You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) adalah
perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Salah satu
menifestasi
hipertensi porta adalah varises esophagus. Dua puluh sampai 40% pasien
sirosis dengan varises
esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan hingga kematian. 1-5
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis di
Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar
akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan
berakhir dengan
sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis alkoholik
dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada,
hanya laporan
laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien
sirosis hati berkitar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam
dalam kurun
waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien
sirosis hati
sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam. 1-5
Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia
terutama akibat
infeksi virus hepatitis B maupun C. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi
perasaan mudah
lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
berat badan menurun,
pada laki laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala
gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut

badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Manifestasi klinik
perdarahan saluran
cerna bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak
sedikitnya darah yang
hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. 1-5
Insidensi penyakit ini sangat meningkat sejak Perang Dunia II, sehingga sirosis menjadi salah
satu penyebab kematian yang paling menonjol. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh insidensi
hepatitis virus yang meningkat, namun yang lebih bermakna agaknya adalah karena asupan alcohol
yang sangat meningkat.
Hipertensi portal, ascites dan varises bleeding adalah komplikasi paling sering pada
penderita sirosis hati. Varises esophagus memiliki dampak klinis yang sangat besar,
dengan resiko mortalitas sebesar 17-42% tiap terjadinya perdarahan. Ascites, merupakan
komplikasi terpenting dari sirosis lanjut dan hipertensi portal berat, sehingga dapat
menyebabkan komplikasi berupa spontaneous bacterial peritonitis (SBP) dan hepatorenal
syndrome (HRS). Hepatic enchepalopathy (HE) adalah komplikasi lain dari sirosis hati,
dengan mortalitas sekitar 30%. Sekitar 15% dari sirosis hati pada akhirnya akan menjadi
hepatocellular carcinoma (HCC). Prognosis sirosis hati di ukur dengan menggunakan
klasifikasi Child-Pughs.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Hati


2.1.1 Anatomi
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah
diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup
berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan
tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di
bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan
merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati terbagi menjadi dua lobus
utama yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan
hati lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus
caudatus, dan lobus quadratus. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah
kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Dibawah peritoneum
terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ;
bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena
porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat masuknya
vena porta dan arteri hepatica serta tempat keluarnya duktus hepatika.
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang
merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang
tersiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis
yang mengalirkan darah dari lobulus. Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Diantara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang merupakan cabang
vena porta dan arteri hepatica. Tidak seperti kapileer lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel

kupffer. Sel kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsin utamanya adalah menelan
bakteri dan benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50% dari semua makrofag dalam hati adalah sel
kupffer; sehingga hati merupakan salah satu organ terpenting dalam pertahanan melawan invasi
bajteri dan agen toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatica yang melingkari bagian
perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler
empedu yan sangat kecil yang disebut kanalikuli (tidak tampak), yang berjalan ditengah lempengan
sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit dieksresi ke dalam kanalikuli yang bersatu
membentuk saluran empedu yang semakin lama makin besar hingga menjadi duktus koledokus.
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
a. Vena porta hepatica yang berasal dari saluran cerna dan limpa yang kaya akan nutrien seperti asam
amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral.
b. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah vena
dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan
melalui vena hepatica kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior. Cabangcabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid.
Hematosit menyerap nutrien, oksigen, dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat
racun akan dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut
akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.
Vena porta bersifat unik karena terletak diantara dua daerah kapiler, yang satu terletak dalam
hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang
menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini kemudian mempercabangkan vena-vena
interlobularis yang berjalan diantara lobulus-lobulus. Vena-vena ini sleanjutnya membentuk sinusoid
yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Cabang-cabang
terhalus arteri hepatica juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran
darah arteri dari arteri hepatica dan darah vena dari vena porta.
Gambar 27.2 menggambarkan sumber aliran darah ke sistem portal; tekanan yang meningkat dalam
sistem ini adalah manifestasi lazimgangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan pembuluhpembuluh tempat darah porta berasal. Padaobstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke
sistem vena sistemik.

1.4 FISIOLOGI HEPAR


Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi
tubuhsebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada
beberapa fungsi hepar
yaitu
1. Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling
berkaitan satu
samalain.Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus
halus menjadi

glikogen,mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam


hepar kemudian
hepar akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen menjadi glukosa
disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hepar merupakan sumber
utama glukosa dalam
tubuh, selanjutnya hepar mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat
shunt dan
terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:
Menghasilkan energi,
biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis
senyawa 3
karbon (3C) yaitu pyruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs ).
2. Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak
Hepar tidak hanya membentuk / mensintesis lemak tapi sekaligus
mengadakan katabolisis asam
lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
a) Senyawa 4 karbon KETON BODIES
b) Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol)
c) Pembentukan cholesterol
d)Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
cholesterol . Dimana
serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
3. Fungsi hepar sebagai metabolisme protein
Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi, hepar juga
mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses
transaminasi, hepar
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hepar merupakan
satu-satunya organ
yang membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi
produksi urea.Urea
merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di
dalam hepar,
dibentuk di limpa dan sumsum tulang. globulin hanya dibentuk di dalam
hepar. Albumin
mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000
4. Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah
Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan
dengan koagulasi

darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.


