You are on page 1of 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASFIKSIA

1. Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah bayi lahir. Keadaan ini disertai dengan keadaan hipoksia (dimana bayi
membutuhkan resusitasi lebih lanjut dan berlanjut pada keadaan Ensefelopati hipoksik
iskemik), hiperkapnea, sianosis, brakikardi, hipotonia dan tidak ada respon terhadap
rangsangan, dan berakhir dengan asidosis yang secara objektif dapat dinilai dengan skor
apgar (Ilyas, 1994 ;77, Wahyudi, 2003 ;1, Meadow, 2005. 62).
Keadaan ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah bayi lahir. bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital
lainnya. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang
mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999 dan Syaifuddin, 2001). Hipoksia yang terdapat
pada penderita afiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi
bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Hasan & Alatas, 2002).
2. Etiologi
Menurut Ilyas (1994 ; 77-78 dan 2008 ;128) yang dapat menjadi penyebab, yaitu:
a. Faktor ibu
Terjadinya hipoksia pada ibu, usia ibu yang kurang dari 20 atau lebih dari 35 tahun,
gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, setiap penyakit pembuluh darah
ibu yang mengganggu pertukaran gas janin, seperti tinggi kolesterol, hipertensi,
hipotensi, jantung, paru paru atau TBC, ginjal, gangguan kontraksi uterus dan pada
ibu yang kehamilannya beresiko
b. Faktor plasenta
Meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta
tidak menempel pada tempatnya.
c. Faktor janin atau neonatus
Meliputi tali pusat membumbung, tali pusat melilit, kompresi tali pusat antara janin
dan jalan lahir, kelainan konginetal pada neonatus, prematur.
d. Faktor tindakan
Meliputi partus lama dan partus dengan tindakan, seperti bayi sungsang, distosia
bahu, ekstraksi vakum.

3. Manifestasi klinik
Menurut Teguh (2009), Ilyas (1994 ; 78), dan Meadow (2005 ; 62) asfiksia ditandai
dengan :
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus
dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
1) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
2) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
3) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b.

Pada bayi setelah lahir

1) Bayi pucat dan kebiru-biruan


2) Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3) Hipoksia
4) Asidosis metabolik atau respiratori
5) Perubahan fungsi jantung
6) Kegagalan sistem multiorgan
7) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
8) Pernapasan cuping hidung
9) Bradikardi
10) Lemas
4. Klasifikasi
Menurut Hidayat (2008,p. 128) asfiksia diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan nilai
Apgarnya, yaitu:
a. Asfiksia ringan dengan Apgar skor 7 10.
b. Asfiksia sedang dengan Apgar skor 4 6.
c. Asfiksia berat dnegan Apgar skor 0 3.

5. Patofisiologi
Perkembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit menit pertama, kemudian
disusul dengan pernapasan teratur fan tangisan bayi. Proses perangsangan pernapasan ini
dimulai dari tekanan mekanik dada pada proses persalinan, disusul dengan keadaan
penurunan tekanan arteriil O2 dan peninggian tekanan arteriil CO2 yang akan memberi
rangsangan pada sinus kortikus, juga rangsangang dingin pada wajah bayi, kesemuanya
akan merangsang pernapasan dan menjadikan bayi menangis. Bila mengadakan kondisi
hipoksi yang terjadi baik pada intrauterin , saat persalinan maupun pasca persalinan
maka akan terjadi asfiksia (Wahyudi, 2003, p. 4 5).
Pada awal kelhiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan
menyesuaikan diri melalui proses adaptasi sehingga bisa menabgis atau bernapas. Bila
terjadi gangguan pertukarn gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan atau
persalinan akan terjadi keadaan asfiksia derajat ringan, sedang sampai berat. Keadaaan
ini mempengaruhi fungsi sel tubuh terutama organ vital seperti jantung, paru, ginjal,
terutama otak, yang akan mengakibatkan kematian atau kecacatan irreversible (Wahyudi,
2003, p. 4 5).

