Professional Documents
Culture Documents
KEJANG DEMAM
KEJANG DEMAM
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul
akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang demam ialah bangkitan kejang yg
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995).
Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam,
salah satu diantaranya adalah : Kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa
demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang
demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000).
2. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf
terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari
cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla
spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous
system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua
cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous
1) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali
impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi
thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik.
Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III
hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing
mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus
merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam
seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu
tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila
terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahanperubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus
berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang
mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya
proses-proses patologik ekstrakranium.
3) Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang
otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi
aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini
terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan
dikirim ke cortex cerebri.
b. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati
fossa cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum
yang berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung
keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus
cranialis ada 12 pasang :
1) N. I
: Nervus Olfaktorius
2) N. II
: Nervus Optikus
3) N. III
: Nervus Okulamotorius
4) N. IV
: Nervus Troklearis
5) N. V
: Nervus Trigeminus
6) N. VI
: Nervus Abducen
7) N. VII
: Nervus Fasialis
8) N. VIII
: Nervus Akustikus
9) N. IX
: Nervus Glossofaringeus
10) N. X
: Nervus Vagus
11) N. XI
: Nervus Accesorius
12) N. XII
: Nervus Hipoglosus.
2.
3. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan
Pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia
(penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia,
alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang
disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus
pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).
4. Patofisiologi
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion lain, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar sel neuron
terjadi keadaan sebaliknya.
Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini
dapat dirubah dengan adanya :
a.
b.
c.
keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang
kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 C, sedang pada ambang
kejang tinggi baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
Kejang demam
Inflamasi
Infeksi
Kejang
Durasi pendek
Sembuh
Durasi lama
Apnea
O2 menurun
Metabolisme otak
meningkat
Kebutuhan O2 meningkat
Hipoxemia
Hiperkapnia
Hipotensi
arterial
Hipoxia
Permeabilitas meningkat
Edema otak
Epilepsi
b.
Pengobatan Penunjang
Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring
untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar
oksigen terjamin, penghisapan lendir secara teratur dan pengobatan
ditambah dengan pemberian oksigen. Tanda tanda vital diobservasi
secara ketat, cairan intravena diberikan dengan monitoring.
c.
Pengobatan di rumah
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah.
Pengobatan ini dibagi atas 2 golongan yaitu :
1)
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari
diberikan obat campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus
diberikan pada anak bila menderita demam lagi
2)
d.
B. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data serta
menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan
perawatan klien (Gaffar, 1997). Dalam upaya pengumpulan data sebagai
langkah awal dari proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam
pengkajian adalah pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah.
Sedangkan tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan
datadata, mengelompokkan dan menganalisa data sehingga ditemukan
diagnosa keperawatan (Gaffar, 1997).
Tahapan pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu
pengkajian yang akurat dan lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran
data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai
dengan respon individu sebagaimana yang ditentukan dalam standar
praktek keperawatan dari American Nursing Association.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah
kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien untuk
mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari
medis (terapis) atau profesi kesehatan lainnya (Taylor, Lilis Le Mone,
1997).
adalah
seorang
spesialis
diminta
untuk
2)
3)
b. Kesehatan fisik
1) Pola nutrisi
Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat
disertai muntah. Perlu dikaji pola nutrisi sebelum sakit, porsi
makan sehari hari, jam makan, pemberian makan oleh siapa,
frekuensi makan, nafsu makan, serta alergi terhadap makanan.
2) Pola eliminasi
3) Pola tidur
Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya
tidur serta kebiasaan sebelum tidur
4) Pola hygiene tubuh
Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong
kuku dan rambut
5) Pola aktifitas
Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
1) Riwayat prenatal
Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan
kehamilan, keluhan ibu saat hamil, kelainan kehamilan dan obat
obatan yang diminum saat hamil.
2) Riwayat kelahiran
Kelahiran spontan atau dengan bantuan bantuan, aterm atau
premature. Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan,
ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana.
