You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya.

Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti. Walaupun dengan bantuan
alat-alat medis modern sekalipun, sering kali memberikan gambaran berbeda terhadap
kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu, kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran
bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tidak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan
keterampilan standar. Misalnya dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir, walaupun
mereka itu memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli.
Beberapa penyebab kedawat daruratan pada bayi baru lahir adalah sbb:

Hipotermia dan hipertermia


Hiperbilirubin
Hiperglikemia
Tetanus Neonaturum
Penyakit-penyakit pada ibu hamil

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, rumusan masalah yang diambil adalah :
1. Bagaimana deteksi dini terhadap komplikasi dan kelainan pada tetanus neonaturum?
2. Bagaimana deteksi dini terhadap komplikasi dan kelainan pada hiperbilirubin?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui tentang deteksi dini terhadap komplikasi dan kelainan pada
tetanus neonaturum.
2. Untuk mengetahui tentang deteksi dini terhadap komplikasi dan kelainan pada
hiperbilirubin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP TETANUS NEONATURUM
A.1. Pengertian

Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani, yaitu tetanus yang berarti kencang atau
tegang. Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai dengan kondisi spastik
paralisis yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
Berdasarkan gejala klinisnya, tetanus dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus
generalisasi (umum), tetanus local, dan tetanus sefalik. Bentuk tetanus yang paling sering
terjadi adalah tetanus generalisasi dan juga merupakan bentuk tetanus yang paling
berbahaya. Sedangkan neonatal (berasal dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti
lahir) merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak bayi
lahir hingga usia 28 hari kehidupan. Tetanus neonaturum merupakan suatu bentuk tetanus
generalisasi yang terjadi pada masa neonatal.
Tetanus Neonaturum adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru lahir (neonatus).
Tetanus neonaturum penyebab kejang yang sering dijumpai pada BBL yang bukan karena
trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan infeksi selama masa neonatal, yang antara
lain terjadi akibat pemotongan tali pusat atau perawatan tidak aseptic.
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang
disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) yang
menyerang sistem saraf pusat.
Tetanus

Neonatorum

(TN)

adalah

infeksi

akut

yang

disebabkan

oleh

kuman Clostridium Tetani memasuki tubuh bayi baru lahir melalui tali pusat yang
kurang terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai umur 28 hari. Kriteria kasus
tetanus neonaturum berupa sulit menghisap ASI, disertai kejang rangsangan, dapat terjadi
sejak umur 3-28 hari tanpa pemeriksaan laboratorium.
Jadi, tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat dicegah
namun dapat berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi eksotoksin dari
kuman Clostridium tetani gram positif, dimana kuman ini mengeluarkan toksin yang dapat
menyerang sistem syaraf pusat.

A.2. Etiologi
Penyebabnya adalah hasil klostrodium tetani, bersifat anaerob, berbentuk spora
selama di luar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengahancurkan
sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
2

Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung pada tempat
terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman Tetanus Neonatorum.
A.3.

Faktor Resiko
Pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) pada ibu hamil tidak dilakukan atau

tidak lengkap atau tidak sesuai dengan ketentuan program.


Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat.
Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

A.4. Epidemiologi
Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul, gram positif. Dapat
bergerak dan membentuk spora-spora, terminal yang menyerupai tongkat penabuh
genderang (drum stick). Spora-spora tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan
yang merugikan termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan
otoklaf. Kuman ini dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan tidak terpapar sinar
matahari, selain dapat ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar dan traktus
digestivus manusia serta hewan.
A.5. Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang dan
terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring
pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada
pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi
dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama
kematian tetanus neonatorum di Indonesia.

A.6. Gambaran Klinik


Masa tunas biasanya 5-14 hari, kadang-kadang sampai beberapa minggu jika
infeksinya ringan. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang
makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam, penyakit menjadi nyata
dengan adanya trismus. Pada tetanus neonatorum, perjalanan penyakit ini lebih cepat dan
berat. Anamnesis sangat spesifik yaitu :
3

Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat menghisap).
Mulut mencucu seperti mulut ikan.
Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis.
Kaku kuduk sampai opistotonus.
Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang.
Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka thisus

sardonikus.
Ekstermitas biasanya terulur dan kaku.
Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-kadang menangis
lemah.

