikut:
a. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, karena semua cairan dan garam akan
melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
b. Bersifat sebagai spons yang ikut megatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
c. Sebagai saringan (filter) dari semua makanan dan berbagai macam substansi yang
telah diserap oleh usus akan dialirkan ke organ melalui sistem portal.
II. Fungsi sel hati
a. Pembentukan dan sekresi empedu.
Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak serta vitamin larut
lemak didalam usus. Saluran empedu mengangkut empedu sedangkan kandung empedu
menyimpan dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan. Hati
17

menyekresi sekitar 500 hingga 1000 ml empedu kuning setiap hati. Unsur utama empedu
adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin), kolesterol, garam
anorganik, dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi)
b. Metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Metabolisme dari tiga makro nutrien tersebut dihantarkan oleh vena porta pasca
absorpsi di usus. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam
hati (glikogenesis). Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan
panas dan energi, sisanya diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam jaringan subkutan.
Hati juga mampu mensintesis glukosa dari protein dan lemak (glukoneogenesis). Peranan hati
dalam memetabolisme protein sangat penting untuk kelangsungan hidup. Semua protein
plasma (kecuali gamma globulin) di sintesis oleh hati. Protein tersebut antara lain albumin
(diperlukan untuk tekanan osmotik koloid), protrombin, fibrinogen, dan faktor pembekuan
lain. Amonia (yang terbentuk dalam usus akibat kerja bakteri pada protein) juga diubah
menjadi urea di dalam hati. Hati memegang peranan utama dalam sintesis kolesterol, sebagain
besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam kolat.
c. Detoksifikasi
Hati salah satu organ yang mempunyai fungsi untuk melindungi badan terhadap zat
toksik baik eksogen maupun endogen yang masuk badan akan mengalami detoksifikasi.
Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi,
hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang
secara fisiologis tidak aktif. Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya
menjadi tidak berbahaya yang kemudian diekskresi oleh ginjal.
d. Penimbunan vitamin dan mineral serta fungsi fagositosis18
Vitamin larut-lemak (A,D,E,K) disimpan dalam hati, juga vitamin B4, tembaga, dan
besi. Hati menyimpan bahan makanan tersebut tidak hanya untuk keperluannya sendiri tetapi
untuk organ lainnya juga. Sel Kupfer sebagai sel endotel berfungsi sebagai alat fagositosis
terhadap bakteri dan elemen korpuskuler atau makromolekul, dan bahan berbahaya lainnya
dari darah portal.

Penyebab Sirosis Hepatis


18

Di Negara barat yang tersering merupakan akibat alkoholik, seangkan di Indonesia


terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. hasil penelitian di Indonesi menyebutkan
virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%,
sedangkan 10-20% penyebab tidak diketahui.1,4
1.

Alkohol
Adalah suatu penyebab yang paling umum dari Sirosis hepatis.Perkembangan
sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumsi
alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis yaitu lebih dari 60g/ hari selama
10-15 tahun dapat menyebabkan terjadinya sirosis hepatis. Alkohol dapat
menyebabkan dari perlemakan hati tanpa peradangan (steatosis), ke perlemakan hati
dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), sampai terjadinya sirosis
hepatis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum
yang lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver
disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic
Steatohepatitis (NASH), hingga terjadi sirosis hepatis. Semua tingkatan-tingkatan
dari NAFLD mempunyai bersama-sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah
nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak
mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak aspekaspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang dapat
terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan. NAFLD
dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin, yang pada gilirannya
dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes mellitus tipe 2.Kegemukan
adalah penyebab yang paling penting dari resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan
diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit hati yang paling umum di Amerika dan
adalah bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.2

2.

Hepatitis Virus
Adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi hati
bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis virus tidak akan
mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya, mayoritas dari pasien-pasien
yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu bermingguminggu, tanpa menyebabkan infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa
19

pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien


terinfeksi dengan virus hepatitis C menyebabkan hepatitis yang kronis, yang pada
gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis
hepatis, dan pada beberapa kasus berlanjut menjadi hepatoma.4,5
3.

