You are on page 1of 14

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN PROGRAM

PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA DI CENTRU SAUDE


BOBONARO SUB DISTRITO BOBONARO DISTRITO BOBONARO
PADA TAHUN 2014

OLEH :
Nama

:VIDAL SOARES NORONHA

Nim

: II.04.01.309

Kelas

: F/Reguler

Semester

: VII

Fakultas

: Kesehatan Masyarakat

UNIVERSIDADE DA PAZ
(UNPAZ)

KATA PEGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan Rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan mini skrpsi yang berjudul FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI CAKUPAAN PROGRAM PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN
A PADA BALITA DI CHC BOBONARO TAHUN 2014 ini dengan tepat pada waktunya,
dan kami menyadari bahwa MINI PPR0P0SAL ini belum mencapai kesempurnaan.
Dalam menyelesaiaan MINI PROPOSAL ini,saya tidak lupa mengucapkan rasa
terima kasih kepada Dosen mata kuliah ibu Profa.MARILIA J. GONSALVES Lic SP yang
telah membimbing saya dalam penyusunan MINI PR0P0SAL ini, sehingga saya bisa
menyusun MINI PROPOSAL dengan baik.
Dengan demikian saya merasa bahwa makalah ini masih sangat sederhana, oleh
karena itu saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif,
sehingga MINI PROPOSAL ini mencapai kesempurnaan dan bermamfaat di waktu yang
akan datang.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak adalah pengembang tugas di hari depan. Anaklah yang akan
melanjutkan di muka bumi ini. Kualitas seorang anak di masa sekarang akan
berpengaruh terhadap kondisinya di masa yang akan datang. Oleh karena itu
sudah sewajarnya jika anak mendapat perhatian yang khusus.
Tingkat kemajuan dan tingkat kesejahteraan suatu bangsa lebih ditentukan
oleh sumber daya manusia (SDM) dibandingkan dengan sumber daya alam
(SDA). Dengan SDA yang minimal suatu Negara dapat mencapai tingkat
Negara maju, asal saja SDM yang dimiliki berkualitas. Oleh karena itu penting
sekali untuk meningkatkan kualitas manusia, sejak masa kanak-kanak, agar
mereka dapat tumbuh dan dapat berkaria secara maksimal (Ratna, 1988).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas manusia yakni dengan
memenuhi kebutuhan nutrisi. Nutrisi yang baik akan ikut membantu mencegah
terjadinya penyakit yang akut dan kronik, dan juga menopang perkembangan
kemampuan fisik dan mental (Barness, 1988)
Di Indonesia, hal pemenuhan kebutuhan nutrisi masih dihadapkan pada
empat masalah gizi kurang yaitu:
1.
2.
3.
4.

Kekurangan kalori protein (KKP)


Kekurangan vitamin A (KVA) yang dapat berkaitan kebutaan,
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dan
Anemia Defisiensi Besi (ADB) (Agus, 1983). Masalah ini banyak terdapat
pada bay, anak balita, ibu hamil, ibu menyusui dan masyarakat
berpenghasilan rendah ( Kodyat, 1993 cit Purjanto, 1994).

Masalah Kekurangan KVA bukan hanyamenjadi masalah di Indonesia, tetapi


juga merupakan salah satu masalah gizi di Negara-negara yang sedang
berkembang sebab prevalensinya masih tinggi.
3

Salah satu akibat KVA adalah xerophalmia, yaitu penyakit yang


ditandai dengan rusaknya mata anak, yang kondisinya sangat bervariasi mulai
dari kekeringan selaput bola mata hingga timbulnya kebutaan.

