You are on page 1of 26

H IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Proses Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 1 Desember 2014 hingga
Maret 2015. Sebelumnya studi pra-penelitian terlebih dahulu dilakukan untuk
menemukan kasus yang sesuai dengan kriteria penelitian. Dari studi prapenelitian diperoleh sumber informasi (informan) yang sesuai dengan kriteria
yang sudah ditentukan sebelumnya. Pertemuan dengan informan tersebut
berlangsung secara tidak sengaja karena terjadi dalam kesempatan informal
ketika yang bersangkutan menceritakan tentang kehidupan pribadi yang
pernah mengalami kekerasan seksual. Peneliti bertemu dengan responden di
salah satu perguruan tinggi di purwokerto.
2. Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini informan diberi nama samaran Mawar.
Peneliti mengenal Mawar sejak tahun 2012, namun kedekatan pertemanan
dengan informan berlangsung diakhir tahun 2013. Pada suatu kesempatan
Mawar menceritakan tentang kehidupan pribadinya kepada peneliti. Topik
yang di ceritakan menjadi lebih menarik lagi karena menyangkut masalah
yang sangat pribadi. Berawal dari perjumpaan tersebut maka peneliti meminta
izin untuk menulis pengalaman Mawar pada sebuah penelitian dan meminta
persetujuan kepada Mawar. Wawancara pertama dilakukan di salah satu
tempat makan di daerah Purwokerto. Pada kesempatan itu, Mawar
mengenakan kaos oblong lengan panjang dan celana pendek (celana dengan

panjang di atas lutut) serta sandal jepit berwarna hitam. Rambutnya digerai
dan dengan wajah yang ramah. Mawar tampak masih muda dengan badannya
yang agak gempal dan agak tinggi sekitar 160cm dan berat badan sekitar
60kg. Kulitnya kuning langsat dan matanya agak sipit.
Ketika pertama kali datang menemui Mawar, ia menunjukan sikap
sopan dan ramah kepada peneliti, meskipun pada awalnya Mawar sedikit
terkejut atas kedatangan peneliti. Setelah mendapatkan penjelasan tentang
maksud dan tujuan dari peneliti, Mawar pun menyetujui untuk diwawancarai
oleh peneliti. Pertemuan pertama ini dimaksudkan agar peneliti lebih akrab
dengan Mawar dan diharapkan agar dapat lebih cair pada wawancara
selanjutnya. Ketika peneliti mulai bertanya mengenai Mawar, ia tampak
tenang dan mulai dapat bercerita. Raut mukanya menunjukkan wajah senang
dan ramah. Mawar memberikan tanggapan yang positif kepada peneliti. Ia
mulai menanyakan beberapa hal yang mengganjal seperti identitas dan foto
dirinya serta meminta kepada peneliti agar identitasnya tidak dicantumkan
selanjutnya, ia memperbolehkan mengambil foto luka bekas kekerasan tetapi
tidak mengijinkan mengambil foto bagian wajah Mawar. Peneliti kemudian
meminta nomer kontak yang dapat dihubungi untuk meminta informasi lebih
lanjut dan membuat janji dengan Mawar dikemudian hari.
Mawar merupakan salah satu mahasiswa perguruan tinggi di
Purwokerto dengan usia 24 tahun. Ia tinggal di sebuah rumah

kost di

Purwokerto kaerna yang bersangkutan berasal dari luar kota. Menurut temantemannya, Mawar merupakan salah satu mahasiswa yang cukup berprestasi di
tempat ia belajar, indeks prestasi mawar saat ini adalah diatas 3. Bagi teman-

temannya, Mawar merupakan pribadi yang menyenangkan dan mudah bergaul


dengan siapapun. Hampir setiap malam Mawar pergi ke sebuat caf di
purwokerto disana mawar biasanya memesan cemilan dan minuman es teh
manis, sambil dia menunggu pesanan biasanya ia bersendagurau dengan
teman-temannya.
Pada masa kecil dahulu Mawar bersama kakaknya tinggal di rumah
neneknya, karena ibu dan bapaknya bekerja. Bapaknya seorang pensiunan
PTPN disumatera dan ibunya seorang guru Sekolah dasar swasta di jawa
namun sekarang sudah pensiun. Selama masa kecilnya ia selalu memposisikan
kakaknya sebagai panutannya, karena hampir setiap hari Mawar bermain dan
bercerita apapun kepada kakanya. Kakanya sempat kuliah di salah satu
universitas di Jawa timur namun sekarang sudah bekerja di Bali. Namun
setelah kakaknya menikah akhirnya mawar mulai bercerita masalah yang
dialaminya kepada ibunya sampai saat ini.
Mawar pernah menikah ketika berusia 19 tahun. Mawar menikah
dengan seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Purwokerto.
Mawar menikah karena dia hamil terlebih dahulu. Ketika itu, Mawar menikah
disaat usia kandungannya menginjak umur 4 bulan. Setelah menikah, mawar
tetap melanjutkan kuliah bersama dengan suaminya di Purwokerto. Saat
pernikahannya Mawar mengalami kekerasan yang meliputi kekerasan fisik,
psikologis dan seksual, pada saat mengalami kekerasan mawar melaporkan
perbuatan suaminya kepada kampusnya tempat suaminya bersekolah sehingga
kampus menjatuhkan sangsi mengeluarkannya dari tempat dia belajar.
Pernikahan mereka tidak berlangsung lama, hanya sekitar 1 tahun. Setelah