Sirosis Kriptogenik,
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-penyebab yang
tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk pencangkokan
hati.Menurut penelitian bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan
resistensi insulin yang tetap bertahan lama.Lemak dalam hati dari pasien-pasien
dengan NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis, dan ini telah
membuatnya sulit untuk para dokter membuat hubungan antara NASH dan sirosis
kriptogenik untuk suatu waktu yang lama.Satu petunjuk yang penting bahwa NASH
menjurus pada sirosis kriptogenik adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi
dari NASH pada pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis
kriptogenik. Akhirnya, suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien
dengan NASH mempunyai suatu risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti
pasien-pasien dengan infeksi virus hepatitis B dan C. Bagaimanapun, kemajuan ke
sirosis hepatis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara khas
dibuat pada pasien-pasien pada umur kurang lebih 60 tahun.1,2

4.

Kelainan Metabolik
Kelainan metabolic berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati
yang menjurus pada kerusakkan jaringan dan sirosis.Contoh-contoh termasuk
akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit
Wilson).Pada hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk
menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.Melalui waktu, akumulasi
besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh menyebabkan sirosis, arthritis,
kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal jantung, dan disfungsi (kelainan
fungsi) buah pelir yang menyebabkan kehilangan rangsangan seksual.penanganan
ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada organ-organ dengan mengeluarkan besi
dari tubuh melaui pengeluaran darah. Pada penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang
20

diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol tembaga dalam tubuh.
Melalui waktu yang lama, tembaga berakumulasi dalam hati, mata, dan otak. Sirosis
hepatis, gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan
syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Penaganannya adalah
dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi dari tubuh
lewat urin.1;2
5.

Primary biliary cirrhosis (PBC)


Adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim imun
yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas pada PBC
menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil
empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh darah empedu adalah saluran yang terdapat
dalam hepar yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang
dihasilkan oleh hepar yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk
pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus, dan juga campuran-campuran lain
yang adalah produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan
dengan mengurai/memecah hemoglobin). Bersama dengan kantong empedu,
pembuluh-pembuluh empedu membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari
pembuluh-pembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu
kedalam usus. Maka terjadi perdangan yang terus menerus menghancurkan lebih
banyak pembuluh-pembuluh empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel
hepatosit yang berdekatan. Ketika penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan
parut (fibrosis) terbentuk dan menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang
digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan dari
akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis hepatis.1,2

6.

Hepatitis Autoimun
Adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun yang
ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang abnromal pada
hepatitis

autoimun

menyebabkan

inflamasi

dan

penghancuran

sel-sel

hati

(hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya pada sirosis.1,2

21

7.

Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) dan


akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan kekurangan
enzim-enzim vital untuk mengontrol glukosa yang menjurus pada akumulasi glukosa
pada hepar sehingga terjadi galaktosemia dimana keadaan ini jika dibiarkan akan
memicu terjadinya sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, kekurangna dari suatu
enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan fibrosis pada paru (kekurangan alpha 1
antitrypsin).1,2

8.

Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang
tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-racun, dan
juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia
(terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis)
adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis.1,2

Patofisiologi
Sirosis hepatis ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal denagn
pembentukan fibrosis dan destruksi sel parenkim beserta regenerasinya yang membentuk
nodul-nodul.5
Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian sel-sel
hepatosit, regenerasi dan fibrosis yang progresif. Sirosis hepatis pada mulanya berawal
dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor. Sebagai respon
terhadap kematian sel-sel hepatosit dapat memicu timbulnya reaksi inflamasi, maka tubuh
akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel hepatosit baru. Dalam kaitannya dengan
fibrosis, hepar normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III dan IV) disaluran
porta, sekitar vena sentralis, dan sedikit di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III
serta komponen lain matriks ekstrasel (sel kupfer dan endotel) merangsang pengeluaran
sel stelata untuk memproduksi kolagen sehingga dapat mengehntikan terladinya kolaps
pada jaringan akibat kematian sel hepatosit akibatnya produksi kolagen di matriks
ekstraseluler meningkat dan mengendap di semua bagian lobulus dan sel-sel endotel
sinusoid. Hal itu menyebabkan terjadi penyempitan pada sinusoid dan hepatosit melebar
akibatnya aliran darah terganggu. Diameter sinusoid mengecil menyebabkan terjadinya
retensi sinusoid dimana retensi tersebut mengakibatkan peningkatan aliran darah pada
22