Benda asing menusuk
kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila ada
hubungan dengan katup
jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.
5. Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hepar khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hepar sebagai detoksikasi
Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi,reduksi,
metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti
zat racun,obat over
dosis.
7. Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan
melalui proses
fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai
immune livers
mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hepar menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hepar yang normal
1500 cc/ menit atau
1000-1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di
dalamv.porta 75%
dari seluruh aliran darah ke hepar. Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan
aliran darah. jugaUntuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar
berikut:

Gambar 2.1.Anatomi hati


Sumber : Leanerhelp Image Liver

28

2.1. SIROSIS HATI


I. DEFINISI
Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus. Sirosis merupakan suatu
keadaan yang patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang
berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan
nodulus regenerative. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro
dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut .
Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau besar (makronodular).
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Sirosis dapat mengganggu
sirkulasi darah intrahepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan
fungsi hati secara bertahap.
Sirosis hati adalah penyakit yang irreversibel dan serius. Sirosis juga dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati secara progresif, serta merupakan penyebab utama
mortalitas dan morbiditas di dunia. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan
penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada
pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi
portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila
ditekan.

1.2EPIDEMIOLOGI
Di Negara Barat , sirosis terjadi disebabkan oleh penyakit hati alkoholik yaitu

pengambilan minuman alkohol lebih daripada 60g perhari selama lebih 10


tahun. Sirosis hati
merupakan penyebab kematian ke-5 di Barat. Kira-kira 10% masyarakat
Barat bermasalah
dengan hati. Manakala penyebab terbanyak sirosis hati di Indonesia adalah
disebabkan oleh
Hepatitis B (40-50%) dan Hepatitis C (30-40%).
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkandengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara
golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
25.000 orang meninggal
setiap tahun akibat penyakit ini.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
pada p as i en yan g berus i a 45 46 t ah un ( s et e l ah p enyaki t ka rdiova
skul er
dan kan ker ) . Di seluruh dunia, sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab
kematian.
Sekitar 25.000 orangmeninggal setiap tahun akibat penyakit ini.4
Lebih da r i 40% pa s i en s i ros i s a s imtoma t i s . Kes elu ruh an in s idens
i
s i ros i s diAmerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya
sebagian besar akibatpenyakit ahti alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di
Indonesia,
data prevalensi sirosishati belum ada, hanya laoporan dari beberapa pusat
pendidikan
saja. Di RS Dr.SardjitoYogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 %
dari
pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun
(2004). Di
Medan dalam kurun waktu 4 tahun di jump ai p as i en s i ros i s h a t i s eban
yak 819
( 4%) pa s i en da r i s eluruh pa s i en di Bagi anPenyakit Dalam.2
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan
dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak antara
golongan umur 30
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.

2.2 ETIOLOGI
a. Alcoholic liver disease
Sirosis alkoholik terjadi pada sekitar 10-20% peminum alkohol berat.

Alkohol tampaknya melukai hati dengan menghalangi metabolisme normal


protein,
lemak,dan karbohidrat. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme
kronis dan merupakan tipe sirosis yang
paling sering ditemukan di negara Barat. Sirosis yang disebabkan oleh
alkohol juga disebut
sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi
daerah portal. Ingesti alkohol yang kronik dapat menyebabkan terjadinya
sirosis hati. Alkohol
menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak
yang sederhana dan
tidak rumit ( steatosis ), ke hati berlemak yang lebih serius dengan
peradangan ( steatohepatitis
atau alcoholic hepatitis ), ke sirosis. Perkembangan sirosis tergantung pada
jumlah dan
keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumi alkohol pada tingkat-tingkat
yang tinggi dan kronis
melukai sel-sel hati. 30% dari individu yang meminum setiap harinya paling
sedikit 8 -16 ounces
minuman keras (hard liquor) atau yang sama dengannya untuk 15 tahun
atau lebih akan
mengembangkan sirosis.
b. Post Hepatitis dan kriptogenik
Penyebab sirosis yang dikelompokkan termasuk penderita post hepatitis
(terutama hepatitis B
dan C ) dan yang penyebab terjadinya sirosis yang tidak teridentifikasi,
misalnya untuk
pencangkokan hati). Mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan
hepatitis A sembuh
secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan
infeksi yang kronis.
Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan
virus hepatitis B dan
kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C
mengembangkan hepatitis yang
kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif
dan menjurus pada
sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati. Gambaran patologi biasanya
mengkerut, berbentuk
tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita
fibrosis yang padat dan
lebar. Ukuran nodulus sangat bervariasi , dengan sejumlah besar jaringan
ikat memisahkan pulau
parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.