3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi
Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa,
pernahkah menderita penyakit yang gawat.
e. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala
2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 C, nadi cepat,
pernafasan (mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis)
3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise
4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit
5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut
serta kebersihannya
6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra
7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media
Akut / Kronis
8) Hidung umumnya tidak ada kelainan
9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis
10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada
11) Paru paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan
12) Jantung : Umumnya normal
13) Abdomen : Mual mual dan muntah
14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak
15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak.
Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut
dikelompokkan. Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data
khusus (Carpenito, 1997). Data dasar terdiri dari data fisiologis, data
psikologis, data sosial dan spiritual. Sedangkan data khusus adalah data
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
atau masalah kesehatan aktual atau rester / resti (Gaffar, 1997). Pada tahap
diagnosa keperawatan penulis akan menganalisa data yang diperoleh dari
hasil pengkajian dan mengidentifikasi masalah keperawatan, baik yang
dapat dicegah, dapat dikurangi maupun yang dapat ditanggulangi dengan
tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah kesehatan klien
yaitu :
a. Aktual, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah yang
nyata saat ini dengan data klinis yang ditemukan.
b. Rester, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah
kesehatan yang nyata yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi
keperawatan, saat ini masalah belum ada tetapi etiologi sudah ada.
c. Possible, yaitu diagnosa keperawatan yang timbul akibat adanya
tambahan masalah
Komponen komponen berikut ini menandai tiga bagian pernyataan
perubahan keperawatan
a. Diagnosa keperawatan, merupakan pernyataan yang menggambarkan
perubahan status kesehatan klien. Perubahanperubahan menyebabkan
masalah dan perubahan yang tidak menguntungkan pada kemampuan
pengetahuan
keluarga
mengenai
kondisi,
dan
aturan
3.
Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap yang paling penting yang dibuat
setelah merumuskan diagnosa keperawatan. Tujuan perencanaan adalah
untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan
klien, sehingga tercapai kondisi kesehatan klien yang optimal (Gaffar,
1997).
Pada
tahap
perencanaan
setelah
memprioritaskan
masalah
Rencana Tindakan :
1.1
dalam
batas
normal,
yang
ditunjukkan
dengan
Rencana Tindakan :
3.1 Pantau suhu tubuh
Rasional : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan adanya proses infeksius
akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis
3.2 Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan penggunaan seprai di
tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan / jumlah selimut harus dirubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal
3.3 Berikan kompres hangat
Rasional
Membantu
menurunkan
demam
dengan
efek
dalam
membatasi
pertumbuhan
organisme
dan
Diagnosa keperawatan IV
Kurang pengetahuan (kurang belajar) mengenai kondisi, dan aturan
pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan persepsi
Tujuan dan kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan berbagai rangsang
yang dapat menyebabkan aktifitas kejang, dengan kriteria :
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi, penugasan ketrampilan interpersonal,
intelektual dan teknikal (Gaffar, 1997, 49).
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien vulnus scissum untuk
memenuhi antara lain : mencegah infeksi, meningkatkan penyembuhan
luka, meningkatkan kondisi kesehatan dan koping individu dan keluarga
serta mencegah komplikasi cedera selanjutnya.
Tahap pelaksanaan merupakan bentuk tindakan untuk direncanakan
sebelumnya dan disesuaikan dengan situasi secara cermat dan efisien.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan penulis menyesuaikan dengan
kondisi yang sesuai dengan kebutuhan klien saat itu, tidak semata mata
Tindakan
keperawatan
kolaboratif,
lainnya
tentang
status
klien.
Dokumentasi
klien
Evaluasi
b.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media
Aesculapius, Jakarta
Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC, Jakarta
Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta
Gaffar, La Ode Jumadi (1997), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC,
Jakarta
Hasan, Dr. Rusepno (1995), Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Pusponegoro, Titut S., dkk (2000) Perinatologi, EGC, Jakarta
Saifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, EGC, Jakarta
Susan Martin, dkk (1998), Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan,
Diagnosa dan Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta
Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC,
Jakarta