Upaya

pennanggulangan masalah Xeropthamia di Indonesia telah di galakkan sejak


tahun 1970-an, dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000
IU kepada semua anak yang berusia 12-59 bulan di seluruh Indonesia setiap
bulan februari dan Agustus melalui puskesmas yang diteruskan ke posyandu.
Vitamin A selain berperang dalam pencegahan xeropthalmia juga
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi /anak balita. Dampak
intervensi vitamin A dengan pemberian vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan
terhadap anggka mortalitas anak balita telah diteliti. Anak balita yang mendapat
kapsul vitamin A dosis tinggi mempunyai resiko relative kematian yang lebih
rendah dari pada anak balita yang tidak mendapatkan kapsul vitamin A
(Muhilal, 1986). Vitamin A juga berperang dalam pertumbuhan anak.
Penelitian

di

purwakarta

membuktikan

bahwa

KVA

taraf

ringan

mempenggaruhi terhambatnya pertumbuhan berat dan tinggi badan anak di


bawah usia 6 tahun (Tarwotjo, 1993 Cit Myrnawati, 1997).
Walapun penelitian tentang KVA di Indonesia telah banyak di lakukan
oleh parah ahli, ternyata KVA masih belum secara tuntas dapat di atas kerena
KVA merupakan lingkarang setan yang sulit di cari ujung pangkalnya dan di
putus mata rantai yang menjadi penyebabanya (Sommer, 1983 Cit Armonanto,
1994). Pemberian KVA dosis tinggi pada balita, yang merupakan salah satu
program penanggulangan KVA, pada tahun 1992 baru mencakup 58 %, dan
seyogyanya angka ini masih harus di tingkatkan.

1.2 Perumusan Masalah

Dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai


berbagai faktor yang dapat mempengaruhi cakupan distribusi pemberian
vitamin A pada balita.
Hasil penelitian ini di harapkan dapat berguna bagi kemajuan ilmu
pengetahuan dan dapat memberi masukan bagi kalanjutan pelaksanaan
program pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi cakupan distribusi pemberian KVA dosis tinggi pada balita
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu pengetahuan
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi penilaian kea rah yang lebih baik bagi
perkembangan ilmu pengetahuan yang telah ada.
2. Bagi penulis
a. Mendapatkan pengelaman nyata dari kegiatan penelitian dan dalam membuat
karya tulis.
b. Dapat mengetahui secara langsung tingkat pengetahuan ibu balita dan
mempraktekan ilmu yang diperoleh selama pendidikan.
c. Diharapkan agar penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi tenaga
kesehatan khususnya bidan di Purworejo terhadap pengetahuan dan
pelaksanaan pemberian vitamin A pada Balita
3. Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
khususnya pemberian vitamin A pada balita.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengertian

Vitamin A adalah suatu campuran bahan organik yang dibutuhkan


dalam dalam jumlah yang sangat kecil, berperang dalam metabolisme sel untuk
keperluan pemeliharan atau pertumbuhan organik yang bersangkutan Vitamin
merupakan bahan makanan yang harus diusahakan dari luar (Barness,1992).
Vitamin tidak termasuk golongan protein karbohidrat maupun lemak,
dan terdapat dalam jumlah yang kecil dalam makanan tetapi sangat penting
peranannya bagi fungsi tubuh tertentu. Vitamin umumnya dikelompokkan
menjadi 2 golongan yaitu: vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin yang
larut dalam air. Vitamin A termasuk vitamin yang larut dalam lemak, dan
dimasukan ke dalam kelompok lipida, karena tidak larut dalam air dan dapat
dieksresikan dengan mengunakan pelarut organic.
Vitamin A hanya terdapat dari jaringan hewan, sedangkan dalam
tumbuhan terdapat sebagai beta-karoten, yaitu senyawa provitamin A yang di
dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A. Bahan makanan yang menjadi
sumber vitamin A antara lain kelapa sawit, ikan, kuning telur, lemak susu,
daging berlemak, hati, sayuran, buah-buahan, biji-bijian sumber minyak seperti
kacang hijau (Susilo Dkk, 1988).
Kehidupan seseorang akan vitamin A bergantung pada sejumlah faktor
tang saling berhubungan termasuk umur, kecepatan pertumbuhan, jenis
kelamin,efisiensi penyerapan dan penyimpanan, efisiensi pengakutan plasma
dan penggunaanya dalam sel-sel yang menjadi sasaranya. Kecepatan
pertumbuhan yang rendah pada unur tertentu secara nyata menurunkan
kebutuhan. Sedang parasit pencernaan, kekurangan gizi (misalnya KKP), dan
penyakit-penyakit pada saluran pencernaan, hati,ginjal cenderung menaikan
kebutuhan (Nasution, 1988 ).
Fakto-faktor yang mempengaruhi perilaku adalah jiwa ( berpendapat,
berpikir, bersikap, dan sebagainya) untuk memberikan respon terhadap situasi
di luar subjek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif ( tanpa tindakan) dan
dapat juga bersifat aktif (dengan tindakan). Bentuk operasional dari perilaku ini
dapat dikelompokan dalam 3 jenis yaitu:
6