anaknya lahir, Mawar dan suaminya memutuskan untuk bercerai. Saat ini,
anak mawar bersama orang tua Mawar (neneknya) tinggal di kota asal Mawar.
Walaupun sudah berpisah, mantan suami Mawar masih tetap diperkenankan
untuk menengok anaknya. Mantan suami mawar masih berkomunikasi dengan
ibu Mawar namun tidak dengan mawar, dia tidak pernah menghubungi mawar
sama sekali, jadi setiap apapun komunikasi dengan mawar melalui perantara
ibunya mawar.
Saat peneliti menanyakan beberapa hal tentang kekerasan yang
dilakukan oleh suaminya, sejenak Mawar diam, namun setelah itu menjawab
pertanyaan dengan lancar. Mimik muka mawar menunjukkan rasa penyesalan
dan kesedihan. Disaat itu Mawar juga mengatakan yang udah yaudah ga
perlu di sesali itu buat pelajaran kita. Saat wawancara pun setiap ia
menjawab diselingi dengan senyumandan tawa kecil.
Proses pelaksanaan wawancara telah dirangkum pada tabel Pelaksanaan
Penelitian.
Infor
man
I

Tempat

Wawancara
Ke
Di
Pertama
sebuah
Kedua
tempat
Ketiga
makan di Keempat
purwoke Kelima
rto
Via Tlpn

Keenam

Pelaksanaan

Waktu
wawancara
1 Des 2014 20.0010
Des 22.30
2014
21.0012
Des 22.25
2014
19.2414 Jan
21.45
2015
22.005 Feb 2015 23.50
21.0000.00
3 maret
2015

Lama
wawancara
07:34
Menit
05:46
Menit
10:12
Menit
10:50
Menit
06:35
Menit

16.1516.30

05:00
menit

3. Tema Penelitian
Pada penelitian ini didapatkan beberapa tema dampak psikologis individu
korban kekerasan seksual di antaranya meliputi :
a. Terpaksa Melakukan Hubungan Seksual
Hubungan seksual pertama kali yang dialami mawar dengan
pasangannya dilakukan tanpa sadar, karena sebelumnya Mawar dan
pasangannya telah meminum minuman keras. Hubungan seksual yang
pertama memicu pasangan Mawar untuk melakukan hubungan seksual
yang kedua kalinya secara sadar, tetapi Mawar menolak dengan tegas
ajakan pasangannya tersebut. Pasangan Mawar pun marah dan mengancam
untuk berhubungan seksual dengan wanita lain selain Mawar. Akhirnya
karena Mawar merasa sayang dan tidak ingin kehilangan pasangannya,
Mawar pun bersedia untuk melakukan hubungan seksual untuk kedua
kalinya. Berikut ini adalah petikan wawancaranya.
Terus dia bilang kalo ga mau ya mending dia....gue harus, jadi
istilahnya gini,, gue ga bisa ngasih yang dia mau dia bakal nyari itu ke
cewe lain kayak gitu. Nah posisinya gue gimana ya ....cewe udah di
ambil keprawanannya sama cowo kan jadinya kan,,,kayaak? yaa kaya
cintaayaa ga mau kehilangan (L157-L163).
Akhirnya gue kan posisinya ya dari pada dia ke cewe lain mending dia
sama gue,,,akhirnya ya udah gue lakuin lagi. (L166-L167).

Pada saat pernikahan, Mawarpun masih sempat mengalami


hubungan seksual secara paksa, dia sempat di paksa untuk melayani

suaminya hubungan seksual tetapi pada saat itu Mawar sedang hamil,
sehingga dia menolak dengan tegas. Pasangan Mawarpun marah dan dia
langsung menyeret mawar masuk kamar dan memaksa mawar
melakukan hubungan seksual dengan cara sodomi. Berikut ini adalah
petikan wawancaranya.
Heeem iya.. terus jadi gue ga mau tuh waktu itu, dia maksa gue buat
ngelakuin hubungan seks tapi gue ga mau. Terus akhirnya gue ga ma uterus
akhirnya gue dipaksa di gampar, dipaksa bener-bener dipaksalah yang gue
bajunya dicopotin gitu, dipaksa ( L255-L259).
nah terus sampai akhirnya dia berusaha sorry ya bahasanya anal seks/
sodomi ( L270).

b. Perasaan Tertekan Oleh Keadaan


Menurut hasil wawancara dengan informan mengenai perasaan
informan setelah melakukan hubungan seksual dan mendapatkan perlakuan
kasar, informan merasa tertekan dengan hal yang telah ia alami. Mawar
mengaku takut untuk memberi tahu keluarganya bahwa ia sedang hamil.
Mawar berpikiran bahwa jika ia memberi tahu keluarganya tentang
kehamilannya, pihak keluarga akan menyuruhnya untuk menggugurkan
kandungannya.
Jujur pertama kali gue bilang takut ya, takutnya gue di suruh aborsi
lah, (L330-L331).

