You are on page 1of 15

Anatomi dan Fisiologi Hati

2.1.1 Anatomi
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah diafragma.
Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna
merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang
dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai
3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadratus.17,18
Untuk mengetahui perbedaan bentuk hati normal dan tidak normal dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Anatomi Hati Gambar 2.2 Hati Normal Gambar 2.3 Kanker Hati
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : 19
a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral.
b. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke
sinusoid. Hematosit menyerap nutrien, oksigen, dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit
zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut
akan disekresikan ke peredaran darah tubuh. 19
2.1.2 Fisiologi Hati
Fungsi utama hati yaitu : 17
a. Untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Bergantung kepada kebutuhan tubuh, ketiganya
dapat saling dibentuk.
b. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta vitamin yang larut dalam
lemak (vitamin A,D,E, dan K), glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh
(contohnya : pestisida DDT).
c. Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat.
d. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit yang sudah tua atau rusak.
e. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi
lemak
2.2. Anatomi dan Fungsi Hati
2.2.1. Anatomi Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah
diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup
berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di inferior
oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan
ligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3
bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh
kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar
keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari lambung
dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan
mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:
25

27

27

Gambar 2.1.Anatomi hati


Sumber : Leanerhelp Image Liver
Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar berikut :
28

Gambar 2.2 : Hati dengan sirosis


Sumber : Info Kesehatan Fungsi Organ Hati

29

2.2.2. Fungsi Hati


Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi yang
terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat dilihat dari sel-sel
dalam hati.
a. Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
a.1. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan garam akan
melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
9

a.2. Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
a.3. Sebagai alat saringan (filter)
Semua makannan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine akan
dialirkan ke organ melalui sistema portal.
b. Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi
b.1. Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
b.1.1. Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein, lemak,
empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
b.1.2.Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati menyimpan
makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri tetapi untuk organ lainya
juga.
b.1.3. Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan glukosa, protein,
factor koagulasi, enzim, empedu.
b.1.4. Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun endogen yang
masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisa
atau konjugasi.
b.2. Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo endothelial.
b.2.1. Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b.2.2. Membentuk a-globulin dan immune bodies
b.2.3. Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau makromolekuler.

2.2. VARISES OESOFAGUS


2.2.1. Definisi
Varises oesofagus adalah tampak protrusi pembuluh darah vena mulai dari distal
oesofagus sampai ke proksimal akibat hipertensi porta.
Hipertensi portal adalah salah satu komplikasi sirosis hati. Komplikasi hipertensi portal yang
sangat berbahaya adalah perdarahan varises oesofagus. (DAmico 2002 & Carbonell et al 2004).
Tekanan portal di ukur secara tidak langsung melalui gradien antara wedged hepatic venous pressure
dan free hepatic venous pressure gradient. Secara normal HVPG lebih kecil dari 5 mmHg. (de Franchis
2010)

2.1. SIROSIS HATI


Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. (Suk TK et al
2012)
Sirosis hati adalah penyakit yang irreversibel dan serius. Sirosis juga dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati secara progresif, serta merupakan penyebab utama
mortalitas dan morbiditas di dunia. (Almani et al 2008)

Hipertensi portal, ascites dan varises bleeding adalah komplikasi paling sering pada penderita
sirosis hati. Varises esophagus memiliki dampak klinis yang sangat besar, dengan resiko
mortalitas sebesar 17-42% tiap terjadinya perdarahan. Ascites, merupakan komplikasi
terpenting dari sirosis lanjut dan hipertensi portal berat, sehingga dapat menyebabkan
komplikasi berupa spontaneous bacterial peritonitis (SBP) dan hepatorenal syndrome (HRS).
Hepatic enchepalopathy (HE) adalah komplikasi lain dari sirosis hati, dengan mortalitas sekitar
30%. Sekitar 15% dari sirosis hati pada akhirnya akan menjadi hepatocellular carcinoma
(HCC). Prognosis sirosis hati di ukur dengan menggunakan klassifikasi Child-Pughs.(Almani
et Al 2008)

2.1. Definisi Sirosis Hati


Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos
yang berarti kuning orange (orange yellow), karena terjadi perubahan warna pada nodul-nodul hati yang
terbentuk.
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan
terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang
normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah
vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar,
teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan
Menurut Lindseth; Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan
distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodulnodul regenerasi sel hati. Sirosis hati dapat mengganggu sirkulasi sel darah intra
hepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati.
8

