You are on page 1of 19

PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK

Penggolongan Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya :

Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penicillin,


Polypeptide dan Cephalosporin

Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone,

Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari


golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline

Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin;

Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida,

Antimetabolit, misalnya azaserine.


Penggolongan Antibiotik berdasarkan struktur kimia :

Aminoglikosida
Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin,
paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.

Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan
sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan
beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).

Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.

Polipeptida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin,
roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin,
oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.

Kinolon (fluorokinolon)
Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin,
levofloksasin, dan trovafloksasin.

Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristindalfopristin.

Oksazolidinon
Diantaranya linezolid.

Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.

Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam


fusidat.
Penggolongan Antibiotik berdasarkan daya kerjanya :

Bakterisid :
Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman. Termasuk dalam
golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar),
kotrimoksazol , polipeptida, rifampisin, isoniazid dll.

Bakteriostatik :
Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau menghambat
pertumbuhan kuman, TIDAK MEMBUNUHNYA, sehingga pembasmian kuman
sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Termasuk dalam golongan ini adalah

sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin,


makrolida, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dll.
Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :

Spektrum luas (aktivitas luas) :


Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri
gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah
sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin.

Spektrum sempit (aktivitas sempit) :


Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja,
bakteri gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin,
kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin,
gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif.
A. BERDASARKAN MEKANISME KERJA

PENGHAMBAT SINTETIS DINDING BAKTERI

Antibiotik -Lactam

Cephalosporin Carbapenem

Ampicillin, Amoxicillin, Azloc

PENGHAMBAT SINTETIS PROTEIN DI RIBOSOM

Tetracycline

Demeclocycline, Doxycycline, Minocycline, Tetracycline

Amikacin, Gentamycin, Neomycin, Metilmicin, Streptomcin, Tobramycin


Aminoglycoside
Macrolide
Cholramphenicol
Lyncomycin

Azitromycin, Clarithromycin, Erythromycin


Thiamphenicol
Clindamycin

PENGHAMBAT SINTETIS

Quinole

Rifamycin

Floroqunolone
Inhibitor Polimerase
Inhibitor
Inhibitor
Replikasi
rNA
Motabolisme Nukelotid
DNA

Netroimidazole
Metronidazole

PENGHAMBAT MEMBRAN SEL

Polymyxin
Polyenes
Imidazole

PENGHAMBAT METABOLIK

Mafenide, Silver
Sulfadiazine, Succinysulfathiazole, Sulfacetamide, Sulfadiazine, Sulfamethoxazole, Su
SULFONAMIDE

THRIMETHROPIM

Pyrimethamine, thrimethropim

Campuran

Co-trimoxazole

B. BERDASARKAN DAYA KERJA


Bakterisida

Penisilin
Sefalosporin
aminoglikosida (dosis besar)
kotrimoksazol
polipeptida
rifampisin
isoniazid

Bakteriostatik

sulfonamida
Tetrasiklin
Kloramfenikol
Eritromisin
Trimetropim

Klindamisin

Netilmisin
Paromomisin
Sisomisin
Streptomisin
tobramisin

Linkomisin
Makrolida

C. BERASARKAN STRUKTUR KIMIA


Golongan Aminoglikosida

Amikasin
Dibekasin
Gentamisin
Kanamisin
Neomisin

Golongan Beta-Laktam

karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem)


golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin,

sefuroksim,

seftazidim)
golongan beta-laktam monosiklik
golongan penisilin (penisilin, amoksisilin)

Golongan Glikopeptida

Vankomisin
Teikoplanin
Ramoplanin
dekaplanin

Golongan Poliketida

Makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)


golongan ketolida (telitromisin)
golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

Golongan Polimiksin

Golongan Kinolon (fluorokinolon)

asam nalidiksat
siprofloksasin
ofloksasin
norfloksasin
levofloksasin
trovafloksasin

Golongan Sulfonamida

Polimiksin
Kolistin

Kotrimoksazol
Trimetoprim

sefadroksil,

D. BERDASARKAN SPEKTRUM KERJA


Broadspectrum

Sulfonamide

Ampisilin

Sefalosforin

Kloramfenikol

Tetrasiklin

Rifampisin
Narrow spectrum
Gram (+)

Eritromisin

Klindamisin

Kanamisin
Gram (-)