Mawar juga mengatakanketika mawar sedang hamil, ia mendapatkan


perlakuan kasar dari pasangannya karena menolak untuk berhubungan
badan dengan pasangannya. Saat itu mawar menolak berhubungan badan
karena Mawar merasa lelah setelah menjalani rutinitasnya sebagai

mahasiswa. Ketika itu Mawar sempat mempunyai keinginan untuk


mengadukan kepada orang tuanya, tetapi hal itu tidak terjadi karena Mawar
berfikiran bahwa apa yang dialaminya justru akan membebani kedua orang
tuanya.
gue mikirnya aduh bokap nyokap gue aja setress, gue mikirnya aduh
bokap nyokap gue aja setress, Terus gue mikir ga bakal gue cerita
bebanin orang tua gue lagi, ya biasa pikiran edealistis gitu. (L411L414)
tertekan banget, (L482)

c. Memutuskan Bercerai Karena Tidak Kuat Menahan Siksaan.


Perasaan putus asa juga sempat dirasakan oleh Mawar. Perasaan itu ia
dapatkan ketika suaminya melakukan kekerasan dengan cara menyetrika
tangan kanan Mawar. Sampai akhirnya mawar tidak kuat dan memberi
pelajaran kepada mantan suaminya dengan melaporkan mantan suaminya
kepada kampus dan kampus memberikan sanksi mengeluarkannya dari
kampus. Mawar juga berpikir bahwa apabila tetap mempertahankan
hubungannya, maka sama saja akan mengancam dirinya. Mawarpun
kemudian memutuskan utuk bercerai dengan suaminya karena tidak kuat
menahan siksaan yang dilakukan oleh suaminya.
Itu terus abis itu, akhirnya gue ga kuat gue mikirnya waduh dia aja
udah berani nyetrika gue kan. berarti dia juga lama-lama bisa juga gue
pake pisau atau yang lainnya,(L289-L290).
Gue pertama kali akhirnya mutusin cerai itu setelah dia itu sampei
nyetrika gue.Tangan,tangan kanan ....Iya bekasnya masih ada,,,emmm
strikanya sih sekali, cuman terus bekas terus juga kakinya kan kena
juga. (L282-L285).

Selain itu, Mawar juga sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya


dan mengasingkan dirinya karena merasa tidak sanggup untuk

menanggung kekerasan yang ia dapatkan. Tetapi niat itu ia urungkan


karena ia mendapatkan motivasi dari orang tuanya.
Gue juga dulu pernah berfikir apa gue mati aja ya pengen sempet
ngilang. (L488)

d. Sikap Menjadi Lebih Pemilih dan Penuh Prasangka


Setelah Mawar mengalami kekerasan seksual dan kekerasan fisik,
akhirnya Ia pun memutuskan untuk bercerai dengan suaminya. Mawar pun
menjalani kehidupannya seperti biasa. Mawar mengaku tidak merasa
trauma dengan apa yang telah ia alami. Mawar hanya merasa lebih selektif
dalam menjalin hubungan dengan laki-laki. Ia pun juga lebih sensitif dalam
menyikapi permasalahan yang ia temui ketika bersama dengan pasangan
barunya.
walaupun gue bilang gue ga trauma,,,tapi yang namanya jadi pernah
kayak gitu jadi lebih selektif...ga,, lebih selektif lah. (L315-L317).
berubahnya gue jadi sensitive,,,iyaa. Maksudnya gimana ya...jadi kalo
misalnya gue pacaran sama sekarang gitu ya,,,ni cowo ngapain gitu
marah dikit gue langsung gimana gitu....ni cowo deket sama cewe lain
gue jadi gimana gitu. (L435-439)

Perasaan yang peka itu muncul ketika pasangannya mulai marah


maka saat itu juga mawar mulai berprasangka bahwa laki-laki itu
memiliki wanita lain atau muncul prasangka bahwa laki-laki itu akan
memukul Mawar seperti mantan suaminya.
e. Perasangka Negatif Tentang Diri Sendiri
Mawar sempat menjalin hubungan dengan seorang laki-laki setelah ia
bercerai dengan suaminya. Laki-laki tersebut mengetahui bahwa Mawar

adalah seorang janda. Hubungan Mawar dan Laki-laki tersebut diketahui


oleh orang tua pasangan Mawar. Orang tua laki-laki tersebut tidak
menyetujui hubungan antara anaknya dan Mawar sehingga mereka berdua
memutuskan mengakhiri hubungan mereka. Mawar pun mulai berfikir
mengenai statusnya yang janda dan beranak satu.
pernah sekali, Cuma terus yak karena status gue janda anak satu....ya
mau, tapikan orang tuanya dia ga tau, ya udah lah selesai aja. (L312L313).

