You are on page 1of 17

ANALISIS ASAM NUKLEAT

Jeremia Jan Chandra Pranata, 1306414223


Teknik Kimia, Home Group Adenine
ABSTRAK
Asam nukleat merupakan molekul penting penyusun makhluk hidup. DNA dan RNA merupakan dua
jenis asam nukleat yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan informasi genetik. Keduanya dapat
dianalisis dengan berbagai metode, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa metode yang
akan dibahas adalah staining, RFLP, southern dan northern blot, elektroforesis gel, hibridisasi,
DNA/RNA sequencing, serta spektrofotometri, dan real-time PCR. Beberapa metode yang ada
mampu mengukur tingkat kemurnian, kandungan, dan jumlah amplifikasi dari asam nukelat.
Pembahasan akan meliputi penggunaan teknologi, batasan penerapannya, tingkat akurasi,
sensitivitas, spesifikasi, dan biayanya. Dengan adanya kemajuan teknologi ini, DNA dan RNA
mampu dimanfaatkan secara luas untuk berbagai keperluan, seperti deteksi sel kanker.
Kata kunci: asam nukleat, DNA, RNA, staining, RFLP, southern blot, northern blot, elektroforesis
gel, hibridisasi, DNA/RNA sequencing, serta spektrofotometri, real-time PCR, amplifikasi.

ISOLASI ASAM NUKLEAT


Ekstraksi atau isolasi asam nukleat adalah salah satu teknik dasar dalam biologi molekular. Tujuan
dari ekstraksi atau isolasi asam nukleat adalah membuang dan memisahkan asam nukleat dari
komponen sel lainnya (protein, karbohidrat, lemak, dll) sehingga asam nukleat yang diperoleh dapat
dianalisis dan atau dimodifikasi lebih lanjut dengan teknik biologi molekular lainnya. (Afiono, 2011)
Protokol ekstraksi atau isolasi asam nukleat biasanya melibatkan proses fisik dan kimia. Proses
tersebut biasanya dimulai dengan homogenisasi jaringan untuk meningkatkan jumlah sel atau
permukaan area yang akan dilisiskan. Homogenisasi jaringan sangat berguna untuk mengekstrak
asam nukleat dari organ atau jaringan. Langkah selanjutnya adalah permeabilisasi sel target.
Permeabilisasi sel dapat dilakukan dengan menggunakan detergen non-ionik sehingga tidak
mengikat asam nukleat seperti. Untuk melepaskan asam nukleat di dalamnya, sel perlu dilisiskan
terlebih dahulu. Biasanya menggunakan bufer hipotonik. Langkah selanjutnya berupa degradasi dan
presipitasi protein yang dapat dilakukan dengan pemanasan, enzime proteinase atau dengan
menggunakan garam chaotropic. Asam nukleat yang diperoleh dapat dipresipitasi untuk
dikonsentrasikan ke dalam volume yang lebih kecil. Presipitat yang sering digunakan adalah
isopropanol, etanol, dan PEG (polyethylene glycol). Setelah dilakukan presipitasi, langkah terakhir
adalah solubilisasi asam nukleat. Metode yang paling dikenal untuk ekstraksi/isolasi asam nukleat
adalah metode fenol/khloroform/isoamilalkohol.
Isolasi DNA
Isolasi DNA diawali dengan perusakan dan atau pembuangan dinding sel yang dapat dilakukan baik
dengan cara mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara enzimatis
seperti pemberian lisozim dan dilanjutkan dengan lisis sel. Isolasi DNA merupakan langkah untuk
mempelajari DNA. Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan
presipitasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat molekul
komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian bawah tabung
dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung (Mader, 1993). Hasil sentrifugasi akan
menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu super natan pada bagian atas dan pelet pada
bagian bawah (Campbell, 2002). Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin yang
bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi.
Isolasi RNA
Metode untuk ekstraksi RNA mirip dengan metode ekstraksi DNA. Namun, molekul RNA relatif
pendek dan lebih sulit rusak dengan shearing sehingga disrupsi sel dapat dilakukan dengan lebih
agresif. Meskipun begitu, RNA sangat mudah dicerna oleh RNase yang terdapat endogen dengan
1