Streptomisin

Gentamisin

NAMA

1.Penisillin

1.1 Amoxicillin

DOSIS

Dewasa dan anak >20 kg 250-500 mg,


anak<20kg :30-75mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis IV, IM,
oral

DOSIS ANTIBIOTIK

1.2 Ampicillin

Dewasa dan anak >20 kg 250-500 mg


Anak<20kg:50-100/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis IV, IM,

oral

2. Sefalosporin

2.1 Cefadroksil

2.2 Cefiksim

2.3 Cefotaksim

50-100mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-4 dosis IV

2.4 Ceftriakson

50-75mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis IV/IM

2.5 Ceftazidin

2.6 Cefuroksim

25-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis oral


3-6mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis oral

30-100mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis IV/IM


50-100mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis

3. Makrolid

3.1 Spiramisin

50-75mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis

3. Eritromisin

30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

4. Kloramfenikol

25-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis oral/IV

4.1 Tiamfenikol

50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis oraL

5. Kuinolon

5.1 Ciprofloksasin

10-20mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis oral

5.2 Levofloksasin

10-20mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis oral

6. Metronidazol

7. Klindamisin

45mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis oral


7,5mg/kgBB tiap 8 jam IV
12-24mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

1. Penggolongan Obat Analgesik


Obat analgesik dibagi menjadi 2, yaitu:
A. Analgesik opioid / analgesik narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti
opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan
atau menghilangkan rasa nyeri.
Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka
usaha untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan
dengan tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa
bahaya adiksi.
Ada 3 golongan obat ini yaitu :
1. Obat yang berasal dari opium-morfin,
2. Senyawa semisintetik morfin, dan
3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan
Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin,
kodein, tebain, dan papaverin

atau dari senyawa sintetik. Analgesik ini

digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang
bersumber dariorgan viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan
dapatmenimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi adalah penurunan
efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatandosis.
Karena dapat menimbulkan ketergantungan. Obat golongan ini penggunaannya
diawasi secara ketat dan hanya nyeri yang tidak dapat diredakan dengan obat
analgetik dan antipiretik) (Priyanto,2008).
Klasifikasi Obat Golongan Opioid Berdasarkan Rumus Bangunnya

Struktur
dasar

Fenantr
en

Ago
nis
kuat

Agonis
lemahsedang

Morf
in
Hidr
omor
fin
Oksi
morf

Kodein
Oksiko
don
Hidroko
don

Campur
an
agonisantagon
is
Nalbufi
n
Bupren
orfin

An
tag
oni
s

Nal
orfi
n
Nal
oks
on
Nal

on

Fenilhe
ptilami
n
Fenilpi
peridin

tre
kso
n

Meta
don

Propoks
ifen

Mep
eridi
n
Fent
anil
Levo
rfano
l

Difenok
silat

Morfina
n

Benzo
morfan

Butorfa
nol

Pentazo
sin

1. Morfin

Indikasi : meredakan atau menghilangkan nyeri hebat ( infark miokard,


neoplasma, kolok renal atau kolok empedu, oklusio akut pembuluh darah
perifer, pulmonal atau koroner), mengurangi atau menghilangkan sesak napas
akibat edema pulmonal yang menyertai gagal jantung kiri, menghentikan
diareberfasarkan efek langsung terhadap otot polos usus.

Efek samping : mual, muntah, depresi napas, urtikaria, eksantem,

dermatitis kontak, pruritus, bersin, intoksitasi akut terjadi akibat percobaan


bunuh diri. Pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksitasi cukup berat,
frekuensi napas lambat (2-4kali/meit)

Sediaan : Pulvus opii mengandung 10% morfin dan <0,5% kodein.

Yang mengandung alkoloid murni di gunakan untuk pemberian oral /


parenteral ialah garam HCL, garam sulfat ataufosfat alkoloid morfin dangan
kadar 10 mg/mL

Kodein tersedia dalam bentuk basa bebas atau dalam bentuk garam

HCL atau fosfat. Satu tablet mnegandung 10,15 atau 30 mg kodein


2. Metadon

Indikasi : jenis nyeri yang dapat di pengaruhi metadon sama dengan

jenis nyeri dapat dipengaruhi morfin.

Efek samping : perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental

terganggu, berkeringat, pruritus, mual dan muntah.

