You are on page 1of 9

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA
Tugas Individu Stase Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Keperawatan S1

Disusun oleh :
ARI PEBRU NURLAILY
J210070018

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010

CIDERA KEPALA
A. Pengertian
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.
Multiple trauma adalah cedera anggota tubuh yang kompleks, cedera lebih dari
dua lokasi (Smeltzer, 2000). Multiple trauma meliputi trauma kepala dan leher, trauma
dada, trauma spinalis, trauma abdomen dan trauma ekstremitas.
B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
SKG 13 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
SKG 9 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
SKG 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua :
1. Cedera Kepala Primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme
dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera Kepala Sekunder

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi


yang timbul setelah trauma.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
C. Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Trauma tumpul
3. Tusukan benda tajam
4. Tembakan
5. Jatuh dari ketinggian
6. Kecelakaan akibat kerja
D. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini
akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100
gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan

perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan


vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya
perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan
vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

E. Pathway
Cidera kepala

TIK - oedem
- hematom
Respon biologi

Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer

Cidera otak sekunder

Kontusio
Laserasi

Kerusakan Sel otak

Gangguan autoregulasi

rangsangan simpatis

Stress

Aliran darah keotak

tahanan vaskuler

katekolamin

Sistemik & TD
O2 ggan metabolisme

sekresi asam lambung

tek. Pemb.darah

Mual, muntah

Pulmonal
Asam laktat

tek. Hidrostatik

Oedem otak

kebocoran cairan kapiler

ketidakefektifan perfusi jaringan

Asupan nutrisi kurang

oedema paru cardiac out

put
Cerebral
Difusi O2 terhambat

Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea

F. Pemeriksaan penunjang
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran


jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
G. Asuhan keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi
maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi
menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
c. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak
akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,


pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan


sebagian lapang pandang, foto fobia.

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus


menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah


satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

d. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
f. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak
dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
H. Intervensi :
I. Ketidakefektifan jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan transport
oksigen
Tujuan : perfusi jaringan serebral membaik
Kriteria hasil :
a. Vital sign dalam batas normal
b. Bicara normal
c. Ektremitas kuat
d. Status mental membaik
Intervensi :
1. Monitor bentuk, ukuran dan reaktivitas pupil
2. Monitor tingkat kesadaran
3. Monitor GCS
4. Monitor tanda vital (TD, Nadi, RR, S)
5. Monitor status pernafasan

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera

pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi


trakeobronkhial.
Tujuan:
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi:
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.
Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara
tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
7. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri
8. Lakukan ronsen thoraks ulang.
9. Berikan oksigen.
10. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.

Daftar Pustaka
Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3,EGC :
Jakarta
Diagnosa Nanda (NIC & NOC).2007-2008
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Suzanne CS. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.

www.ilmukeperawatan.com
www.jurnalkeperawatan.com

You might also like