Professional Documents
Culture Documents
2.1. Hipertensi
2.1.1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas
tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan
normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik.
Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan
mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan
diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada
populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
10
11
Tekanan Sistolik
(mmHg)
Tekanan Diastolik
(mmHg)
Normal
120
80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi stadium 1
140-159
90-99
Hipertensi stadium 2
160
100
12
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah
terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah
>180/120 mmHg, dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau
hipertensi urgensi (American Diabetes Association, 2003). Pada hipertensi
emergensi, tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan
organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus
diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan
organ lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut antara lain,
encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai
edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil dan
eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan (Depkes 2006a,).
2.1.4. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang
serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah
(Brunner, 2002).
13
tambahan
aktivitas
vasokontriksi.
Korteks
adrenal
14
15
16
laki-laki
(5,8%).
Sedangkan
menurut
Ditjen
Bina
17
18
kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh
beberapa studi. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan
darah, terutama tekanan darah sistolik. Sedangkan, pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight)
(Depkes, 2006b). IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan
untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang
dewasa (Zufry, 2010). Menurut Supariasa, penggunaan IMT hanya berlaku
untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun (Supriasa, 2001).
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi
pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi
pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%
memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006b).
Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal dapat juga disebabkan
oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin (Suhardjono, 2006).
Aktivitas dari saraf simpatis adalah mengatur fungsi saraf dan hormon,
sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh
darah, dan meningkatkan retensi air dan garam (Syaifudin, 2006).
b. Psikososial dan stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara
individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk
mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya
19
(biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Depkes,
2006b).
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam,
rasa takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal
melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat
serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress
berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga
timbul kelainan organis atau perubahaan patologis. Gejala yang muncul
dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau
kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi
dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa tidak
puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006b).
c. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses artereosklerosis
dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara
kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh
darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah
tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri
(Depkes, 2006b).
20
21
22
Komsumsi alkohol seharusnya kurang dari dua kali per hari pada laki-laki
untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan orang
yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih satu kali
minum per hari (Krummel, 2004).
f. Komsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik
cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer
(essensial) terjadi respon penurunan tekanan darah dengan mengurangi
asupan garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata
rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan
rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2006b).
Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah kation utama dalam cairan
ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan natrium dalam darah diatur oleh
ginjal. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl, selain itu
garam lainnya bisa dalam bentuk soda kue (NaHCO3), baking powder,
natrium benzoate dan vetsin (monosodium glutamate). Kelebihan natrium
akan menyebabkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan
edema dan hipertensi. WHO menganjurkan bahwa komsumsi garam yang
dianjurkan tidak lebih 6 gram/hari setara 110 mmol natrium (Almatsier,
2001, 2006).
23
g. Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan peningkatan
kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL atau penurunan kadar
kolestrol HDL dalam darah. Kolestrol merupakan faktor penting dalam
terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer
pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.
Penelitian Zakiyah (2006) didapatkan hubungan antara kadar kolestrol darah
dengan tekanan darah sistolik dan diastolik (Zakiyah, 2006). Penelitian
Sugihartono
(2007) diketahui
sering mengkomsumsi
lemak jenuh
24
arterosklerosis
dapat
melemah
sehingga
meningkatkan
25
26
27
28
Wanita
29
menurunkan
gangguan
terhadap
kualitas
hidup
penderita.
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang
sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan
selama beberapa bulan perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang
cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap
obat antihipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi sebagai
berikut :
1. Pengobatan
hipertensi
sekunder
adalah
menghilangkan
penyebab
hipertensi.
2. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan tekanan
darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurang timbulnya
komplikasi.
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat
antihipertensi.
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim digunakan
untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta
adrenergik (-blocker), penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE-
30
besar
membuktikan
bahwa
efek
proteksi
31
dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang. Bahkan
bila menggunakan kombinasi dua atau lebih antihipertensi, maka salah
satunya dianjurkan diuretik (Nafrialdi, 2009).
a. Golongan Tiazid
Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain
hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang
memiliki gugus aryl-sulfonamida. Obat golongan ini bekerja dengan
menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal,
sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat (Nafrialdi, 2009).