A.7. Pencegahan
1. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas, dan
bersih alat.
a. Bersih Tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun
sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan
dilakukan selama 15-30 detik. Mencuci tangan secara benar dan menggunakan
sarung tangan pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari
infeksi.
b. Bersih Alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persalinan harus bersih, karena clostrodium
tetani bisa menular dari saluran genital ibu pada waktu kelahiran.
c. Bersih Alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada
dua. Yang pertama dengan pemanasan kering 1700C selama 60 menit dan yang
kedua menggunakan otoklaf 106 kPa, 1210C selama 30 menit jika dibungkus dan
20 menit jika alat tidak dibungkus.
2. Perawatan tali pusat yang baik.
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan
baik yaitu menggunakan alkohol 70% dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi
dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa
dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres
alkohol diteruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3-5 hari).
Jangan membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena
akan terjadi infeksi.
3. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
4

Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu
hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi
tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan IgG yang mudah
melewati plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh
janin, yang akan mencegah terjadinya tetanus neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak pemberian TT
pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran sangat
menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara
pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi, maka
kadar antibodi tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang
panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk
menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yang cukup dari tubuh ibu hamil ke
tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang sangat aman untuk ibu hamil dan tidak ada bahaya bagi
janin. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT, tidak didapatkan perbedaan
resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan
imunisasi.

Tabel Pemberian Imunisasi TT dan Lamanya Perlindungan


Dosis
TT1

Pada

Saat Pemberian
kunjungan pertama

% Perlindungan Lama Perlindungan


atau
0
Tidak ada

sedini mungkin pada kehamilan.


TT2

Minimal 4 minggu setelah TT1

80 %

3 tahun

TT3

Minimal 6 bulan setelah TT2 atau

95 %

5 tahun

99 %

10 tahun

99 %

selama usia subur

selama kehamilan berikutnya.


TT4

Minimal setahun setelah TT3 atau


selama kehamilan berikutnya.

TT5

Minimal setahun setelah TT4 atau


selama kehamilan berikutnya.

A.8. Penatalaksanaan
a. Mengatasi Kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti
kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil.
5

Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30-60 mg parenteral, kemudian dilanjutkan


per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama
luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg
setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5
mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat
rektum.
b. Pemberian Antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum)
dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari.
c. Pemberian Antibiotika
Untuk mengatasi infeksi, dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari dan
diteruskan sampai 3 hari panas turun.
d. Perawatan Tali Pusat
Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70% atau betadin 10%.
e. Memperhatikan Jalan Nafas, Diuresis, dan Tanda Vital
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan pernafasan,
kebutuhan nutrisi/cairan dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Gangguan pernafasan yang sering timbul adalah apnea yang disebabkan adanya
tenospasmin yang menyerang otot-otot pernafasan, sehingga otot tersebut tidak
berfungsi. Adanya spasme pada otot faring menyebabkan terkumpulnya liur di dalam
rongga mulut sehingga memudahkan terjadinya poneumonia aspirasi. Adanya lendir
di tenggorokan juga menghalangi kelancaran lalu lintas udara (pernafasan). Pasien
tetanus neonatorum setiap kejang selalu disertai sianosis terus-menerus. Tindakan
yang perlu dilakukan :
Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi.
Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1-2 L/menit jika sedang
terjadi kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan lebih tinggi dapat

sampai 4 L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan lagi).


Pada saat kejang, pasangkan sudip lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang

dan memudahkan penghisapan lendirnya.


Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan

pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.


Observasi tanda vital setiap jam.
Usahakan agar tempat tidur bayi dalam keadaan hangat.
Jika bayi menderita apnea :
6