Selain itu, Mawar juga berpikir tentang anaknya. Dia merasa bingung
dan sedih ketika suatu saat nanti anaknya menanyakan tentang hubungan
kedua orang tua.
tapi juga gue kadang kalo liat anak gue sedih,,,bingung maksudnya
nanti kan anak gede nanya bapaknya kemana?....Kok pisah sama
ibunya?...gue kadang suka bingung, nanti jelasinya apa ke anak gue,
(L296-L297).

f. Kebebasan menjadi Terbatas


Diusia kandungan yang menginjak 4 bulan, akhirnya Mawar menikah
dengan laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan dirinya. Mawar
dan suaminya merasa tidak bebas dengan kondisinya saat itu. Mawar
mengatakan bahwa suaminya merasa tidak bebas karena memiliki
tanggung jawab menafkahi anaknya dan dirinya. Hal ini menjadi penyebab
suaminya menjadi sering marah-marah dan berbuat kasar terhadap Mawar.
Terus pas udah nikah otomatis kan kebebasannya kita sama sama
terkekang ya...apalagi dia tanggung jawabnya double dong,,,maksudnya
biayain gue sama anak gue, calon anak gue....Jadinya otomatis
kebebasannya dia lebih terkekang dari pada kebabasan gue gitu.
(L214-L217)

4. Pandangan Negatif dari Lingkungan Sekitar


Hal yang dialami oleh Mawar tak lepas dari perhatian lingkungan
sekitarnya. Hal tersebut terjadi ketika kehamilan Mawar yang semakin tua.
Badan Mawar juga semakin gemuk dan disertai perut yang membesar. Selain
itu, pernikahan Mawar yang terkesan mendadak sehingga menimbulkan
pertanyaan dari lingkungan disekitar Mawar. Tak terkecuali dilingkungan
tempat Mawar kuliah. Mawar mengetahui cibiran dari sebagian teman Mawar
meski pun hal tersebut tidak diungkapkan kepada Mawar secara langsung.
Meskipun mendapatkan cibiran dari lingkungan sekitarnya, Mawar mencoba
untuk tetap seperti biasa.
maksudnya kok gue nikah tiba-tiba mendadak....Terus gue nikah
posisinya gue kan lebih gendut dari biasanya,,,tapi ga keliatan gue lagi
hamil karena perawakan gue emang gede...gede dan hamilnya juga ga
gede-gede banget sih waktu itu.,,Terus mereka sih mungkin curiga tapi
ga di sampein, mereka tetep datang ke nikahan gue ngucapin selamat
lalala yeyeye.. (L363-L368)
ya biasa lah mulut orang ga ada yang tau kan,,,mungkin mereka ga ada
yang berani ngomong langsung ke gue...tapi gue tau banget dari sosmed
mereka kadang mereka nyindir gue dari belakang..dan temen gue ada
yang denger dan temen gue ngadu, ya biasa lah....ya gue biasa aja.
(L377-L381).

5. Keluarga Yang Mendukung Korban dalam Kasus Kekerasan


a. Mendampingi dan Bersikap Baik Terhadap Korban
Diawal kehamilannya, Mawar mengungkapkan bahwa ia takut untuk
mengadu kepada orang tuanya karena ia hamil di luar nikah. Mawar
sempat berpikir jika ia mengadu kepada orang tuanya, orang tua Mawar
akan memintanya untuk menggugurkan kandungannya bahkan mengusir
dirinya. Pada akhirnya Mawarpun mengadukan kepada keluarganya bahwa
ia sedang hamil. Pihak keluarga Mawarpun kaget dan pada waktu itu ayah

Mawar pun sempat dilarikan ke rumah sakit karena syok dan kondisinya
mengalami drop. Pihak keluarga Mawarpun kemudian meminta pacaar
Mawar dan keluarganya untuk datang menemui keluarga Mawar.
Hal baikpun ditunjukkan oleh pihak keluarga Mawar. Pikiran negatif
yang selama itu Mawar pikirkan ternyata tidak terjadi. Meskipun keluarga
Mawar kecewa, tetapi keluarga Mawar tidak menyalahkan Mawar dan
justru memberikan perhatian lebih kepada mawar. Mawar pun merasa
senang mengetahui bahwa keluarganya tidak menyalahan dan justru
mmberikan perhatian lebih kepadanya.
Terus ternyata nyokap gue ga Alhamdulillah sih engga, (L334)
kaka gue Cuma bilang ya udah .... yang udah ya udah sekarang lo
urusin anak lo sama laki lo sama kuliah yang bener. (L460-L461)
gue di tanyain udah pernah control ke dokter apa belom,,,udah pernah
minum vitamin apa belom,,,terus gue di tanyain ngidam apa engga gitu
gitu... Fine sih, so far gue seneng banget punya keluarga kaya keluarga
gue (L345-L348)

b. Keluarga Sebagai Motivator dan Tempat Untuk Mencurahkan Isi Hati


Ketika Mawar sedih, Mawar selalu menceritakan permasalahannya
kepada ibu ataupun kakaknya. Terlebih ketika sedang mendapatkan
permasalahan dengan statusnya dan cibiran dari lingkungan sekitar. Setelah
kakak Mawar menikah, Mawar lebih sering menceritakan permasalahannya
kepada ibunya.
gue pertama cerita ke kaka gue...Biasanya, tapi sekarang kaka gue
udah nikah jadi gue jarang lagi cerita sama dia...sekarang abis itu
ceritanya ke nyokap gue. (L476-L478).

