Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) adalah
perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Salah satu
menifestasi
hipertensi porta adalah varises esophagus. Dua puluh sampai 40% pasien
sirosis dengan varises
esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan hingga kematian. 1-5
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis di
Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar
akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan
berakhir dengan
sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis alkoholik
dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada,
hanya laporan
laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien
sirosis hati berkitar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam
dalam kurun
waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien
sirosis hati
sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam. 1-5
Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia
terutama akibat
infeksi virus hepatitis B maupun C. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi
perasaan mudah
lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
berat badan menurun,
pada laki laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala
gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Manifestasi klinik
perdarahan saluran
cerna bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak
sedikitnya darah yang
hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. 1-5
Insidensi penyakit ini sangat meningkat sejak Perang Dunia II, sehingga sirosis menjadi salah
satu penyebab kematian yang paling menonjol. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh insidensi
hepatitis virus yang meningkat, namun yang lebih bermakna agaknya adalah karena asupan alcohol
yang sangat meningkat.
Hipertensi portal, ascites dan varises bleeding adalah komplikasi paling sering pada
penderita sirosis hati. Varises esophagus memiliki dampak klinis yang sangat besar,
dengan resiko mortalitas sebesar 17-42% tiap terjadinya perdarahan. Ascites, merupakan
komplikasi terpenting dari sirosis lanjut dan hipertensi portal berat, sehingga dapat
menyebabkan komplikasi berupa spontaneous bacterial peritonitis (SBP) dan hepatorenal
syndrome (HRS). Hepatic enchepalopathy (HE) adalah komplikasi lain dari sirosis hati,
dengan mortalitas sekitar 30%. Sekitar 15% dari sirosis hati pada akhirnya akan menjadi
hepatocellular carcinoma (HCC). Prognosis sirosis hati di ukur dengan menggunakan
klasifikasi Child-Pughs.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
kupffer. Sel kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsin utamanya adalah menelan
bakteri dan benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50% dari semua makrofag dalam hati adalah sel
kupffer; sehingga hati merupakan salah satu organ terpenting dalam pertahanan melawan invasi
bajteri dan agen toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatica yang melingkari bagian
perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler
empedu yan sangat kecil yang disebut kanalikuli (tidak tampak), yang berjalan ditengah lempengan
sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit dieksresi ke dalam kanalikuli yang bersatu
membentuk saluran empedu yang semakin lama makin besar hingga menjadi duktus koledokus.
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
a. Vena porta hepatica yang berasal dari saluran cerna dan limpa yang kaya akan nutrien seperti asam
amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral.
b. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah vena
dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan
melalui vena hepatica kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior. Cabangcabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid.
Hematosit menyerap nutrien, oksigen, dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat
racun akan dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut
akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.
Vena porta bersifat unik karena terletak diantara dua daerah kapiler, yang satu terletak dalam
hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang
menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini kemudian mempercabangkan vena-vena
interlobularis yang berjalan diantara lobulus-lobulus. Vena-vena ini sleanjutnya membentuk sinusoid
yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Cabang-cabang
terhalus arteri hepatica juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran
darah arteri dari arteri hepatica dan darah vena dari vena porta.
Gambar 27.2 menggambarkan sumber aliran darah ke sistem portal; tekanan yang meningkat dalam
sistem ini adalah manifestasi lazimgangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan pembuluhpembuluh tempat darah porta berasal. Padaobstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke
sistem vena sistemik.
28
1.2EPIDEMIOLOGI
Di Negara Barat , sirosis terjadi disebabkan oleh penyakit hati alkoholik yaitu
2.2 ETIOLOGI
a. Alcoholic liver disease
Sirosis alkoholik terjadi pada sekitar 10-20% peminum alkohol berat.
e) Tirosinemia herediter
f ) Ga l aktos emi a
g) Intoleransi fruktosa herediter
10. Infeksi parasit yang berat seperti skistosomiasis.
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi sirosis dikelompokkan berdasarkan morfologi, secara fungsional
Dan etiologinya. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3
jenis, yaitu :
a. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung
nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis mikronodular
besar nodulnya sampai
3 mm.Dapat ditemukan pada alkoholisme,hemokromatosis,obstruksi bilier
dan obstruksi vena
b. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi,mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi. Besar nodulnya
lebih 3 mm. ada daerah luas dengan parenkim yang masih ba ik a t au
t er j adi r egen er a s i pa r enkim. Tip e inibiasanya tampak pada
perkembangan
hepatitis seperti infeksi virus hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi
a-1-antitripsin, sirosis bilier
primer.
pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar
akan menyebabkan
banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala
klinis. Kompresi dari
vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan
keadaan utama
penyebab terjadinya manifestasi klinis.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktup as i en mel akukan p emer iks a an rut in a t au ka r en a ke l a in an
p enyaki t
l a in . Gej a l a awa l sirosis (konpensata) meliputi perasaan mudah lelah dan
lemas,
selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun,
pada laki-laki dapat timbulimpotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
serta
menurunnya dorongan seksualitas.
Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal
yangtersebut di bawah
ini :
a. Kegagalan Parenkim hati
b. Hipertensi porta
c. Asites.
e. Ensefalophati hepatik
Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :
Merasa kemampuan jasmani menurun
Nausea, anorexia dan diikuti dengan penurunan berat badan
Sclera ikterik dan buang air kecil berwarna gelap (warna teh)
Ascites dan edema anasarka Perdarahan saluran cerna bagian atas
(hematemesis melena)
Pada keadaan lanjut dapat dijumpai Hepatic Enchephalopathy
Pruritus
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur
hati yang
mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkim hati yang
memperlihatkan gejala
klinis berupa :
a. Kegagalan sirosis hati
edema
ikterus
koma
kerusakan hati
asites
3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada
penyakithati kronis karena alkohol.
