You are on page 1of 26

Senin, 13 Mei 2013

LP CEDERA KEPALA BERAT

A. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis
terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena
hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan
jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
B.

Penyebab Cedera Kepala


Cedera kepala disebabkan oleh

1.

Kecelakaan lalu lintas

2.

Jatuh

3.

Trauma benda tumpul

4.

Kecelakaan kerja

5.

Kecelakaan rumah tangga

6.

Kecelakaan olahraga

7.

Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

C. Manifestasi Klinis

1.

Nyeri yang menetap atau setempat.

2.

Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.

3.

Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebro
spiral ( cairan cerebros piral keluar dari

4.

telinga ), minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).

5.

Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.

6.

Penurunan kesadaran.

7.

Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi
intravaskuler

cepat

les

8.

Peningkatan TIK

9.

Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.

dan

penurunan

volume

10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

D. Patofisiologi Cedera Kepala


Menurut Tarwoto (2007 : 127) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan
kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh
darah,perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat,perubahan permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di
golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala
sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan
otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu
terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal )
local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada
bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu.
Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari
otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma,
misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara
periosteum tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya
darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal
hematom adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.

E.

Klasifikasi Cedera Kepala


Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara deskripsi
dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera kepala.
(IKABI, 2004).

1.

Berdasarkan

mekanismenya

a.

cedera kepala tumpul.

cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu

Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,


jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan decelerasi
yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan melakukan kontak
pada protuberas tulang tengkorak.
b.

Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
(IKABI, 2004)

2.

Berdasarkan morfologi cedera kepala


Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang tengkorak
yang meliputi

a.

Laserasi kulit kepala


Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin,
connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum
terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang.
Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini
banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan
yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.

b.

Fraktur tulang kepala


Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi

1)

Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata pada
tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur lenier
dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar
tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen
fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.

2)

Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg tengkorak
yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala. Jenis fraktur ini sering
terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat.
Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat
mengakibatkan terjadinya hematum epidural.

3)

Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari satu
fragmen dalam satu area fraktur.

4)

Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang
langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi pada
tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan
jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna
segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.

5)

Fraktur basis kranii


Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang
merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan letak
anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur
fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan
tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah
kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan
daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan
robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal
yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes
sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batles sign (fraktur
basis kranii fossa media). Kondisi ini juga 9 dapat menyebabkan lesi saraf kranial
yang paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf
wajah (N.facialis) dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari
fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang
mendadak misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak
menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika
perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/
otorrhea/otoliquorrhea.
Pada
penderita
dengan
tanda-tanda
bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala
miring ke posisi yang sehat.

c.

Cedera kepala di area intrakranial


Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan
cedera otak difus Cedera otak fokal yang meliputi.

1)

2)

Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural hematom (EDH)


adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna
tulangtengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan
kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit
neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain
yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis.
Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang
terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil
dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh
hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10
prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.

3)

Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik


Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3
minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan
jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya
inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat
tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan
membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar
(durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan
pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi
atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang
dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor
diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah
banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit
kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (transient
ischemic attack).disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti
kelemahan otorik dan kejang.

4)

Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)


Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang
terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh
benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh
gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya
pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh
darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara

lain adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan


dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.
5)

kesadarannya

Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)


Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik
arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang
subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA
menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan
burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.

3.

Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya


Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000) dapat
diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi

a.

Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 15

1)

Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.

2)

Tidak ada kehilangan kesadaran

3)

Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang

4)

Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

5)

Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala

b.

Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 13


Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang
sesuai dengan pernyataan yang di berikan

1)

Amnesia paska trauma

2)

Muntah

3)

Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum,


otorea atau rinorea cairan serebro spinal)

4)

Kejang

c.

Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.

1)

Penurunan kesadaran sacara progresif

2)

Tanda neorologis fokal

3)

Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium

(mansjoer, 2000)

F.

Komplikasi Cedera Kepala


Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada
cedera kepala meliputi

1.

Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife
state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari
lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun jarang
sembuh.

2.

Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
keadaan ini berkembang menjadi epilepsy

3.

Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya
karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.

4.

Hilangnya kemampuan kognitif


Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.

5.

Penyakit Alzheimer dan Parkinson


Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer
tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi
dan keparahan cedera.

G. Penatalaksanaan Cedera Kepala

Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelumlaserasi ditutup.
1.

.Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu
jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.

2.

Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak beri


O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada
berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi untuk
menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta
saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh
ahlianestesi.

3.

Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan


semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera
intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan
darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan koloidsedangkan
larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.

4.

Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x
jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.

5.

Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan cedera


kepala dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral
dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh
keservikal C1-C7normal7.Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih
efektif mengganti volume intravaskular daripada cairanhipotonis dan larutan ini tdk
menambah edema cerebri- Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer
lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan CT scanPasien dgn CKR, CKS, CKB harusn
dievaluasi adanya :1.Hematoma epidural2.Darah dalam sub arachnoid dan
intraventrikel3.Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4.Edema cerebri5.Pergeseran
garis tengah6.Fraktur kranium8.Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien
dgn tanda-tanda herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol
20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam
kemudian yaitu sebesar dosis semulasetiap 6 jam sampai maksimal 48 jam IPasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom
epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo).

H. Nursing Care Plaing


Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cederadan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vitala.
1.

Aktifitas dan istirahat


Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda :

a.

Perubahan kesadaran, letargi

b.

Hemiparese

c.

ataksia cara berjalan tidak tegap

d.

masalah dlm keseimbangan

e.

cedera/trauma ortopedi

f.

kehilangan tonus otot

2.

Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yg diselingi bradikardia disritmiac.

3.

Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresid.

4.

Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguanfungsie.

5.

Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelanf.

6.

Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti

ketajamannya, diplopia, kehilangan


pengecapan dan penciuman

sebagain

lapang pandang,

gangguan

Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental,


Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan, Wajah tdk simetris, Genggaman lemah
tidak seimbang, Kehilangfan sensasi sebagian tubuhg.
7.

Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pada ransangan nyeri yg hebat,
merintihh.

8.

Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengii.

9.

Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan

10. Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna, tanda batledi sekitar telinga, adanya aliran
cairan dari telinga atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak,
Demam

I.

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang
sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat
intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual
dan muntah, GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi

Rasionalisasi

Mandiri

Deteksi dini untuk memprioritaskan


intervensi,
mengkaji
status
neurologis/tanda-tanda
kegagalan
untuk
menentukan
perawatan
kegawatan atau tindakan pembedahan.

Kaji
faktor
penyebab
dari
situasi/keadaan
individu/penyebab
koma/penurunan perfusi jaringan dan
kemungkinan penyebab peningkatan
TIK.
Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam

Suatu keadaan normal bila sirkulasi


serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai dengan tekanan
darah
sistemik,
penurunan
dari
autoregulator kebanyakan merupakan
tanda
penurunan
difusi
local
vaskularisasi darah serebral. Dengan
peningkatan tekanan darah (diastolic)
maka dibarengi dengan peningkatan
tekanan darah intrakrinial. Adanya
peningkatan tekanan darah, bradikardi,
disritmia, dispnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK.

Evaluasi
pupil,
ketajaman,
dan
cahaya.

Reaksi pupil dan pergerakan kembali


dari bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak
terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf
III
cranial
(okulomotorik)
yang
menunjukkan keseimbangan antara
parasimpatis dan simpatis. Respon

amati
reaksi

ukuran,
terhadap

terhadap cahaya merupakan kombinasi


fungsi dari saraf cranial II dan III.
Monitor temperatur dan pengaturan
suhu lingkungan.

Panas
merupakan
hipotalamus.

refleks

dari

Peningkatan kebutuhan metabolism


dan O2akan menunjang peningkatan
TIK/ICP (Intracranial Pressure).
Pertahankan kepala/leher pada posisi
yang netral, usahakan dengan sedikit
bantal. Hindari penggunaan bantal
yang tinggi pada kepala.