konsentrasi yang bervariasi di dalam sel dan di eksogen di jari sehingga, untuk ektraksi RNA harus
menggunakan sarung tangan dan medium yang digunakan untuk isolasi harus mengandung
detergen kuat untuk segera mendenaturasi RNase yang ada. Alur isolasi RNA dari suatu jaringan
dapat dilihat pada gambar 1. Proses deproteinisasi harus dilakukan secara lebih agresif karena RNA
sering berikatan kuat dengan protein.

Gambar 1. Alur Isolasi RNA

Penambahan DNase dapat digunakan untuk menghilangkan DNA. RNA kemudian dipresipitasi
dengan etanol. Reagen yang sering digunakan untuk ekstraksi RNA adalah guanidinium thiocyanate
yang merupakan inhibitor kuat RNase dan merupakan denaturan protein. Integritas RNA dapat dicek
dengan elektroforesis menggunakan gel agarose. Spesies RNA yang terbanyak (molekul rRNA)
berukuran 23S dan 16S untuk prokariot dan 18S dan 28S untuk eukariot. RNA tersebut akan tampak
sebagai pita yang diskrit dalam gel agarose dan mengindikasikan komponen RNA lainnya masih
utuh. Proses ini biasanya dilakukan dalam keadaan denaturasi untuk mencegah terjadinya formasi
struktur sekunder pada RNA. RNA sangat sensitif terhadap nuklease. Semua basa RNA memiliki
grup 2-hidroksil reaktif sehingga mudah terjadi reaksi kimia yang menghasilkan air dan merusakkan
rantai gulanya. Yang perlu diingat, nuklease (RNase) relatif stabil di lingkungan dan bahkan kadang
masih dapat bertahan setelah proses denaturasi panas dan ekstraksi fenol.

A. ANALISIS KUALITATIF
1. STAINING
Staining adalah proses identifikasi adanya DNA atau RNA dengan memberikan pewarna (dye) ke
dalam sampel dan menganalisis warna untuk mengidentifikasi adanya DNA maupun RNA. Proses
pemberian warna adalah dengan menyisipkan zat yang dapat mengeluarkan warna ke dalam DNA
atau RNA. Terdapat banyak jenis pewarna yang dapat digunakan, seperti etidium bromida, SYBR
Gold, SYBR Green, SYBR Safe, Eva Green, dan Acridin Orange.
Etidium bromida
Etidium bromida merupakan pewarna yang paling umum digunakan untuk memvisualisasikan DNA.
Pewarna ini dapat digunakan dalam gel, baik pada larutan penyangga elektroforesis ataupun pada
gel. Molekul-molekul pewarna ini menempel pada rantai DNA dan bersifat fluoresens di bawah
cahaya UV. EtBr berikatan di antara basa hidrofobik pada nukleotida DNA dan memendarkan warna
kuning atau jingga pada panjang gelombang 290 nm. EtBr merupakan senyawa mutagenik dan
sangat berbahaya jika terpapar ke dalam tubuh manusia sehingga penggunaannya harus sangat
hati-hati.

Gambar 2. Ethidium Bromide (EtBr)

