You are on page 1of 46

BAHAN AJAR

MIKROBIOLOGI PANGAN
(FOOD MICROBIOLOGY)
Tim Pengampu:
Prof. Nyoman Semadi Antara, Ph.D.
Ida Bagus Wayan Gunam, Ph.D.
Putu Supartana, Ph.D.

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2013

KATA PENGANTAR
Mata kuliah Mikrobiologi Pangan bermanfaat untuk mendukung kompetensi
lulusan PS S2 Ilmu dan Teknologi Pangan. Dengan mengikuti kuliah ini,
mahasiswa mendapatkan ilmu dan teknologi yang berhubungan dengan
mikrobiologi pangan. Selain itu mahasiswa memperoleh ilmu dan teknologi
yang dapat diterapkan pada proses pengolahan pangan, pencegahan
pembusukan bahan pangan, fermentasi pangan, metode penentuan dan
analisis mikrobiologis bahan pangan. Mahasiswa juga akan lebih mudah
melakukan penelitian yang berhubungan analisis laboratorium berkaitan
dengan mikrobiologi pangan.
Bahan ajar ini ditujukan sebagai salah satu materi yang digunakan dalam
proses pembelajaran mata kuliah Mikrobiologi Pangan pada Program Studi
Magister Ilmu dan Teknologi Pangan, Program Pascasarjana, Universitas
Udayana. Dengan adanya bahan ajar ini diharapkan mahasiswa menjadi
lebih mudah mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan standar
kompetensi yang diharapkan.
Bahan ajar ini masih belum sempurna, namun tetap berharap agar bahan
ajar ini bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin mendalami lebih lanjut
bidang kajian Mikrobiologi Pangan. Kami juga berharap agar bahan ajar ini
dapat memicu kreativitas mahasiswa untuk lebih mendalami peran
mikrobiologi di dalam pengembangan ilmu dan teknologi pangan.

Denpasar, Agustus 2013


Koordinator Pengampu,
Prof. Nyoman Semadi Antara, Ph.D.

11/24/2013

Diskripsi Mata Kuliah


Matakuliah ini membahas peran mikroorganisme dalam penanganan
pangan dari panen sampai di meja makan. Mikroorganisme
pembusuk dan patogen dibahas hubungannya dengan mutu dan
keamanan produk pangan. Lebih mendalam dibahas pula
mikrobiologi sayu dan buah segar, mikrobiologi daging dan hasil
olahannya, mikrobiologi susu dan hasil olahannya, mikrobiologi telur,
mikrobiologi ikan dan hasil laut lainnya, fermentasi produk pangan,
dan penyakit yang ditularkan melalui makanan (food-borne
disease/illness). Pada mata kuliah ini juga didiskusikan lebih
mendalam perkembangan bakteri patogen yang ditularkan melalui
makanan dan pemanfaatan bakteri dalam pengembangan produk
pangan.

Standar Kompetensi
Mahasiswa mempunyai kemampuan menjelaskan
dan menganilisis peranan mikroorganisme dalam
penanganan produk pangan. Mahasiswa juga dapat
menganalisis dan dapat menjelaskan mengenai
perkembangan mikroorganisme berkaitan dengan
mutu dan keamanan pangan.

Kompetensi Dasar
Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai ruang lingkup Mikrobiologi

Pangan
Mahasiswa dapat memahami faktor mendasar dari ilmu Mikrobiologi

Pangan
Mahasiswa dapat memahami mikroba pembusuk makanan dan dapat

melakukan pencegahan kerusakan pangan


Mahasiswa dapat memahami dan melakukan tindakan terhadap bakteri

pathogen yang ditularkan melalui makanan


Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan jenis kapang yang

menghasilkan toksin yang dapat mengkontaminasi makanan, serta cara


analisis mikotoksin
Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan mengenai fermentasi
pangan
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan analisis mikrobiologi pada
bahan pangan

11/24/2013

Materi Pokok
Pengenalan Mikrobiologi Pangan
Faktor Mendasar Mikrobiologi Pangan:
Perkembangan Mikrobiologi Pangan
Faktor mendasar yang mempengaruhi pertumbuhan dan kematian

mikroorganisme pada makanan (Diskusi Mahasiswa)


Pembentukan spora (Diskusi Mahasiswa)
Mikroorganisme indikator (Diskusi Mahasiswa)
Mikroba Pembusuk Makanan
Daging dan hasil perairan
Susu dan hasil olahannya
Buah, Sayur, dan biji-bijian
Bakteri Pathogen yang Dapat Ditularkan Melalui Makanan

Materi Pokok (lanjutan)


Kapang PenghasilToksin:
Jenis kapang penghasil toksin
Metabolism mikotoksin
Pencemaran mikotoksin pada makanan
Metode analisis mikotoksin pada makanan
Fermentasi Pangan

Metode Analisis
Mikrobiologis:

Media umum dan selektif


TPC
Total coliform
Total E. coli

Total Enterobac-teriaceae
Total bacteri asam laktat
Staph. aureus
Salmonella sp.
Vibrio cholera
Total kapang dan khamir

Mikrobiologi Pangan

08/24/2013

Basics of Food Microbiology


Nyoman S. Antara, Ph.D.
Professor on Food and AgroindustrialTechnology
Faculty of Agricultural Technology

Introduction
Bacteria, moulds, yeasts, parasites and viruses can all be detected in

foods.
Parasites and viruses do not proliferate in foods, but may survive.
Bacteria, moulds or yeasts can grow in foods under permissive conditions.

Limiting microbial growth in food can:


extend food shelf life;
reduce the risk of food-borne bacterial pathogens proliferating to infectious dose levels;

and
reduce the risk of toxin production at toxic levels.

Techniques and methods used in food harvesting, processing and

packaging can limit or control microbial contamination of food.


Control of contamination, both pre- and post-harvest, is a pre-

requisite for food safety and hygiene

Microorganisms in Food Production


Safe production of foods is dependent in part or wholly on

correct microbial proliferation and on production of suitable


metabolic products during processing.
Foods produced and traded in large volumes which are
traditionally produced as a direct result of microbial growth
include fermented meat (sausage), fermented fish, fermented
dairy products (hard cheese, yoghurt, sour cream, kefir,
koumiss, cultured butter, dadih), pickled vegetables
(gherkins, olives, sauerkraut), sourdough breads, soy sauce,
shrimp paste, fish sauce, vinegar and alcoholic drinks (wine,
spirits), tempe.

Mikrobiologi Pangan

08/24/2013

Bacterial Growth

Bacterial Death

Factors in Foods Used to Control


Microbial Growth
Microbial behaviour in food is determined by extrinsic,

intrinsic and microorganism-related factors.