Perubahan kepala pada satu sisi dapat


menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah
otak (menghambat drainase pada vena
serebral),
untuk
itu
dapat
meningkatkan tekanan intracranial.

Berikan
periode
istirahat
tindakan
perawatan
dan
lamanya prosedur.

antara
batasi

Tindakan yang terus-menerus dapat


meningkatkan
TIK
oleh
efek
rangsangan kumulatif.

Kurangi rangsangan ekstra dan berikan


rasa
nyaman
seperti
masase
punggung, lingkungan yang tenang.
Sentuhan yang ramah, dan suasana /
pembicaraan yang tidak gaduh.

Memberikan suasana yang tenang


(colming effect) dapat mengurangi
respons psikologis dan memberikan
istirahat untuk mempertahankan TIK
yang rendah.

Cegah/hindarkan
maneuver.

terjadinya

valsava Mengurangi tekanan intratorakal dan


intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.

Bantu klien jika batuk, muntah.

Aktivitas
ini
dapat
meningkatkan
intrathorakal/tekanan dalam thoraks
dan tekanan dalam abdomen dimana
aktivitas
ini
dapat
meningkatkan
tekanan TIK.

Kaji peningkatan istirahat dan tingkat


laku.

Tingkah nonverbal ini dapat merupakan


indikasi
peningkatan
TIK
atau
memberikan refleks nyeri dimana klien
tidak mampu mengungkapkan keluhan
secara verbal, nyeri yang tidak
menurun dapat meningkatkan TIK.

Palpasi pada pembesaran/pelebaran


bladder, pertahankan drainase urine

Dapat meningkatkan repons otomatis

secara paten jika di gunakan dan juga


monitor terdapatnya konstipasi.

yang potensial menaikkan TIK.

Berikan penjelasan pada klien (jika


sadar) dan keluarga tentang sebabsebab TIK meningkat.

Meningkatkan
kerja
sama
dalam
meningakatkan perawatan klien dan
mengurangi kecemasan.

Observasi tingkat kesadaran dengan


GCS.

Perubahan kesadaran menunjukkan


peningkatan
TIK
dan
berguna
menentukan lokasi dan perkembangan
penyakit.

Kolaborasi :
Pemberian O2 sesuai indikasi.

Mengurangi hipoksemia, dimana dapat


meningkatkan vasodilatasi serebral,
volume darah, dan menaikkan TIK.

Kolaborasi untuk tindakan operatif


evakuasi darah dari dalam intracranial.

Tindakan pembedahan untuk evakuasi


darah dilakukan bila kemungkinan
terdapat tanda-tanda deficit neurologis
yang
menandakan
peningkatan
ntrakranial.

Berikan
indikasi.

sesuai

Pemberian cairan mungkin di inginkan


untuk mengurangi edema serebral,
peningkatan minimum pada pembuluh
darah, tekanan darah dan TIK.

Berikan
obat
osmosis
diuretic
contohnya : manitol, furoscide.

Diuretic mungkin digunakan pada fase


akut untuk mengalirkan air dari sel
otak dan mengurangi edema serebral
dan TIK.

Berikan
steroid
contohnya
dexamethason, methyl prenidsolon.

Untuk menurunkan inflamasi (radang)


dan mengurangi edema jaringan.

Berikan analgesic narkotik contoh :


kodein.

Mungkin
di
indikasikan
untuk
mengurangi nyeri dan obat ini berefek
negatif
pada
TIK
tetapi
dapat
digunakan
dengan
tujuan
untuk
mencegah dan menurunkan sensasi
nyeri.

cairan

intravena

Berikan
antipiretik
asetaminofen.

contohnya

: Mengurangi/mengontrol hari dan pada


metabolisme serebral/oksigen yang

diinginkan.
Monitor hasil laboratorium sesuai
dengan indikasi seperti prothrombin,
LED.

Membantu
memberikan
informasi
tentang efektifitas pemberian obat.