24

2.2.2. Epidemiologi
Varises dapat terbentuk pada setiap lokasi tubuler saluran cerna tetapi varises
paling sering terjadi pada beberapa sentimeter dari distal oesofagus. Sekitar 50% pasien
sirosis akan mengalami varises gastrooesophageal. Frekuensi varises oesofagus sekitar
30% - 70% sedangkan varises gaster sekitar 5 33%. Varises oesofagus akan terbentuk
sebesar 5 8% pertahun, namun varises yang cukup besar untuk menimbulkan resiko
perdarahan hanya 1-2% kasus. Sekitar 30-40% pasien dengan varises kecil akan menjadi
varises besar setiap tahun sehingga akan beresiko perdarahan. (de Franchis 2010)
Tabel 1: epidemiologi varises oesofagus dan korelasi antara beratnya penyakit hati dengan
terbentuknya varises oesofagus.

Di kutip dari D Amico G, Criscuoli V, Fili D, Mocciaro F, Pagliaro L. Metaanalysis of trials


for variceal bleeding. Hepatology 2002
2.2.3. Patofisiologi
Pada sirosis hati, hipertensi portal timbul dari kombinasi peningkatan vaskular
intrahepatik dan peningkatan aliran darah ke sistem vena porta. Peningkatan resistensi
vaskular intrahepatik akibat ketidakseimbangan antara vasodilator dan vasokontriktor.
Peningkatan gradient tekanan portocaval menyebabkan terbentuknya kolateral vena
portosistemik yang akan menekan sistem vena porta. Drainage yang lebih dominan pada
vena azygos menyebabkan terbentuknya varises oesofagus yang cenderung mudah
berdarah. Varises oesofagus dapat terbentuk pada saat HVPG diatas 10 mmHg.
Hipertensi portal paling baik diukur dengan menggunakan pengukuran hepatic vein
pressure gradient (HVPG). Perbedaan tekanan antara sirkulasi portal dan sistemik
sebesar 10-12 mmHg sangat penting dalam terbentuknya varises. Nilai normal HVPG
adalah 3-5 mmHg. Pengukuran awal HPVG bermanfaat bagi sirosis compensate dan
decompensate, sedangkan pengukuran secara berulang HPVG berguna untuk monitoring
pengobatan dan progresivitas penyakit hati.

Gambar 1: Patofisiologi Varises Oesofagus (de Franchis 2010)

Di kutip dari de Franchis R. Revising consensus in portal hypertension: report of the


Baveno V consensus workshop on methodology of diagnosis and therapy in portal
hypertension. J Hepatol 2010
2.2.4. Perjalanan alamiah varises oesofagus
Pasien sirosis hati dengan tekanan portal yang normal, maka belum terbentuk
varises oesofagus. Ketika tekanan portal meningkat maka secara progresif akan terbentuk
varises yang kecil. Dengan berjalannya waktu, dimana terjadi peningkatan sirkulasi
hiperdinamik maka aliran darah di dalam varises akan meningkat dan meningkatkan
tekanan dinding. Perdarahan varises akibat ruptur yang terjadi karena tekanan dinding
yang maksimal. Jika tidak dilakukan penanganan terhadap tinggi tekanan tersebut, maka
merupakan faktor resiko untuk terjadinya perdarahan ulang.

Gambar 2: Perjalanan alamiah terbentuknya varises oesofagus dan terjadinya perdarahan


pada pasien sirosis hati. (de Franchis 2010)

Di kutip dari de Franchis R. Revising consensus in portal hypertension: report of the


Baveno V consensus workshop on methodology of diagnosis and therapy in portal
hypertension. J Hepatol 2010
Tabel 2: Ukuran besarnya varises oesofagus

Di kutip dari D Amico G, Criscuoli V, Fili D, Mocciaro F, Pagliaro L. Metaanalysis of trials for variceal
bleeding. Hepatology 2002.
2.2.5. Diagnosis Varises oesofagus
Oesofagogastroduodenoskopi merupakan gold standar untuk mendiagnosa adanya
varises oesofagus. Jika pemeriksaan gold standar tersebut tidak dapat digunakan, maka
ada prosedur diagnostik lainnya seperti USG Dopler. Meskipun pemeriksaan USG Dopler
ini kurang baik, namum pemeriksaan ini dapat menggambarkan adanya varises. Alternatif
lainnya dapat berupa radiografi / barium swallow, manometri dan angiografi vena porta.
Oesofagogastroduodenoskopi sangat penting dalam menentukan lokasi dan ukuran varises,
perdarahan akut dan berulang serta menentukan penyebab dan derajat beratnya
penyakit hati.
Tabel 3: Guideline untuk diagnosa varises oesofagus