1. Hisap lendirnya sampai bersih.


2. O2 diberikan lebih besar (dapat sampai 4 L/ menit)
3. Letakkan bayi di atas tempat tidurnya atau pada telapak tangan kiri penolong.
Tekan-tekan bagian iktus jantung di tengah-tengah tulang dada dengan dua jari
tangan kanan dengan frekuensi 50-60 x/menit.
4. Bila belum berhasil cabutlah sudip lidahnya, lakukan pernafasan dengan
menutup mulut dan hidung bergantian secara ritmik dengan kecepatan 50-60
x/menit, bila perlu diselingi tiupan.
f. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Akibat bayi tidak dapat menyusu dan keadaan payah, maka untuk memenuhi
kebutuhan makananya perlu diberikan infus dengan cairan glukosa 10%. Tetapi
karena juga sering sianosis, maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus 1,5%
dengan perbandingan 4 : 1. Bila keadaan membaik dan kejang sudah berkurang,
pemberian makanan dapat diberikan melalui sonde dan selanjutnya sejalan dengan
perbaikan bayi dapat diubah memakai dot secara bertahap.
g. Kurangnya Pengetahuan Orang Tua Mengenai Penyakit
Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus perlu diberi penjelasan
bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan
khusus. Kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan
ada tidaknya obat yang diperlukan. Hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum
memerlukan alat/obat yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan harganya cukup
mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika ibu nanti
hamil lagi agar meminta suntikan pencegahan tetanus di puskesmas atau bidan, dan
minta pertolongan persalinan pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut
penataran Depkes. Kemudian perlu diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat
yang baik.
B. KONSEP HIPERBILIRUBIN
B.1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal, Biasanya terjadi pada bayi baru lahir. Nilai normal bilirubin indirek 0,31,1 mg/dl dan bilirubin direk 0,1-0,4 mg/dl. Sebenarnya hiperbilirubinemia merupakan
keadaan normal pada bayi baru lahir selama minggu pertama karena belum sempurnanya
7

metabolisme bilirubin bayi. Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan kedaan
hiperbilirubinemia. Kuning atau jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus
neonatorum merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada
beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Gejala ini dapat
terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi
prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak
berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan
berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.

B.2. Faktor Penyebab

Hiperbilirubin pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih
belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Hiperbilirubin juga bisa
terjadi karena beberapa kondisi klinis, di antaranya adalah:

a. Ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir.
Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin
tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati
bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah
dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum
mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik, sehingga akan terjadi
peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning
pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor ini maka disebut
sebagai ikterus fisiologis.
b. Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI)
eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau
ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
c. Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang
ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya,
bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang
mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama
dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.
d. Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan golongan darah
(inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu
akan memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin, sehingga
8

akan menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan


pelepasan bilirubin dari sel darah merah.
e. Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan cepalhematoma dapat timbul
dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah
kulit kepala. Secara alamiah, tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga
bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani
oleh hati sehingga timbul kuning.
f. Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning.
B.3. Patofisiologi
1. Pembentukan Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan


bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasireduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme
dengan bantuan enzim heme oksigenase, yaitu suatu enzim yang sebagian besar
terdapat dalam sel hati dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang
digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang
dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin
oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat
akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan
biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH
normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, maka diperlukan
mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.

2. Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikulo endothelial, selanjutnya
dilapaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir
mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena
konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin
yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non-polar dan tidak larut dalam
air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat
dengan albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat nontoksik.
Selain itu, albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat-obatan yang
bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat-obat tersebut akan menempati
9

tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin, sehingga bersifat competitor serta
dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. Obat-obat yang dapat
melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:

Analgetik, antipiretik (Natrium salisilat, fenilbutazon)


Antiseptik, desinfektan (metal, isopropyl)
Antibiotik dengan kandungan sulfa (Sulfadiazin,

sulfamethizole,

sulfamoxazole)
Penicilin (propicilin, cloxacillin)
Lain-lain (novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x-ray)

Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:

Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk

sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.


Bilirubin bebas.
Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.
Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum.

3. Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membrane plasma hepatosit,
albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin di transfer melalui sel
membran yang berikatan dengan ligandin (protein y) mungkin juga dengan protein
ikatan sitosilik lainnya.

4. Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang
larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate
glukuronosyl transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi
menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi
bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan ke dalam kalanikulus
empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke
reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya.

5. Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan dieksresikan kedalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses.
Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat
10

diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi


oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin
dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi
enterohepatik.

B.4. Klasifikasi
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Derajat V
Bilirubin

:
:
:
:
:
:

Daerah kepala dan leher, perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg%.


Sampai badan atas, perkiraan kadar bilirubin 9,0 mg%.
Sampai badan bawah hingga tungkai, bilirubin 11,4 mg%.
Sampai daerah lengan, kaki bawah lutut, 12,4 mg%.
Sampai daerah telapak tangan dan kaki, 16,0 mg%.
Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada

Ensefalopati

manifestasi klinis yang mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin

dan

pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai

kernikterus

nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus adalah


perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen
bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis,
pons, dan serebelum.