Dampak atau komplikasi asfiksia pada organ sistem adalah sebagai akibat dari
terjadinya vasokontriksi bagian setempat untuk mengurangi aliran darah ke daerah yang
kurang vital seperti saluran cerna, ginjal, otot, dan kulit agar penggunaan oksigen
berkurang. Aliran darah ke organ vital seperti otak dan jantung meningkat (Wahyudi,
2003, p.6).
Organ dan sistem yang mengalami kerusakan antara lain:
a. Susunan saraf pusat
Ensefalopati hipoksik iskemik. Menurut Meadow (2005,p. 62) EHI dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1) Ringan: iritabilitas dan gerakan tangan yang tidak normal, tangisan yang keras,
dan susah minum.
2) Sedang: lesu dan tonus otot menurun, penurunan gerakan spontan, susah minum,
dan sesekali dapat beradaptasi.
3) Berat: tingkat kesadaran menurun, tidak ada gerakan spontan, suhu tidak stabil,
terjadi penurunan refleksi pupil, terdapat gerakan gerakan di luar kontrol
(kejang), dan berbagai kegagalan organ.
EHI dapat terjadi pada 12 jam sampai 7 hari setelah kelahiran.
b. Paru
Sindrom aspirasi menonium (SAM), hipertensi pulmonar persisten, perdarahan
paru, sindrom gawat napas akibat disfungsi surfaktan. Penyebab keluarnya
mekonium ke air ketuban adalah keluarnya mekonium tersebut merupakan suatu
respon fetal terhadap stres intrauterin seperti fetal hipoksia, asfiksia, dan asidosis.

Hipoksia menyebabkan peningkatan peristaltik gastrointestinal dan relaksasi tonus


otot sfingter ani, sehingga terjadi pengeluaran mekonium (Wahyudi, 2003, p.6 - 7).
Sindrom aspirasi mekonium yang berhubungan dengan asfiksia merupakan
faktor predisposisi terjadinya kebocoran organ paru. Sedangkan hipertensi pulmonal
persisten (HPP) terjadi karena vasokontriksi paru akibat hipoksia dan asidosis,
pelepasan zat aktif leukotrin dan pembentukan mikrotrombus. Perdarahan paru
merupakan manifestasi edema paru akut akibat rusaknya kapiler paru (Wahyudi,
2003, p. 7).
c. Ginjal
Gagal ginjal akut. Gagal ginjal bervariasi dari pembengkakan dan nekrosis
tubular sampai infark seluruh nefron. Asfiksia menyebabkan penurunan aliran darah
ke ginjal akibat vasokontriksi renal dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Selain itu
terjadi juga aktivitas sistem renin angiostensin aldosteron dan sistem adenosin
intrarenal yang menstimulasi pelepasan katekolain dan vasopresin. Semua ini akan
mengganggu hemodinamik glomeruler (Wahyudi, 2003, p. 7).
d. Kardiovaskuler
Disfungsi miokard dan penurunan kontraktilitas, syok kardiogenik, gagal
jantung. Disfingsi miokardium dapat dilihat dari adanya kardiomegali, EKG
menunjukkan iskemi miokardium. Bayi dengan hipotensi dan curah jantung
rendahakan mengalami gangguan autoregulasi otak sehingga resiko kerusakan otak
karena hipoksi iskemi meningkat (Wahyudi, 2003, p. 7).
e. Hematologik
Trombositopeni, pembekuan intravaskular menyeluruh. Pembekuan intravaaskular
menyeluruh dicetuskan oleh hipoksia, asidosis, dan hipotensi. Konsumsi trombosit
dan faktor pembekuan terutama fibrinogen mengakibatkan perdarahan yang luas
(Wahyudi, 2003, p. 8).
f. Gastrointestinal
Enterokolitis nekrotikan (EKN). Hal ini disebabkan proliferasi bakteri ke dalam
mukosa usus yang mengalami hipoksia dan iskemi, akibat aliran darah dialirkan dari
sistem gastrointestinal dan renal ke jantung dan otak (Wahyudi, 2003, p. 8).
g. Metabolik
Pada asfiksia terjadi asidosis, hipoglikemi, hipokalsemi, hipomagnesemi (Wahyudi,
2003, p. 8).
h. Infeksi atau sepsis neonatal
Cidera sel akibat hipoksia akan memacu respon peradangan dan terjadi perubahan
pada sistem limfatik, yaitu peregangan sel pembatas pembuluh limfe terkecil.
Dengan begitu, mikroorganisme akan lebih mudah masuk ke pembuluh limfe dan

diteruskan ke aliran pembuluh darah dan menyebar ke tempat lain (Wahyudi, 2003,
p. 8).
6. Penatalaksanaan
Menurut Hasan & Alatas (2002 p. 1077) Tujuan utama mengatasi afiksia ialah
untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa(sekuele)
yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim
disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan perlu diperhatikan bahwa:
a. Faktor yang angat penting makin lama bayi menderita fiksia perubahan
homeostatis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan
kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat.
b. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia atau hipoksiaantenatal
tidak dapat diperbaiki tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia
atau hipoksia pascanatal harus dicegah dan diatasi.
c. Riwayat kehamilan dan partus akan meberiakan keterangan yang jelas
tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir.
d. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan
dapat dipilih dan ditentukan secara adekuat.
Menurut Hasan & Alatas (2002 p.1007) Prinsip dasar resusitasi yang perlu
diingat ialah:
a. Memberikn lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan yaitu agar
oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
b. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan
usaha pernafasan lemah.
c. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
d. Menjaga agar sikulasi darah tetap baik.
Menurut Hidayat (2008,p. 128) penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sistem jantung dan paru, dengan
melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang cukup, serta memantau perfusi
jaringan setiap 2 4 jam.
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga proses oksigenasi cukup agar
sirkulasi darah tetap baik.
Penatalaksanaan asfiksia menurut klasifikasinya:
a. Asfiksia ringan
1) Bayi dibungkus dalam kain hangat.
2) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.
3) Bersihkan badan dan tali pusat.

4) Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan masukkan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang
1) Bersihkan jalan napas.
2) Berikan oksigen 2 liter/menit.
3) Rangsang pernapasan dnegan menepuk telapak kaki. Apabila belum ada reaksi,
bantu pernapasan dengan masker (ambubag).
4) Bila bayi sudah mulai bernapaas tetapi masih sianosis, berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, Dekstrosa 40% sebanyak 4cc disuntikkan melalui
vena umbilikus secara perlahan untuk mencegah tegangan intrakranial
meningkat.
c. Asfiksia berat
1) Bersihkan jalan napas sambil pompa ambubag.
2) Berikan oksigen 4 -5 liter/menit.
3) Bila tidak berhasil lakukan pemasngan ETT (endrotracial tube).
4) Bersihkan jalan napas melalui ETT.
5) Bila bayi sudah mulai bernapas tapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat
7,5% sebanyak 6cc. Selanjutnya berikan Dekstosa 40% sebanyak 4cc.
7. Proses Keperawatan
a. PENGKAJIAN
1) Sirkulasi
a) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60
sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di
kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
c) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2)

Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.

3)

4)

Makanan/ cairan
a)

Berat badan : 2500-4000 gram

b)

Panjang badan : 44-45 cm

c)

Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

Neurosensori
a)

Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

b)

Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit


pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris
(molding, edema, hematoma).

c)

Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan


abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)

5)

Pernafasan
a)

Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.

b)

Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.

c)

Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik


thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

6)

Keamanan
a)

Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).

b)

Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna


merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar
minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin,
petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan
dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis
(kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)

b. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
2) Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
3) Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigenantibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
c. PRIORITAS KEPERAWATAN
1) Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
2) Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.
3) Mencegah cidera atau komplikasi.

4) Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.


d. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4) Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan
pada agen-agen infeksius.
5) Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
6) Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
e. INTERVENSI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1) Tidak menunjukkan demam.
2) Tidak menunjukkan cemas.
3) Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4) Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5) Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1) Mudah dalam bernafas.
2) Tidak menunjukkan kegelisahan.
3) Tidak adanya sianosis.
4) PaCO2 dalam batas normal.
5) PaO2 dalam batas normal.
6) Keseimbangan perfusi ventilasi
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan

4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Suction jalan nafas
Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan
sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan
baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan

4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan
pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
risiko cidera dapat dicegah.

NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak


Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
Keterangan Skala :
1 : Tidak sama sekali
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh
darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi
pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin
hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag),
antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :

1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan
warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.
DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan

5 : Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.
E. EVALUASI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)

5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)


NOC II
Kriteria Hasil :
1.

Mudah dalam bernafas.(skala 3)

2.

Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)

3.

Tidak adanya sianosis.(skala 3)

4.

PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)

5.

PaO2 dalam batas normal.(skala 3)


DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.

1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)


2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)

5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)


NOC II
Kriteria Hasil :
1.

Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)

2.

Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)

3.

Akses perawatan kesehatan. (skala 3)

4.

Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)


DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :

1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)


2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Evaluasi :
S : ibu mengatakan bayi sudah mampu menangis
O : pernapasan bayi tampak baik dan teratur, denyut jantung normal
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
REFERENSI
Hasan, R., dkk. (2002). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta : selemba Medika
Ilyas, J. (1994). Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta. EGC
Roy. Meadow & Simon Newell. (2003). Lecture Notes On Paediatrics. Ed 7. Erlangga

Teguh. 2009. Asuhan keperawatan Asfiksia Neonatorum. Diperoleh pada 29 September 2012
dari Http://Teguhsubianto.blogspot.com
Wahyudi, S. (2003). Asfiksia Berat pada Neonatus. Diperoleh pada 29 September 2012 dari
eprints.undip.ac.id
Wikjosastro, H. (1999). Ilmu kebidanan. Edisi 3, Jakarta: Yayasan Rachimhadhi Sarwono
Prawirohardjo
IOWA Outcomes Project. (2000). Nursing Interventions Clasification (NIC), edisi 2. Mosby

You might also like