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi


rancang dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
transangan dari luar diri subjek
3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit berupa perbuatan
terhadap situasi atau ranngsangan dari luar (Nadapdap, 1988).

Dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat atau individu yaitu


1. Faktor dasar (predisposing factor) yakni meliputi: kebiasaan, tradisi, nilai
pandangan atau persepsi serta faktor perseorangan atau personal seperti
pendapatan keluarga, kedudukan social, umur, dan pendidikan yang
berhubungan dengan motivasi seseorang atau sekelompok orang untuk
berperilaku.
2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factor) meliputi sumber daya atau
potensi masyarakat, jarak, fasilitas
3. Faktor-faktor pendorong(Reinforcing factor) meliputi sikap dan perilaku
petugas kesehatan, dorongan dari guru, anggota keluarga lain, pamong
(Green, 1980 Cit Salam, 1987).
Nadapdap (1988), menguraikan bahwa perilaku kesehatan pribadi di
pengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor demografis (umur, jenis kelamin, bangsa, kelompok etnis)
2. Faktor social fikologi (kepribadian, pengelaman sebelumnya)
3. Faktor struktur (kelas social akses pelayanan kesehatan)
Selain faktor yang mempengaruhi kesehatan pribadi adapula faktor
pendorong untuk bertindak, yang berupa kampanye, media massa, peringatan
dari dokter tulisan dalam surat kabar majalah.
Perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh gaya hidup keluarga individu
tersebut. Gaya hidup merupakan bagian dari manifestasi budaya dan
merupakan hasil belajar dan pengelaman sejak lahir sampai meningal dunia.
Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan gaya hidup keluarga.
Manifestasi dari gaya hidup keluarga berbentuk segalah perilaku keluarga
tersebut, dan merupakan bagian dari budaya masyarakatnya. Perilaku tampak
7

pada banyak aktifitas kuluarga yang mempunyai 3 unsur utama yang


mempengaruhi yaitu:
1. Lingkungan hidup
2. Berbagai kebutuhan keluarga
3. Sumber daya keluarga interaraksi
Berdasarkan hasil penelitian ilham (1996), dari 410 responden yang
mengunjungi posiando sebagian besar (80,2 %), bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Ibu yang bekerja sebagai buruh dan pegawai swasta hanya 3,7 %,
merupakan uraian keempat. Urutan kedua adalah pedagan (5.9 %), dan sebagai
urutan ketiga adalah pegawai negeri 4,1 %.
Jatipura (1993), meneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
imunisasi DPT-1 yang diangap mewakili imunisasi yang lain. Faktor yang
berhubungan dengan imunisasi DPT-1 adalah unsure ayah (semakin mudah
umur ayah proporsi di imunisasi semakin besar), jumlah anak yang masih
hidup (anak masih hidup sedikit proporsi di imunisasi semakin besar), keikut
sertaan KB (yang mengikuti Program KB proporsi lebih besar), dan menoton
TV (yang menonton TV proporsi di imunisasi lebih besar).
2.1.2 Skema
Berdasarkan uraian di atas dapat di buat suatu skema sebagai berikut :
Faktor Dasar

Faktor Pendukung

Faktor Pendorong

Kebiasaan
Fasilitas
Sikap/Perilaku petugas
Persepsi
Akses Pelayanan kesehatanSikap pamong
Kedudukan Sosial
Sikap anggota keluarga
Usia
Kampanye
Pendidikan