arteri splanikus dan berujung pada peningkatan tekanan aliran darah vena porta sehingga
terjadi hipertensi porta.3
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan
peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam
sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta
biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran
darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi
oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik),
peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa fibrosis (intra
hepatik) yang dapat terjadi di presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi
aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).3
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan
penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis. Tekanan
portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan
tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas nilai normal.4,5
Klasifikasi
a. Berdasarkan Morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular (nodul uniform, besar nodul kurang dari 3 mm)
2. Makronodular (nodul bervariasi, besar nodul lebih dari 3 mm)
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)4,5
b. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hepar. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.4,5
c. Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh :
Derajat kerusakan
Bilirubin

Minimal
<35

Sedang
35-50

Berat
>50

serum(mu.mol/dL)
Albumin serum(gr/dL)
Asites
PSE/ ensefalopati
Nutrisi

>35
Nihil
Nihil
Sempurna

35-50
Mudah dikontrol
Minimal
Baik

<30
Sukar
Berat / koma
Kurang / kurus

23

MANIFESTASIS KLINIS
Stadium awal sirosis heaptis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelaianan penyakit lain.
Gejala awal sirosis hepatis meliputi:4

Perasaan mudah lelah dan lemah


Selera makan berkurang
Perasaan perut kembung
Mual
Berat badan menurun
Pada laik-laki dapat timbul impotensi, tesis mengecil, buah dada membesar
(ginekomastia), dan hilangnya dorongan seksual (libido menurun)

Stadim lanjut sirosis (dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikaso kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi:4

Hilangnya rambut dibadan (alopesia)


Insomnia
Demam tidak begitu tinggi
Gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
Icterus
urine berwarna seperti teh pekat
hematemesis-melena
perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai
koma.5
Pada tahap akhir, sirosis hati terkait dengan banyak gejala. Sebagian besar gejalanya

adalah akibat dari jaringan hati fungsional yang tersisa terlalu sedikit untuk melakukan tugastugas hati. Gejala yang dapat timbul pada fase ini adalah Kelelahan dan Kelemahan. Cairan
yang bocor dari aliran darah dan menumpuk di kaki (edema) dan perut (ascites). Kehilangan
nafsu makan, merasa mual dan ingin muntah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan
munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spiderangiomas). Kecenderungan lebih
mudah berdarah dan memar. Penyakit kuning karena penumpukan bilirubin. Gatal-gatal
karena penumpukan racun. Gangguan kesehatan mental dapat terjadi dalam kasus berat
karena pengaruh racun di dalam aliran darah yang memengaruhi otak. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan kepribadian dan perilaku, kebingungan, pelupa dan sulit
berkonsentrasi.

24

Palmar Eritem

Spider Naevi

1) Pembesaran Hati ( hepatomegali ). Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung


membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan
memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan
pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut,
ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan
jaringan hati.
2) Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan
fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah
dari organ-organ digestif akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan
asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang
cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring
berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah
dan seluruh tubuh.
3) Varises Gastroinstestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrotik yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam
sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
4) Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
25

terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi


natrium serta air dan ekskresi kalium.
5) Defisiensi

Vitamin

dan

Anemia.

Kerena

pembentukan,

penggunaan,

dan

penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K),
maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai
fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan
gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan
gangguan fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan
aktivitas rutin sehari-hari.
6) Kemunduran mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental
dengan ensefalopati. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis
hepatis yang mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
Pemerikasaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis antara lain:4
a.

SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartate aminotransferase) dan
SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanine aminotransferase)
meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST libih meningkat disbanding ALT. Namun, bila

b.

c.

enzim ini normal, tidak menyimpangkan adanya sirosis.


Alkali fosfatase (ALP) meningkat dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang
tinggi bisa ditemukan pada psien kolangitis sclerosis primer atau sirosis bilier primer.
Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama ALP. Namun, pada penyakit
hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alcohol dapat meginduksi

d.

microsomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.


Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari
system

e.

f.
g.

porta

masuk

ke

jaringan

limfoid

yang

selanjutnya

menginduksi

immunoglobulin.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada
sirosis dekompensata.
Waktu protombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan akibat sirosis
Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi cairan bebas.
26

h.

Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegaly kongestif berkaitan dengan hipertensi

i.

porta sehingga terjadi hipersplenisme.


Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta
USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk melihat

j.

adanya asites, splenomegaly, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan sebagai
k.

screening untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.


Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena portal.6,7

DIAGNOSIS
Pada stadium kompensasi sempurna kadang kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa
ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium atau
serolgi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati
terdiri atas pemeriksan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan
pemeriksaan biopsi hati atau peritonioskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik
aktif yang berat dengan sirosis hati dini.
Pada stadium lanjut, diagnoosis kadang kala tidak sulit karena gejala dan tanda tanda
klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
KOMPLIKASI
Komplikasi
1. Edema dan ascites
Hati mempunyai peranan besar dalam memproduksi protein plasma yang
beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan protein plasma terutama albumin untuk
menjaga tekanan onkotik yaitu dengan menjaga volume plasma dan mempertahankan
tekanan koloid osmotic dari plasma. Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan
dari vaskuler mengalami ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang
menumpuk di perifer dan keadaan ini disebut edema.
Akibat dari berubahnya tekanan osmotic di dalam vaskuler, pasien dengan
sirosis hepatis dekompensata mengalami peningkatan aliran limfatik hepatik. Akibat
terjadinya penurunan onkotik dari vaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal.
Meningkatnya tekanan sinusoidal yang berkembang pada hipertensi portal membuat
27

peningkatan cairan masuk kedalam perisinusoidal dan kemudian masuk ke dalam


pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini melampaui kemampuan dari duktus
thosis dan cisterna chyli, cairan keluar ke insterstitial hati. Cairan yang berada pada
kapsul hati dapat menyebrang keluar memasuki kavum peritonium dan hal inilah yang
mengakibatkan asites. Karena adanya cairan pada peritoneum dapat menyebabkan
infeksi spontan sehingga dapat memunculkan spontaneus bacterial peritonitis yang
dapat mengancam nyawa pasien. 2,3,7
2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intrabdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen.
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah
yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteribakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan
mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan
yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara
normal.Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari
usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk
sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah
suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak
mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit
perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.2,3,6
3. Hipertensi Portal (Varises Esofagus, Hematemesis-Melena)
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan
pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal
terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan
peningkatan tahanan pada aliran darah portal.
28

Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor


tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan
oleh perubahan menetap pada arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti terbentuknya
nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya
berdeposit dalam daerah perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya
kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide diproduksi
oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi
penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel
stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar. Hepatic venous pressure
gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena portal dan tekanan pada vena
cava inferior.HVPG normal berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg
dapat menyebabkan terjadinya asites.Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan
munculnya varises pada organ terdekat. Tingginya tekanan darah portal merupakan
salah satu predisposisi terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises

utamanya pada esophagus.2,3,6


Perdarahan dari Esophageal Varices& Hematemesis Melena
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi
portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan
darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah
untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk
membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan
(esophagus) dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan
lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan
gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih
mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam
kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa
perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-varices
29

termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan
gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang belakangan
disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan
bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus
(melena).
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana
saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang.Untuk
sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan
yang secara aktif dari varices-varices eosophagus mempunyai suatu risiko yang tinggi
mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.2,3,7
4. Hepatic encephalopathy
Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat
berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka telah kehilangan
hubungan normalnya dengan darah.Akibat dari kelainan-kelainan ini adalah bahwa
unsur-unsur beracun tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya,
unsur-unsur beracun berakumulasi dalam darah.
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi
dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy.Tidur waktu
siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah
diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain
termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan
perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat
kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat
menyebabkan koma dan kematian.
Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan
sirosis sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal
oleh hati.Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal di-detoksifikasi oleh
hati harus dikurangi untuk mencegah suatu penambahan racun pada sirosis, terutama
obat-obat penenang (sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan
tidur.Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu di-detoksifikasi
30

atau

dihilangkan

dari

tubuh

oleh

hati,

contohnya,

obat-obat

yang

dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.


Ada 2 teori yang menyebutkan bagaimana perjalanan sirosis heatis menjadi
ensephalopathy, teori pertama menyebutkan adanya kegagalan hati memecah amino, teori
kedua menyebutkan gamma aminobutiric acid (GABA) yang beredar sampai ke darah di
otak.
1.