Extrinsic factors include temperature and gas atmosphere
(and related redox potential [Eh]).
Intrinsic factors are properties of the food substrate itself, including
pH, water activity (aw), and the presence of added
antimicrobials.
In addition, microorganism-related factors in foods which are
relevant to microbial behaviour include growth rate,
physiological status, strain diversity and adaptation

Mikrobiologi Pangan

08/24/2013

Factors in Foods Used to Control


Microbial Growth
Factors acting against microorganisms in foods cannot

always be clearly divided into those which enable


microbial survival or growth, or cause injury or death.
Some food environments may be microbicidal (lethal) to
some organisms at some levels (e.g. high osmolarity, high
CO2 concentration, low pH), others may be
microbiostatic (prevent growth), or merely reduce
growth.
Extrinsic and intrinsic factors may act synergistically,
antagonistically or have little effect on each other.

Extrinsic factor (temperature)


Low temperature (freezing and chilling): slowing the spoilage of

perishable foods, and limiting growth of bacterial pathogens.


Storage at low temperatures: the microorganisms mostly survive

in a dormant state.
Both freezing and chilling lower the temperature to below the

activation level required by intracellular enzymes.


Low temperatures also induce alterations in fatty acid contents of

lipids in cell membranes.


Freezing also immobilizes liquid water, thus lowering the water

available for growth.


Ice crystals may physically damage microorganisms.
Air chilling lowers the water available for growth by desiccating

surfaces.

Extrinsic factor (temperature)


Microorganisms can be classified into groups according to their

growth behaviour at different temperatures (pychrophile,


psychrotroph, mesophile, thermotolerant, and thermophile).
Freezing (18C) can preserve foods for several months.
Chilling (1.5C to 5C) can stop some bacteria from growing (e.g.
most strains of Salmonella and E. coli), or can slow but not prevent
growth of other bacteria.
Holding cooked foods at high temperature (>60C) is
recommended for short periods just prior to serving.
High temperatures are used to kill bacteria in foods, not prevent
their growth.

Mikrobiologi Pangan

08/24/2013

Extrinsic factor (Gas atmosphere)


Gas atmospheres are manipulated primarily to control (slow

or stop) the growth of microorganisms in food, and to


promote the growth of specific microorganisms in particular
foods.
Microorganisms are classified as:
aerobic (grow in the presence of O2);
facultatively anaerobic (grow in the presence and absence of

O2);
strictly anaerobic (grow only in the absence of O2); or
micro-aerophilic (grow preferentially in atmospheres with

reduced O2 tension)

Intrinsic factor (pH)


pH affects microorganisms in two ways: the functioning of cellular

enzymes and the transport of nutrients into the cell.


Microorganisms are affected by the concentration of free H+ ions

and also by the concentration of undissociated weak acid in the


food.
The pH tolerance of microorganisms is affected by the nature of
acid in the environment.
At any given acidic pH, weak organic acids have greater inhibitory
effects than strong inorganic acids, as they can pass through cell
membranes, dissociate and acidify cell interiors.
the antimicrobial effectiveness of organic acids is in the order:
lactate > benzoate > sorbate > propoinate > acetate
The optimum pH for growth of many food-associated bacteria is
in the range 6.5 to 7.5

Intrinsic factor (Water activity)


Water activity (aw) is defined as the ratio of the water vapour

pressure of a food (p) to that of pure water (p0) at the same


temperature: aw = p / p0.
Most fresh foods, such as fresh meat, vegetables, and fruit,
have aw values that are close to the optimum growth level of
most microorganisms (0.970.99).
Bacteria usually grow optimally in the range 0.9800.995,
but they can also grow at a lower aw. Staphylococcus is very
tolerant to low aw, and can grow at 0.86.
Yeasts and moulds grow optimally on drier substrates (aw
0.6100.900) than can most bacteria.

Mikrobiologi Pangan

08/24/2013

Intrinsic factor (Water activity)


Drying is a classic method of food preservation if the

product is dry enough (aw <0.900)


Drying can be achieved in four ways:
Air drying
Addition of solutes (NaCl, sugars) to food
Freezing
Altering the microstructure of a food

Intrinsic factor
(Presence of antimicrobials)
Antimicrobial compounds can occur intrinsically in some foods

(e.g. lysozyme in egg white, allicin in garlic or onion), can be


added during processing (e.g. nitrite pre-formed bacteriocins,
weak organic acids) or can result from microbial growth
(bacteriocins, weak organic acids, alcohols).
Many antimicrobial food additives are microbiostatic rather than
microbiocidal, as they must be present in foods at levels that are
not detrimental to humans.
Bacteriocins
Nitrite
Sodium, potassium and calcium sulphite salts
Organic acid, added to foods as sodium, calcium or potassium salts
Woodsmoke compounds.

Microorganism-related factors that


affect growth in foods
Microbial population and strain diversity
Microbial injury
Viable but non-culturable bacteria
The bacterial stress response

Mikrobiologi Pangan

08/24/2013

Factors Used to Kill Microorganisms in


Foods
Thermal treatments

Cooking
Pasteurization
Hot-filling
Aseptic packaging
Canning

Irradiation
Irradiation causes chromosomal damage in microorganisms.
Irradiation ultimately causes microbial death as microorganisms

cannot divide, or metabolic enzymes cannot be synthesized (DNA


transcription cannot occur).
Resistance to irradiation depends on the ability of microorganisms to
repair the damage caused, and generally follows the sequence Gramnegative < Gram-positive < moulds < spores < yeasts < viruses.

The Hurdle Concept


Multiple parameters (hurdles) are used to control microbial

behaviour in foods.
Many hurdles used to control microbial growth in foods act either

additively or synergistically on microorganisms.


Each additional parameter provides an increased level of control

over microbial behaviour (growth, toxin production, death, etc.).


A large number of factors are known that can be applied to food

systems as hurdles, and more and more producers of shelf-stable


foods of the future are likely to employ this concept.
Even though each novel/altered food or process creates new
environments for microorganisms, using the hurdle concept
should result in safer food for consumers.

Asam

Benzoat

mikroba

Suhu Mikroba tak tmbh


Produk awet
rendah
Mikrob tmbh
Produk rusak

Figure after Dr. N.K. Putra

Mikrobiologi Pangan

08/24/2013

The Scope of
Food Microbiology

The field of Food Microbiology is the diverse areas of study

within the discipline of microbiology.


The scope of Food Microbiology encompasses:
A wide variety of microorganisms including spoilage

microorganisms, probiotics, fermentative microorganisms,


pathogenic bacteria, molds, yeasts, viruses, and parasites.
A diverse composition of foods,
A broad spectrum of environmental factors that influence
microbial survival and growth, and
A multitude of research approaches that range from very
applied studies of survival and growth of foodborne
microorganisms to basic studies of the mechanisms of
pathogenicity of harmful microorganisms foodborne
microorganisms.

Professor on Food and


AgroIndustrial Technology

Nyoman S. Antara, Ph.D.