Di kutip dari D Amico G, Criscuoli V, Fili D, Mocciaro F, Pagliaro L. Metaanalysis of trials


for variceal bleeding. Hepatology 2002.
2.2.6. Prognosis
Pada beberapa studi, angka mortalitas pada episode awal dari perdarahan varises
adalah sebesar 50%. Angka kematian akibat perdarahan varises ini di hubungkan dengan
derajat keparahan penyakit hati. Setelah di lakukan follow-up selama 1 tahun, angka

kematian akibat perdarahan varises pada Child A sebesar 5%, 25% pada Child B dan 50%
pada Child C.
Tabel 4: Prognosis pasien dengan varises oesofagus

Di kutip dari D Amico G, Criscuoli V, Fili D, Mocciaro F, Pagliaro L. Metaanalysis of trials


for variceal bleeding. Hepatology 2002.
2.3. NON-ENDOSKOPI DIAGNOSTIK VARISES OESOFAGUS
Sirosis hati dengan hipertensi portal dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna
bagian atas oleh karena rupturnya varises oesofagus. Data secara luas menggambarkan
bahwa 50% pasien dengan sirosis akan berkembang menjadi hipertensi portal dan varises
oesofagus. Prevalensi varises oesofagus pada sirosis hati sebesar 50-80%. Angka
mortalitas akibat perdarahan varises oesofagus sebesar 17-57%. (Prihartini et al 1995)
Pemeriksaan gold standar untuk menegakkan varises oesofagus adalah dengan
menggunakan endoskopi. Namun pemeriksaan endoskopi secara periodik atau berkala
sangatlah mahal dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang dapat timbul akibat
pemeriksaan endoskopi seperti perdarahan maupun perforasi. Di samping itu, tidak
semua pusat pemberi pelayanan kesehatan terutama di daerah yang memiliki fasilitas
endoskopi serta adanya keterbatasan kompetensi dari seorang dokter untuk melakukan
pemeriksaan endoskopi. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan (marker) non-invasive yang
berhubungan dengan hipertensi portal, yang dapat mengidentifikasi adanya varises
oesofagus pada penderita sirosis hati. (Prihartini et al 1995, Grace et al 1997 & D
Amico et al 1995).
2.3. Gejala dan Tanda Klinis Sirosis Hati
2.3.1. Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak
fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan,
nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas) . Pada sirosis
terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat
yang difus.
2.3.2. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
22

2.3. Gejala dan Tanda Klinis Sirosis Hati


2.3.1. Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak
fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan,
nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas) . Pada sirosis
terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat
yang difus.
2.3.2. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
22

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita
penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa
menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit. b. Timbulnya asites dan edema
pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki
(edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik
pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air. c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3
cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai
normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui
hati.
2.4. Klasifikasi Sirosis Hati
10

13

13

13

Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:


a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
b. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Sirosis hati
kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hati atas:
a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau
subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis alkoholik,
Laennecs cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama
faktor lipotropik.
c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
30

Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:


a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata

b. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Sirosis hati
kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hati atas:
a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau
subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis alkoholik,
Laennecs cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama
faktor lipotropik.
c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
30

a. Sirosis portal adalah sinonim dengan fatty, nutrional atau sirosis alkoholik.
b. Sirosis postnekrotik
c. Sirosis biliaris.
2.5. Komplikasi
Komplikasi sirosis hati yang dapat terjadi antara lain:
2.5.2. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada sorosis hati adalah
perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah
atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitamhitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah
tukak lambung dan tukak duodeni.
2.5.2. Koma Hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat
melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya
kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer,
yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka
metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma
hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain
karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
2.6. Epidemiologi
2.6.1. Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun 2001 sebesar13,2 per
100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan
pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kitakota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan
perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki (71%) lebih banyak dari wanita (29%) dengan
kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok umur yang terbanyak. Ndraha melaporkan selama
Januari Maret 2009 di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan
36,7 % wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.
b. Tempat
9