DX 2 : Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat


pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal
karena trauma, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas
kembali efektif.
Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami
perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi

Rasionalisasi

Berikan posisi yang nyaman, biasanya Meningkatkan


inspirasi
maksimal,
dengan peninggian kepala tempat tidur. meningkatkan
ekspansi
paru
dan
Balik kesisi yang sakit. Dorong klien ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
untuk duduk sebanyak mungkin.
Observasi fungsi pernapasan, dispnea,
atau perubahan tanda-tanda vital.

Distress pernapasan dan perubahan


pada tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologi dan nyeri atau
dapat menunujukkan terjadinya syok
sehubungan dengan hipoksia.

Jelaskan pada klien bahwa tindakan Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
tersebut dilakukan untuk menjamin mengembangkan
kepatuhan
klien
keamanan.
terhadap rencana terapeutik.
Jelaskan
pada
klien
tentang Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
etiologi/factor pencetus adanya sesak mengurangi
ansietas
dan
atau kolaps paru-paru.
mengembangkan
kepatuhan
klien
terhadap rencana terapeutik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu klien
untuk control diri dengan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.

Membantu klien mengalami efek fisiologi


hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.

Periksalah
alarm
pada
ventilator
sebelum difungsikan. Jangan mematikan

Ventilator yang memiliki alarm yang bias


dilihat dan didengar misalnya alarm

alarm.

kadar oksigen, tinggi/rendahnya tekanan


oksigen.

Tarulah kantung resusitasi disamping


tempat tidur dan manual ventilasi untuk
sewaktu-waktu dapat digunakan.

Kantung
resusitasi/manual
ventilasi
sangat berguna untuk mempertahankan
fungsi pernapasan jika terjadi gangguan
pada alat ventilator secara mendadak.

Bantulah
klien
pernapasan jika
berhenti.

Melatih klien untuk mengatur napas


seperti napas dalam, napas pelan, napas
perut, pengaturan posisi, dan teknik
relaksasi
dapat
membantu
memaksimalkan fungsi dan system
pernapasan.

untuk
mengontrol
ventilator tiba-tiba

Perhatikan letak dan fungsi ventilator Memerhatikan letak dan fungsi ventilator
secara rutin.
sebagai
kesiapan
perawat
dalam
memberikan tindakan pada penyakit
Pengecekan
konsentrasi
oksigen, primer setelah menilai hasil diagnostik
memeriksa tekanan oksigen dalam dan menyediakan sebagai cadangan.
tabung, monitor manometer untuk
menganalisis batas/kadar oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg).
periksa fungsi spirometer.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi.
Pemberian antibiotik.
Pemberian analgesic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain


untuk mengevaluasi perbaikan kondisi
klien atas pengembangan parunya.

DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan
napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan
batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan
napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube
bebas sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan
sekret di saluran pernapasan.
Intervensi

Rasionalisasi

Kaji keadaan jalan napas

Obstruksi mungkin dapat disebabkan


oleh akumulasi sekret, sisa cairan
mucus, perdarahan, bronkhospasme,
dan/atau
posisi
dari
endotracheal/tracheostomy tube yang
berubah.

Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi


suara napas pada kedua paru (bilateral).

Pergerakan dada yang simetris dengan


suara napas yang keluar dari paru-paru
menandakan
jalan
napas
tidak
terganggu. Saluran napas bagian bawah
tersumbat
dapat
terjadi
pada
pneumonia/atelektasis
akan
menimbulkan perubahan suara napas
seperti ronkhi atau wheezing.