11/24/2013

Sumber

mirkoba dalam daging merah:

Daging merupakan sumber nutrisi, sehingga


mirkoba senang mencemari dan tumbuh.
Jaringan otot hewan hidup: populasi bakteri
sangat amat rendah, mendekati steril.
Sumber bakteri pada hewan hidup adalah kulit,
rambut, dan saluran pencernaan.
Mikroba pada kulit: spesies dari Staphylococcus,
Micrococcus, dan Pseudomonas; fungi (yeast dan
kapang/mould). Keberadaannya normal maupun
kontaminasi dari fecal dan tanah.

Populasi mikroba dipengaruhi kondisi lingkungan:


kulit basah dan berlumpur mengandung populasi
mikroba tinggi.
Awalnya jaringan di bawah kulit bebas bakteri,
namun selama penanganan karkas dan
pengolahan daging: cemaran bakteri yang paling
potensial berasal dari kulit.
Berbeda dg sapi atau kambing, babi tidak
mengalami proses pengkulitan, namun melalui
pembersihan bulu dan pencucian. Kontaminasi
dpt terjadi selama penghilangan bulu.
Penggunaan panas dapat menurunkan jumlah
mikroba pada kulit.

11/24/2013

Permukaan karkas dapat terkontaminasi selama


proses evisceration (intestinal tract cross
contamination)
Kontaminan bakteri dapat juga berasal dari
lingkungan proses, seperti: lantai, dinding, pisau,
dan tangan pekerja.
Pendinginan karkas yang cepat, kelembaban yang
rendah dengan aliran udara yang tinggi dpt.
Menurunkan jumlah populasi bakteri.

Sumber mikroba pada unggas

Jaringan internal unggas yang sehat bebas dari bakteria.


Kulit, bulu, kaki, dan juga feces merupakan sumber
kontaminan utama pada daging inggas.
Kontaminasi silang juga bisa terjadi pada saat
menggantung dan pemotongan (pengeluaran darah)
unggas.
Pada saat pencelupan pada air panas (60-63oC) dapat
menurunkan jumlah bakteri pada bulu unggas.
Pada saat pencabutan bulu (defeathering) dapat terjadi
kontaminasi antar karkas maupun dari peralatan ke
karkas
Kontaminasi silang dapat juga terjadi pada saat
pengeluaran isi jeroan (evisceration).
Pendinginan cepat setelah penanganan dapat
menurunkan populasi bakteri

Pada awalnya daging mempunyai keragaman mikrobia


yang tinggi yang muncul dari dalam dan luar daging,
seperti hewannya sendiri, lingkungan, ingredient
yang digunakan pada produk daging, tangan pekerja,
dan permukaan fasilitas yang kontak dengan daging.
Perbedaan dari keragaman daging tergantung pada
jenis hewan dan lingkungan penanganan, namun
karakteristik mikroba pembusuk hampir sama.
Selama pemasaran umumnya produk daging disimpan
di dalam referigerator.
Jenis mikroba yang sering ditemukan pada saat awal
penyimpanan adl: Pseudomonas, Lactobacillus,
Moraxella, atau Acinetobacter, atau Brochothrix
thermosphacta.

11/24/2013

Pseudomonas dapat berkompetisi dengan baik pada


daging yang disimpan dingin dan kondisi aerobik.
Pseudomonas juga dapat tumbuh dengan baik pada
kisaran pH daging (5.5 7.0).
Moraxella dan Acinetobacter kurang dapat
berkompetisi pada suhu referigerator dan pada
kisaran pH daging.
Mikrobia pembusuk aerobik dapat ditekan
pertumbuhannya dengan pengemasan vacum, namun
bakteri anaerobik akan dapat tumbuh.
Pada kondisi anaerobik BAL dan B. thermosphacta
dapat mendominasi pertumbuhan.
BAL dapat tumbuh pada kondisi anaerobk dan pH
daging, namun B.thermosphacta tidak bisa tumbuh
pada pH<5.8.

Clostridium

laramie dpt tumbuh pada suhu


0oC atau lebih rendah.
C. botulinum dpt tumbuh pada suhu di atas
4oC

Jaringan

otot segar merupakan lingkungan


pertumbuhan mikroba yang baik
Aktivitas air tinggi
Adanya glikogen, peptida, dan asam-asam amino
Ion2 metal dan fosfor terlarut

Pada

daging, unggas, dan hasil laut yang


telah membusuk ditemukan sejumlah
mikroorganisme.
Terjadi pembusukkan apabila pada
permukaan daging tumbuh bakteri pembusuk
sampai 107 cfu/cm2 (ditunjukkan dengan
bau tidak sedap/off-odor)

11/24/2013

Apabila

jumlah bakteri sdh mencapai 108


cfu/cm2, mulai terjadi pembentukkan lendir.
Adanya lendir tersebut membuktikan adanya
pertumbuhan bakteri dan sintesis
polysaccharide
Selanjutnya lendir akan membentuk lapisan
lengket di permukaan daging

Aktivitas proteolitik

dan lipolitik

DFD

Meat
PSE Meat

Pembusukan jaringan adiposa


Pembusukan kondisi anaerobik

11/24/2013

Mikroba Pembusuk 2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembusukan

Pada kondisi aerobik Pseudomonas dapat


memproduksi enzim proteolitik, namun enzim
tsb diproduksi pada saat akhir fase logaritmik
(proteolisis terjadi saat populasi >108 cfu/cm2).
Ketengikkan karena oksidasi asam lemak tak
jenuh menghasilkan senyawa aldehida, keton,
dan asam lemak rantai pendek.
Selain kandungan lemak, fosfolipida dari
membran jaringan otot juga sebagai sumber
kaya UFA beresiko teroksidasi.
Banyak mikroba pembusuk menghasilkan lipase
yang mengkatalisis hidrolisis lemak.

Produksi lipase akan dibatasi atau dihambat


oleh adanya KH dan protein di dalam
medium.
Enzim lipolitik tidak diproduksi sampai KH
habis dimanfaatkan.
Kandungan KH pada jaringan adiposa yang
rendah menyebabkan pembusukan dapat
terjadi pada jumlah bakteri yang lebih
rendah. Glukosa akan habis pada tingkat
jumlah bakteri melebihi 106 cfu/cm2

11/24/2013

Jaringan adiposa mempunyai pH lbh tinggi


(7.0) dibandingkan jaringan otot, sehingga
banyak bakteri yang dapat tumbuh pada
jaringan adiposa, seperti Shewanella
putrefaciens.
Beberapa psychrotrophic bacteria dapat
tumbuh seperti H. alvei, Serratia liquefaciens
dan Lactobacillus plantarum.