3. Fentanil

Indiksi : menangani nyeri kronis pada pasien yang memerlukan

analgesik opioid

Efek samping : hipoventilasi, mual, muntah, sembelit / susah buang air

besar, somnolen, bingung / kekacauan, halusinasi, euforia ( keadaan emosi


yang gembira berlebihan ) , gatal gatal , dan retansi urin.

Kontra indfikasi : bukan untuk nyeri setelah op, lansia, gangguan

fungsi hati dan dinjal, penyakit paru, bradiaritmia, tumor otak, hamil dan
menyusui.
B. Analgesik non opioid/ non narkotik

Semua analgetik non-opiod (kecuali asetaminofen) merupakan obat


anti peradangan nonsteroid (NSAID). Seperti golongan salisilat seperti
aspirin, golongan para amino fenol seperti paracetamol, dan golongan
lainnya seperti ibuprofen, asam mefenamat, naproksen/naproxen.

Biasanya obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri

biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu :

1. analgetik (menghilangkan rasa nyeri),

2. antipiretik (menurunkan demam), dan

3. anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan).

Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:

1. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang

bertanggungjawab

terhadap timbulnya rasa nyeri.

2. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali

terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri

Obat analgetik non-opiod digunakan untuk :


Meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi

SSP atau

menurunkan kesadaran juga tidak menimbulkan ketagihan

Diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang : nyeri kepala, gigi, otot

atau sendi,

perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan

Efek samping yang sering timbul pada analgetik non-opiod

dikelompokkan sebagai berikut :

Gangguan lambung-usus (asetosal, ibuprofen, metamizol)

Kerusakan darah (parasetamol, asetosal,mefenaminat, metamizol)

Kerusakan hati dan ginjal (parasetamol dan ibuprofen)

Alergi kulit

Pengaruh pada Kehamilan dan Laktasi

Analgetik yang mempunyai pengaruh pada kehamilan dan laktasi

antara lain adalah :

Parasetamol : dianggap aman walaupun mencapai air susu

Asetosal dan salisilat, dan metamizol : pada kehamilan dapat

menyebabkan

perkembangan janin terganggu.

Berdasarkan derivatnya, analgetik non-opiod dibedakan atas 8

kelompok yaitu:

Derivat Paraaminofenol : Parasetamol

Derivat Asam Salisilat : asetosal, salisilamid dan benorilat

Derivat Asam Propionat : ibuprofen, ketoprofen

Derivat Asam Fenamat : asam mefenamat

Derivat Asam Fenilasetat : diklofenak

Derivat Asam Asetat Indol : indometasin

Derivat Pirazolon : fenilbutazon

Derivat Oksikam : piroksikam

Parasetamol

Merupakan penghambat prostaglandin yang lemah.

Parasetamol mempunyai efek analgetik dan antipiretik, tetapi

kemampuan

antiinflamasinya sangat lemah

Asetosal (Aspirin)

Mempunyai efek analgetik, anitipiretik, dan antiinflamasi.

Efek samping utama : perpanjangan masa perdarahan, hepatotoksik

(dosis besar) dan

iritasi lambung.

Diindikasikan pada demam, nyeri tidak spesifik seperti sakit kepala,

nyeri otot dan

sendi (artritis rematoid).

Aspirin juga digunakan untuk pencegahan terjadinya trombus (bekuan

darah) pada

pembuluh darah koroner jantung dan pembuluh darah otak

Asam Mefenamat

Mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi, tetapi tidak memberikan

antipiretik.

Efek samping : dispepsia

Dosis : 2-3 kali 250-500 mg sehari

Kontraindikasi : anak di bawah 14 tahun dan wanita hamil

Ibuprofen

Mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, namun efek

antiinflamasinya memerlukan dosis lebih besar

Efek sampingnya ringan, seperti sakit kepala dan iritasi lambung

Absorbsi cepat melalui lambung

Waktu paruh 2 jam

Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap (90%)

Dosis 4 kali 400 mg sehari

Diklofenak

Diberikan untuk antiinflamasi dan bisa diberikan untuk terapi

efek

ringan.

simtomatik jangka

panjang untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.

Absorbsi melalui saluran cerna cepat dan lengkap

Waktu paruh 1-3 jam

Efek samping : mual, gastritis, eritema kulit

Dosis : 100-150 mg, 2-3 kali sehari

Indometasin

Mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan analgetik sebanding

dengan aspirin, tetapi lebih toksik.