SYBR Gold
SYBR Gold digunakan untuk DNA rantai tunggal, rantai ganda, atau RNA. SYBR Gold merupakan
salah satu alternatif pewarna etidium bromida dan dinilai lebih sensitif daripada pewarna etidium
bromida. Tingkat fluoresens pewarna SYBR Gold di bawah sinar UV 1000 kali lebih tinggi daripada
etidium bromida saat berikatan dengan asam nukleat. Pewarna ini dapat juga digunakan pada gel
formaldehida.
SYBR Green
SYBR Green I dan II dapat berikatan dengan DNA dan berpotensial sebagai mutagen. Oleh karena
itu, pewarna ini harus ditangani dengan baik. SYBR Green I lebih cocok untuk digunakan pada DNA
rantai ganda, sedangkan SYBR Green II lebih cocok digunakan untuk DNA rantai tunggal or RNA.
SYBR Green bersifat 25 kali lebih sensitif dibandingkan dengan EtBr
SYBR Safe
SYBR Safe merupakan pewarna yang lebih aman daripada pewarna etidium bromida dan pewarna
SYBR lainnya. Pewarna ini memiliki tingkat sensitifitas yang sama dengan EtBr. Pewarna ini tidak
bersifat beracun dan aman untuk dibuang langsung ke dalam sistem pembuangan limbah. Pewarna
SYBR Safe dapat digunakan dengan blue-light transillluminator yang mengakibatkan lebih sedikit
kerusakan terhadap DNA yang diamati dan lebih efisien untuk proses kloning selanjutnya.
Eva Green
Eva Green adalah pewarna hijau-fluoresens yang digunakan pada PCR (Polymerase Chain
Reaction). Selain itu, pewarna ini juga cocok digunakan untuk gel yang memiliki titik leleh yang
rendah. Pewarna Eve Green bersifat sangat stabil di dalam suhu tinggi dan memiliki tingkat
fluoresens yang tinggi saat berikatan dengan DNA. Pewarna Eva Green juga dinilai memiliki tingkat
toksisitas yang rendah.
3

Acridin Orange
Pewarna lainnya adalah Acridin Orange (AO). Untuk analisis RNA, AO akan tereksitasi pada 460
nm dan memancarkan emisi 650 nm (merah). Untuk analisis DNA, AO akan tereksitasi pada 502
nm dengan emisi 565 nm dan memancarkan warna hijau. AO sendiri berikatan dengan asam nukleat
pada pH = 3,5.

Gambar 3. Acridin Orange


(N3,N3,N6,N6-tetranetilacridina-3,6-diamina)

2. HIBRIDISASI
Hibridisasi merupakan metode untuk menemukan gen tertentu di dalam DNA terdenaturasi yang
berasal dari kromosom utuh dengan menggunakan suatu probe. Metode inimemanfaatkan
kemampuan asam nukleat untuk membentuk molekul dengan dua rantai yang stabil ketika dua rantai
tunggal dengan basa yang komplementer digabungkan dalam kondisi yang sesuai. Metode ini
dilakukan pada media wadah tertentu (misal kaca preparat atau cawan petri). Probe adalah sekuens
asam nukleat yang telah diberi label atau penanda yang digunakan untuk mendeteksi basa nitrogen
dalam sekuens sampel DNA ataupun RNA. Probe memiliki urutan basa nitrogen yang komplementer
terhadap urutan basa nitrogen DNA dan RNA sampel. Probe biasanya berupa mRNA atau single
strained DNA (ssDNA). Probe biasanya terdiri dari 20-30 untaian basa dan diberi penanda radioaktif
atau penanda pendar. Radioaktif isotop fosfor atau fosfodiester yang berikatan pada DNA.

Teknik hibridisasi meliputi dua proses, yaitu


Denaturasi (pemisahan dua rantai asam nukleat yang komplementer)
DNA sampel dipisahkan menjadi rantai tunggal. DNA biasanya dipanaskan pada suhu 100C
atau dengan mengubah larutan tersebut dengan pH yang sangat tinggi (pH 13) untuk
memecah ikatan hidrogen yang terdapat di antara pasangan basa sehingga rantai asam nukleat
akan terpisah. Selain itu, pemisahan juga dapat menggunakan enzim restriksi.
Renaturasi (perpaduan kembali dua rantai asam nukleat).
Probe dipasangkan dengan DNA sampel dan kemudian dia analisis. Dilakukan dengan cara
pendinginan.
Berdasarkan objek pengamatannya, hibridisasi dibedakan menjadi
Fluorescent In Situ Hybridization (FISH)
Metode ini menggunakan probe yang mengandung komponen ber-fluoresen. Komponen ini
dapat berpendar jika dikenakan sinar UV sehingga lokasi gen yang dicari dapat diketahui.
Adapun probe yang digunakan hanya berupa potongan asam nukleat pendek untuk jenis gen
tertentu saja.
Genomic In Situ Hybridization (GISH)
Prinsip dasarnya hampir sama dengan FISH, hanya saja komponen yang menjadi probe adalah
keseluruhan genom DNA dari suatu spesies. Metode ini digunakan untuk memeriksa
penyebaran genomic DNA interspesies dan organisasi sekuensnya.