Mikroba pembusuk pada daging didominasi


oleh bakteri asam laktat apabila oksigen
dihilangkan dari lingkungan
Apabila pH daging tinggi dan residu oksigen
masih ada, maka mikroorganisme lain dapat
tumbuh seperti: B. thermosphacta dan S.
putrefaciens.
Pada kondisi anaerobik terjadi penurunan
pertumbuhan mikroorganisme dibandingkan
kondisi aerobik

Kepadatan sel pada kondisi anaerobik (108


cfu/cm2) lebih rendah dibandingkan dengan
kondisi aerobik (>109 cfu/cm2).
Pada kondisi anaerobik akan terjadi
perkembangan asam, aroma keju, dan
citarasa susu pada daging karena akumulasi
asam lemak rantai pendek dan senyawa
amina.

11/24/2013

Daging DFD (dark, firm, and dry) mempunyai


pH >6.0, sehingga lebih cepat membusuk
karena pertumbuhan bakteri pembusuk.
Daging DFD yang disimpan vacum juga lebih
cepat membusuk.
pH yang tinggi dan tidak adanya glucosa dan
glukosa -6-phosphate akan memberi peluang
tumbuhnya Enterobacter liquefaciens dan S.
putrefaciens, yang dapat berkompetisi
dengan BAL normal pada daging.

Daging PSE (pale, soft, and exudative)


mempunyai pH yang rendah (5.1 atau lebih
rendah)
Daging PSE lebih lambat membusuk
dibandingkan daging normal

Pemasakan akan membunuh sel bakteri


vegetative, walaupun endospora dapat
bertahan.
Pembusukkan daging yang dimasak tergantung
pada ketahanan mikroflora terhadap panas
selama pemasakan atau terjadi kontaminasi
setelah pemasakan dan tumbuh selama
penyimpanan.
Jenis bakteri yang dapat tumbuh adalah jenis
microcci, streptococci, lactobacilli, dan B.
thermosphacta.

11/24/2013

Modifikasi karakteristik intrinsik


(produk) atau karakteristik ekstrinsik
(lingkungan penyimpanan).
Umur simpan daging olahan dapat
diperpanjang dengan prosedur
pengolahan dan ingredien yang dapat
menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk.

Metode untuk mengendalikan pembusukan


dikatagorikan menjadi 3 strategi yang bisa
digunakan secara terpisah maupun
kombinasi, yaitu:
Pencegahan kontaminasi awal
Inaktivasi mikroorganisme yang ada pada produk,
Menggunakan kondisi penyimpanan yang

mencegah atau memperlambat pertumbuhan


mikroorganisme yang ada pada produk

Populasi mikroorganisme awal.


Pembilasan dengan air
Perlakuan dengan antimikrobial
Penyimpanan suhu rendah
Penyimpanan dengan atmosfer
termodifikasi dan kemasan vakum,
Cook-in bag and postpasteurization
(82-96oC for 30 s to 6 min)
Irradiation

11/24/2013

Mikroba Pembusuk 3:

SUSU DAN PRODUK OLAHANNYA

Prof. Nyoman Semadi Antara, Ph.D.


Postgraduate Program of Food Science and Technology
Udayana University

Susu sebagai Media Pertumbuhan


Kadar air yang tinggi
Kisaran pH mendekati ketral
Kandungan nutrisi:

Laktosa
Lemak
Protein
Mineral
Berbagai senyawa nitrogen nonprotein.

Senyawa penghambat pertumbuhan.

Sumber karbon: laktosa, lemak dan protein.


Kandungan sitrat yang rendah tidak cukup
untuk mendukung pertumbuhan.
Kandungan glukosa cukup untuk pertumbuhan
awal mikroorganisme.
Hidrolitik mikroorganisme untuk dapat
memanfaatkan laktosa.
Beberapa m.o. pembusuk dapat mengoksidasi
laktosa menjadi asam laktobionat (lactobionic
acid).

11/24/2013

Tidak semua m.o. dapat memanfaatkan lemak


susu sebagai sumber karbon/energi:
Lemak berada dalam bentuk globula,
Globula dilindungi oleh membran yang
terkomposisi dari glikoprotein, lipoprotein, dan
fosfolipida.
Lemak dapat dimanfaatkan bila pelindung rusak

Dua jenis protein: kasein dan protein whey:


Kasein dlm bentuk misel protein yang langsung
dapat terdegradasi oleh proses proteolisis.
Protein whey (-laktoglobulin, -laktoglobulin,
albumin serum, dan imunoglobulin) protein
terlarut.

Nitrogen nonprotein: urea, peptida, dan asamasam amino.

Susu mengandung vitamin B dan sejumlah


mineral (Na, K, Ca, Mg).
Trace element: Fe, Co, Mo, Cu.
Orotic acid growth stimulant: prekursor
metabolit untuk pirimidin.
Inhibitor alami: laktoferin (glikoprotein) dan
laktoperoksidase.
Inhibitor lainnya: lisozim, imunoglobulin, dan
sistem ikatan folat dan vitamin B12

Beberapa kerusakan susu akibat aktivitas m.o.


Kerusakan

m.o.

Jenis enzim

Produk
metabolit

Bitter flavor

Bakteri psikrofilik
Bacillus sp.

Protease,
peptidase

Peptida

Rancid flavor

Bakteri psikrofilik

Lipase

Asam lemak
bebas

Fruity flavor

Bakteri psikrofilik

Esterase

Etil ester

Coagulation

Bacillus sp.

Protease

Destabilisasi
kasein

Sour flavor

Bakteri asam
laktat

Glikolitik

Asam laktat, asam


asetat

Malty flavor

Bakteri asam
laktat

Oksidase

3-metil butanal

Ropy texture

Bakteri asam
laktat

Polimerase

EPS

11/24/2013

Beberapa kerusakan keju akibat pertumbuhan


m.o.
Kerusakan

m.o.

Produk metabolit

Kerusakan tekstur

Heterofermentatif
lactobacilli

CO2

Pembentukan gas terlalu


cepat

Coliform, yeast

CO2, hidrogen

Pembentukan gas terlalu


lambat

Clostridium sp.

CO2, hidrogen

Tengik

Bakteri psikrofilik

Asam lemak bebas

Fruity

Bakteri asam laktat

Etil ester

Deposit kristal putih di


permukaan

Lactobacillus sp.

Kelebihan D-laktat

Warna pink

Lactobacillus delbrueckii Potensial redoks yang


subsp. bulgaricus
tinggi

Kerusakan Psikrotropik
PENANGANAN SUSU
SEGAR
PASTEURISASI
(14 20 hari)
DIDINGINKAN
DENGAN CEPAT

PEMERAHAN
(penampungan
Susu)

Kerusakan Psikrotopik

Bakteri Psikrotropik
Aerobik, gram negatif, bentuk batang (Fam:
Pseudomonadaceae)
65 70% dari genus Pseudomonas (obligat aerob)
susu yang disimpan pada suhu 3-7oC: P. fluorescens,
P. fragi, P. putida, P. lundensis.
Genus lain: Flavobacterium, Alcaligenes, Bacillus,
Micrococcus, Aerococcus, dan Staphylococcus.
Fam Enterobacteriaceae pada susu segar yang
belum dipasteurisasi dan mungkin pada kondisi
psikrotropik.
Inaktivasi dengan pasteurisasi.