15

31

18

31

Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-beda tiap negara. Pada
periode 1999-2004 insidensi sirosis hati di Norwegia sebesar 13,4 per 100.000 penduduk. Dalam kurun
waktu lima tahun (2000-2005) dari data yang dikumpulkan dari Rumah Sakit Adam Malik Medan,
Klinik Spesialis Bunda dan Rumah Sakit PTPN II Medan, ditemukan 232 penderita sirosis hati.
c. Waktu
Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hati 4 % dan tahun 2002 sebesar 2,4%. Pada tahun
2002, PMR sirosis hati di dunia yaitu 1,7%. Di Modolvo terjadi peningkatan, dimana pada tahun 2002
CSDR sirosis hati 89,2% per 100.000 penduduk (CSDR 2002), dan pada tahun 2004 sebesar 99,2%
(CSDR 2004). Di Amerika Serikat terjadi peningkatan persentase kematian akibat sirosis hati sebesar
3,4 % dari. tahun 2006 ke tahun 2007.
2.6.2. Faktor Risiko
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain
:
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi
memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam
simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975,
ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan
protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan
rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar,
mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah 33
9

32

34

30

35

19

36

b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hati, apalagi
setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan
penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai
kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis,
bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati
secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan
kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orang-orang
muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser
Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari
seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
e.1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.

e.2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya
sirosis hati.
f. Sebab-Sebab Lain
f.1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan
fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler
f.2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat
menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
f.3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik.
Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.
Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50%
kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40 % . sejumlah 10-20% penyebabnya
tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B atau C.
37

2.8. Pencegahan
2.8.1. Primer
Sirosis ini paling sering disebabkan oleh minuman keras, hepatitis B dan C. Cara untuk
mencegah terjadinya sirosis dengan tidak konsumsi alkohol, menghindari risiko infeksi hepatitis C dan
hepatitis B. Menghindari obat-obatan yang diketahui berefek samping merusak hati. Vaksinasi
merupakan pencegahan efektif untuk mencegah hepatitis B.
2.8.2. Sekunder
a. Pengobatan
Penyebab primernya dihilangkan,maka dilakukan pengobatan hepatitis dan pemberian
imunosupresif pada autoimun. Pengobatan sirosis biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agent
farmakologik yang dapat menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis.
Penderita sirosis hati memerlukan istirahat yang cukup dan makanan yang adekuat dan seimbang.
Protein diberikan dengan jumlah 1-1 g/kg berat badan. Lemak antara 30 %- 40%. Infeksi yang terjadi
memerlukan pemberian antibiotik yang sesuai. Asites dan edema ditanggulangi dengan pembatasan
jumlah cairan NaCl disertai pembatasan aktivitas obstruksi.
Pendarahan saluran cerna atas oleh varises esophagus yang pecah memerlukan
perhatian terhadap jumlah darah yang hilang, dan harus ditutup atau tekanan
portal diturunkan melalui operasi shunt.
40

41

41

12

b. Diagnosa
Pemeriksaan laboratorium, untuk menilai penyakit hati. Pemeriksaan tersebut antara lain:
b.1. Diagnosa Sirosis Hati Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium.
b.1.1. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita
dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b.1.2. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu
rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi
sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
b.1.3. Darah
9

18

Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang kadang dalam bentuk
makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi
hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
b.1.4. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai
tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada
orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat
disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL . Jumlah
albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein
serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam
empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
b.2. Sarana Penunjang Diagnostik
b.2.1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks, splenoportografi,
Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b.2.2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk sirosi
hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan
sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati
tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
b.2.3. Peritoneoskopi (laparoskopi)
9

38

39

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran
fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
2.8.3. Tersier
Bila sudah dapat ditentukan diagnosa sirosis hati secara klinis, maka langkah yang
perlu dilakukan lebih lanjut adalah pemberian terapi. Untuk menentukan terapi
yang tepat, perlu ditinjau berat ringannya kegagalan faal hati. Etiologi sirosis
mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi
penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Setelah sirosis berkembang, skrining
tahunan harus dilakukan untuk mengikuti risiko perdarahan dengan endoskopi
atas dan untuk deteksi dini kanker hati dengan USG.
1

10

41

You might also like