You are on page 1of 7

46

Trombosis vena dalam

DEEP VEIN TROMBOSIS


ABSTRACT
Trombosis is blood clotting in cardiovascular system, including artery,
vein, heart valves and microcirculation. Thrombosis of artery and vein are more
common. The arterial thrombosis is called white thrombus because it consists of
platelet and fibrin, while venous thrombosis is called red thrombus because of
trapped erythrocyte in fibrin network.
Based on Triad of Virchow, three factors play important role in the
pathogenesis of thrombosis in the artery or vein. They are blood vessel anomaly,
disturbance of blood circulation, and blood coagulation anomaly.
Risk factors of venous thrombosis include operative procedure, myocardial
infarction, heart failure, pregnancy and delivery and deficiency of anti thrombin 3,
C-protein, S protein and a-1 anti tripsin.
The signs and symptoms of deep vein thrombosis are pain, swelling, and
post thrombosis syndrome.
key word; Trombosis, vena,
PENDAHULUAN
Trombosis adalah terjadinya bekuan
darah di dalam sistem kardiovaskuler
termasuk arteri, vena, ruangan jantung
dan mikrosirkulasi.(6) Menurut Robert
Virchow, terjadinya trombosis adalah
sebagai akibat kelainan dari pembuluh
darah, aliran darah dan komponen
pembekuan darah (Virchow triat).
Trombus dapat terjadi pada arteri
atau pada vena, trombus arteri di sebut
trombus putih karena komposisinya lebih
banyak trombosit dan fibrin, sedangkan
trombus vena di sebut trombus merah
karena terjadi pada aliran daerah yang
lambat yang menyebabkan sel darah
merah terperangkap dalam jaringan
fibrin sehingga berwarna merah.(6)
Trombosis vena dalam adalah satu
penyakit yang tidak jarang ditemukan
dan dapat menimbulkan kematian kalau
tidak di kenal dan di obati secara efektif.
Kematian terjadi sebagai akibat
lepasnya trimbus vena, membentuk
emboli yang dapat menimbulkan
kematian mendadak apabila sumbatan

terjadi pada arteri di dalam paru-paru


(emboli paru).
Insidens
trombosis
vena
di
masyarakat
sangat
sukar
diteliti,
sehingga tidak ada dilaporkan secara
pasti. Banyak laporan-laporan hanya
mengemukakan data-data penderita yang
di rawat di rumah sakit dengan berbagai
diagnosis.(6)
Di Amerika Serikat(6), dilaporkan 2
juta kasus trombosis vena dalam yang di
rawat di rumah sakit dan di perkirakan
pada 600.000 kasus terjadi emboli paru
dan 60.000 kasus meninggal karena
proses penyumbatan pembuluh darah.(3)
Pada kasus-kasus yang mengalami
trombosis vena perlu pengawasan dan
pengobatan
yang
tepat
terhadap
trombosisnya
dan
melaksanakan
pencegahan
terhadap
meluasnya
trombosis dan terbentuknya emboli di
daerah lain, yang dapat menimbulkan
kematian.
Pada makalah ini akan dibicarakan faktor
resiko, manifestasi klinis, diagnosis dan

Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli Desember 2001

47

Trombosis vena dalam

pengobatan trombosis vena dalam,


semoga ada manfaatnya.
proksimal.
Trombosis vena dalam akan
mempunyai keluhan dan gejala apabila
menimbulkan :
bendungan aliran vena.
peradangan dinding vena dan
jaringan perivaskuler.
emboli pada sirkulasi pulmoner.
Keluhan dan gejala trombosis vena
dalam dapat berupa :(3, 9, 13)
1.
Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung
kepada besar dan luas trombosis.
Trombosis vena di daerah betis
menimbulkan nyeri di daerah tersebut
dan bisa menjalar ke bagian medial dan
anterior paha.
Keluhan nyeri sangat bervariasi dan
tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku
dan intensitasnya mulai dari yang enteng
sampai hebat. Nyeri akan berkurang
kalau penderita istirahat di tempat tidur,
terutama posisi tungkai ditinggikan.
2.

Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena
adanya edema. Timbulnya edema
disebabkan oleh sumbatan vena di bagian
proksimal dan peradangan jaringan
perivaskuler.
Apabila pembengkakan ditimbulkan
oleh sumbatan maka lokasi bengkak
adalah di bawah sumbatan dan tidak
nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh
peradangan perivaskuler maka bengkak
timbul pada daerah trombosis dan
biasanya di sertai nyeri. Pembengkakan
bertambah kalau penderita berjalan dan
akan berkurang kalau istirahat di tempat

tidur dengan
ditinggikan.
3.

posisi

kaki

agak

Perubahan warna kulit


Perubahan warna kulit tidak spesifik
dan tidak banyak ditemukan pada
trombosis vena dalam dibandingkan
trombosis arteri.
Pada trombosis vena perubahan
warna kulit di temukan hanya 17%-20%
kasus. Perubahan warna kulit bisa
berubah pucat dan kadang-kadang
berwarna ungu.(12)
Perubahan warna kaki menjadi pucat
dan pada perubahan lunah dan dingin,
merupakan tanda-tanda adanya sumbatan
cena yang besar yang bersamaan dengan
adanya spasme arteri, keadaan ini di
sebut flegmasia alba dolens.(6)
4.
Sindroma
post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini
adalah peningkatan tekanan vena sebagai
konsekuensi dari adanya sumbatan dan
rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini
mengakibatkan meningkatnya tekanan
pada dinding vena dalam di daerah betis
sehingga terjadi imkompeten katup vena
dan perforasi vena dalam.(3.5)
Semua keadaan di atas akan
mengkibatkan aliran darah vena dalam
akan membalik ke daerah superfisilalis
apabila otot berkontraksi, sehingga
terjadi edema, kerusakan jaringan
subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi
ulkus pada daerah vena yang di kenai.
Manifestasi klinis sindroma posttrombotik yang lain adalah nyeri pada
daerah betis yang timbul / bertambah
waktu penderitanya berkuat (venous
claudicatio), nyeri berkurang waktu
istirahat dan posisi kaki ditinggikan,
timbul pigmentasi dan indurasi pada
sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah.(3.5)

Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli Desember 2001

48

Trombosis vena dalam

DIAGNOSIS
Diagnosis trombosis vena dalam
berdasarkan gejala linis saja kurang
sensitif dan kurang spesifik karena
banyak kasus trombosis vena yang besar
tidak menimbulkan penyumbatan dan
peradangan
jaringan
perivaskuler
sehingga tidak menimbulkan keluhan
dan gejala.
Ada 3 jenis pemeriksaan yang
akurat,
yang
dapat
menegakkan
diagnosis trombosis vena dalam, yaitu:
(3.5.7)

1.

Venografi
Sampai saat ini venografi masih
merupakan pemeriksaan standar untuk
trombosis vena. Akan tetapi teknik
pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan
bisa menimbulkan nyeri dan terbentuk
trombosis
baru
sehingga
tidak
menyenangkan penderitanya.
Prinsip pemeriksaan ini adalah
menyuntikkan zat kontras ke dalam di
daerah dorsum pedis dan akan kelihatan
gambaran sistem vena di betis, paha,
inguinal sampai ke proksimal ke v iliaca.
2.

Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah
mengobservasi perubahan volume darah
pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih
sensitif pada tombosis vena femrlis dan
iliaca dibandingkan vena di betis.(3.12.13)
3.

Ultra sonografi (USG) Doppler


Pada akhir abad ini, penggunaan
USG
berkembang
dengan
pesat,
sehingga adanya trombosis vena dapat di
deteksi dengan USG, terutama USG
Doppler.
Pemeriksaan ini memberikan hasil
sensivity 60,6% dan spesifity 93,9%.