B.5. Komplikasi

a. Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi kadang kadar


bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (keadaannya
disebut kern ikterus). Kern ikterus adalah suatu keadaan dimana terjadi penimbunan
bilirubin di dalam otak, sehingga terjadi kerusakan otak.
b. Efek jangka panjang dari kern ikterus adalah keterbelakangan mental, kelumpuhan
serebral (pengontrolan otot yang abnormal, cerebral palsy), tuli dan mata tidak dapat
digerakkan ke atas.
B.6. Gejala pada Bayi Baru Lahir

Ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah, maka warna kuning akan dimulai dari
kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki. Jika kadar bilirubin sudah
cukup tinggi, bayi akan tampak kuning hingga di bawah lutut serta telapak tangan. Cara
yang mudah untuk memeriksa warna kuning ini adalah dengan menekan jari pada kulit
yang diamati dan sebaiknya dilakukan di bawah cahaya/sinar matahari. Pada anak yang
11

lebih tua dan orang dewasa warna kuning pada kulit akan timbul jika jumlah bilirubin pada
darah di atas 2 mg/dL.
Pada bayi baru lahir akan tampak kuning jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL. Hal
ini penting untuk mengenali dan menangani ikterus bayi pada baru lahir kerena kadar
bilirubin yang tinggi akan menyebabkan kerusakan yang permanen pada otak yang disebut
dengan kern icterus. Kuning sendiri tidak akan menunjukkan gejala klinis tetapi penyakit
lain yang menyertai mungkin akan menunjukkan suatu gejala seperti keadaan bayi yang
tampak sakit, demam, dan malas minum.
B.7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan waktu timbulnya
ikterus, yaitu :
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Kadar Bilirubin Serum berkala.
Darah tepi lengkap (blood smear perifer) untuk menunjukkan sel darah merah
abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit Rh atau sferosis pada

inkompatibilitas ABO.
Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten ABO.
Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif test Coomb indirek
membuktikan antibody Rh + anti A dan anti B dalam darah ibu. Hasil positif
dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh+, anti A, anti B dari

neonatus ).
Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila
perlu.

b. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir.


Biasanya Ikterus fisiologis. Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat,
maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
Pemeriksaan lain bila perlu.

c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
Sepsis.
12

Dehidrasi dan Asidosis.


Defisiensi Enzim G6PD.
Pengaruh obat-obat.
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya.


Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan Bilirubin berkala.
Pemeriksaan darah tepi.
Skrining Enzim G6PD.
Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.
B.8.Pemeriksaan

Laboratorium
Penyebab yang pasti terhadap ikterus pada bayi baru lahir harus dicari. Pada

beberapa kasus, pemeriksaan fisik yang lengkap sangat diperlukan dan pemeriksaan darah
mungkin diperlukan untuk mengetahui:
a. Kadar bilirubin total. Berdasarkan pemeriksaan ini dokter akan minta pemeriksaan
tambahan seperti tes Coombs untuk memeriksa antibodi yang menghancurkan sel
darah merah bayi, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan hitung retikulosit untuk
melihat apakah bayi memproduksi sel darah merah yang baru.
b. Golongan darah dan rhesus ibu dan bayi.
c. Pada beberapa kasus mungkin perlu untuk memeriksa darah untuk melihat suatu
kondisi yang disebut sebagai defisiensi G6PD.

B.9. Kolaborasi pada Dokter


Segera hubungi dokter bila bayi tampak kuning dan timbul gejala seperti:
Timbul segera dalam 24 jam pertama kelahiran.
Kuning menetap lebih dari 8 hari pada bayi cukup bulan dan lebih dari 14 hari

pada bayi premature.


Pada observasi di rumah bayi tampak kuning yang sudah menyebar sampai ke

lutut/siku atau lebih.


Tinja berwarna pucat.
Jika ibu/pengasuh melihat bayi tampak sakit (menolak untuk minum, tidur

berlebihan, atau lengan dan kaki lemas) atau bila suhu tubuh lebih dari 37,50C.
Jika bayi tampak mengalami kesulitan bernapas.

B.10.
Penanganan Hiperbilirubin pada Bayi Baru Lahir
1. Penanganan Sendiri di Rumah

13

a. Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari)


b. Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin, sehingga lebih mudah
diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat
matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala
agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan penyinaran selama 30
menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan
kulit seluas mungkin. Oleh karena itu, bayi tidak memakai pakaian (telanjang)
tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan.