11/24/2013

Sumber bakteri psikrotropik: tanah, air, hewan,


dan tanaman.
Kontgaminasi melalui air pembersih peralatan,
peralatan, bagian putting susu sapi, pakan sapi.
Air merupakan sumber kontaminasi yang sangat
penting untuk diperhatikan.
Sumber utama kontaminan bakteri psikrotropik
adalah tanah.
Sanitasi peralatan dapat menurunkan
kontaminan.
Susu yang telah dipasteurisasi dapat
terkontaminasi apabila bersentuhan dengan
peralatan yang terkontaminasi atau udara.

Bakteri proteolitik
P. fluorescens umumnya menghasilkan protease
pada fase akhir logaritmik atau stasioner.
Protease diproduksi relatif tinggi pada suhu 5oC,
namun produksi protease dapat dihambat bila
susu disimpan pada suhu 2oC.
P. fragi memproduksi protease apabila oksigen
terlarut 7.4 g/ml

Bakteri lipolitik
P. fluorescens juga dapat menghasilkan lipase.
P. fragi dan P. aeruginosa.
Kerusakan membran globula lemak karena proses
berlebihan dari pemompaan, agitasi, pembekuan,
dll.

Pengendalian Kerusakan
Raw Milk:
Membatasi tingkat kontaminasi (cleaning, sanitizing,
drying cows teats and udder before milking)
Segera dilakukan pendinginan cepat setelah
pemerahan (milking)
Menjaga suhu penyimpanan dingin
Bakteri psikrotropik terhambat pada suhu 2oC.

Pasteurized Milk:
Cleaning and sanitizing peralatan.
Aseptic packaging technology.

11/24/2013

Kerusakan oleh Bakteri


Fermentatif yang NonsporeForming
Bakteri fermentatif tumbuh pada susu yang
disimpan di atas suhu refrigerator.
Keberadaan asam laktat merupakan indikasi
susu terekpose penyimpanan suhu tinggi yang
ssesuai untuk pertumbuhan BAL.
Susu fermentasi dapat ditumbuhi oleh BAL liar
yang menyebabkan kerusakan.
Kerusakan sebagian besar disebabkan oleh BAL
dan kelompok Coliform.

Genus baketri asam laktat: Lactococcus,


Lactobacillus, Leuconostoc, Enterococcus,
Pediococcus, dan Streptococcus.
Coliform sering merusak produk susu terfermentasi
seperti cheese.
Jenis Coliform yang sering menjadi perusak:
Enterobacter, Klebsiella, dan Escherichia.
Coliform kalah bersaing dengan BAL dan bakteri
psikrotropik.
Sumber:
BAL: kulit disekitar putting dan ambing susu sapi
merupakan habitat yang baik, silage dan pakan
lainnya, dan feces
Coliform: kontaminasi fecal putting susu dan ambing,
residu susu pada peralatan perah.

Spore-Forming Bacteria
B. cereus psikrotopik: hampir 80% contoh susu.
Dapat tumbuh sampai lebih dari 106CFU/ml setelah
14 hari disimpan dingin (7oC).
Germinasi spora terjadi segera setelah proses
pasteurisasi (heat activated).
B. circulans: spoilage organism in aseptically heat
treated milk. Menghasilkan asam dari laktosa
rasa asam .
B. mycoides juga sering ditemukan di dalam susu.
B. stearothermophilus: tahan panas.
B. subtilis dan B. megaterium diisolasi dari susu
UHT.

11/24/2013

Kerusakan Keju
Clostridium tyrobutyricum, C. sporogenes, dan
C. butyricum dapat merusak keju dengan
membentuk gas (late blowing/late gas)
Late gas: fermentasi laktat butirat, asetat,
CO2, dan gas hidrogen

Control of Spore-former Bacteria

Gunakan perlakuan panas yang memadai


UHT treatment
Penambahan lisozim ke dalam susu
Germinasi spora pada keju dapat dihambat
dengan menambahkan nitrat dan lisozim

KHAMIR DAN KAPANG


Umumnya tumbuh dan menyebabkan kerusakan
produk susu fermenrasi.
Khamir: fruity flavor dan produksi gas.
Yogurt, buttermilk, dan fresh cheese sering rusak
oleh khamir.
Aroma khamir/fermentasi chedar cheese
Candida sp. yang diikuti terbentuknya etanol, etil
asetat, dan etil butirat.
Condense milk dengan aW yang rendah.
Khamir paling umum: Kluyveromyces marxianus,
Debaromyces hansenii, Candida famata, Candida
kefyr, Rhodotorula mucilaginsoa, Yarrowia
lipolytica, dan Pichia sp.

11/24/2013

KHAMIR DAN KAPANG


Kapang umum yang dapat tumbuh dan merusak
keju: Penicillium sp. dan kapang yang lain,
seperti Aspergillus, Alternaria, Mucor,
Fusarium, Cladosporium, Geotricum, dan
Hormodendrum.
Jenis kapang dari keju yang diproses: P.
roqueforti, P. cyclopium, P. viridicatum, dan P.
crustosum.
Chedar cheese yang dikemas vakum:
Cladosporium cladosporiodes, Clad.
Herbarium, P. commune, P. glabrum, dan
Phoma sp.

Controling Yeast and Mold Spoilage


Khamir dan kapang biasnya dapat diisolasi dari
peralatan pengolahan, peralatan pengemasan,
udara, larutan garam, pada permukaan pabril
(lantai, dinding, saluran ventilasi, dll)
Mencegah produk bersinggungan dengan
sumber kontaminan tersebut di atas.
Kurangi tingkat cenaran: kemasan (mengurangi
oksigen dan meningkatkan CO2), penyimpanan
dingin, penambahan anti jamur seperti sorbat,
propionat, dan natamycin (pimaracin).

11/24/2013

Nyoman Semadi Antara, Ph.D.


Professor on Food and AgroIndustrial Technology
Postgraduate Program of Food Science and Technology
Udayana University

Kerusakan buah dan sayur: Kerusakan aktif


(active spoilage) dan Kerusakan pasif (pasive or
wound-induce spoilage)
Kerusakan aktif:

Diswebabkan oleh mikroorganisme patogen


Diawali infeksi yang selanjutnya terjadi penurunan
sifat sensoris

Kerusakan pasif:

Masuknya mikroorganisme melalui kerusakan jaringan


epidermis (kulit atau lapisan luar) buah/sayur.
Mikroorganisme juga dapat masuk ke jaringan dalam
melalui bagian terbuka alami seperti lentisel,
stomata, atau hidatoda.