Metode ini dilakukan terutama pada


kasus-kasus trombosis vena yang
berulang, yang sukar di deteksi dengan
cara objektif lain.
PENGOBATAN
Pengobatan
trombosis
vena
diberikan pada kasus-kasus yang
diagnosisnya sudah pasti dengan
menggunakan
pemeriksaan
yang
objektif, oleh karena obat-obatan yang
diberikan mempunyai efek samping yang
kadang-kadang serius.(2.1011)
Berbeda dengan trombosis arteri,
trombosis vena dalam adalah suatu
keadaan yang jarang menimbulkan
kematian.
Oleh karena itu tujuan pengobatan
adalah :(5.12)
1. Mencegah meluasnya trombosis
dan timbulnya emboli paru.
2. Mengurangi morbiditas pada
serangan akut.
3. Mengurangi keluhan post flebitis
4. Mengobati hipertensi pulmonal
yang terjadi karena proses trombo
emboli.
Mencegah meluasnya trombosis dan
timbulnya emboli paru
Meluasnya proses trombosis dan
timbulnya emboli paru dapat di cegah
dengan pemberian anti koagulan dan
obat-obatan fibrinolitik.
Pada pemberian obat-obatan ini di
usahakan biaya serendah mungkin dan
efek samping seminimal mungkin.
Pemberian anti koagulan sangat
efektif untuk mencegah terjadinya
emboli paru, obat yang biasa di pakai
adalah heparin.(5.11.14)
Prinsip pemberian anti koagulan
adalah Save dan Efektif. Save artinya

Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli Desember 2001

49

Trombosis vena dalam

anti koagulan tidak menyebabkan


perdarahan. Efektif artinya dapat
menghancurkan trombus dan mencegah
timbulnya trombus baru dan emboli.
Pada pemberian heparin perlu di
pantau waktu trombo plastin parsial atau
di daerah yang fasilitasnya terbatas,
sekurang-kurangnya waktu pembekuan.
Pemberian Heparin standar
Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB),
bolus dilanjutkan dengan drips
konsitnus 1000 1400 iu/jam (18
iu/KgBB),
drips
selanjutnya
tergantung hasil APTT. 6 jam
kemudian di periksa APTT untuk
menentukan dosis dengan target 1,5
2,5 kontrol.
1. Bila APTT 1,5 2,5 x kontrol
dosis tetap.
2. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis
dinaikkan 100 150 iu/jam.
3. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis
diturunkan 100 iu/jam.
Penyesuaian dosis untuk mencapai
target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6
jam, hari ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di
lakukan karena biasanya pada 6 jam
pertama hanya 38% yang mencapai
nilai target dan sesudah dari ke 1 baru
84%.
Heparin dapat diberikan 710 hari
yang kemudian dilanjutkan dengan
pemberian heparin dosis rendah yaitu
5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau
pemberian anti koagulan oral, selama
minimal 3 bulan.
Pemberian anti koagulan oral harus
diberikan 48 jam sebelum rencana
penghentian heparin karena anti

koagulan orang efektif sesudah 48


jam.
Pemberian Low Milecular Weight
Heparin (LMWH)
Pemberian obat ini lebih di sukai
dari heparin karena tidak memerlukan
pemantauan yang ketat, sayangnya
harganya relatif mahal dibandingkan
heparin.
Saat ini preparat yang tersedia di
Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox)
dan (Nandroparin Fraxiparin).
Pada pemberian heparin standar
maupun LMWH bisa terjadi efek
samping yang cukup serius yaitu Heparin
Induced Thormbocytopenia (HIT).(14)
Pemberian Oral Anti koagulan oral
Obat yang biasa di pakai adalah
Warfarin Cara.(1.2.5)
Pemberian Warfarin di mulai dengan
dosis 6 8 mg (single dose) pada malam
hari. Dosis dapat dinaikan atau di
kurangi tergantung dari hasil INR
(International Normolized Ratio). Target
INR : adalah 2,0 3,0
Cara penyesuaian dosis
INR
Penyesuaian
1,1 1,4 hari 1, naikkan 10%-20%
dari total dosis mingguan.
Kembali : 1 minggu
1,5 1,9 hari 1, naikkan 5% 10%
dari total dosis mingguan.
Kembali : 2 minggu
2,0 3,0 tidak ada perubahan.
Kembali : 1 minggu
3,1 3,9 hari : kurang 5% 10%
dari dosis total mingguan.
Mingguan : kurang 5 150 dari dosis
total mingguan
Kembali : 2 minggu

Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli Desember 2001

50

Trombosis vena dalam

4,0 5,0 hari 1: tidak dapat obat


mingguan : kurang 10%-20% TDM
kembali : 1 minggu
> 50 :
- Stop pemberian warfarin.
- Pantau sampai INR : 3,0
-Mulai dengan dosis kurangi
20%-50%.
kembali tiap hari.(6)
Lama pemberian anti koagulan oral
adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila
trombosis vena dalam timbul disebabkan
oleh faktor resiko yang reversible.
Sedangkan kalau trombosis vena adalah
idiopatik di anjurkan pemberian anti
koagulan oral selama 3-6 bulan, bahkan
biasa lebih lama lagi apabila ditemukan
abnormal inherited mileculer.(2)
Kontra indikasi pemberian anti
koagulan adalah :(2.5)
1. Hipertensi : sistilik > 200 mmHg,
diastolik > 120 mmHg.
2. Perdarahan yang baru di otak.
3. Alkoholisme.
4. Lesi perdarahan traktus digestif.
Pemberian trombolitik selama 12-14
jam dan kemudian di ikuti dengan
heparin, akan memberikan hasil lebih
baik bila dibandingkan dengan hanya
pemberian heparin tunggal.
Peranan
terapi
trombolitik
berkembang dengan pesat pada akhir
abad ini, terutama sesudah dipasarkannya
streptiknase, urokinase dan tissue
plasminogen activator (TPA).(11.13)
TPA bekerja secara selektif pada
tempat yang ada plasminon dan fibrin,
sehingga efek samping perdarahan relatif
kurang.
Brenner menganjurkn pemberian
TPA dengan dosis 4 ugr/kgBB/menit,

secara intra vena selama 4 jam dan


Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit
intra vena kontiniu selama 60 menit.
Kedua jenis trombolitik ini memberikan
hasil yang cukup memuaskan.(3)
Efek samping utama pemberian
heparin dan obat-obatan trombolitik
adalah perdarahan dan akan bersifat fatal
kalau terjadi perdarahan sereral. Untuk
mencegah terjadinya efek samping
perdarahan, maka diperlukan monitor
yang ketat terhadap waktu trombo plastin
parsial dan waktu protombin, jangan
melebihi 2,5 kali nilai kontrol.
1. Mengurangi
Morbiditas
pada
serangan akut.
Untuk mengurangi keluhan dan gejala
trombosis vena dilakukan.(2.13)
Istirahat di tempat tidur.
Posisi kaki ditinggikan.
Pemberian
heparin
atau
trombolitik.
Analgesik untuk mengurangi rasa
nyeri.
Pemasangan
stoking
yang
tekananya kira-kira 40 mmHg.
Nyeri dan pembengkakan biasanya
akan berkurang sesudah 24 48 jam
serangan trombosis. Apabila nyeri sangat
hebat atau timbul flagmasia alba dolens
di anjurkan tindakan embolektomi.
Pada keadaan biasa, tindakan
pembedahan pengangkatan thrombus
atau emboli, biasanya tidak di anjurkan.
2. Pencegahan Sindroma post-flebitis.
Sindroma post flebitis disebabkan
oleh inkompeten katub vena sebagai
akibat proses trombosis. Biasanya terjadi
pada trombosis di daerah proksimal yang

Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli Desember 2001

51

Trombosis vena dalam

eksistensif seperti vena-vena di daerah


poplitea, femoral dan illiaca.
Keluhan biasanya panas, edema dan
nyeri terjadinya trombosis
Sindroma ini akan berkurang derajad
keganasannya kalau terjadi lisis atau
pengangkatan trombosis.
Pencegahan terhadap adanya
hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal merupakan
komplikasi yang tidak sering dari emboli
paru.
Keadaan ini terjadi pada trombosis
vena yang bersamaan dengan adanya
emboli paru, akan tetapi dengan
pemberian anti koagulan dan obat-obatan
trombolitik,
terjadinya
hipertensi
pulmonal ini dapat di cegah.