Untuk pengujian dengan hibridisasi,


diperlukan suatu probe asam nukleat
yang komplementer dicampur dengan
fragmen asam nukleat yang terdapat
pada bahan solid pada kondisi yang
mendukung terjadinya hibridisasi. Proses
hibridisasi dapat juga dilakukan dalam
larutan (bukan bahan solid). Baik DNA
yang hendak didiagnosis (target) maupun
probe dimasukkan dalam larutan buffer.
Kedua DNA tersebut bebas bergerak dan
proses hibridisasinya berlangsung 5-10
kali lebih cepat daripada di bahan solid.
Gambar 4. Hibridisasi Asam Nukleat

Proses hibridisasi dan visualisasi diawali dengan transfer DNA dari gel agarose ke nilon berpori atau
membrane nitroselulosa. Pada metode ini mula-mula gel didenaturasi dengan larutan dasar dan
diletakkan pada suatu nampan. Selanjutnya di atas gel hasil elektroforesis diletakkan nilon berpori
atau membrane nitroselulosa, kemudian di atasnya diberi pemberat. Semua fragment hasil
pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya berada pada gel akan ditransfer secara
kapiler ke membrane tersebut dalam bentuk untai tunggal.

3. BLOTTING
Blot adalah suatu teknik memindahkan bagian protein yang telah dipisahkan, RNA atau DNA dari
gel ke lembaran tipis atau matriks membran agar bagian protein tersebut mengalami imobilisasi.
RNA Blotting dan DNA Blotting umumnya disebut dengan istilah Northern Blotting dan Southern
Blotting. Blot analysis bermanfaat untuk mengidentifikasi bentuk berbeda, menentukan
memasukkan atau menyisipkan jumlah salinan dan untuk mendeteksi jumlah penyusunan DNA yang
mengalami perubahan.
Northern Blotting
Northern Blotting digunakan untuk menganalisis
urutan RNA (RNA sequence) tertentu di antara
kumpulan molekul RNA. Pada dasarnya metode ini
adalah
kombinasi
dari
denaturasi
RNA
elektroforesis gel dan staining. Pada proses ini,
RNA dipisahkan berdasarkan ukuran dan kemudian
ditransfer ke membran yang kemudian diperiksa
dengan pelengkap berlabel urutan kepentingan
tertentu. Hasilnya dapat digambarkan melalui
berbagai cara tergantung pada label yang
digunakan. Hasil yang paling dalam pada
penyataan band yang mewakili ukuran RNA
terdeteksi dalam sampel. Intensitas band-band ini
berkaitan dengan jumlah RNA target dalam sampel Gambar 5. Ilustrasi tahapan metode Northern Blotting
yang dianalisis. Prosedur ini umumnya digunakan
untuk mempelajari kapan dan berapa banyak ekspresi gen yang terjadi dengan mengukur berapa
banyak RNA hadir dalam sampel yang berbeda.
Langkah Northern Blotting, yaitu
Denaturasi atau pemisahan RNA di dalam sampel menjadi rantai tunggal.
Hal ini memastikan bahwa rantai RNA tidak dalam posisi terlipat dan tidak terdapat ikatan
diantara rantai molekul.
Gel elektroforesis
Molekul RNA dipisahkan berdasarkan ukuran melalui metode
RNA ditransfer dari gel ke blot membran.
5

Membran dilalui proses probe.


DNA atau RNA yang digunakan pada proses ini dipastikan harus memiliki urutan yang sesuai
dengan urutan sampel. Dengan begitu, probe dapat terhibridisasi atau terikat pada pecahan
RNA di membran.
Probe mengizinkan molekul RNA yang diinginkan dapat terdeteksi diantara molekul RNA lainnya
pada membran.