Monitor letak/posisi endotracheal tube. Endotracheal tube dapat saja masuk ke


Beri tanda batas bibir.
dalam bronchus kanan, menyebabkan
obstruksi jalan napas ke paru-paru kanan
Lekatkan tube secara hati-hati dengan dan mengakibatkan klien mengalami
memakai perekat khusus.
pneumothoraks.
Mohon bantuan perawat lain ketika
memasang dan mengatur posisi tube.
Catat

adanya

batuk,

bertambahnya

Selama intubasiklien mengalami refleks

sesak napas, suara alarm dari ventilator


karena tekanan yang tinggi, pengeluaran
sekret
melalui
endotracheal/tracheostomy
tube,
bertambahnya bunyi ronkhi.

batuk yang tidak efektif, atau klien akan


mengalami
kelemahan
otot-otot
pernapasan
(neuromuscular/neurosensorik),
keterlambatan untuk batuk. Semua klien
tergantung dari alternatif yang dilakukan
seperti mengisap lender dari jalan
napas.

Lakukan
penghisapan
lender
jika
diperlukan, batasi durasi pengisapan
dengan 15 detik atau lebih. Gunakan
kateter pengisap yang sesuai, cairan
fisiologis steril.

Pengisapan lendir tidak selamanya


dilakukan terus-menerus, dan durasinya
pun dapat dikurangi untuk mencegah
bahaya hipoksia.

Diameter kateter pengisap tidak boleh


Berikan
oksigen
100%
sebelum lebih
dari
50%
diameter
dilakukan pengisapan dengan ambu bag endotracheal/tracheostomy tube untuk
(hiperventilasi).
mencegah hipoksia.
Dengan membuat hiperventilasi melalui
pemberian
oksigen
100%
dapat
mencegah terjadinya atelektasis dan
mengurangi terjadinya hipoksia.
Anjurkan klien mengenai tekhik batuk Batuk yang efektif dapat mengeluarkan
selama
pengisapan
seperti
waktu sekret dari saluran napas.
bernapas panjang, batuk kuat, bersin
jika ada indikasi.
Atur/ubah posisi klien secara teratur
(tiap 2jam).

Mengatur
pengeluaran
sekret
dan
ventilasi segmen paru-paru, mengurangi
risiko atelektasis.

Berikan minum hangat jika keadaan


memungkinkan.

Membantu
pengenceran
sekret,
mempermudah pengeluaran sekret.

Jelaskan kepada klien tentang kegunaan


batuk efektif dan mengapa terdapat
penumpukan
sekret
di
saluran
pernapasan.

Pengetahuan yang diharapkan akan


membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana terapeutik.

Ajarkan klien tentang metode yang tepat


untuk pengontrolan batuk.

Batuk yang tidak terkontrol adalah


melelahkan dan tidak efektif, dapat
menyebabkan frustasi.

Napas dalam dan perlahan saat duduk

Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

setegak mungkin.
Lakukan pernapasan diafragma.

Pernapasan
diafragma
menurunkan
frekuensi napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.

Tahap napas selama 3-5 detik kemudian Meningkatkan volume udara dalam paru,
secara
perlahan-lahan,
dikeluarkan mempermudah
pengeluaran
sekresi
sebanyak mungkin melalui mulut.
sekret.
Lakukan napas kedua, tahan, dan
batukkan dari dada dengan melakukan 2
batuk pendek dan kuat.

Pengkajian ini membantu mengevaluasi


keefektifan upaya batuk klien.

Auskultasi paru sebelum dan sesudah


klien batuk.

Sekresi kental sulit untuk di encerkan


dan dapat menyebabkan sumbatan
mucus, yang mengarah pada atelektasis.

Ajarkan
klien
tindakan
untuk Untuk menghindari pengentalan dari
menurunkan
viskositas
sekresi.
: sekret atau mosa pada saluran napas
mempertahankan hidrasi yang adekuat; pada bagian atas.
meningkatkan masukan cairan 10001500
cc/hari
bila
tidak
ada
kontraindikasi.
Dorong atau berikan perawatan mulut
yang baik setelah batuk.

Higine mulut yang baik meningkatkan


rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.

Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan


fisioterapi.

Ekspektoran
untuk
memudahkan
mengeluarkan lendir dan mengevaluasi
perbaikan
kondisi
klien
atas
pengembangan parunya.

Pemberian ekspektoran.
Pemberian antibiotic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
seperti
postural
drainage,
perkusi/penepukan.