Metabolisme terjadi di hati

Efek samping : diare, perdarahan lambung, sakit kepala, alergi

Dosis lazim : 2-4 kali 25 mg sehari

Piroksikam

Hanya diindikasikan untuk inflamasi sendi.

Waktu paruh : > 45 jam

Absorbsi cepat dilambung

Efek samping : gangguan saluran cerna, pusing, tinitus, nyeri kepala

dan eritema kulit.

Dosis : 10-20 mg sehari

Fenilbutazon

Hanya

digunakan

untuk

antiinflamasi,

mempunyai

meningkatkan ekskresi asam

urat melalui urin, sehingga bisa digunakan pada artritis gout.

Diabsorbsi cepat dan sempurna pada pemberian oral.

Waktu paruh 50-65 jam

2. Mekanisme Kerja Obat OAINS DAN AINS

efek

Mekanisme kerja OAINS

Mekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan

dengan sistem biosintesis prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim


siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG 2 menjadi
terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform yang disebut COX-1
dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda. Secara garis
besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam keadaan normal
di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa

lambung aktivitas COX-1 menghasilakan prostasiklin yang bersifat protektif.


Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus inflamatoar, termasuk sitokin,
endotoksindan growth factors. Teromboksan A2 yang di sintesis trombosit oleh
COX-1 menyebabkan agregasi trombosit vasokontriksi dan proliferasi otot polos.
Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh COX-2 di endotel malro
vasikuler melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi
trombosit.

Mekanisme kerja obat AINS

Kortikosteroid merupakan anti-inflamasi yang identik dengan kortisol,

hormon steroid alami pada manusia yang disintesis dan disekresi oleh korteks
adrenal. Efek anti-inflamasi kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imunokompeten seperti sel T, makrofag, sel dendritik, eosinofil,neutrofil, dan sel mast,
yaitu dengan menghambat respons inflamasi dan menyebabkan apoptosis berbagai
sel tersebut.

Kerja kortikosteroid menekan reaksi inflamasi pada tingkat molekuler

terjadi melalui mekanisme genomik dan non-genomik. Glukokortikoid (GK)


berdifusi pasif dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid (RG) di sitosol. Ikatan
GK-RG mengakibatkan translokasi kompleks tersebut ke inti sel untuk berikatan
dengan sekuens DNA spesifik, yaitu gluco-corticoid response elements (GRE).
Ikatan GK-RG dengan DNA mengakibatkan aktivasi atau supresi proses
transkripsi.Mekanisme non-genomik GK terjadi melalui aktivasi endot-helial nitric
oxide synthetase (eNOS) yang menyebabkan lebih banyak pelepasan nitric oxide
(NO), suatu mediator anti-inflamasi.

Imunosupresi secara genomik terjadi melalui aktivasi annexin-1

(lipocortin-1) dan mitogen-activated protein-kinase (MAPK) phosphatase 1. Selain


itu, GK juga meningkatkan transkripsi gen antiinflamasi secretory leuko-protease
inhibitor (SLPI) interleukin-10 (IL-10) dan inhibi-tor nuclear factor-B (IB-).
Annexin-1 menghambat pelepasan asam arakhidonat sehingga produksi mediator
inflamasi menurun (prostaglandin, tromboksan, prostasiklin, dan leukotrien).
Kerja enzim MAPK phosphatase 1 menyebabkan MAPK 1 tidak aktif sehingga
aktivasi sel T,sel dendritik, dan makrofag terhambat.

Mekanisme genomik lain berupa inhibisi faktor transkripsi yang

berperan dalam produksi mediator inflamasi,yaitu nuclear factor-B (NF-B) dan


activator

protein-1(AP-1).NF-B

dan

AP-1

mengatur

ekspresi

gen

sitokin,inflammatory enzymes, protein dan reseptor yang berperanan dalam


inflamasi (IFN-, TNF-, dan IL-1). Penghambatan ke-duanya akan menurunkan
produksi mediator inflamasi.