Southern Blotting
Southern
Blotting
adalah
metode
untuk
menganalisis urutan DNA tertentu dalam sampel
DNA. Analisis ini menggunakan dua komponen,
probe dan DNA target (berasalkan dari berbagai
organism). Southern blotting digunakan untuk
penemuan gen dan pemetaan DNA, evolusi dan
studi pengembangan, forensik, diagnostik, dan
modifikasi organisme.
Langkah Southern Blotting, yaitu
Isolasi DNA target.
DNA hasil isolasi kemudian dipotong dengan Gambar 6. Ilustrasi tahapan metode Southern Blotting
enzim restriksi dan potongan DNA
divisualisasi ke dalam elektroforesis.
Hasil elektroforesis direndam ke dalam larutan asam pekat untuk memecah ikatan ganda
DNA menjadi utas tunggal.
Melalui prinsip kapilaritas, DNA dalam gel dipindahkan ke dalam membran.
Untuk mengetahui sekuen, gen harus diisolasi dan ditandai di salah satu sisi (penanda
menggunakan radioaktif, atau alkaline phosphatase). Identifikasi gen menjadi mudah karena
banyak genom sudah diketahui urutan sekuennya.
Probe dapat dibuat sekuen oligonukleotida yang unik dan diatur hanya untuk gen yang kita
targetkan. Jika probe yang digunakan berisikan ologinuklotida yang umum maka probe akan
menempel di sembarang tempat. Probe yang dipersiapkan untuk southern ditandai menggunakan
radioaktif, biotin atau digoxigenin. Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk
memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran filter untuk
selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita
DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut mengandung gen yang diinginkan

4. SENTRIFUGASI
Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan
cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar,
sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan
di dalam sebuah mesin yang bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi.
Sentrifugasi merupakan proses penting dalam isolasi dan pemisahan sel. Sentrifugasi pada
pemisahan dan isolasi sel dapat menggunakan berbagai metode, yaitu metode sentrifugasi
perbedaan kecepatan, sentrifugasi bobot jenis bertingkat, sentrifugasi zonal, dan sentrifugasi
isopiknik. Metode sentrifugasi perbedaan kecepatan memiliki prinsip pemisahan sel berdasarkan
perbedaan ukuran organel sel dan densitas partikel. Partikel organel yang lebih rapat akan
membentuk pelet jika pada kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan partikel organel yang lebih
besar atau renggang walaupun memiliki massa yang sama besar. Makin besar ukuran sebuah
partikel, maka makin besar gaya sentrifugal yang dialaminya. Oleh karena itu partikel yang memiliki
ukuran yang lebih besar akan terendapkan lebih awal di dasar tabung.
6

5. ELEKTROFORESIS
Teknik elektroforesis digunakan untuk memisahkan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan
perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik dan mempurifikasi makromolekul.
Makromolekul yang dijadikan objek elektroforesis adalah protein dan asam nukleat yang memiliki
perbedaan muatan, bentuk, ukuran, kadar ion, dan molekul-molekul penyusunnya. Molekul-molekul
tersebut diletakkan dalam di dalam medan listrik sehingga akan bermigrasi karena adanya
perbedaan muatan. Molekul protein dan asam nukleat yang bermuatan negatif akan bergerak dari
kutub negatif menuju kutub positif dari gel elektroforesis. Elektroforesis mampu memisahkan
molekul-molekul seperti protein atau fragmen asam nukleat pada basa berdasarkan kecepatan
migrasi melewati gel elektroforesis. Secara prinsip, elektroforesis merupakan tahap memisahkan
campuran bahan-bahan berdasarkan perbedaan sifatnya. Dalam elektroforesis gel, pemisahan
dilakukan terhadap campuran bahan dengan muatan listrik yang berbeda-beda