Tiazid seringkali dikombinasikan dengan antihipertensi lain karena: 1) dapat
meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dengan mekanisme kerja yang
berbeda sehingga dosisnya dapat dikurangi, 2) tiazid mencegah resistensi
cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek obat-obat tersebut dapat
bertahan (Nafrialdi, 2009).
b. Diuretik Kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics)
Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara
menghambat kotransport Na+, K+, Cl-, menghambat resorpsi air dan
elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat
daripada golongan tiazid. Oleh karena itu diuretik ini jarang digunakan
sebagai antihipertensi, kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
atau gagal jantung (Nafrialdi, 2009).
32
33
34
35
Inhibitor harus diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah
mendadak mungkin terjadi, efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai
kadar sodium rendah (Depkes, 2006b).
5. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin Receptor Blocker,
ARB)
Reseptor Angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu AT1
(Angiotensin I) dan AT2 (Angiotensin II). Reseptor AT1 terdapat terutama
di otot polos pembuluh darah dan otot jantung. Selain itu terdapat juga di
ginjal, otak dan kelenjar adrenal. Reseptor AT1 memperantarai semua efek
fisiologis ATII terutama yang berperan dalam homeostatis kardiovaskular.
Reseptor AT2 terdapat di medula adrenal dan mungkin juga di SSP, hingga
saat ini fungsinya belum jelas (Nafrialdi, 2009).
ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi
dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan
hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin
yang rendah. Pada pasien hipovolemia, dosis ARB perlu diturunkan
(Nafrialdi, 2009).
Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi
denyut jantung. Penghentian mendadak tidak menimbulkan hipertensi
rebound. Pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa
darah (Nafrialdi, 2009).
36
37
Kelas
Diuretik
Tiazid
Nama Obat
Dosis Lazim
(mg/hari)
Frekuensi
Pemberian
Klortalidon
Hidroklorotiazid
Indapamide
Metolazone
6,2525
12,550
1,25-2,5
0,5
1
1
1
1
Bumetanide
Furosemide
Torsemide
0,54
20- 80
5
2
2
1
Triamteren
Triamteren
HCT
50-100
37,575
25-50
1
2
1
Eplerenone
Spironolakton
Spironolakton/HCT
50-100
25-50
25-50/25-50
1-2
1
Benazepril
Captopril
Enalapril
Fosinopril
Lisinoril
Moexipril
Perindopril
Quinapril
Ramipril
Trandolapril
Tanapres
10-40
12,5-150
5-40
10-40
10-40
7,5-30
4-16
10-80
2,5-10
1-4
1-2
2-3
1-2
1
1
1-2
1
1-2
1-2
Kandesartan
Eprosartan
Irbesartan
Losartan
Olmesartan
Telmisartan
Valsartan
Kardioselaktif
Atenolol
8-32
600-800
150-300
50-100
20-40
20-80
80-320
1-2
1-2
1
1-2
1
1
1
25-100
Loop
Penahan kalium
Antagonis aldosteron
ACE-Inhibitor
Penyekat reseptor
angiotensin
38
Antagonis kalsium
Betaxolol
Bisoprolol
Metoprolol
Non-selektif
Nadolol
Propanolol
Propanolol LA
Timolol
Sotalol
Aktifitas
simpatomimetik
Acebutolol
Carteolol
Pentobutolol
Pindolol
Campuran penyekat
dan
Karvedilol
Labetolol
Dihidropiridin
Amlodipin
Felodipin
Isradipin
Isradipin SR
Lekamidipin
Nicardipin SR
Nicardipin LA
Nisoldipin
Non-dihidropiridin
Diltiazem SR
Verapamil SR
5-20
2,5-10
50-200
1
1
1
40-120
160-480
80-320
1
2
1
200-800
2,5-10
10-40
10-60
2
1
1
2
12,5-50
200-800
2
2
2,5-10
5-20
5-10
5-20
60-120
30-90
10-40
1
1
2
1
2
1
1
180-360
1
1
Kelas
Nama Obat
Penyekat -1
Agonis sentral -2
Antagonis Adrenergik
Perifer
Doxazosin
Prazosin
Terazosin
Klonidin
Metildopa
Reserpin
Dosis Lazim
(mg/hari)
1-8
2-20
1-20
0,1-0,8
250-1000
0,05-0,2,5
Frekuensi
Pemberian
1
2-3
1-2
2
2
Minoxidil
Hidralazin
10-40
20-100
1-2
2-4
39
40
1. Peresepan Rasional
a. Indikasi yang tepat
Keputusan untuk memberikan resep secara keseluruhan didasarkan oleh
alasan medis dan farmakoterapi sebagai alternatif pengobatan yang terbaik.