2. Terapi Medis
a. Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar (phototherapy) sesuai
dengan peningkatan kadar bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi dan
apakah bayi lahir cukup bulan atau prematur. Bayi akan ditempatkan di bawah
sinar khusus. Sinar ini akan mampu untuk menembus kulit bayi dan akan
mengubah bilirubin menjadi lumirubin yang lebih mudah diubah oleh tubuh bayi.
Selama terapi sinar, penutup khusus akan dibuat untuk melindungi mata.
b. Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan kadar bilirubin,
maka bayi akan ditempatkan pada selimut fiber optic atau terapi sinar
ganda/triple akan dilakukan (double/triple light therapy).
c. Jika gagal dengan terapi sinar, maka dilakukan transfuse tukar yaitu penggantian
darah bayi dengan darah donor. Ini adalah prosedur yang sangat khusus dan
dilakukan pada fasilitas yang mendukung untuk merawat bayi dengan sakit kritis,
namun secara keseluruhan, hanya sedikit bayi yang akan membutuhkan transfusi
tukar.

B.11.

Pencegahan

Pada kebanyakan kasus, kuning pada bayi tidak bisa dicegah. Cara terbaik untuk
menghindari kuning yang fisiologis adalah dengan memberi bayi cukup minum, lebih baik
lagi jika diberi ASI.

1. Pencegahan Primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali/ hari untuk
beberapa hari pertama.

14

Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

2. Pencegahan Sekunder
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus, serta

penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.


Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya
ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat
memeriksa tanda-tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 12 jam.

BAB III
TINJAUAN KASUS

15

16

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Tenanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani.
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia 0-1
bulan). Penyebab tetanus adalah Clostridium tetani, yang infeksinya biasa terjadi melalui
17

luka dari tali pusat. Dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat
tradisional seperti abu dan kapur sirih, daun-daunan dan sebagainya.Masa inkubasi
berkisar antara 3-14 hari, tetapi bisa berkurang atau lebih. Gejala klinis infeksi tetanus
neonatorum umumnya muncul pada hari ke 3 sampai ke 10.
Tindakan pencegahan yang paling efektif adalah melakukan imunisasi dengan
tetanus toksoid (TT) pada wanita calon pengantin dan ibu hamil. Selain itu, tindakan
memotong dan merawat tali pusat harus secara steril.
Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena peningkatan
kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ). Ikterus fisiologis umumnya terjadi pada bayi
baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL.
Ikterus patologis merupakan ikterus terjadi sebelum umur 24 jam. Peningkatan kadar
bilirubin total serum 0,5 mg/dL/jam. Tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap
bayi adalah muntah, letargis, malas menyusu, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea atau suhu yang tidak stabil). Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan
atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi
keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi
dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
beberapa factor, antara lain frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan
atau dehidrasi. Kebanyakan kuning pada bayi akan hilang sempurna tanpa efek yang
permanen. Kadang-kadang bayi akan membutuhkan terapi sinar matahari untuk kuning
ringan dan terapi sinar pada kadar bilirubin dengan nilai tertentu dalam darah. Transfusi
tukar jarang diperlukan.

B. Saran
Bagi bidan yang akan memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan penyakit
tetanus neonatorum dan hiperbilirubin harus lebih memperhatikan dan tau pada

bagian- bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada bayi yang perlu ditekankan.
Bidan juga memberikan pendidikan kesehatan kepada orang tua anak tentang bahaya
penyakit dan penyuluhan untuk melakukan persalinan di rumah sakit, puskesmas,
klinik bersalin, atau pelayanan kesehatan lainnya agar terhindar dari infeksi tetanus
pada anaknya akibat penggunaan alat.

18

Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita penyakit perlu diberi penjelasan
bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan
khusus. Kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan
ada tidaknya obat yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, Afroh dan Sudarti. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan
Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
Hasan, Rusepno. 1997. Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UI
Maryanti Dwi. 2011. Buku Ajar Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : Salemba Medika
19

Nanny Vivian. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta : Salemba Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : Jakarta.
Sudarti. 2010. Kelainan dan Penyakit pada Bayi dan Balita. Yogyakarta : Nuha Medika.

20

You might also like