Orang tua Mawar sangat berperan besar dalam memberikan semangat


kepada Mawar khusunya ketika banyak orang yang mencibir dirinya. Ibu

Mawar selalu memberikan motivasi-motivasi sehingga Mawar kuat dalam


menghadapi lingkungan sekitarnya.
tapi Cuma ya gue sering cerita ke nyokap ya kalo nenurut gue nyokap
gue super women banget lah...kalo nyokap gue sih sering bilang gini,
setiap orang punya kesalahan masing-masing...ternyata ga sebagus apa
yang anak-anaknya gitu kan (L489-L491).
Ya udah dari situ terus gue bilang,,,kata nyokap gue toh bapak ibu bisa
nyekolahin kamu sampai sekarang...dan nyekolahin kaka gue sampe S2
kaya gitu bisa kan...Karena masa depan orang ga di tentuin dari
pandangan orang lain, itu kata nyokap gue. (L492-L295)

Mawar selalu mendapat motivasi dari ibunya ketika mawar sedang dalam
masalah, ibunya selalu mengatakan setiap orang punya kesalahan
masing-masing, dan masa depan orang ga ditentuin dari pandangan orang
lain. Itulah yang menjadi motivasi bagi mawar dan melihat orang tuanya
yang berjuang membiayai mawar juga menjadi salah satu motivasi dia
tetap bertahan dan melanjutkan kuliah sampai saat ini.

B. PEMBAHASAN
1. Dampak Psikologis Individu Kekerasan
a. Kekerasan seksual
Menurut Lawson (2007) kekerasan atau abuse terdiri dari empat
macam, salah satunya adalah sexual abuse atau kekerasan seksual.
Kekerasan seksual atau sexual abuse memiliki pengertian setiap
perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan
hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar dan atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil

dan atau tujuan tertentu. Ada pun kekerasan seksual menurut Winarno
(2003) antara lain mencangkup pelecehan seksual hingga pada
pemaksaan seseorang, hubungan seksual tanpa persetujuan korban,
atau ketika korban tidak menghendaki dan Melakukan hubungan
seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau tidak disukai korban.
Hal ini sama dengan hasil yang di dapatkan dalam penelitian, yakni
mawar mengalami hal yang sama seperti di jelaskan oleh Lawson dan
Winarno. Mawar mengalami kekerasan seksual atau seksual abuse
yang diantaranya mawar di paksa melakukan hubungan seksual
dengan cara yang tidak wajar dan sebelum melakukan hubungan
seksual mawar di cekoki minuman keras sampai mabuk. Selain itu
pada saat hamilpun mawar di paksa untuk melakukan hubungan
seksual, sampai akhirnya mawar mendapat perlakuan kasar dan
disodomi oleh suaminya.
Menurut Rifka Annisa Womens Crisis Center bahwa segala bentuk
pemaksaan hubungan seksual disebut sebagai pemerkosaan. Bentuk
pemerkosaan tidak selalu persetubuhan akan tetapi segala bentuk
serangan atau pemaksaan yang melibatkan alat kelamin. Oral seks,
anal seks (sodomi), perusak alat kelamin perempuan dengan benda
adalah juga perkosaan. Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah
pernikahan. Menurut Warshaw definisi perkosaan pada sebagian besar
negar memiliki pengertian adanya serangan seksual dari pihak lakilaki dengan menggunakan penisnya untuk melakukan penetrasi ke

vagina terhadap korban. Penetrasi tersebut dilakukan dengan paksaan,


tanpa adanya persetujuan baik secara fisik maupun secara mental.
(Sulistyaningsih, 2002).
Mawar mengalami kekerasan seksual yang berdampak pada
psikologisnya seperti yang di jelaskan oleh Finkelhor dan Browne
(2002) menggagas empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan
seksual, yaitu Betrayal (penghianatan), Traumatic sexualization
(trauma secara seksual), Powerlessness (merasa tidakberdaya), dan
Stigmatization (merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang
buruk). Dari gagasan yang di sampaikan oleh Finkelhor dan Browne
yang dialami mawar seperti traumatic sexualization yaitu mawar
mengalami trauma untuk berhungan seksual dengan paksaan yang
telah di lakukan suaminya pada dirinya, kekerasan yang dialami
mawar itu meliputi pemaksaan hubungan seksual dan sodomi. Selain
itu mawar juga mengalami powerlessness (merasa tidakberdaya)
perasaan tidak berdaya ini muncul saat pacar mawar meminta lagi
hubungan seksual yang ke 2 dan seterusnya, dengan ancaman bahwa
dia akan melakukan hubungan seksual dengan wanita lain apabila
mawar tidak mau melakukannya lagi. Mawar juga merasakan
stigmatization (merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang
buruk) mawar merasa bersalah dan merasa dirinya kotor setelah dia
melakukan hubungan seksual dengan pacarnya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fuadi (2011) mengenai


dampak psikologis korban kekerasan seksual menyatakan bahwa
dampak psikologis subyek penelitian digolongkan menjadi 3 bagian
yaitu gangguan prilaku yang ditandai dengan malas untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, gangguan kognisi yang ditandai dengan sulit
untuk berkonsentrasi, sering melamun dan termenung sendiri, dan
yang terakhir gangguan emosional, ditandai dengan gangguan mood
serta menyalahkan diri sendiri. Setelah mengalami kekerasan seksual,
berbagai macam penilaian terhadap masalah yang dialami subyek pun
muncul seperti perasaan sedih, tidak nyaman, lelah, kesal dan bingung
hingga rasa tidak berdaya. Hal ini sama dengan hasil yang didapatkan
peneliti bahwa Mawar merasa bingung dan sedih ketika anaknya kelak
menanyakan hubungan antara kedua orang tuanya.
Upaya korban untuk menghilangkan pengalaman buruk di alam
bawah sadar sering tidak berhasil. Selain kemungkinan terserang
depresi, fobia dan mimpi buruk, korban juga dapat menaruh
kecurigaan terhadap orang lain dalam waktu yang cukup lama. Bagi
korban yang mengalami trauma psikologis yang sangat hebat, ada
kemungkinan akan merasakan dorongan kuat untuk bunuh diri
(Sulistyaningsih, 2002). Hal tersebut hampir serupa dengan kasus yang
dialami Mawar yang sempat berpikiran untuk mengakhiri hidupnya
karena tidak tahan menanggung kekerasan yang dilakukan oleh
suaminya. Selain itu, mawar juga mengaku lebih selektif dalam