Infeksi virus hepatitis C menyebabkan peradangan dan kerusakan hati yang


selama
beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis. Dapat didiagnosis dengan
tesserologi yang mendeteksi antibodi hepatitis C atau RNA virus.
Vi rus h ep a t i t i s B men yebabkan p er adan gan dan kerus akan ha t i
yan g s el ama beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis. Hepatitis D
tergantung pada kehadiran hepatitis B, tetapi mempercepat sirosis melalui
koinfeksi.
Hepatitis Bkronis dapat didiagnosis dengan deteksi HBsAg> 6 bulan
setelah infeksi awal. HBeAg dan HBV DNA bermanfaat untuk menilai apakah
pasien
perlu terapi antiviral.
c. Biliaris
Cedera atau adanya obstruksi berpanjangan sistim bilier intra atau
ekstrahepatik dapat
menyebabkan terjadinya sirosis.Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar
duktus biliaris akan
menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebab
tersering adalah
obstruksi biliaris pasca hepatik. Sirosis biliaris di bagi menjadi dua yaitu
Primary Biliary Cirrhosis (PBC)
Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang
kronis dari
pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati, bersifat intrahepatik.
Pembuluh-pembuluh
empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus.
Mungkin tanpa gejala atau hanya mengeluh kelelahan, pruritus, dan
nonikterik hiperpigmentasi dengan hepatomegali. Umumya disertai elevasi
alkali fosfatase serta peningkatan kolesterol dan bilirubin. Hal ini lebih umum
pada
perempuan
Secondary Biliary Cirrhosis (SBC)
Pada (SBC) , terdapatnya obstruksi total atau parsial yang berkepanjangan
pada duktus
ekstrahepatik yaitu COMMON BILE DUCT atau cabangnya.Dapat disebabkan
oleh adanya batu
empedu ataupun pada pasca operasi striktura kandung
d. Kardiak
Sirosis dapat terjadi akibat daripada gagal jantung kongestif kanan yang
berpanjangan, Ini terjadi
disebabkan adanya perubahan fibrotik dalam hati yang terjadi sekunder
terhadap anoksi dan
nekrosis sentrilibuler.
e. Metabolik, keturunan dan terkait obat

Penyakit metabolik dan keturunan :


Sindrom Fanconi
Defisiensi 1-antitripsin
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan Glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fruktosa herediter
Tirosinemia Herediter
Penyakit Wilsona.
f. Non-alcoholic steatohepatitis (NASH)
Pada NASH, terjadi penumpukan lemak dan akhirnya menjadi penyebab
jaringanparut di hati. Hepatitis jenis ini dihubungkan dengan diabetes,
kekurangan gizi protein, obesitas, penyakit arteri koroner, dan pengobatan
dengan obat kortikosteroid. Penyakit ini mirip dengan penyakit hati alkoholik
tetapi
pasien tidak memiliki riwayat alkohol. Biopsi diperlukan untuk diagnosis.
g. Kolangitis sklerosis primer
PSC ada l ah gan gguan kol es t a s i s progr es i f den gan gej a l a pruri tus ,
s t e a tor rh e a , kekurangan vitamin larut lemak, dan penyakit tulang
metabolik.
h. Autoimmune hepatitis
Penyakit ini disebabkan oleh gangguan imunologis pada hati yang
menyebabkan inflamasi dan akhirnya jaringan parut dan sirosis. Temuan
yang umum
didapatkan yaitu peningkatan globulin dalam serum, terutama globulin
gamma.
i. Si ros i s j an tun g.
Ka r en a gaga l j an tun g kroni s s i s i kan an yan g men ga r ah p ada
kemacetan hati.
j. Penyakit Keturunan dan metabolik, antara lain:2,3,5
a) Defisiensi alpha1-antitripsin
Merupakan gangguan autosomal resesif. Pasien juga mungkin memiliki PPOK,
terutama jika mereka memiliki riwayat merokok tembakau. Serum AAT selalu
rendah.
b) Hemakhomatosis herediter
Biasanya hadir dengan riwayat keluarga sirosis, hiperpigmentasi kulit,
diabetes
mellitus, pseudogout, dan / atau cardiomyopathy, semua karena tandatanda
overload besi. Labor akan menunjukkan saturasi transferin puasa>
60% danferritin >300 ng/mL.
c ) Pen yaki t Wi l son
Kelainan autosomal resesif yang ditandai dengan ceruloplasmin serum
rendah dan
peningkatan kadar tembaga pada biopsi hati hati.
d) Penyakit simpanan glikogen tipe IV

e) Tirosinemia herediter
f ) Ga l aktos emi a
g) Intoleransi fruktosa herediter
10. Infeksi parasit yang berat seperti skistosomiasis.
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi sirosis dikelompokkan berdasarkan morfologi, secara fungsional
Dan etiologinya. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3
jenis, yaitu :
a. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung
nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis mikronodular
besar nodulnya sampai
3 mm.Dapat ditemukan pada alkoholisme,hemokromatosis,obstruksi bilier
dan obstruksi vena

b. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi,mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi. Besar nodulnya
lebih 3 mm. ada daerah luas dengan parenkim yang masih ba ik a t au
t er j adi r egen er a s i pa r enkim. Tip e inibiasanya tampak pada
perkembangan
hepatitis seperti infeksi virus hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi
a-1-antitripsin, sirosis bilier
primer.

c. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular).