Gambar 7. (a) Proses elektroforesis gel


(b) Contoh hasil analisis elektroforesis gel

Dari gambar di atas terlihat bahwa sampel DNA (asam nukleat) bergerak ke arah elektroda positif.
Pergerakan/migrasi dari molekul-molekul asam nukleat tersebut bergantung pada berat molekul
masing-masing molekul asam nukleat. Molekul yang memiliki berat lebih ringan (lebih panjang
rantainya) akan bergerak lebih lambat daripada molekul yang memiliki berat molekul lebih besar.
Dengan begitu, molekul asam nukleat dapat dibedakan atas berat molekulnya dengan cara
membandingkannya dengan sampel standar (sudah diketahui berat molekulnya). Berat molekul
asam nukleat sebanding dengan panjang rantainya sehingga asam nukleat juga dapat dibedakan
berdasarkan banyaknya pasangan nukleotidnya. Semakin banyak pasangan nukleotid yang
terkandung, maka akan semakin panjang pula rantainya.
7

Terdapat beberapa jenis elektroforesis yang dapat digunakan untuk menganalisis makromolekul
termasuk asam nukleat, yaitu elektroforesis gel agarosa, elektroforesis gel poliakrilamida,
elektroforesis gel 2D, dan elektroforesis isoenzim. Metode elektroforesis gel agarosa merupakan
metode yang paling umum (konvensional) yang dapat digunakan untuk menganalisis asam nukleat.
Metode ini mampu memisahkan fragmen DNA yang berukuran lebih besar dari 100 pasang basa
dan dijalankan secara horizontal. Elektroforesis poliakrilamid dapat memisahkan RNA atau DNA
berukuran kecil atau memiliki nukleotida sebanyak 500 atau kurang. Elektroforesis poliakrilamid juga
digunakan untuk menentukan urutan dua DNA (sequencing). Pemisahan DNA (asam nukleat) yang
memiliki ukuran lebih dari 25 kb (kilo base) biasanya dapat dipenuhi dengan menggunakan teknik
yang dinamakan pulsed-field electrophoresis, dimana teknik tersebut menyebabkan molekul DNA
mengubah orientasi medannya selama migrasi berlangsung.
Langkah-langkah elektroforesis:
DNA dipotong-potong dengan enzim
restriksi sesuai dengan recognition site yang
diinginkan.
Sampel kemudian diletakkan dalam media
agar. Media agar yang digunakan adalah
media agarose dan poliakrilamid.
Sampel diletakkan pada kutub negatif
sumbu-sumbu agar.
Sampel diberi pemberat berupa larutan
buffer seperti polietilenglikol atau gliserin,
bromofenol biru dan aquades agar dapat
masuk ke gel dengan baik.
Gel kemudian dialiri listrik dan sampel DNA
akan bergerak menuju kutub positif.
Semakin panjang rantai DNA maka semakin
banyak pula waktu yang dibutuhkan untuk
menuju kutub positif.
Kemudian sampel diberi warna (staining)
agar dapat terlihat jelas.

Gambar 8. Ilustrasi proses elektroforesis

Elektroforesis gel dapat digunakan untuk memisahkan asam nukleat berdasarkan ukurannya di
dalam agar atau gel poliakrilamida. Metode ini dapat memisahkan pecahan-pecahan asam nukleat
dengan ukuran 20 bp hingga 20 kb. Gel agarose ideal digunakan untuk pemisahan DNA, produk
PCR, dan gen DNA atau RNA sebelum dilakukan kloning, pengurutan (sequencing), Southern atau
Northern Blotting. Gel poliakrilamida dapat digunakan untuk elektroforesis gel poliakrilamida atau
PAGE.
Semua teknik elektroforesis membutuhkan arus listrik untuk menggerakkan molekul bermuatan
melalui matriks atau gel. Pada elektroforesis makromolekul, prinsipnya molekul yang lebih kecil akan
bergerak lebih cepat dan karena itu akan lebih jauh pada gel. Asam nukleat yang akan dianalisis
dimasukkan ke dalam gel agarose. Gel agarose tersebut akan berperean sebagai matrix untuk
menampung dan memisahkan molekul-molekul target. Gel tersebut dicelupkan dalam
ruang/peralatan elektroforesis beserta larutan penyangga yang memiliki arus listrik. Larutan
penyangga dibutuhkan untuk meminimalisir perubahan PH yang diakibatkan medan listrik dan untuk
mencegah gel menjadi terlalu panas akibat adanya arus listrik.