Amonia diproduksi di saluran cerna oleh degradasi bakteri terhadap zat seperti
amino, asam amino, purin dan urea. Secara normal ammonia ini dipecah kembali
menjadi urea di hati. Pada penyakit hati atau porosystemic shunting, kadar ammonia
pada pembuluh darah portal tidak secara efisien diubah menjadi urea. Sehingga

2.

peningkatankadar dari ammonia ini dapat memasuki sirkulasi pembuluh darah.


Ammonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk mengganggu transit
asam amino, air, dan elektrolit ke membrane neuronal. Ammonia juga dapat
mengganggu pembentukan potensial eksitatory dan inhibitory. Sehingga pada derajat
yang ringan, peningkatan ammonia dapat mengganggu kosentrasi penderita, dan
pada derajat yang lebih berat dapat sampai membuat pasien mengalami koma.2,3,7

5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome.Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi
dari ginjal berkurang tetapi tidak ada kerusakan pada organ ginjal senriri.Sebagai
gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara
darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai
kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari
darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa
fungsi-fungsi

penting

lain

dari

ginjal-ginjal,

seperti

penahanan

garam,

dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat
dicangkok kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal
biasanya mulai bekerja secara normal.Ini menyarankan bahwa fungsi yang berkurang
dari ginjal-ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun dalam darah ketika
hati gagal.Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome.Satu tipe terjadi secara berangsurangsur melalui waktu berbulan-bulan.Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu
dari satu atau dua minggu.
31

Sindrome ini memperlihatkan disfungsi berlanjut dari ginjal yang diobsrevasi


pada pasien dengan sirosis dan disebabkan oleh adanya vasokonstriksi dari arteri besar
dan kecil ginjal dan akibat berlangsungnya perfusi ginjal yang tidak sempurna.kadar
dari agen vasokonstriktor meningkat pada pasien dengan sirosis, temasuk hormon
angiotensin, antidiuretik, dan norepinephrine. 2
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan
hepatopulmonary syndrome.Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena
hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan
paru-paru berfungsi secara abnormal.Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak
cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang
berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru.Darah yang mengalir
melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari
udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan
pengerahan tenaga.2,3
7. Hypersplenisme
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan plateletplatelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih
tua.Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usususus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran
darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak
dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa
begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.3
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah
dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan
dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang
rendah

(leucopenia),

dan/atau

suatu

jumlah

platelet

yang

rendah

(thrombocytopenia).Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus


pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan
berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).3
32

8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)


Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa
tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana
saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati. 2,3,6,7

Penatalaksanaan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk mengurangi
progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan, dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata
ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati.
1. Penanganan Sirosis Kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi:

Menghentikan penggunaan alkohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik

Pemberian asetaminofen, kolkisin untuk menghambat kolagenik

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau immunosupresif

Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi

besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.


Pada yang non alcoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya sirosis
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama.
Lamivudin (analog nukleusida) diberikan 100mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3x1
mingggu, dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.4,5,7

2. Penanganan Sirosis Dekompensata


Asites

Tirah baring

Diet rendah garam :sebanyak 2 gram atau 90 mmol/ hari

Diuretik : spironolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretik bisa dimonitor


dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edema kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan
edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat

dikombinasi dengan furosemide 20-40mg/hari (dosis maximal 160mg/hari).


Parasentesi dilakukan bila asites sangat besar (4-6liter) diikuti pemberian

albumnin 8 gram/liter cairan yang dikeluarkan.4,5,6


Peritonitis Bakterial Spontan

Diagnosis ditegakan jika hitung sel PMN >250/mm3


33

Diberikan antibiotik sefalosporin generasi III seperti cefotaksim secara


parenteral selam 5 hari atau secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi
maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin (400mg/hari) selam 2-3

minggu.4,6
Varises Esofagus

Sebelum dan sesuda berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol)

Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid,


diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.3,4,6
Enselopati Hepatik

Penatalaksanaan umum adalah dengan memperbaiki oksigenasi jaringan

Laktulosa dosis 10-30 ml, 3x/hari dengan harapan pH asam pada usus akan

menghambat penyerapan ammonia


Neomisin 4x1-2 gram/hari, untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia
Diet rendah protein 0,5 gram/kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam
amino rantai cabang agar neurotransmiter asli dan palsu akan berimbang dan
dengan ini metabolisme amonia di otot dapat bertambah.5,7