Mengatur ventilasi segmen paru-paru


dan pengeluaran sekret.

Berikan obat-obat bronchodilator sesuai


indikasi seperti aminophilin, metaproterenol sulfat (alupent), adoetharine

Mengatur
sekret

ventilasi dan
karena

melepaskan
relaksasi

hydrochloride (bronkosol).

muscle/bronchospasme.

DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi,
dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien
tidak gelisah.
Intervensi

Rasional

Jelaskan dan bantu klien dengan


tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan non-invasif.

Pendekatan
dengan
menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunujukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.

Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik
untuk
menurunkan
ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga
tingkatkan relaksasi masase.

Akan melansarkan peredaran darah


sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan
akan terpenuhi dan akan mengurangi
nyerinya.

Ajarkan metode distraksi selama nyeri


akut.

Mengalihkan perhatian nyerinya ke halhal yang menyenangkan.

Berikan kesempatan waktu istirahat bala


terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman
misalnya
ketika
tidur,
belakangnya dipasang bantal kecil.

Istirahat akan merelaksasikan semua


jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.

Tingkatkan
pengetahuan
tentang
penyebab nyeri dan respons motorik
klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgesic untuk mengkaji efektivitasnya
serta setiap 1-2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1-2 hari.

Pengkajian
yang
optimal
akan
memberikan perawat data yang objektif
untuk
mencegah
kemungkinan
komplikasi dan melakukan intervensi
yang tepat.

Kolaborasi dengan dokter, pemberian


analgetik.

Analgetik
memblok
lintasan
sehingga nyeri akan berkurang.

nyeri,

DX 5 : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah


(nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam fungsi serebral membaik, penurunan fungsi
neurologis dapat d minimalkan /distabilkan.
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
kognitif dan motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan tidak
ada tanda-tanda peningktan TIK,
Intervensi

Rasional

Kaji ulang tanda-tanda vital

Mengkaji adanya kecenderungan pada


tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan
perkembangankerusakan ssp.

klien dan status relirologis klien

Monitor tekanan darah, catat adanya


hipertensi sistolik secara teratur dan
tekanan nadi yang makin berat, obs, ht,
pada klien yang mengalami trauma
multiple.

Peningkatan tekanan darah sistemik


yang diikuti penurunan tekanan darah
distolik (nadi yang
membesar) merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, juga diikuti ( yang
berhubungan
dengan trauma kesadaran.Hipovolumia/
Ht (yang berhubungan dengan trauma
multiples) dapat
mengakibatkan kerusakan / iskemik
serebral.

Monitor Heart Rate, catat adanya


bradikardi, takikardi atau bentuk
disritmia lainya.

Perubahan pada ritme (paling sering


bradikardia) dan disritmia dapat timbul
yang encerminkan
adanya depresi / trauma pada batang
otak pada pasien yang tidak mempunyai
kelainan jantung sebelumnya.

Monitor pernafasan meliputi pola dan


ritme, seperti periode apnea setelah
hiperventilasi
(pernafasan cheyne stokes).

Nafas tidak teratur menunjukkan adanya


gangguan
serebral/ peningkatan TIK dan
memerlukan intervensi lebih lanjut
termasuk kemungkinan
dukungan nafas buatan.

Kaji perubahan pada penglihatan


( penglihatan kabur, ganda, lap. Pandang

Gangguan penglihatan dapat


diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik

menyempit
dan kedalaman persepsi.

pada otak,
merupakan konsekuensi terhadap
keamanan dan juga akan mempngaruhi
pilihan intervensi

Pertahankan kepala / leher pada posisi


tengah/ pada posisi netral. Sokong
dengan handuk kecil /
bantal kecil. Hindari pemakaian bantal
besar pada kepala

Kepala yang miring pada salah satu sisi


menekan vena jugularis dan
menghambat aliran darah lain yang
selanjutnya akan

Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15


45o sesuai indikasi / yang dapat
ditoleransi.