Perilaku
8

2.1.3

Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas di buat hipotesis sebagai berikut :
Usia ibu, pendidikan, status kerja ibu, pendidikan ayah, keikutsertaan dalam
program KB, kepemilikan TV, dan kepemilikan Radio, memiliki pengaruh
terhadap cakupan pemberian kapsul vitamin.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah balita yang saat dilakukan penelitian berusia
12-59 bulan(pada bulan Desember 1996 berusia 18-59 bulan). Kriteri inklusi
subjek ialah balita tinggal bersama ibu dan ayah kandung. Populasi penelitian
ini adalah balita berusia 12-59 bulan yang bertempat tinggal di sub-distrito,
bobonaro, distrito bobonaro.
3.2 Rancangan Penelitian
3.2.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian cross seechonal. Variabel yang
termasuk faktor resiko dan variabel yang termasuk efek, diobservasi sekaligus
pada saat yang sama, yang berarti setiap subjek hanya diobservasi satu kali
saja. Faktor resiko dan efek diukur menurut keadaan atau status saat
diobservasi (Pratiknyo,1986)
3.2.2. Identifikasi Variabel
9

Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan


variabel tergantung.
Variabel bebas: usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, usia ayah, pendidikan
ayah, keikutsertaan dalam program KB, kepemilikan Radio,dan kepemilikan
TV.
Variabel tergantung: cakupan vitamin A pada balita.
3.2.3. Definisi Operasional Variabel
Usia ibu: usia ibu kandung balita dalam tahun
Pendidikan Ibu: Tingkat pendidikan tertinggi yang pernah/sedang diduduki ibu
Pekerjaan Ibu: Pekerjaan utama ibu member penghasilan terbanyak
Usia ayah: Usia ayah kandung balita dalam tahun
Pendidikan ayah: Tingkat pendidikan tertinggi yang parnah/sedang diduduki
ayah
Keikutsertaan dalam program KB: Pernah /sedang memakai suatu cara atau
alat untuk menunda atau mencegah kehamilan
Kepemilikan Radio/TV: ada tidaknya radio/TV dalam rumah
3.2.4 Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari
Laboratorium

Penelitian

Kesehatan

dan

Gizi

Masyarakat

di

CHC

BOBONARO
Laboratorium Penelitian kesehatan dan Gizi Masyarakat melakukan
penelitian di Kabupaten BOBONARO. Penelitian dilakukan melalui sampel
survei, dengan jumlah sampel sekitar15.000. metode pemilihan sampel dengan
menggunakan rangcangan penarikan sampel secara berjenjang yaitu menurut
acuan proportional population estimated size (SPSS)
10

Pemilihan sampel dilakukan 2 (dua) tahap, yaitu tahap pertama memilih


wilayah Bobonaro

dan tahap kedua memilih rumah tangga dari wilayah

terpilih.
a) Pemilihan sampel wilayah Bobonaro: oleh karena jumlah wilayah Bobonaro
yang harus dipilih sebanyak 128 wilayah Bobonaro, maka seluruh wilayah
Bobonaro yang ada pada frame terpilih semua. Pemilihan sampel ini
dilakukan bersama Biro Pusat Statistik (BPS) dengan memakai sampel
frame dari sensus pertanian tahun 2013.
b) Pemilihan sampel rumah tangga: menggunakan kaidah cqual sampel, yaitu
setiap wilayah Bobonaro diambil sampel rumah tangga yang sama,yaitu
sebanyak m=13.000/120 atau sebanyak 101 rumah tangga. Wilayah
Bobonaro dengan jumlah rumah tangga kurang dari 102, maka seluruh
rumah tangga pada wilayah Bobonaro tersebut dipilih semuanya. Wilayah
Bobonaro yang dimiliki rumah tangga lebih dari 101,maka rumah tangga
dipilih dengan ara sebagai berikut:
1) Ditentukan interval (1) dua angka dibelakang koma dengan Rumus
Li
= Mi/m.1=s.d 128
Li
= Interval untuk wilcah terpilih yang ke-i
Mi
= Banyaknya seluruh rumah tangga yang harus dipilih dari setiap
wilcah yang ke-i
M
= Jumlah rumah tangga yang harus dipilih dari setiap wilcah=101
2) Ditentukan angka random pertama (Ri) untuk setiap wilcah dengan
ketentuan bahwa nilai Ri < li: dan seterusnya nilai R2=R1+(2-1)li.
Data yang digunakan dalampenelitian ini adalah data rumah tangga yang
dimiliki balita seperti telah tersebut di atas.
3.2.5. Keterbatasan Penelitian
Faktor-faktor yang dapat mempengruhi cakupan pemberian vitamin A
sangatlah kompleks, seperti telah dijelaskan dalam kerangka analisis. Dalam
penelitian ini hanya sebagian aspek yang ditinjau antara lain faktor persepsi,
fasilitas kesehatan dalam masyarakat,dan petugas/kader yang berkepentingan
dalam distribusi kapsul vitamin A.