Gambar 9. DNA yang telah dianalisis

Dalam metode elektroforesis, dibutuhkan pewarna untuk memudahkan penampakan molekul asam
nukleat. Pewarna ini dibutuhkan karena molekul asam nukleat tidak memiliki warna. Terdapat
beberapa pewarna yang dapat digunakan, beberapa diantaranya adalah bromophenol blue dan
ethidium bromida. Pewarna bromophenol blue biasa digunakan untuk memonitor pergerakan
molekul di dalam gel. Pewarna ethidium bromida merupakan pewarna fluoresens yang digunakan
untuk proses staining pada DNA di gel agarose dan gel poliakrilamida.
6. PENGURUTAN DNA (DNA SEQUENCING)
Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA (adenine, guanine, cytosine dan thymine) dalam
segmen molekul DNA. Pengurutan (sequencing) asam nukleat memungkinkan kita mengetahui
kode genetik dari molekul DNA. Saat ini teknik DNA Sequencing sudah memasuki tahap baru yang
mengarah pada skala yang lebih besar atau high-throughput sequencing, jutaan bahkan miliaran
basa nukleotida DNA dapat ditentukan urutannya dalam sekali putaran saja.
DNA sequencing menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai pijakannya.
DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGT-nya dijadikan sebagai cetakan (template) untuk
kemudian diamplifikasi menggunakan enzim dan bahan-bahan yang mirip dengan reaksi PCR,
namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu. Proses ini dinamakan cycle sequencing
dimana primer yang digunakan hanya satu untuk satu arah pembacaan, tidak dua (sepasang)
seperti PCR dan ddNTPs (dideoxy-Nucleotide Triphosphate) adalah modifikasi dari dNTPs dengan
menghilangkan gugus 3-OH pada ribosa.
Saat proses ekstensi, enzim polimerase akan membuat rantai baru DNA salinan dari template
dengan menambahkan dNTP-dNTP sesuai dengan urutan pada DNA cetakannya. Jika yang
menempel adalah ddNTP maka otomatis proses polimerisasi akan terhenti karena ddNTP tidak
memiliki gugus 3-OH yang seharusnya bereaksi dengan gugus 5-Posfat dNTP berikutnya
membentuk ikatan posfodiester. Pada akhir cycle sequencing, yang dihasilkan adalah fragmenfragmen DNA dengan panjang bervariasi. Jika fragmen-fragmen tersebut dipisahkan dengan
elektroforesis, maka akan terpisah-pisah dengan jarak antar fragmennya satu basa-satu basa.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengurutkan molekul DNA. Metode Maxam-Gilbert
dan metode Sanger. Kedua metode tersebut menghasilkan fragmen-fragmen DNA dengan panjang
bervariasi, yang satu sama lain berbeda sebanyak satu basa tunggal. Dari fragmen-fragmen
tersebut kita dapat menarik kesimpulan mengenai sequence asam nukleat molekul DNA yang
diperiksa. Tekhnik yang digunakan adalah gel-gel poliakrilamid pendenaturasi (denaturing
polyacrylamide gels). Gel agarosa dapat memisahkan molekul-molekul DNA dengan perbedaan
panjang 30-50 basa, sedangkan gel poliakrilamid dapat memisahkan molekul-molekul DNA dengan
perbedaan panjang satu basa. Gel-gel pendenaturasi menyebabkan molekul DNA menjadi beruntai
tunggal dan tetap dalam keadaan seperti itu sepanjang proses elektroforesis. Gel pendenaturasi
mengandung urea dan dijalankan dengan suhu yang ditinggikan. Kedua hal tersebut mendorong
terjadinya pemisahan kedua rantai molekul DNA.