Meningkatkan aliran balik vena dari


kepala, sehingga mengurangi kongesti
dan edema
/ resiko terjadinya peningkatan TIK.

Kolaborasi pemberian O2 tambahan


sesuai

Menurunkan hipoksemia yang mana


dapat menaikkan vasodilatasi dan vol
darah serebral yang meningkatkan TIK.

meningkat TIK.

indikasi
Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi :

Untuk menurunkan air dari sel otak,


menurunkan edema otak
TIK.

Menurunkan inflasi, yang


selanjutnya menurunkan edema
jaringan.

Menghilangkan nyeri dan dapat


berakibat pada TIK tetapi harus
digunakan dengan hasil untuk mencegah
gangguan
pernafasan.

Untuk mengendalikan
kegelisahan agitas

- Diuretik
- Steroid
- Analgetik sedang
- Sedatif

DX 6 : gangguan nutrisi : kurang dari kbutuhan tubuh berhubungan dengan


perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan

kenaikan berat badan sesuai dengan pemeriksaan laboratorium.


Intervensi

Rasional

Mandiri

Klien dengan tracheostomy tube


mungkin sulit untuk makan, tetapi klien
dengan endotracheal tube dapat
menggunakan mag slang atau memberi
makanan parenteral.

Evaluasi kemampuan makan klien

Observasi/timbang berat badan jika


memungkinkan.

Tanda kehilangan berat badan (7-10%)


dan kekurangan intake nutrisi
menunjang terjadinya masalah
katabolisme, kandungan glikogen dalam
otot, dan kepekaan terhadap
pemasangan ventilator.

Catat pemasukan peroral jika


diindikasikan. anjurkan klien untuk
makan

Nafsu makan biasanya berkurang dan


nutrisi yang masuk pun berkurang.
menganjurkan klien memilih makanan
yang di senangi dapat dimakan ( bila
sesuai anjuran).

Berikan makanan kecil dan lunak

Mencegah terjadinya kelelahan,


memudahkan masuknya makanan, dan
mencegah gangguan pada lambung.

Kolaborasi

Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat


sangat diperlukan selama pemasangan
ventilator untuk mempertahankan fungsi
otot-otot respirasi. karbohidrat dapat
berperan dan penggunaan lemak
meningkat untuk mencegah terjadinya
produksi co2 dan pengaturan sisa
respirasi.

Aturlah diet yang diberikan sesuaii


keadaan klien

Lakukan pemeriksaan laboratorium yang


diindikasikan seperti serum,
transverin,BUN/kreatinin dan glukosa.

Memberikan informasi yang tepat


tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan
klien.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem
persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta :
EGC
http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cederakepala.html

lovely moca
SELASA, 15 JUNI 2010

anatomi kepala

Anatomi dan Fisiologi Kepala


A. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective
tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective
tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium (3,5).
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii (2,7). Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital (5,8). Kalvaria khususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior
tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian
bawah batang otak dan serebelum (3).
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan
meningeal (5). Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak
antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada
cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus
sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan
dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena
ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat (3).
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri
ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah
arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media) (3).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang (3). Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis (5). Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala
(3).
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri (3). Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang
paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater (5).
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg
(8). Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum

dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri
dari pons, medula oblongata dan serebellum (5).
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus (8). Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi
sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus
oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas
berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada
medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam
fungsi koordinasi dan keseimbangan (3,9).

E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi
sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju
ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior.
Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu
penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial (3). Angka rata-rata
pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml
CSS per hari (11).
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari
fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii
posterior) (3).
G. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena
otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak
mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis (5).
Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan secebrospinal
dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang
sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 10 mmHg (8).
Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat
iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg,
terutama bila menetap (3).
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah
sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler
mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep
sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa

volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie
(3).
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac
output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup (8). Aliran darah otak (ADO)
normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per
menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya (3,12). ADO dapat
menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan
koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap
koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera.
Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat
rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO (3).
http://mocacandy.blogspot.com/2010/06/anatomi-kepala.html

You might also like