11

3.2. Pengukuran Hasil Penelitian


Data diperoleh dari data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan
hasil wawancara dari rumah ke rumah yang dilakukan oleh orang-orang lulusan
SMTA yang telah dilatih. Dalam rangka untuk menjaga mutu dan akurasi yang
dikumpulkan di lapangan, maka dilalkukan sistem cek data yang meliputi
editing tingkat petugas, tingkat pengawas, tingkat coordinator, dan tingkat
peneliti.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Program pemberian kapsul vitamin A pada balita di Bobonaro tahun 1996
mencakup 30,8% mendapat kapsul vitamin A lengkap,34,3% mendapat satu
kali, dan 34,9% tidak mendapatkan sama sekali.
2. Cakupan kapsul vitamin A di Bobonaro pada bulan Februari mencakup 44,9%
dan pada bulan Agustus 1996 adalah 51%.
3. Cakupan kapsul pemberian vitamin A tersebut di atas memiliki hubungan
bermakna dengan:
a. Usia ibu
b. Pendidikan ibu
c. Pendidikan ayah
d. Keikutsertaan orang tua dalam program KB
e. Kepemilikan TV
4. Cakupan kapsul pemberian vitamin A tersebut tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan:
a. Usia ayah
b. Status kerja ibu
c. Kepemilikan radio
5. Semakin tinggi pendidikan ibu dan ayah maka semakin tinggi persentase balita
yang mendapat kapsul vitamin A lengkap.
12

6. Presentase balita yang mendapat kapsul vitamin A lengkap, terbesar terhadap


pada ibu berusia 20-34 tahun.
7. Keikutsertaan orang tua dalam program KB dan kepemilikan TV berbanding
harus dengan presentase balita yang mendapat kapsul vitamin A lengkap.
8. Cakupan pemberian kapsul vitamin A di Bobonaro tahun 2014 lebih rendah
bila dibandingkan dengan cakupan nasional.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cakupan pemberian kapsul
vitamin A di daerah lain,yang juga mengikutsertakan faktor lain, misalnya
faktor pengetahuan ibu, serta factor petugas.
2. Karena cakupan pemberian kapsul vitamin A ternyata masih rendah, maka
sebaiknya penanggulangan kekurangan vitamin A juga dilakukan melalui
program lain,misalnya dengan menggalakan makanan sumber vitamin A.

DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku dan Internet

13

Ach. Wazir ws., et al., ed. (1999). Panduan Penguatan Menejemen Lembaga Swadaya
Masyarakat.Jakarta: Sekretariat Bina Desa dengan dukungan AUSAID
melalui Indonesia HIVatauAIDS and STD Prevention and Care Project.
Arianto, Ismail dkk (199).Pendidikan kependudukan lingkungan hidup di IKIP. Jakarta:
Dikdasmen. Depdikbud.
Bogdan, Robert c; Biklen, Knopp Sari; (1992:334). Qualitative Research for education;
an introduction to theory and methods; Allyn and bacon; Boston London;
Conyers, Diana. (1991). Perencanaan sosial dalam usaha kesejahteraan sosial.
Bandung.
Holil Soelaiman. (1980). Partisipasi Sosial Di dunia ketiga. Yogyakarta: UGM. Press
Isbandi Rukminto Adi. (2007). Perencanaan Partisipatoris Berbasis Asset Komunitas:
dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok: FISIP Ui Press.
Konstitusi RDTL, 2001. Pasal 57-61:28-30.

14

You might also like