3. Obat yang Dijual Bebas Menurut Undang-Undang

a. Obat Bebas
Adalah obat yang dijual secara bebas tanpa resep dokter dan dapat dibeli di
apotek, toko obat, maupun toko biasa. Obat bebas pada kemasannya diberi
tanda khusus berupa lingkaran dengan warna hijau dan garis tepi hitam.
b. Obat Bebas Terbatas (Daftar P)
Adalah obat yang dapat diperoleh atau dibeli tanpa resep dokter di apotek dan
toko obat terdaftar. Obat bebas terbatas diberi tanda khusus berupa lingkaran
biru tua dengan garis tepi hitam pada kemasannya. Namun karena dalam
komposisi obat bebas terbatas terdapat zat/bahan yang relatif toksik, pada

kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Peringatan ini berupa :


P1: Awas! Obat Keras! Baca aturan pakai. Contoh: Antimo
P2: Awas! Obat Keras! Hanya untuk kumur. Contoh: Gargarisma Kan
P3: Awas! Obat Keras! Hanya bagain luar badan. Contoh: Tinctura Jodii
P4: Awas! Obat Keras! Hanya untuk dibakar. Contoh: Sigaret Asthma
P5: Awas! Obat Keras! Tidak boleh ditelan. Cotnoh: Sulfanilamide Steril 5

gram
P6: Awas! Obat Keras! Obat wasir, tidak ditelan. Contoh: Anusol Suppositoria
c. Obat Keras (Daftar G)
Sesuai Ordonasi Obat Keras St. No. 419 tanggal 22 Desember 1949,
dinyatakan obat keras adalah obat beracun yang mempunyai khasiat
mengobati, menguatkan, mendisinfeksikan dan lain lain dalam tubuh manusia;
obat berada baik dalam substansi maupun tidak. Obat ini hanya boleh
diberikan dengan resep dokter kecuali bila digunakan untuk keperluan teknik.
Resep yang mengandung obat ini tidak oleh diulang. Obat-obat yang termasuk
dalam Daftar G antara lain:

1. Semua obat suntik, kecuali golongan narkotika dan psikotropika


2. Semua antibiotika seperti kloramfenikol, metronidazol, tetrasiklin, dll
3. Semua preparat sulfa, kecuali sulfaguanidin dalam jumlah tertentu
4. Semua preparat hormon seperti androgen, kortikosteroid, estrogen, dll
5. Semua preparat pyrazolone seperti pyramidone, phenylbutazon, dll
6. Papaverine, Narcotine/Noscapine, Narceine serta garam-garamnya
7. Adrenalin serta garam-garamnya
8. Anetesi lokal seperti Novocaine/Procaine, Lidocaine, dll
d. Obat Golongan Narkotika = Obat Bius = Daftar O
Narkotika adalah golongan obat yyang mempengaruhi Sistem Saraf Pusat
(SSP), baik memberi depresi (Opium, Morfin, Heroine) maupun stimulasi
(Coccaine). UU RI No. 22 Tahun 1997 mengenai narotika, membagi obat
narkotika dalam 3 golongan, yaitu:
1. Narkotika golongan I: hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
bukan terapi karena bisa menyebabkan ketergantungan. Contoh: Coccaine
dan Marihuana
2. Narkotika goloongan II: untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan terapi
namun juga berpotensi menyebabkan ketergantungan. Contoh: Morfin dan
Fentanil
3. Narkotika golongan III: untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
banyak digunakan sebagai terapi. Contoh: Ethylmorfin dan Codeine
e. Obat Golongan Psikotropika
Menurut UU Psikotropika tanggal 11 Maret 1997, psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan-narkotika, yang bersifat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. Yang memberi depresi pada SSP yaitu golongan
benzodiazepin, barbiturat dan metaqualone, sedangkan yang memberi
stimulasi pada SSP yaitu golongan Amphetamine. Ada juga yang
menyebabkan

halusinasi,

yaitu

LSD

(Lycergic

Acid

Diethylamine).

Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan yaitu:


1. Psikotropika golongan I: hanya untuk tujuan ilmu pengetahuan jadi tidak
diresepkan. Contoh: Ecstacy, Psilocybin dan Psilosin
2. Psikotropika golongan II: boleh diresepkan namun dapat menyebabkan
ketergantungan yang besar jika diberikan dalam jangka waktu lama.
Contoh: Amphetamine dan Metaqualone
3. Psikotropika golongan III: boleh diresepkan namun dapat menyebabkan
ketergantungan pada penggunaan jangka lama. Contoh: Amobarbital dan
Cyclobarbital

4. Psikotropika golongan IV: sering diberikan resep oleh dokter umum


maupun dokter spesialis. Contoh: Diazepam dan Bromazepam.

You might also like