Sirosis mikronoduler sering berkembang menjadi makronoduler.
Secara fungsional sirosis terbagi atas :
Sirosis hati kompensata : Merupakan sirosis hati laten atau dini. Pada
stadium kompensata ini belum
terlihat gejala-gejala yang nyata seperti lemas , mudah lelah,nafsu makan
berkurang,kembung,
mual dan berat badan turun. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan skreening.
Sirosis hati dekompensata : dikenal dengan Sirosis hati aktif, dan stadium
ini biasanya gejalagejala
sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
Berdasarkan stadium menurut consensus Baveno IV
a. Stadium 1 :tidak ada varises , tidak ada asites
b. Stadium 2 :varises , tanpa asites
c. Stadium 3 :asites dengan atau tanpa varises
d. Stadium 4 :perdarahan atau tanpa varises
Stadium 1 dan 2 :kompensata
Stadium 3 dan 4 :dekompensata
2.4 PATOFISIOLOGI
Sirosis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis), sesuai
dengan etiologinya. Jika etiologinya ditangani pada tahap ini, perubahan
tersebut masih
sepenuhnya reversibel.2,3
Ciri patologis dari sirosis adalah pengembangan jaringan parut yang
menggantikan
parenkim normal, memblokir aliran darah portal melalui organ dan
mengganggu
fungsi normal. Penelitian terbaru menunjukkan peran penting sel stellata,
tipe sel
yang biasanyamenyimp an vi t amin A, da l am p en gemban gan s i ros i s .
Kerus akan p ada pa r en kim h a t i menyebabkan aktivasi sel stellata, yang
menjadi
kontraktil (myofibroblast) dan menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Sel
ini
mengeluarkan TGF-1, yang mengarah pada respon fibrosis dan proliferasi
jaringan
ikat. Selain itu, juga mengganggu kes eimban gan an t a r a ma t r iks
met a l lop rot ein a s e dan in hibi tor a l ami (TIMP 1 dan 2) , menyebabkan
kerusakan matriks.2,3
Pita jaringan ikat (septa) memisahkan nodul-nodul hepatosit, yang pada

akhirnyamenggantikan arsitektur seluruh hati yang berujung pada


penurunan aliran darah di
seluruhhati. Limpa menjadi terbendung, mengarah ke hypersplenism dan
peningkatan
sekuesterasi platelet. Hipertensi portal bertanggung jawab atas sebagian
besar komplikasi
parah sirosis.2,3
Sirosis hati ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal
dengan
pembentukan fibrosis dan destruksi sel parenkim beserta regenerasinya
membentuk nodul-nodul.
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian
tersebut dapat
terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau
perlukaan hati yangterus
menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hati kemudian merespon
kerusakan sel
tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung
kolagen,glikoprotein, dan
proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks
ini. Pada cedera
yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga
ditemukan
pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang
menyebabkan sel stellata
menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh
hepatocytes, sel
Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera
berkepanjangan. Sebagai contoh
peningkatan kadar sitokin transforming growth factor beta 1 ( TGF-beta1)
ditemukan pada
pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis.TGF-beta1 kemudian
mengaktivasi sel
stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati
menyusut.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran
dari fenestra
endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel
kapiler) dari sinusoid. Sel
stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar
untuk menekan
daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah
yang menyebabkan
penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran
darah ke sel hati dan

pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar
akan menyebabkan
banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala
klinis. Kompresi dari
vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan
keadaan utama
penyebab terjadinya manifestasi klinis.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktup as i en mel akukan p emer iks a an rut in a t au ka r en a ke l a in an
p enyaki t
l a in . Gej a l a awa l sirosis (konpensata) meliputi perasaan mudah lelah dan
lemas,
selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun,
pada laki-laki dapat timbulimpotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
serta
menurunnya dorongan seksualitas.
Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal
yangtersebut di bawah
ini :
a. Kegagalan Parenkim hati
b. Hipertensi porta
c. Asites.
e. Ensefalophati hepatik
Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :
Merasa kemampuan jasmani menurun
Nausea, anorexia dan diikuti dengan penurunan berat badan
Sclera ikterik dan buang air kecil berwarna gelap (warna teh)
Ascites dan edema anasarka Perdarahan saluran cerna bagian atas
(hematemesis melena)
Pada keadaan lanjut dapat dijumpai Hepatic Enchephalopathy
Pruritus
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur
hati yang
mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkim hati yang
memperlihatkan gejala
klinis berupa :
a. Kegagalan sirosis hati
edema
ikterus
koma
kerusakan hati
asites