DAFTAR PUSTAKAN
1.

Anderson D.R. et al : Efficacy and Cost


of LMH Compared with Standard
Heparin for Prevention of DVT After
Total Hip Arthrosplasty. Ann of Intern
Med. 119: 1105 1112.1993.

2.

Breddin HK et al. Effects of a LMH on


Thrombus Regression and Recurrent
Thrombo-embolism in Patient DVT. N.
Engl J of Med 344:626-631, 2001.

3.

Brenner B et al : Quantiation of Venous


Clot Lysis D Dimer Immuboassay
During Fibrinolytic Theraphy Requires
Correction
for
Sluble
Fibrin
Dehidration. Circulation 81(6) : 18181825, 1990.

4.

Ginsberg J.S. et al : A Venous


Thrombosis. KONAS PHTDI Semrang,
September 2001.

5.

Hirsh J and Hoak J : Management of


Deep Vein Thrombosis and Pulmonary
Embolism. Circulation 93:2212-2245,
1996.

6.

Karmel Tambunan : Thrombosis.


KONAS PHTDI Semarang, September
2001.

7.

Kerr T.M et al : Upper Extremity


Venous Thrombosis Diagnosed by
Duppex Scanning, The Am J of Surgery
160:120-206, 1990.

8.

Pradoni et al : Comparison os
Subcuteneus LMW Heparin with
intravenous Standard Heparin in
Oroximal DVT. Lancet 339:441-445,
1992.

3.

KESIMPULAN
Trombosis vena cukup sering
ditemukan pada penderita yang di
rawat di rumah sakit, terutama
terjadi pada immobilisasi yang lama
dan post operatif ortopedi.
Penyakit ini tidak menimbulkan
kematian, akan tetapi mempunyai
resiko besar untuk timbulnya emboli
paru yang dapat menimbulkan
kematian.
Faktor resiko trombosis vena adalah
operasi, kehamilan, immobilisasi,
kontrasepsi oral, penyakit jantung,
proses keganan dan obesitas.
Manifestasi kliniknya tidak spesifik,
sehingga memerlukan pemeriksaan
obyektif lanjutan.
Pengobatan
adalah
mencegah
timbulnya embol paru, mengurangi
morbiditas dan keluhan post flebitis
dan mencegah timbulnya hipertensi
pulmonal.

Pengobatan yang di anjurkan adalah


pemberian heparin dan dilanjutkan
dengan anti koagulun oral.

Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli Desember 2001

Trombosis vena dalam

9.

Prandoni et al : DVT and the incidence


of Subsequent Symptomatic cancer N.
Eng J Med. 327:1128-1133, 1992.

10. Rayu S et al : Saphenectomy in the


Presende
of
Chornic
Venous
Obstruction. Surgery 123:637-644,
1999.
11. Runge M.S et al : Prevention of
Thrombosis
and
Rethrombosis.
Circultion 82:655-657, 1990.
12. Srandness D.E. et al : Long-term
Sequelae Acute Venous Thrombosis.
JAMA 250:1289-1292, 1983.
13. Thomas J.H et al : Pathogenesis
Diagnosed,
and
Treatment
of
Thrombosis. The Am J of Surgery
160:547-551, 1990.
14. Warkentin E.E et al : Heparin Induced
Thrompbocytopenia in patient with
LMW Heprin or Unfranctioned
Heparin. N Eng J of Med 18:13301335, 1995.

Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.25. Juli Desember 2001

52

You might also like