You are on page 1of 4

OH!

Luna pulang terlambat dari sekolah hari itu, gara-gara


jarangnyanya bis yang lewat. Bis-bis yang biasanya lewat di jalan itu sedang
sibuk berdemo menuntut pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Sore itu
sudah pukul 5.00. Luna berdiri di dalam bis yang kelewat penuh.
Di dalam bis Luna merasa was-was. Dia teringat berita kriminal
yang sering muncul di televisi, tentang maraknya pencopet di bis yang
penuh sesak oleh penumpang. Melengkapi kekhawatirannya, dia melihat
beberapa orang yang cukup mencurigakan. Di belakang sopir, berdiri
seorang laki-laki bertato dan bertindik. Di dekat pintu bis, berdiri seorang
laki-laki berjaket kulit, bertopi, dan berkacamata hitam. Ih, kayak teroris
aja, gerutu Luna di dalam hati, tapi mau gimana lagi, dari tadi nunggu bis
nggak ada yang lewat. Cuma ada ini. Huh!
Tiba-tiba, bis itu mendadak direm dan membuat para penumpang
yang berdiri sejenak kehilangan keseimbangan. Luna menabrak seorang
gadis kecil di depannya. Gadis kecil itu menangis. Seorang ibu, yang
kelihatannya ibu anak itu, mengomel, Hati-hati dong, Mbak! Anak saya kan
masih kecil! Nanti kalau dia tergencet, terus kehabisan napas, gimana? Apa
Mbak mau tanggung jawab?!
Eh, saya.saya minta maaf, Bu, ucap Luna, setengah jengkel,
setengah bingung.
Maaf Bu, bukan salah mbaknya, tapi bisnya kan yang ngerem
mendadak, Bu. Saya saja hampir jatuh tadi, kata salah seorang penumpang
yang berdiri di dekat Luna.
Si gadis kecil masih menangis.
Terus saya harus nyalahin
pengaruhnya dong! kata ibu itu lagi.

bisnya,

gitu?!

Ya

nggak

ada

Sama halnya dengan mbaknya ini. Mbaknya juga nggak bisa


disalahkan dong, Bu. Kan nggak sengaja. Toh anak ibu juga masih
menangis, jawab penumpang itu lagi.

Ibu itu tidak menjawab, hanya balas memelototi penumpang itu


tadi, sambil membelai rambut anaknya yang masih menangis.
Luna menjadi salah tingkah.
Ehmterima kasih ya, Mbak, katanya kepada penumpang di
sebelahnya itu.
Sama-sama Dik, jawab si penumpang itu sambil tersenyum
ramah.
Sementara itu, dalam keributan sesaat tadi, Luna tidak menyadari
kalau laki-laki berjaket hitam di dekat pintu yang dicurigainya tadi sudah
berdiri persis di belakangnya. Luna baru menyadari saat hampir turun. Dia
menjadi semakin khawatir. Dia ingin memindahkan ranselnya ke depan,
tetapi itu tidak mungkin karena terlalu banyak orang di dalam situ yang
berdesak-desakan. Jangankan memindahkan tas, mau bergerak saja susah.
Pasar Pagi, Pasar Pagi.! Seru kondektur bis nyaring. Luna segera
menyahut, Kiri Pak! sambil berjalan dengan susah payah di sela-sela
penumpang yang berdesak-desakan. Akhirnya dia pun turun, dan menghela
napas lega.
Sesampainya di rumah, Luna segera berganti pakaian dan makan.
Kemudian dia membuka tasnya dan kepanikan menyerangnya. Uang
pembayaran study tour milik teman-temannya hilang. Luna mengecek lagi
dan menggeledah tasnya berulang kali. Dia memeriksa saku rok
seragamnya, jaketnya, dan tasnya yang lain, tetapi hasilnya nihil. Luna
semakin panik. Aduhgimana nih? Uangnya masa aku harus ganti
sih.., ucapnya putus asa, dan dia pun menangis.
Ibunya melihatnya menangis. Kemudian ibunya bertanya, Na,
kenapa kamu menangis?
Luna menjawab, Uang study tour teman-teman hilang, Bu
Semuanya delapan juta besok setoran terakhir...
Apa?! Delapan juta? Kok bisa hilang itu bagaimana?! Kamu teledor
sekali! seru ibunya, terkejut dan marah.
Lalu bagaimana Bu? Luna bingung bagaimana menggantinya
luna tidak punya uang sebanyak itu..., lanjut Luna tersedu.

Kamu letakkan uang itu di mana? Coba ingat lagi! pinta ibunya.
Di dalam tas, Bu uang itu sepertinya diambil pencopetsoalnya
sepertinya tadi ada orang yang mencurigakan, Bu. Orang itu di
belakangku, Luna bercerita sambil terus menangis.
Kamu ingat ciri-ciri pencopetnya?
Orangnya berjaket kulit, bertopi, dan berkacamata hitam.
Selain itu? desak ibunya.
Tidak ingat, sahut Luna.
Ibunya menghela napas , lalu diam sejenak. Kemudian berkata, Ya
sudah, Ibu pinjami kamu uang tabungan Ibu dulu. Kamu tidak perlu
mengganti. Tetapi kamu tidak akan Ibu beri uang jajan. Cukup adil kan?
Iya Bu, jawab Luna, pasrah.
Baik, sekarang Ibu mau ambil uang dulu. Besok segera setorkan
uangnya, ujar Ibu. Luna hanya mengangguk, sambil menghapus air
matanya.
Keesokan harinya di sekolah, Luna mendatangi Lauren, bendahara
OSIS yang mengumpulka uang study tour seluruh siswa kelas XI.
Ren, aku mau setor uang pelunasan study tour. Masih kurang
delapan juta kan dari kelasku? tanya Luna.
Lho, bukannya kelasmu udah lunas? sahut Lauren.
Hah? Yang bener? Luna terkejut.
Iya, ini buktinya. Udah lunas kok. Ini tanda tanganmu kan?
Kemarin siang kamu setor, terus langsung tanda tangan. Kamu bilang kamu
ada les, jadinya buru-buru deh tanda tangannya, jelas Lauren, ini bukti
pembayarannya, di buku kasku.
Luna melihat tanda tangannya sendiri di buku kas itu, beserta
tanggal penyetoran uangnya. Seketika itu juga dia ingat.
Oh! serunya. Rasa malu, geli dan lega bercampur jadi satu.
Kenapa sih? tanya Lauren, penasaran dengan perubahan ekspresi
Luna. Luna menc eritakan semua yang dia alami sehubungan dengan uang
study tour itu.

Selesai Luna bercerita, Lauren tertawa terbahak-bahak. Dasar


pikun! serunya. Nah, berarti uang jajanmu nggak berkurang kan. Makanmakan ah!

Karya

: Nabela Nurma

Kelas/Nomor

: XII IPA 6/28

Maharani

You might also like