Jenis Kerusakan

Jamur Penyebab

Produk

Alternaria

Alternaria sp.

Buah jeruk

Anthrachnose

Colletotrichum musae

Pisang

Black Rot

Aspergillus niger, Ceraocystis fimriata Onions, Ubi jalar

Brown Rot

Monilinia fructicola

Peaches

Crown rot

Colletotrichum musae, Fusarium


roseum, Verticillium theobromae,
Ceratocystis paradoxa

Pisang

Gray mold rot

Botrytis cinerea

Anggur

Pineaple black rot

Ceratocystis paradoxa

Nenas

Sour rot

Geotrichum candidum

Tomat, jeruk

Lenticel rot

Cryptosporiopsis malicorticus

Apel, pear

Green mold rot

Penicillium digitatum

Jeruk (citrus)

Cladosporium rot

Cladosporium herbarum

Peaches, cerries

11/24/2013

Jenis Kerusakan

Jamur Penyebab

Produk

Black mold rot

Aspergillus sp.

Onions

Black rot

Alternaria sp.

Wartel,
cauliflower

Downy mildew

Bremia, Phytophthora sp.

Lettuce, spinach

Fusarium rot

Fusarium sp.

Asparagus

Gray mold rot

Botrytis sp.

Cabbage

Rhizopus soft rot

Rhizopus sp.

Green beans

Smudge (antrachnose)

Colletotrichum sp.

Onions

Tuber rot

Fusarium sp.

Kentang

Wilt

Pythium sp.

Green bean

Blue rot

Penicillium sp.

Oranges

Pink rot

Trichothecium sp.

Peaches

Sayur

dan buah-buahan mempunyai jaringan


epidermis pada bagian luar jaringan
pelindung.
Kerusakan jaringan pelindung memungkinkan
masuknya mikroorganisme sebelum panen
(krn infestasi serangga, krn gesekan) maupun
setelah panen (krn peralatan pasca panen
dan pengolahan).
Sekali m.o. dapat masuk, maka kerusakan
akan pasti terjadi.

Produk

m.o. penyebab

Senyawa Kimia

Jus Apel

Alcylobacillus sp.

2,6-dibromophenol, 2,6dichlorophenol

Apel, cheries, pears

Penicillium sp.

Geosmin

Dried coconut

Eurotium sp.
Bacillus subtillis

Methyl ketone
2,3,5,6-tetramethylpyrazine, 2,3,5trimethylpyrazine

Dried fruit, coffee

Berbagai kapang

2,4,6-trichloroanisol

Jus orange

BAL

Diacetyl, acetoin, 2,3-hydroxybutane


4-vinylguaiacol

Penicillium sp.
Bubur buah papaya

Bakteri

Methyl ester, asam lemak rantai


pendek

Canned champignons

Actinomycetes

2-methylisoborneol

Navy beans

Actinomycetes

Geosmine

Potatos

Erwinia carotovora,
Clostridium
scatologenes

Skatole
Indole, p-cresol

11/24/2013

Faktor

intrinsik penting yang mendukung


pertumbuhan m.o.: aW dan pH.
Sayuran mempunyai aW yang tinggi
mendukung pertumbuhan bakteri dan jamur.
pH sayuran (kecuali tomat) berkisar 5-6, yang
tidak menghambat tumbuhnya m.o.
Secara normal bakteri mengkontaminasi
sayuran saat panen termasuk bakteri Gram
positif dan Gram negatif.
Khamir, kapang dan baketri dapat merusak
sayuran, namun umumnya bakteri ditemukan
dari awal kerusakan.

Kerusakan

mikrobiologis sangat dipengaruhi


oleh kondisi lahan pertanian.
Pencucian dan pembilasan dengan air dapat
menurunkan jumlah m.o. pada permukaan
sayur.
Penambahan klorin (5-250 l per liter air )
dapat dilakukan untuk membunuh m.o.
90-280 l/l hanya minimal pengaruhnya pada
tomat.
Perendaman tomat dalam lrt chlorin 200-250 l/l
dapat menurunkan m.o. mesofilik aerob, namun
tidak berpengaruh thd psikrotrop atau jamur.
Wartel yg dicuci dg air mengandung 200-260 l/l
chlorin hanya menurunkan m.o. 1 siklus log
(10xnya) dibandingkan dg air tanpa chlorin.

Proses

minimal (cutting, slicing, chopping,


and mixing) merupakan tahapan perlakuan
yang beresiko meningkatnya populasi m.o.
Beberapa contoh minimal proses sayuran
(cutting corn, slicing green bean, and
chopping spinach) meningkat kandungan
m.o. 1 log setelah proses.
Penyimpanan dan pengangkutan merupakan
tahap proses selanjutnya yang beresiko
terjadinya kontaminasi.
Perlakuan ekstrim sering juga dilakukan
terhadap sayuran seperti pembekuan dan
pengalengan.

11/24/2013

Kerusakan

mirkobiologis sayuran beku


disebabkan oleh suhu penyimpnanan yang
tidak memadai.

Suhu penyimpanan tetap dijaga pada kondisi


beku, namun beberapa jamur dilaporkan dapat
tumbuh lambat pada suhu -5oC.

Sayur

yang dikalengkan umumnya dilakukan


sterilisasi pada suhu 120oC.
Kerusakan sayur yang dikalengkan umumnya
disebabkan oleh bakteri thermofilik pembentuk
spora.
Pengasaman tanpa terbentuknya gas (flat sour)
disebabkan oleh B. stearothermophilus dan B.
coagulans.
Terbentuknya gas (swelling) disebabkan oleh Cl.
thermosaccharolyticum.

Buah-buahan

mempunyai aW yang tinggi dan


umumnya pH yang rendah (<4.4).
Buah-buahan mempunyai lapisan jaringan
epidermal yang tebal sebagai pelindung
bagian dalam buah.
Buah-buahan mempunyai kandungan asamasam organik yang dapat berperan sebagai
antimikroba.
Sumber m.o. (bakteri dan jamur) pencemar
pada produk buah-buahan: udara, tanah,
dan serangga.

Kerusakan

mikrobiologis buah-buahan
sebagian besar disebkan oleh khamir atau
kapang.
Kerusakan dapat juga disebabkan oleh
bakteri, seperti Erwinia pada pear yang rusak
atau kerusakan jus jeruk oleh bakteri asam
laktat.
Produk olahan buah-buahan seperti jus
konsentrat, jam, jelly, sirup, dan produk
buah kering lebih awet karena aW yg rendah.
Pengolahan ini dikombinasi dengan pemanasan
untuk membunuh jamur xerotolerant.
Kerusakan bisa terjadi apabila terjadi kerusakan
kemasan atau sudah dibuka oleh konsumen.