Keputusan ini tidak boleh dipengaruhi oleh alasan nonmedis seperti
permintaan pasien, menolong rekan kerja atau menciptakan kredibilitas
(Santoso, 1996).
b. Obat yang tepat
Penentuan kesesuaian obat yang diresepkan dengan diagnosa yang ditegakkan
sangat ditentukan oleh kemampuan dan pengalaman dokter menaati prinsipprinsip ilmiah peresepan. Penyeleksian obat secara objektif dapat dibuat
berdasarkan efikasi, keamanan, kesesuaian dan biaya. Obat yang dipilih
adalah obat dengan profil risikobenefit yang paling baik. Obat yang terseleksi
harus dengan mudah tersedia, praktis dibawa, mudah disimpan dan tidak
menyusahkan pasien. Pertimbangan biaya obat tidak boleh mengurangi
pertimbangan efikasi dan toleransi (Santoso, 1996).
c. Pasien yang tepat
Ketika mengevaluasi kondisi pasien sebelum memulai terapi obat, hal yang
penting untuk dipertimbangkan adalah adanya reaksi samping pada pasien
meliputi kemungkinan terjadinya efek samping, gangguan fungsi hati atau
ginjal dan adanya obat lain yang dapat berinteraksi dengan obat yang
diresepkan (Santoso, 1996).
41
42
akan tercapainya serta aksi yang dibutuhkan jika respon terapetik tidak
tercapai atau jika efek samping yang tidak diharapkan terjadi (Santoso, 1996).
2. Peresepan Obat Yang Tidak Rasional
Pola peresepan yang menyimpang memiliki andil besar pada pengobatan
tidak rasional. Peresepan yang tidak rasional dapat juga dikelompokkan
dalam lima bentuk:
Peresepan dengan obat-obat yang lebih mahal, padahal ada alternatif obat
yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama. Termasuk disini
adalah peresepan yang terlalu berorientasi ke pengobatan simptomatik hingga
mengurangi alokasi obat yang lebih vital contoh pemakaian obat antidiare
yang berlebihan dapat menurunkan alokasi untuk oralit yang notabene lebih
vital untuk menurunkan mortalitas (Sastramihardja, 2006).
Peresepan yang jumlah, dosis dan lama pemberian obat melebihi ketentuan serta peresepan obat-obat yang secara medik tidak atau kurang diperlukan
(Sastramihardja, 2006).
Pemakaian obat untuk indikasi yang salah, obat yang tidak tepat, cara
pemakaian salah, mengkombinasi dua atau lebih macam obat yang tak bisa
dicampurkan secara farmasetik dan terapetik serta pemakaian obat tanpa
43
Pemberian dua atau lebih kombinasi obat yang sebenarnya cukup hanya
diberikan obat tunggal saja. Termasuk disini adalah pengobatan terhadap
semua gejala yang muncul tanpa mengarah ke penyakit utamanya
(Sastramihardja, 2006).
Terjadi kalau obat yang diperlukan tidak diresepkan, dosis obat tidak cukup
dan lama pemberian obat terlalu pendek waktunya (Sastramihardja, 2006).