kelainan darah (anemia penyakit kronik,hematom/mudah terjadi


perdarahan)
b. Hipertensi portal (normal 5-10 mmHg)
varises oesophagus
splenomegali
gastropati
hipertensi porta
caput medusa
asites collateral
vein hemorrhoid/hematoschezia
c. Hiperestrogenemia
Hiperpigmentasi
Jerawat
Perubahan suara menjadi kecil
Ginekomastia
Spider naevi
Eritema palmar
Kerontokan bulu sekunder
Atrofi testis
Fetor hepatikum sebagai bau napas yang khas pada pasien sirosis
disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
2. 5 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada s a a t in i , p en egakan di agn os i s s i ros i s ha t i t e rdi r i a t a s
p emer iks a an f i s i s , l abor a tor ium, dan USG. Pada ka sus t e r t en tu
dip er lukan
p emer iks a an biops i ha t i a t au peritoneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.
a) Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik
1. Ha t i : p erki r a an bes a r ha t i , bi a s a h a t i membes a r p ada awa l
s i ros i s , bi l a ha t imengecil artinya, prognosis kurang baik. Pada
sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati
biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati.
2. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.
3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan
ascites.
4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada
tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae,
dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris,
ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid. 2,5
b) Laboratorium
1. Aminotransferases - AST dan ALT meningkat cukup tinggi,
dengan AST>ALT. Namun, aminotransferase normal tidak menyingkirkan
sirosis.
2. Fosfatase alkali - biasanya sedikit lebih tinggi.

3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada
penyakithati kronis karena alkohol.
4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang berlangsung.
5. Albumin - r en dah akiba t da r i men urun nya fungs i s in t et i s
ol eh h a t i den gansirosis yang semakin memburuk.
6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor pembekuan.
7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari hati ke
jaringan limfoid.
8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk
mengeluarkan
air bebas akibat dari tingginya ADH dan aldosteron.
9. Trombositopenia - karena splenomegaly kongestif dan
menurunnya sintesis thrombopoietin dari hati. Namun, ini jarang
menyebabkan jumlah platelet<50.000 / mL.
10.Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegaly dengan marginasi
limpa.
11.Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor
koagulasidan dengan demikian koagulopati berkorelasi dengan
memburuknya penyakit hati.3,5
c) Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus
untuk konfirmasi hepertensi portal.
2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi
sirosishati/hipertensi portal.
3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai
dilakukan sebagaialat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Yang dilihat
pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali,
gambaran vena hepatika, venaporta, pelebaran saluran empedu/HBD,
daerah
hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion). Sonografi
bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata,
hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran
empedu, dan lain lain.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites
denganmelakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi
(peritonitisbakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan
pemeriksaanmikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein,
amilase dan lipase.5
Diagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan
biopsi hati. Dengan
pemeriksaan histopatologi dari sediaan jaringan hati dapat ditentukan
keparahan dan kronisitas
dari peradangan hatinya, mengetahui penyebab dari penyakit hati kronis,
dan mendiagnosis

apakah penyakitnya suatu keganasan ataukah hanya penyakit sistemik yang


disertai
hepatomegali Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase,
gammaglutamil
transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin.
a. SGOT dan SGPT meningkat tetapi tak begitu tinggi.
b.Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
c.GGT konsentrasinya tinggi pada penyaki hati alkoholik kronik, karena
alkohol selain
menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya
GGT dari hepatosit.
d. Bilirubin dapat normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada
sirosis lanjut.
e. Albumin konsentrasinya menurun sesuai perburukan sirosis karena
sintesisnya terjadi di
jaringan hati.
Waktu protrombin mencerminkan derajat disfungsi sintesis hati, sehingga
pada sirosis
memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,
dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas. Kelainan hematologi anemia dengan
trombositopenia
,lekopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan
hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme. Pemeriksaan marker serologi petanda virus
untuk menentukan
penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan
sebagainya.Pemeriksaan alfafeto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi
atau >500-1.000
berarti telah terjadi transformasi kearah keganasan yaitu terjadinya kanker
hati primer
(hepatoma).
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi
porta. Dari pemeriksaan USG pada sirosis lanjut dapat dinilai hati mengecil
dan nodular,
permukaan ireguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati, juga
untuk melihat adanya
asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta
skrining adanya
karsinoma hati pada pasien sirosis. Pemeriksaan oesophagogram untuk
melihat varises esofagus,
pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta
sumber pendarahan, CT
scan, angiografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography
(ERCP).