11/24/2013

Produk

buah-buahan dengan perlakukan


panas (buah-buahan kaleng) dilakukan
dengan suhu yang lebih rendah dibandingkan
sayuran, karena pH yang rendah.
Suhu pada pusat kaleng berkisar 85-90oC.
Sari buah dipanaskan lebih cepat pada suhu 93100oC.
Suhu tersebut cukup untuk membunuh sel
vegetatif bakteri, khamir, dan kapang.
Beberapa ascospora atau sclerotia kapang tahan
panas, seperti: Byssochlamys fulva, By. Nivea,
Neosartorya fischeri, dan Talaromyces flavus.
Bakteri pembentuk spora (Alicyclobacillus
acidoterrestris) dapat merusak sari buah yang
dipasteurisasi. Bakteri ini tahan asam dan panas.

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

PATOGEN YANG DITULARKAN


MELALUI MAKANAN
(FOODBORNE PATHOGENS)
Nyoman Semadi Antara, Ph.D.
Guru Besar Teknologi Pangan dan Industri Pertanian
Program Master Ilmu dan Teknologi Pangan
Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana

Walaupun sudah ada kemajuan berkaitan


dengan higiene, pengetahuan konsumen,
perlakuan terhadap makanan dan pengolahan,
namun penyakit yang ditularkan melalui
makanan masih menjadi ancaman masyarakat
di dunia.

Secara global WHO


memperkirakan 1.5
milyar kejadian
diarrhea dan terjadi
lebih dari 3 juta
kematian anak-anak di
bawah 5 tahun, dan
proporsi terbesar
terjadi karena
mengkonsumsi
makanan hewani yang
tercemer mikroba
patogen dan toksinnya

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Penyakit dari Makanan


FOOD-BORNE DISEASES

POISONING

Chemical
poisoning

INFECTION

Enterotoxigenic

Intoxication
Sporulation

Poisonous
plant tissues

Poisonous
animal tissues

Microbial
intoxication

Algal toxin

Mycotoxin

Enterotoxin

Invasive

Growth and
lysis
Intestinal
mucosa

Bacterial
toxin

Neurotoxin

Systemic

Other
tissues

Muscle

Liver

Interferes with
carbohydrate
metabolism

Bakteri
FOOD-BORNE DISEASES
Bacterian

INTOXICATION
Staphylococcal intoxication
(staphylococcal enterotoxicosis): an
enterotoxin produced by
Staphylococcus aureus
Botulism: a neurotoxin produced by
Clostridium botulinum

INFECTION
Salmonellosis: endotoxin of Salmonella
spp.
Clostridium perfringens illness: an
enterotoxin released during sporulation
of C. perfringens type A in the intestinal
tract.
B. Cereus gastroenteritis: an
exoenterotoxin released during lysis of
the cells.
Enteropahtogenic E. coli infection:
several serotype of E. coli some invasive
and some enterotoxigenic.
Others (Yersiniosis, Shigelosis, Vibrio
parahaemolyticus).

Emerging Foodborne Pathogens


Definition:
those causing illnesses that have only recently
appeared or been recognised in a population or
that are well recognised but are rapidly
increasing in incidence or geographic range
60 % of the human pathogens are zoonotic
75 % of emerging zoonotic

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Emerging Foodborne Diseases


Penyakit yang baru muncul.
Perluasan media penularan.
Dimulai dengan peningkatan insiden atau
kisaran geografis secara cepat.
Sudah menyebar sebelumnya, namun
baru dapat diidentifikasi dengan
pengetahuan atau metode baru untuk
mengidentifikasi dan menganalisis
penyakit tersebut.

Emerging Foodborne Diseases


Penyebabnya:

Perubahan lingkungan (teknologi, Iklim, dll.)


Produksi dan globalisasi pasokan pangan
Perkembangan ekonomi
Perjalanan dan perdaganagan Internasional
Perubahan karakter populasi
Perubahan atau gangguan kesehatan masyarakat
Perubahan gaya hidup
Perubahan karakter mikroba (adaptasi, mutasi,
dll.)

Emerging foodborne bacteria

Salmonella (multidrug resistant strain)


Campylobacter jejuni
E. coli O157:H7
Listeria monocytogenes
S. aureus MRSA
Vibrio vulnificus
Yersinia enterocolitica
Aerobacter spp.
Mycobacterium paratuberculosis

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Emerging foodborne viruses


Hepatitis A and E
Norovirus
(Avian influenza, AI)

Emerging foodborne parasites


Cryptosporidium parvum
Cyclospora cayetanensis
Anisakis spp.

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Pathogen

Emerging foodborne diseaeses


estimated annually
Cases

No. of
Ilnesses

No. of
Deaths

Economic
losses
estimated
annualy
$ billion

Campylobacter spp.

1,963,141

10,539

99

1.2

Salmonella nontyphoidal

1,341,873

15,608

553

2.4

E. coli O157:H7

62,458

1,843

52

.7

E. coli non-O157-STEC

31,229

921

26

.3

L. monocytogenes

2,493

2,298

499

2.3

Total

3,401,194

31,209

1,229

6.9

Reference: USDAs Economic Research Service & CDC

KLB (outbreak) Salmonella di Dunia


Year

Country

Food

Serotype/Phage
type

No. of
cases

No. of
deaths

1991 Germany

Orange cream

S. enteritidis PT4

109

1991 Germany

Puding (egg)

S. enteritidis

87

10

1994 U.S.A

Ice cream

S. enteritidis

224000 -

2003 U.S.A

Chicken

S. typhimurium

38

2005 Spain

Processed
chicken

S. hadar

2138

2006 Norway

Salami

S. kedougou

54

2008 Ireland&U.K

Beef, chicken

S. agona

119

KLB (outbreak) penting Campylobacter di Dunia


Year

Country

Food

No. of
cases

2000

U.K & Wales

Raw milk

333

2001-2002 Australia

Chicken

601

2005

Denmark

Chicken salad

2005

Scotland

Chicken pate

82

2005-2006 U.S.A

Water

32

2007

U.S.A

Cheese (from
unpasteurized milk)

67

2007

Denmark

Water

16

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Campylobacter jejuni

KLB (Outbreak) E. coli O157:H7 di dunia


Negara

Tahun

Jumlah kasus Komplikasi


(umur)

Isumber
infeksi

Japan

1996

>5499
(students)

12 deaths

Alfalfa

U.S.A

1999

321

Beef

Canada

2000

27

5 deaths

Water

Sweden

2002

39

Fermented
sausage

U.S.A

2002

34

5 HUS

Ground beef

Netherlands 2005

32

Steak tartare

U.S.A

376

3 deaths

Fresh
spinach

2006

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Isolat E. coli O157:H7 yang ditemukan dalam contoh


fecal sapi dan biri-biri di RPH Turki (Erol et al., 2008)