memilih pasangan dan dia juga mengaku lebih sensitif dalam


menyikapi perubahan yang terjadi pada pasangan barunya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fuadi (2011) menunjukkan
bahwa dampak psikologis kekerasan seksual yang diterima oleh
subyek penelitiannya merupakan gejala post traumatic stress disorder
(PTSD). PTSD merupakan sindrom kecemasan, labilitas autonomik,
ketidakrentanan emosional dan kilas balik dari pengalaman yang amat
pedih setelah stres fisik dan emosiyang melampaui batas ketahanan
orang biasa. PTSD memiliki gejala yang menyebabkan gangguan.
Umumnya, gangguan tersebut adalah panic attack (serangan panik),
perilaku menghindar, depresi, membunuh pikiran dan perasaan,
merasadisisihkan dan sendiri, merasa tidak percaya dan dikhianati,
mudah marah, dan gangguan yangberarti dalam kehidupan seharihari
(Wardhani, 2002). Kekerasan seksual yang dialami oleh Mawar
memberikan

dampak

tersendiri

bagi

mawar

sehingga

besar

kemungkinan Mawar mengalami PTSD seperti yang penelitian yang


dilakukan oleh Fuadi.
b. Kekerasan fisik
Perempuan lebih banyak menjadi korban kekerasan karena
laki-laki secara fisik lebih kuat sehingga tingkat agresivitasnya lebih
tinggi,

laki-laki

sejak

kanak-kanak

disosialisasikan

untuk

menggunakan kekerasan fisiknya, budaya yang ada dalam masyarakat


selama ini menempatkan dominasi laki-laki terhadap perempuan,

perempuan dibesarkan dan disosialisasikan untuk bersikap lemah


lembut dan banyak mengalah, ketergantungan ekonomi memaksa
perempuan untuk menerima penganiayaan dari orang pada siapa ia
bergantung. Perempuan terlihat menerima kekerasan karena mereka
mengharapkan pasangan mereka dapat berubah (tindak kekerasan itu
akan lenyap dengan sendirinya suatu saat nanti), mereka merasa takut
dan khawatir jika pasangannya akan menyakiti atau melakukan balas
dendam bila mereka melawan atau melaporkan tindak kekerasan
tersebut, mereka merasa bersalah dan malu sehingga tidak
mengatakannya pada orang lain, mereka tidak menyadari bahwa
mereka dapat meminta pertolongan, mereka merasa tidak memiliki
dukungan, mereka menganggap lebih baik memiliki pasangan yang
sesekali melakukan kekerasan dari pada tidak memiliki pasangan sama
sekali, mereka meyakini bahwa laki-laki yang bertindak demikian
adalah normal (Yayasan Jurnal Perempuan, 2002).
Penelitian tentang KDRT yang dilakukan oleh Rifka Annisa
Womens Center Yogyakarta pada tahun 2001 (dalam Rismiyati, 2005)
menemukan bahwa karakteristik perempuan yang mudah terkena
tindak kekerasan adalah penganut peran stereotipe tradisional laki-laki
dan perempuan, pasif dan patuh terhadap suami, menerima dominasi
dan superioritas laki-laki, menyamakan dominasi dengan kejantanan/
maskulinitas, merasa tidak memiliki hak asasi, mengaku salah
walaupun tidak berbuat salah, berperan sebagai tumbal akibat

perbuatan pasangannya, merasa bahagia bila dibutuhkan pasangan,


pasrah akan tindak kekerasan dengan harapankeadaan akan membaik,
dan merasa rendah diri. Banyak pihak tidak menyadari bahwa
kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga membentuk pola khas,
terutama kekerasan fisik, yang oleh Walker dan Gelles disebut sebagai
siklus lingkaran/cycle of violence. Menurut Walker (dalam Sakretin,
2004 ), ada 3 fase dalam lingkaran kekerasan terhadap istri dalam
rumah tangga, yaitu:
1. Fase pertama: fase tegang/ketegangan yang meningkat. Pelaku
kekerasan mulai membuat insiden kecil/kekerasan lisan seperti:
memaki, mengancam, dan kekerasan fisik kecil-kecilan. Istri coba
menenangkan pasangannya dengan cara apapun yang menurutnya
akan berhasil. Jika istri tidak berhasil, maka di dalam dirinya akan
timbul perasaan bahwa tidak banyak yang dapat dia lakukan
karena sekuat apapun ia berusaha, kekerasan masih terus saja
terjadi.

Selanjutnya,

suami/pelaku

cenderung

melakukan

penganiayaan kecil terhadap istrinya sewaktu tidak ada orang lain.