KOMPLIKASI
Morbiditas dan mortalitas sirosis sangat tinggi akibat komplikasinya.
Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya.2,3,7
a. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi semakin parah, ginjal langsung bekerja menahan
garam dan
air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi
dalam jaringan
dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya
berat ketika
berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pittingedema.
Edema
seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin
berkurang
dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilangan efek-efek daya berat
ketika
berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang
tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini disebut ascites menyebabkan pembengkakkan
perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
yai tu inf eks i c a i r an a s i t es ol eh
s a tu j eni s bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya
pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri- bakteri
berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang
sangat kecil
cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang
masuk ke
perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam
vena portal
dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul
didalam perut
tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih
banyak
bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh
karenanya,
infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial
peritonitis atau

SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam


nyawa.
Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana
yang lainnya
mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare,
dan
memburuknya ascites.
c. Perdarahan dari Varises Esofagus (esophageal varices)
20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus
pecahyang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi,
sebanyak dua per tiganya akan meninggal dalam waktu 1 tahun walaupun
dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
Pada sirosis hati, jaringan fibrosis menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari
usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi
portal).Ketika tekanan
dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di
sekitar hati
melalui vena vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai
jantung. Vena-vena
yang paling umum yang dilalui darah untuk melewati hati adalah vena-vena
yang
melapisi bagian bawah dari esophagus dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang
diakibatkannya, vena-vena pada esofagus yang lebih bawah dan lambung
bagian atas
mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal varices dan gastric
varices ; lebih
tinggi tekanan portal, lebih besar varises-varises dan lebih mungkin seorang
pasien
mendapat perdarahan dari varises-varises ke dalam esophagus atau gaster.
Perdarahan dari varises-varises biasanya adalah parah/berat dan, tanpa
perawatan segera,
dapat menjadi fatal. Gejala gejala dari perdarahan varises-varises termasuk
hematemesis
(muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalangumpalan atau
"coffee grounds" dalam penampilannya, yang belakangan disebabkanoleh
efek dari asam
pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter
disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena),dan
orthostatic
dizziness atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam
tekanan

darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi berbaring).


Perdarahan juga mungkin terjadi dari varises-varises yang terbentuk dimana
sajadidalam
usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk
sebab-sebab
yang belum diketahui, pasien-pasien yang dirawat karena perdarahan yang
secara aktif
dari varises esophagus mempunyai suatu risiko yang tinggimengembangkan
spontaneous
bacterial peritonitis.
d. Hepatic encephalopathy
merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.
Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya
dapattimbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan
digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus.Ketika
menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri
membuat
unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian
dapat
diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya,
ammonia,dapat
mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini
diangkut dari
usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan
didetoksifikasi
(dihliangkan racunnya).
Saat terjadi sirosis, sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara normal karena
rusak atau
kehilangan hubungan normal dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa
dari darah
dalam vena portal memlewati hati melalui vena-vena lain. Akibat dari kondisi
ini, zat
toksik tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, zat ini
berakumulasi dalam darah.
Ketika zat toksik berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu,suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu
siang hari
daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah
diantara
gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain
termasuk sifat
lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan
perhitunganperhitungan,
kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang

tertekan.Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan


koma dan
kematian.
Zat toksik juga membuat otak pasien dengan sirosis sangat peka pada obatobat yang
dimetabolisme dan dieliminasi secara normal oleh hati. Dosis-dosis dari
banyak obat-obat
yang secara normal dieksresi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah
suatu
penambahan toksik pada sirosis, terutama obat-obat penenang (sedatives)
dan obat-obat
tidur. Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu
dieliminasi oleh
hati, contohnya, obat-obat yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.
Kriteria ensefalopati hepatic menurut West Haven :
Stadium 1(prodromal = awal) terdapat gangguan stasus mental
Stadium 2 (Impending koma) gangguan mental semakin berat, flapping
tremor
(tangan bergetar)
Stadium 3 (Stupor) bingung, gelisah, delirium (prekoma), flapping tremor
Stadium 4(koma) pasien koma tidak sadarkan diri .
e. Hepatorenal syndrome
terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oligouri,peningkatan ureum damn kreatinin tanpa adanya kelaianan organik
ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
berakibat
pada penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat menyebabkan
hepatorenalsyndrome.
Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjalginjal
berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak
ada
kerusakan fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang
disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjalginjalnya.
Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari
ginjal-ginjal
untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlahjumlah urin yang
memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal,
seperti
penahanan garam, dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati membaik atau
transplantasi

hati dilakukan ke pasien dengan hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal


biasanya mulai
bekerja secara normal. Ini menyatakan bahwa fungsi ginjal berkurang adalah
akibat dari
akumulasi zat toksik dalam darah ketika terjadi kegagalan hati. Adadua tipe
dari
hepatorenal syndrome. Satu tipe terjadi secara perlahan-lahan. Yangl ainnya
terjadi
secara cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu.
f. Hepatopulmonary syndrome
terdapat hidrothoraks dan hipertensi
portopulmonal.
Jarang terjadi. Hanya terjadi ke beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang
berlanjut.Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena
hormon-hormon
tertentuyang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paruparu berfungsi
secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup
darah mengalir
melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan
dengan
alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui
paru-paru
dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara
didalam
alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan
pengerahan
tenaga.
g. Hypersplenism Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu
saringan (filter)
untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah
putih, dan plateletplatelet
(partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih
tua.Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena
portal dari usususus.
Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah
menghalangi
aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan
limpamembengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai
splenomegaly.Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia
menyebabkan sakit
perut.Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih
banyak sel-sel
darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah
berkurang.

Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi


ini, dan itu
behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia),
jumlah sel
darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang
rendah
(thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia
dapat menjurus
pada infeksi-infeksi, dan trombositopenia dapat mengganggu pembekuan
darah dan
berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).
h. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)Sirosis yang disebabkan oleh
penyebab apa saja
meningkatkan risiko kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma).
Gejala-gejala
dan tanda-tanda yang paling umum dari kanker hati primer/utama adalah
sakit perut dan
pembengkakan perut,suatu hati yang membesar, kehilangan berat badan,
dan demam.
Sebagai tambahan,kanker-kanker hati dapat menghasilkan dan melepaskan
sejumlah
unsur-unsur,termasuk yang dapat menyebabkan suatu peningkatan jumlah
sel darah
merah( erythrocytosis ), gula darah yang rendah ( hypoglycemia ), dan
kalsium darah
yangtinggi ( hypercalcemia ).
PENATALAKSANAAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Tetapi ditujukan
mengurangiprogresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa
menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada
koma hepatik
diberikan diet yang mengandung protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/hari.2
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
a. Simtomatis
b. Supportif
Istirahat yang cukup
Istirahat yang cukup : Diet rendah protein : diet hati III : protein 1g/BB, 55g
protein,2000
kalori. Bila ascites : diet rendah garam II : 600-800mg atau III : 10002000mg.Bila proses
tidak aktif : diet tinggi kalori : 2000-3000 kalori atau tinggi protein (80125g/hari)
Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi
virus C dapat

dicoba dengan interferon.Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi


terapi bagian
pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan
pengobatan IFN
seperti :
Kombinasi IFN dengan ribavirin :Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri
dari
IFN 3 juta unit 3 x seminggudan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat
badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk
jangka
waktu 24-48 minggu.
Terapi induksi IFN:Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan
dengan
dosis yang lebihtinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau
tanpa
kombinasi dengan RIB.
Terapi dosis IFN tiap hari :Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar
pemberian
IFN dengan dosis 3 jutaatau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di
serum dan jaringan hati.
c. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti.
Ascites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
Istirahat
Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan
diet
rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka
penderitaharus dirawat.
Diuretik
Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah
garam
dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1kg
setelah
4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah
hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic,maka
pilihan
utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta
dapat
dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal
diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.
Terapi lain
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan
konservatif.Pada

keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis


cairan
asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan
infuse
albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata
parasintesa
dapat menurunkan masa rawat pasien.
Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan
parasintese. Tipe yang
spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20%
kasus.Keadaan
ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada
kebanyakan
kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi
secara blood
borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus
menurun dan
mikroba ini berasal dari usus.Pengobatan SBP dengan memberikan
cefalosporin generasi
III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau quinolon secara oral.
Mengingat
akan rekurennya tinggi maka untuk profilaxis dapat diberikan norfloxacin
(400mg/hari)
selama 2-3minggu.
Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang
berlebihan,
pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit,
perdarahan
daninfeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Restriksi
cairan,
garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
nefrotoxic. Manitol
tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan asidosis intraseluler. Diuretik
dengan dosis
yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan
shock. Pilihan
terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi
ginjal.
Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus.
Kasus ini merupakan kasus emergensi dan penanganan awal adalah penting.
Prinsip
penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien
stabil,dalam
keadaan ini maka dilakukan :

Pasien diistirahatkan daan dipuasakan

Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfuse.


Pemasangan Naso Gastric Tube (NGT) Hal ini mempunyai banyak
sekalikegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah
Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik,
VitaminK,Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin Disamping itu diperlukan
tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya
pemasangan ballon tamponade dan tindakan skleroterapi/ ligasi atau
Oesophageal
Transection.
Ensefalopati Hepatik
Suatu sindrom neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati
menahun,mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah
sampai ke pre
komadan koma Pada umumnya enselopati hepatik pada sirosis hati
disebabkan adanya
factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat
yanghepatotoksik. Prinsip diagnosis :
mengenali dan mengobati factor pencetus
intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amonia serta toxintoxinyang
berasal dari usus dengan cara : diet rendah protein, pemberian antibiotik
(neomisin) dan pemberian lactulose/ lactikol.
Obat-obat yang memodifikasi balance neutronsmiter : secara langsung
(Bromocriptin,Flumazemil) dan secara tak langsung (Pemberian AARS)
Tatalaksana pasien sirosis kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi
pasienditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:
Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat
herbalbisa
menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi
menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
Pada p en yaki t ha t i nona lkoh ol ik, menurunkan ber a t badan akan

men c egah terjadinya sirosis.