Sindrom Hepatorenal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR, oleh
karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat perhatian utama berupa:

Diet rendah tinggi kalori dan rendah prorein


Koreksi keseimbangan asam basa
Hindari pemakaian OAIN
Peritonitis bakterial spontan harus segera ditatalaksana adekuat
Cegah ensefalopati hepatok
Hindari penggunaan diureti agresif, parasentesis asites, dan retriksi cairan
yang berlebihan.
Hemodialisis tidak cukup efektif.5,6

PROGNOSIS
Prognosis

sirosis

sangat

bervariasi

dipengaruhi

sejumlah

faktor,

meliputi

etiologi,beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.


Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi,variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan
ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini meliputi Child A,B, dan C. Klasifikasi Child34

Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun
untuk paseindengan Child A,B dan C akan berturut-turut 100,80, dan 45%. Penilaian
prognosis yangterbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD) yang digunakan
untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.

Peritonitis Bakteri Spontan (Spontaneous Bacterial Peritonitis)


Definisi
Peritonitis bakteri spontan (SBP = Spontaneous Bacterial Peritonitis) atau disebut juga
peritonitis primer didefinisikan sebagai infeksi pada peritoneum tanpa adanya sumber infeksi
lokal. Penyakit ini merupakan komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hati yang
disertai dengan adanya asites.
Patogenesis
Infeksi peritonitis bakteri spontan (SBP) terjadi pada pasien sirosis dan menyebabkan
25% infeksi pada populasi ini. SBP di definisikan sebagai infeksi spontan pada cairan asites
tanpa adanya sumber infeksi atau inflamasi yang jelas dari intra abdomen. Kondisi ini
menunjukkan angka kematian sekitar 30 50%.
Diagnosis SBP dilakukan berdasarkan hitung sel polimorfo nuklear (PMN) 250
sel/mm3. Atau kultur dari cairan asites yang menunjukkan hasil yang positif ada bakteri.
Pasien dengan asites yang disebabkan oleh sirosis, dengan tumpang tindih komplikasi seperti
adanya SBP sebelumnya dan perdarahan saluran cerna, dan pasien asites dengan protein
rendah 1g/dL berada pada resiko yang lebih tinggi untuk mengalami SBP. Bakteri usus gram
negatif merupakan penyebab hampir semua SBP (terutama Escherichia coli dan Klebsiella).
Mekanisme primer SBP adalah terjadinya translokasi bakteri dari pencernaan,
walaupun

banyak mekanisme

lain

diusulkan.

Faktor

lain

pada

patogenesis

SBP

termasuk ketidakmampuan sistem pencernaan untuk menahan bakteri dan kegagalan sistem
imun untuk membersihkan organisme setelah mereka bertranslokasi. Sirosis dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari bakteri di usus, dan mungkin pada pasien sirosis
permeabilitas usus meningkat dengan hipertensi portal dan edema saluran cerna sehingga
translokasi bakteri lebih mudah ke vena porta atau ke limfatik. Organisme dapat mencapai
sirkulasi sistemik dari nodus limfe mesenterik sehingga menyebabkan bakteremia. Defisiensi
35

pada sistem retikoendotel pada pasien sirosis dapat menyebabkan bakteri tidak dibersihkan
dari sistem sirkulasi, sehingga akhirnya terjadi kolonisasi pada cairan asites. Aktivitas
antimikroba endogen berkurang atau bahkan tidak ada pada pasien dengan asites protein
rendah, dan jika sistem imun gagal menghancurkan bakteri, bakterasites (kultur dari cairan
asites positif tapi jumlah PMN <250 sel/mm3) bisaberkembang menjadi SBP (kultur positif
dan PMN 250 sel/mm3).
Gejala Klinis
Gejala klinis dari PBS dapat berupa :

Demam

Nyeri abdomen

Mual

Muntah

Diare

Nyeri tekan abdomen yang difus

Berkurangnya bising usus

Laboratorium
The International Ascites Club (IAC) merekomendasikan dilakukannya parasentesis
(pungsi asites) pada penderita sirosis hepatik yang disertai dengan asites. Diagnosis PBS
dapat ditegakkan bila dijumpai hasil:

Hitung sel polimorfonukleus (PMN) > 250/mm3

Lekosit > 300/mm3 (terutama granulosit)

Protein < 1g/dL

Bilirubin > 43 mmol/L

Aktivitas protrombin < 45%

Penatalaksanaan
Pengobatan pilihan terhadap infeksi aktif, adalah:
1. Cefotaxim i.v minimal 2 gram tiap 12 jam selama 5 hari i.v.
36

2. Kombinasi 1 gram amoxicillin dan 0,2 gram asam klavulanat i.v diberikan 4 kali
sehari.
3. Ofloxacin oral 400 mg setiap 12 jam. Pemberian ofloxacin per oral ini
menguntungkan bagi pasien PBS tanpa komplikasi yang tidak perlu dirawat.
Profilaksis:
Norfloxacin 400 mg tiap 12 jam selama 7 hari. Pada pasien yang baru sembuh dari PBS maka
Norfloxacin diberikan paling sedikit selama 6 bulan.

RINGKASAN
Pada kasus ini berdasarkan anamnesis didapatkan pasien nyeri perut dan perut terasa
kembung. Nyeri dirasakan awalnya hilang timbul kemudian menjadi konsisten. Perut pasien
juga bertambah besar. Pada pasien ini juga didapatkan keluhan mual dan muntah tanpa lendir
dan darah. Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan nafsu makan yang disertai dengan
penurunan berat badan.
Pada OS juga didapatkan keluhan pada urinnya. Pasien mengaku urin berwarna
kuning pekat seperti teh.
Pada pemeriksaan fisik awal didapatkan tanda-tanda vital yang normal, sklera mata
ikterik, perut yang membuncit dan defans muskular positif pada abdomen.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 16.21 ribu/ul, Limfosit 14.0%,
hematokrit 32%, Trombosit 427 ribu/ul, eritrosit 3.9 juta/ul, Ureum 44 mg/dl, Creatinin darah
1.31 mg/dl. X foto thoraks: cardiomegaly, elongatio aorta. USG abdomen: Sirosis hepatis
dengan hipertensi porta. Dari hasil semua pemeriksaan pada tahap awal, diagnosis lebih
mengarah ke penyakit hepar yang dari usg dikatakan sirosis hepatis.
Setelah beberapa hari di follow up, kondisi pasien menjadi memburuk. Pasien
mengeluhkan mulai demam, mual dan muntah positif dan perut terasa nyeri seluruh
lapangnya. Pereut pasien juga menjadi tambah membuncit dan pemeriksaan asites juga

37

menunjukan hasil positif. Hal ini dapat menunjang bahwa telah terjadi komplikasi dari proses
sirosis hepatis yang terbentuk yaitu pertionitis bakterialis spontan.
Jadi kesimpulan nya, pasien ini kemungkinan menderita penyakit Sirosis Hepatis
dengan Peritonitis Bakterialis Spontan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutadi

SM.

Sirosis

Hati.

2011.

Diunduh

dari:

http://respiratory.usu.ac.id/penydalam.pdf/html pada tanggal 9 Febuari 2015.


2. Suyono, Sufiana, Heru, Novianto, Riza, Musrifah. Sonografi Sirosis Hepatis di RSUD
Dr.

Moewardi.

Kalbe.

2006.

Diunduh

dari:

http://www.kalbe.co.id/sonografisirosishepatis.pdf/html pada tanggal 10 Febuari 2015.


3. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Chirrosis and its complications. In: Kasper DL
et al, ect. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 16. USA: Mc-Graw Hill.
2005. Hal 1858-62.
4. Nurdjanah Sitti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Sirosis Hati. Editor Sudoyo AW et
al. edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI.
2006. Hal. 443-53.
5. Suzanna Ndraha. Bahan Ajar Gastroenterohepatologi: Sirosis Hati. Cetakan 1. Jakarta:
Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA. 2013. Hal 157-71.
6. David C, Wolf. MD. Cirrhosis. 2012.
Diunduh dari:
http://www.emedicine.com/med/topic3183.html pada tanggal 11
Febuari 2015.
7. Jeffrey A Gunter. Cirrhosis. 2012.
Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com/cirrhosis/article/htmlpada tanggal 11
Febuari 2015.
38

39

You might also like