Istri menjadi takut dan pada umumnya menarik diri yang
mengakibatkan ketegangan antara pelaku dan korban makin
bertambah.
2. Fase kedua: fase akut/penganiayaan akut. Ketegangan yang telah
meningkat meledak menjadi tindak penganiayaan. Suami/pelaku
kehilangan kendali atas perbuatannya. Suami/pelaku melakukan
penganiayaan dengan maksud memberikan pelajaran pada istrinya.

Bentuk penganiayaan bervariasi, mulai dari tamparan, pukulan,


tendangan, dorongan, cekikan, bahkan seringkali penyerangan
dilakukan dengan menggunakan senjata tajam. Penganiayaan akan
berhenti bila istri memutuskan pergi dari rumah, masuk rumah
sakit, atau pelaku menyadari kesalahannya.
3. Fase ketiga: keadaan tenang/fase bulan madu. Pada fase ini ada
permintaan maaf dari pelaku dan suasana kembali mesra. Tahap ini
sering pula disebut sebagai tahap bulan madu semu. Setelah terjadi
penganiayaan pada istri, kadang-kadang pelaku menyadari dan
menyesali tindakannya yang telah melewati batas. Umumnya
pelaku akan minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi
penganiayaan terhadap istrinya. Permintaan maaf suami sering
membuat istri memaafkan perbuatan suami dan menganggap hal
tersebut tidak akan terulang lagi. Setelah itu, mereka mulai
membentuk kehidupan baru dan melupakan kejadian sebelumnya.
Jika tidak muncul kesadaran utuh dari pelaku, maka tahap ini tidak
akan bertahan lama. Akhirnya muncul kembali ketegangan dan
siklus ini mulai lagi dari tahap pertama. Siklus ini sangat
mempengaruhi pengambilan keputusan korban terhadap masalah
KDRT yang sedang dihadapinya.
Fase bulan madu menyebabkan korban yakin pasangannya
suatu saat akan berubah sehingga ia tidak melapor. Selain itu, istri juga
takut jika suami melakukan kekerasan yang lebih parah bila ia
melapor. Dua penyebab di atas menjadi alasan kuat bagi istri untuk

tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya. Ditambah lagi


adanya pemahaman bahwa urusan rumah tangga tidak seharusnya
dibawa keluar rumah, apalagi ke polisi.
Selain itu terdapat salah satu bentuk KDRT seperti salah
satunya adalah Kekerasan fisik (Physical Abuse). Kekerasan fisik
misalnya tamparan, menendang, pukulan, menjambak, meludah,
menusuk, mendorong, dan memukul dengan senjata (Yayasan Jurnal
Perempuan, 2002). Kekerasan fisik yang telah dijelasakan diatas juga
dialami oleh mawar pada saat sudah menikah, mawar sempat dilempar
kipas angin berdiri dan di pukul menggunakan sapu lidi saat suaminya
merasa stress terlalu banyak tuntan dari keluarga mawar.
2. Pandangan Negatif dari Lingkungan Sekitar
Dalam pandangan masyarakat, remaja perempuan yang mengalami
kehamilan diluar nikah merupakan aib ditengah keluarganya, yang secara
langsung telah mencoreng nama baik keluarganya. Subyek tersebut tidak
lebih dari pendosa yang melanggar norma-norma agama dan sosial.
Penghakiman oleh lingkungan dan dinamika menyalahkan korban tidak
lagi menyediakan ruang yang memungkinkan remaja perempuan tersebut
dipandang sebagai manusia utuh dengan spektrum luas, yang selain
memiliki sisi kelemahan juga memiliki sisi baik (Handayani, 2001).
Hal yang sama juga dialami oleh Mawar ketika berada dilingkungan
sekitarnya. Ia merasa mendapatkan cibiran dari lingkungan sekitarnya
terutama oleh teman di kampusnya sendiri. Kecurigaan lingkungan

disekitar Mawar dan sanak saudara diperlihatkan ketika Mawar menikah


diusia yang masih muda dan terkesan cepat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanti (2009) yang meneliti
mengenai persepsi dan respon masayarakat mengeni wanita hamil diluar
nikah yang menyatakan bahwa sebagian masyarakat menganggap bahwa
pernikahan hamil diluar nikah merupakan sebuah aib bagi keluarga dan
masyarakat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa masyarakat
sebagian besar masyarakat merasa terbebani, bersikap acuh tak acuh,
benci, dan mengucilkan wanita yang mengalami hamil di luar nikah.
3. Peran Keluarga Korban dalam Kasus Kekerasan Seksual
Di awal kehamilan, Mawar merasa takut untuk menyampaikan kepada
keluarganya bahwa Mawar sedang hamil. Mawar pun menyimpan
kehamilannya tersebut sampai usia 4 bulan kehamilan, dan pada akhirnya
ia terpaksa mengatakan kepada keluaganya karena kehamilannya yang
semakin tua. Ia tidak mengatakan kehamilan tersebut kepada keluarganya
karena

takut

pihak

keluarga

menyuruhnya

untuk

mengugurkan

kandungannya. Demikian juga ketika Mawar mendapatkan kekerasan fisik


dan kekerasan seksual dari sang suami. Mawar cenderung diam karena
tidak ingin membebani orang tuanya. Pada akhirnya, pihak keluargapun
mengetahui semua kejadian tersebut dari Mawar. Pihak keluarga merasa
kecewa dengan Mawar tetapi keluarga Mawar tidak serta merta
menyalahkan Mawar tetapi memberikan motivasi kepada Mawar yang