4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang berlangsung.
5. Albumin - r en dah akiba t da r i men urun nya fungs i s in t et i s
ol eh h a t i den gansirosis yang semakin memburuk.
6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor pembekuan.
7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari hati ke
jaringan limfoid.
8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk
mengeluarkan
air bebas akibat dari tingginya ADH dan aldosteron.
9. Trombositopenia - karena splenomegaly kongestif dan
menurunnya sintesis thrombopoietin dari hati. Namun, ini jarang
menyebabkan jumlah platelet<50.000 / mL.
10.Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegaly dengan marginasi
limpa.
11.Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor
koagulasidan dengan demikian koagulopati berkorelasi dengan
memburuknya penyakit hati.3,5
c) Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus
untuk konfirmasi hepertensi portal.
2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi
sirosishati/hipertensi portal.
3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai
dilakukan sebagaialat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Yang dilihat
pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali,
gambaran vena hepatika, venaporta, pelebaran saluran empedu/HBD,
daerah
hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion). Sonografi
bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata,
hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran
empedu, dan lain lain.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites
denganmelakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi
(peritonitisbakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan
pemeriksaanmikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein,
amilase dan lipase.5
Diagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan
biopsi hati. Dengan
pemeriksaan histopatologi dari sediaan jaringan hati dapat ditentukan
keparahan dan kronisitas
dari peradangan hatinya, mengetahui penyebab dari penyakit hati kronis,
dan mendiagnosis
KOMPLIKASI
Morbiditas dan mortalitas sirosis sangat tinggi akibat komplikasinya.
Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya.2,3,7
a. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi semakin parah, ginjal langsung bekerja menahan
garam dan
air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi
dalam jaringan
dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya
berat ketika
berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pittingedema.
Edema
seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin
berkurang
dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilangan efek-efek daya berat
ketika
berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang
tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini disebut ascites menyebabkan pembengkakkan
perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
yai tu inf eks i c a i r an a s i t es ol eh
s a tu j eni s bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya
pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri- bakteri
berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang
sangat kecil
cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang
masuk ke
perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam
vena portal
dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul
didalam perut
tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih
banyak
bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh
karenanya,
infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial
peritonitis atau
Alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4-6
bulan.
Pada h epa t i t i s C kronik, kombin as i in t er f eron den gan ribavi r in
merup akanterapi standar. Interferon diberikan secara suntikan 5 MIU 3 kali
seminggu dan dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6
bulan.2
Tatalaksana pasien sirosis dekompensata
As i t e s :
o Tirah baring
o Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari.
o Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton dengan
dosis200-200 mg 1x/hari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan
penurunanberat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1
kh/hari denganadanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton
tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40
mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran
asites bisa hingga 4-6 Ldan dilindungi dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatik
o Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
o Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia,
diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari, terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang.
Varises esophagus
o Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat
beta (propranolol).
o Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin
atauoktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.
Peritonitis bakterial spontan
o Diberikan antibiotika seperti sefotaksim IV, amoksilin, atau
aminoglikosida.
Sindrom hepatorenal
o Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati,
mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati; terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata.
Namunsebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus
dipenuhi resipien dahulu.2
X. PROGNOSIS
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.2
Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis
yangakan
BAB III
KESIMPULAN
Sirosis merupakan stadium akhir fibrotik hati akibat penyakit hati kronik
difus
yang ditandai dengan adanya perubahan arsitektur hati yang membentuk
jaringan ikat
dangambaran nodul.
14
yangtampak
serta ada tidaknya komplikasi yang timbul. Prognosis penyakit ini baik jika
diobatipada
stadium dini (kompensata), namun jika telah lanjut, akan sulit untuk
bertahan hinggalebih
dari 5 tahun, karena sirosis bersifat irreversibel. Terapi pasien sirosis dapat
diberikan mulai
dari medikamentosa hingga transplantasi hepar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Cirrhosis. 2009; http://www.mayoclinic.com/print/cirrhosis
[di aks es 19 Jun i 2011].
2. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
EdisiIV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2006.
443-4463.
15
3. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. Cirrhosis and Its Complications.
DAFTA PUSTAKA
1. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 FKUI, Jakarta ; 2000
2. Sutadi, Sri Mulyani, USU Digitalized library, Sirosis Hepatis dari Bagian Ilmu
Penyakit
Dalam Universitas Sumatera Utara, 2003.
3. Gines, Pere, et al.Management of Cirrhosis and ascites. The New England
Journal of
Medicine,2004;1647-1652.
4. . Gayatri, Anak Agung Ayu Yuli, et al.Peritonitis Bakterial Spontan pada
SirosisHati dan
Hubungannya dengan Beber apa Faktor Resiko. Jurnal Penyakit Dalam no. 2,
2006;halaman 84-90.
5. Sien, Oey Tjeng . Hematemesisdan Melena, 2008.
6. Sujono Hadi.Dr.Prof.,Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7.
Bandung ; 2002.
7. SutadI ,Sri Mulyani, dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera
Utara USU
Di gitalized library,Sindrom Hepatorenal, 2003.