Pada hepatitis B, IFN alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan
terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara
oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 912 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. IFN

Alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4-6
bulan.
Pada h epa t i t i s C kronik, kombin as i in t er f eron den gan ribavi r in
merup akanterapi standar. Interferon diberikan secara suntikan 5 MIU 3 kali
seminggu dan dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6
bulan.2
Tatalaksana pasien sirosis dekompensata
As i t e s :
o Tirah baring
o Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari.
o Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton dengan
dosis200-200 mg 1x/hari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan
penurunanberat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1
kh/hari denganadanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton
tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40
mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran
asites bisa hingga 4-6 Ldan dilindungi dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatik
o Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
o Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia,
diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari, terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang.
Varises esophagus
o Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat

beta (propranolol).
o Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin
atauoktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.
Peritonitis bakterial spontan
o Diberikan antibiotika seperti sefotaksim IV, amoksilin, atau
aminoglikosida.
Sindrom hepatorenal
o Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati,
mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati; terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata.
Namunsebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus
dipenuhi resipien dahulu.2
X. PROGNOSIS
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.2
Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis
yangakan

menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada


tidaknya asites,
ensefalopati dan juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Chil A, B dan C.
KlasifikasiChild-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama
1 tahun untuk pasien Child A, B dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%

BAB III
KESIMPULAN
Sirosis merupakan stadium akhir fibrotik hati akibat penyakit hati kronik
difus
yang ditandai dengan adanya perubahan arsitektur hati yang membentuk
jaringan ikat
dangambaran nodul.
14

Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan


fungsi hati
Derajat kerusakan Mininal Sedang Berat
Bilirubin serum
(mu.mol/dl)
< 35 35-50 >50
Albumin serum
(gr/dl)
>35 30-35 <30
Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar
PSE/ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma
Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus
Penyakit ini dapat disebabkan berbagai etiologi. Infeksi virus hepaittis Bdan
C
merup akan p en yebab yan g s er in g di Indon es i s , s edan gkan a lkohol
merup akanpenyebab terbanyak di daerah Barat. Seiring meningkatnya
obesitas, diabetes mellitus,penyakit jantung koroner, maka nonalkoholik
steatohepatitis
juga menjadi etiologi sirosisyang penting.

Pengobatan penyakit ini didasarkan pada etiologi dan gejala klinis

yangtampak
serta ada tidaknya komplikasi yang timbul. Prognosis penyakit ini baik jika
diobatipada
stadium dini (kompensata), namun jika telah lanjut, akan sulit untuk
bertahan hinggalebih
dari 5 tahun, karena sirosis bersifat irreversibel. Terapi pasien sirosis dapat
diberikan mulai
dari medikamentosa hingga transplantasi hepar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Cirrhosis. 2009; http://www.mayoclinic.com/print/cirrhosis
[di aks es 19 Jun i 2011].
2. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
EdisiIV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2006.
443-4463.
15
3. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. Cirrhosis and Its Complications.

Dalam:Harrisons Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005.


Newyork: McGraw-Hill Companies. 1844-1855.
4. Sutadi Sri M. Sirosis Hepatis. 2003;
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam
srimaryani5.pdf [di aks es 19 Jun i 2011].
5. Anonim Sirosis Hepatis. 2008;
http://cintalestari.wordpress.com/2008/11/23/sirosishepatis/
[di aks es 19 Jun i 2011]
6. Dufour J F. Non alcoholic Steatohepatitis.
http://orpha.net/data/patho/GB/ukNASH.pdf [di aks es 19 Jun i 2011].
7. S c h i a n o T h oma s D, B o d e n h e ime r He n r y C . C omp l i c a t i o n
of
C h r o n i c L i v e r Disease. Dalam: Current Doagnosis and Treatment
Gastroenterology. Edisi II.USA: McGraw-Hill Companies, 2003. 639-6638.
8. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis
ProsesprosesPenyakit
Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005. 493-501.9.
9. Ghany Marc, Hofnagle Jay A. Approach to the Patient With Kiver Disease.
Dalam:Harrisons Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005.
Newyork: McGraw-Hill Companies. 1813
16

DAFTA PUSTAKA
1. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 FKUI, Jakarta ; 2000

2. Sutadi, Sri Mulyani, USU Digitalized library, Sirosis Hepatis dari Bagian Ilmu

Penyakit
Dalam Universitas Sumatera Utara, 2003.
3. Gines, Pere, et al.Management of Cirrhosis and ascites. The New England
Journal of
Medicine,2004;1647-1652.
4. . Gayatri, Anak Agung Ayu Yuli, et al.Peritonitis Bakterial Spontan pada
SirosisHati dan
Hubungannya dengan Beber apa Faktor Resiko. Jurnal Penyakit Dalam no. 2,
2006;halaman 84-90.
5. Sien, Oey Tjeng . Hematemesisdan Melena, 2008.
6. Sujono Hadi.Dr.Prof.,Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7.
Bandung ; 2002.
7. SutadI ,Sri Mulyani, dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera
Utara USU
Di gitalized library,Sindrom Hepatorenal, 2003.

You might also like