saat itu sedang dalam keadaan terpuruk. Hal ini lah yang membuat Mawar
terus berjuang dan bersemangat dalam menjalani hidupnya.
Menurut Fuadi (2011) segala sesuatu baik itu dampak psikologis
maupun fisik selalu diawali oleh sistem kerja kognisi. Sistem kognisi ini
akan berpengaruh pada peasaan dan tindakan. Sistem kognisi yang negatif
ini akan membuat individu memiliki pola pikir negatif dan kemudian
menyebabkan negative belief. Sistem kognisi yang mendapatkan
dukungan sosial dari keluarga maupun lingkungan sosial, subyek berupaya
untuk memanipulasi kognisinya untuk menghindari dan melakukan
penyangkalan bahwa yang terjadi tidaklah seburuk apa yang dipikirkan.
Menurut pasal 35 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2011 tentang pembinaan, pendampingan, dan pemulihan
terhadap korban kekerasan seksual atau pelaku pornografi. Salah satu cara
untuk pemulihan korban atau rehabilitasi adalah dengan memberikan
motivasi

dan

diagnosis

psikososial

(Simarmata,

2013).

Proses

penyembuhan korban dari trauma perkosaan ini membutuhkan dukungan


dari berbagai pihak. Dukungan ini diperlukan untuk membangkitkan
semangat korban dan membuat korban mampu menerima kejadian yang
telah menimpanya sebagai bagian dari pengalaman hidup yang harus ia
jalani.
Korban yang tidak didampingi oleh keluarga mengalami kecemasan
yang tinggi,merasa lemah, sering pingsan, bahkan mengalami PTSD.
PTSD ini jarang terjadi pada korban yang mendapat dukungan dan

pendampingan dari keluarga. Korban yang mendapat dukungan dari


keluarga pada umumnya hanya mengalami stres paska perkosaan jangka
pendek dan tidak mengalami PTSD (Sulistyaningsih, 2002). Hal ini sama
dengan yang dialami oleh Mawar bahwa ia merasa senang ketika pihak
keluarga tidak menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya atau
bahkan tidak mengusirnya. Pihak keluarga justru memberikan motivasi
kepada mawar agar kondisi mawar kembali seperti semula.

4. Dinamika Pengalaman Mengalami Kekerasan

Lingkungan
Individu mengalami kekerasan
Keluarga

Dampak Negatif
Self defence
Kurang Percaya Diri
sensitive

Dampak Positif
Kuliah berprestasi
Punya teman banyak

Individu yang mengalami kekerasan fisik, psikologis dan seksual


mendapat dukungan dari keluarga yang tinggi itu menjadikannya bisa hidup
normal dan layak seperti orang biasa bahkan dia dapat berprestasi selama
pendidikan dan memiliki banyak teman, namun di sisi lain cibiran dari
masyarakat juga membuat individu korban kekerasan itu menjadi self defence,
kurangnya percaya diri dan lebih sensitive.

C. Keterbatasan Penelitian
1. Instrumen penelitian pada penelitian kualitatif ini adalah peneliti. Bekal
wawasan teori dan pengalaman peneliti sangat berpengaruh pada hasil
penelitian ini. Pada penelitian ini, peneliti masih banyak kekurangan baik
dari pengetahuan maupun dalam menganalisis hasil penelitian.
2. Proses pengambilan data dilakukan ketika informan sedang menjalani
kegiatan akademik yang cukup padat dan sempat pulang untuk berlibur,
sehingga peneliti tidak bisa leluasa untuk melakukan wawancara dengan
informan.
3. Tidak adanya orang terdekat dari korban baik dari keluarga maupun teman
dekat yang terlibat dalam penelitian peneliti, sehingga informasi yang
didapatkan hanya dari satu pihak.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa terdapat tema-tema penelitian sebagai berikut :
1. Korban kekerasan seksual pada penelitian ini mengalami perasaan tertekan
oleh keadaan, merasa putus asa, perasan terpaksa karena rasa tidak ingin
keilangan orang yang dicintai, menjadi lebih selektif dan sensitif,
perasangka negatif terhadap dirinya sendiri, serta merasa kebebasan
menjadi terbatas.
2. Korban kekerasan

seksual

mendapatkan

pandangan

negatif

dari

lingkungan sekitar atau masyarakat.


3. Keluarga mempunyai peran penting dalam mengembalikan psikis korba
4.

kekerasan seksual.
Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh korban kekerasan seksual
untuk dapat menjalani kehidupannya dan mengembalikan semangat
hidupnya serta kembali ke masyarakat seperti semula.

B. Saran

1. Penelitian selanjutnya sebaiknya diawali dengan studi pendahuluan untuk


mengasah teknik berkomunikasi yang baik.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan jumlah informan banyak
untuk mendapatkan data yang lebih akurat.
3. Penelitian selanjutnya akan lebih baik jika melibatkan orang-orang
terdekat seperti keluarga inti korban ataupun teman dekat korban.
4. Penelitian selanjutnya diharapkan menekankan pada peran dan fungsi
keluarga dalam mengatasi dampak psikologi pada korban kekerasan
seksual.

You might also like