Number
of
samples
Number
of
positive
samples
Percent
(%)

Sheep

Cattle

Cattle
(male)

Cattle
(female)

Total

218

282

207

75

500

14

11

25

6.42

3.90

3.38

5.33

5.00

Ketahanan terhadap Antibiotika


Resistensi bakteri terhadap antibiotik sudah
menjadi perhatian dunia, seperti beberapa
bakteri berikut:
Salmonella Typhimurium DT 104
Campylobacter spp.
Listeria monocytogenes
E. coli O157:H7
Staphylococcus aureus (MRSA)
Enterococcus (VRE)

Control of
Foodborne
Diseases

Risk

Surveillance

Research

Risk
management
Epidemiologi
cal evaluation
/ assessment

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Control of Foodborne Disease


Pendekatan from farm to table
Implementasi GMP dan HACCP

Staph. aureus
Masa inkubasi 1 - 6 jam
Gejala utama pada 6 24 jam

Mual
Muntah
Diare
Nyeri perut
Tanpa Demam
Tidak sadarkan diri dan
dehidrasi pada kasus yang
berat

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Ketahanan Staph. aureus terhadap


panas
Nilai - D pada 77C
~ 0.001 - 0.0105 menit
z = 8 - 12C
Enterotoksin sangat tahan panas
( tahan pada suhu 100C)

Cl. botulinum
Karakteristik

Tip Proteolitik

Masa inkubasi
Lamanya sakit

12-36 jam
Beberapa hariBeberapa bulan
Mual
Muntah
Gangguan penglihatan
Vertigo
0.005-0.1g

Gejala

Dosis Toksik

Tip Non-proteolitik
sama

0.1-0.5g

Kondisi minimal untuk pertumbuhan dan


daya tahan panas C. botulinum
Proteolitik

Non-proteolitik

Tip Toksin

A, B, F

B, E, F

pH minimal

4.6

NaCl maksimal

10 %

3%

aw minimal

0.93

0.97

Rentang suhu pertumbuhan

12.5 - 48C

3.5 - 48C

Decimal reduction time


spora pada suhu 100C

25 menit

<0.1 menit

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

B. cereus
Masa inkubasi
Lamanya penyakit
Gejala
Dosis dalam makanan

4 - 16 jam
12 - 24 jam
Nyeri perut
Diare encer
108 / g

Bahan makanan yang sering


terkontaminasi oleh B. cereus

Makanan mentah:

Serealia
Sayuran kering
Kentang
Susu
Krim
Beras
Rempah-rempah

Makanan matang / jadi:

Produk daging gorengan / bakar


Sup
Nasi goreng / putih

Salmonella
Terdapat

2200 serotip

200 serotip merupakan penyebab penyakit


yang ditularkan makanan di Eropa setiap
tahun
70% kasus disebabkan oleh S. enteritidis dan
S. typhimurium
Serotip terbagi menjadi subtip yang disebut
tip-faga

10

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Daya tahan panas


Salmonella dalam makanan
Salmonella rentan terhadap panas
Pasteurisasi cukup untuk membunuh Salmonella
pada makanan dengan kelembaban tinggi
Pemanasan pada 70 C selama 2 menit biasanya
cukup untuk membunuh 106 Salmonella

Salmonellosis

Gejala utama

Diare
Demam
Keram perut
Muntah-muntah

Orang yang beresiko tinggi

Usia muda
Usia tua
Wanita hamil
Kekebalan yang lemah
Berpenyakit tertentu

Tingkat kefatalan

Masa inkubasi

< 1%
biasanya 12-36 jam

Bahan makanan mentah yang cenderung


terkontaminasi Salmonella

unggas

daging

susu

telur

buah-buahan

kerang

rempah-rempah dan jamu

air yang tidak diolah

11

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Campylobacter
Gambar di bawah mikroskop elektron

Daya tahan Campylobacter


Organisma ini sangat rentan, tidak tahan pada
lingkungan pemasakan makanan.

Peka terhadap panas

Peka terhadap pengeringan

Tahan pembekuan (beberapa bulan


dalam daging dan unggas beku)

Lebih tahan pada kondisi dingin


daripada suhu kamar

Campylobacteriosis
Gejala utama

Diare ringan hingga berat


Demam
Mual
Keram perut

Orang yang beresiko

Bayi dan anak kecil


Orang lemah

Masa inkubasi biasanya 2-5 hari

12

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

E. coli patogen
Enteropathogenic E. coli (EPEC)
Diare encer akut - anak rentan
terhadap organisma ini
Enteroinvasive E. coli (EIEC)
Sindroma seperti disentri
Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
Diare encer akut - sering mengenai
pelancong
Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC)
Sindroma diare berdarah
Inkubasi 8-44 jam tergantung pada jenisnya

Bahan makanan mentah cenderung


terkontaminasi dengan E. coli patogen
Daging
Ikan
Sayur-sayuran
Susu
Air tercemar

Dosis penularan minimum

ETEC
Shigella, EIEC
EHEC
L. monocytogenes

106
10-100
100

Salmonella (tak termasuk typhi )

Tidak diketahui mungkin rendah


dalam kelompok beresiko
106 (jumlah rendah, mis.10-1000,
dapat menyebabkan infeksi pada
makanan berlemak seperti coklat &
keju)

Campylobacter
Salmonella typhi
EPEC
V. cholerae

kurang lebih. 500


10-100
106
106

13

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

Factors contributing to the global incidence of foodborne disease

Poor sanitary conditions


Malnutrition
Changing demographics (increasing population of infants, elderly)
Inadequate public health infrastructure
Inadequate hygienic and technological conditions of food production
Inadequate cooking, reheating and storage conditions
Increasing tourism and international trade
Increasing animal movement and insufficient control of borders
Increasing international trade of animal and food
Inadequate legislation and official control system
Emerging/reemerging foodborne pathogens
Acquisition of virulence and antibiotic genes by nonpathogenic bacteria
Adaptation and enhanced survival of pathogens in food
Inadequate consumer education

Trichinellosis
outbreak in Turkey
Although there is a religious restriction on pork
meat consumption, in January 2004 there was a big
trichinellosis outbreak occurred by consuming i
kfte (raw ground meat ball-traditional food) in
Izmir
542 people were affected and samples were found to
be contaminated with T. britovi

14

Mikrobiologi Pangan

8/24/2013

One World One Health (OWOH)


The medical and veterinary professions have a
common interest in many diseases, primarily
zoonotic diseases such as BSE, SARS and, most
recently, Avian Influenza (H5N1), have
highlighted the need for interprofessional
collaboration not just locally and nationally, but
on a global scale.

One World One Health (OWOH)


Improving animal and human health globally
through collaboration among all the health
sciences, especially between the veterinary and
human medical professions to address critical
needs.

15

You might also like