Metode Maxam-Gilbert
Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang dikembangkan oleh A.M.
Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan
disekuens harus dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau
suatu nukleotida pada ujung 3. Metode Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai
ganda maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam
dua tahap.
Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin. Pengaturan
masa inkubasi atau konsentrasi piperidin akan menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang
bermacam-macam ukurannya. Selanjutnya, basa dimodifikasi menggunakan bahan-bahan kimia
tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi basa G, asam format menyerang A dan G, hidrazin
akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan menghalangi reaksi T sehingga hanya
bekerja pada C. Dengan demikian, akan dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan
ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan ujung C.

Gambar 10.Target DMS dan Hidrazin pada urutan basa DNA

Metode Sanger
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Frederick Sanger pada tahun 1975, yaitu dengan
melakukan reaksi cycle sequencing pada empat tabung terpisah yang masing-masing berisi semua
pereaksi yang dibutuhkan. Khusus untuk ddNTP, yang ditambahkan hanya 1 jenis untuk setiap
tabung. Setiap tabung diberi tanda, A jika yang ditambahkan adalah ddATP, G jika ddGTP, C jika
ddCTP dan T jika ddTTP.

Gambar 11. Proses siklus sequencing

Setelah reaksi cycle sequencing selesai, keempat hasil reaksi tersebut di-running pada gel
elektroforesis sehingga fragmen-fragmen yang dihasilkan dapat terpisah. Urutan basa DNA dapat
ditentukan dengan mengurutkan fragmen yang muncul dimulai dari yang paling bawah (paling
pendek). Fragmen DNA dapat divisualisasi karena primer yang digunakan dilabel dengan radioaktif
atau fluorescent. Pada teknik lain, bukan primer yang dilabel melainkan dNTP.
10

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses DNA sequencing dengan metode Sanger:
DNA utas tunggal dalam jumlah cukup sebagai template DNA
Primer yang sesuai (sepotong kecil DNA yang berpasangan dengan template DNA dan
berfungsi sebagai starting point untuk replikasi
DNA polymerase (enzim yang mengkopi DNA, menambahkan nukleotida baru ke ujung 3 dari
template
Sejumlah nukeotida normal
Sejumlah kecil dideoxynucleotide yang dilabel (radioaktif atau dengan pewarna fluorescent)
Metode Sanger pada dasarnya memanfaatkan dua sifat dari salah satu subunit enzim DNA
polimerase yang disebut fragmen klenow. Kedua sifat tersebut adalah kemampuan untuk
menyintesis DNA dengan adanya dNTP dan ketidakmampuan untuk membedakan dNTP dengan
ddNTP. Jika molekul dNTP hanya kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom C nomor 2 gula
pentosa, molekul ddNTP atau dideoksi nukleotida juga akan kehilangan gugus OH pada atom C
nomor 3 sehingga tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester. Artinya, jika ddNTP disambungkan
oleh fragmen klenow dengan suatu molekul DNA maka polimerisasi lebih lanjut tidak akan terjadi
atau terhenti. Basa yang terdapat pada ujung molekul DNA ini dengan sendirinya adalah basa yang
dibawa oleh molekul ddNTP.
Sekuensi DNA menggunakan metode dideoksi dilakukan pada empat reaksi yang terpisah. Keempat
reaksi ini berisi dNTP sehingga polimerisasi DNA dapat berlangsung. Namun, pada masing-masing
reaksi juga ditambahkan sedikit ddNTP sehingga kadang-kadang polimerisasi akan terhenti di
tempat-tempat tertentu sesuai dengan ddNTP yang ditambahkan. Jadi, di dalam tiap reaksi akan
dihasilkan sejumlah fragmen DNA yang ukurannya bervariasi, tetapi ujung 3nya selalu berakhir
dengan basa yang sama.
7. RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISMS
RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphisms) merupakan perbedaan pada homolog urutan
DNA yang dapat dideteksi dengan menggunakan adanya perbedaan fragmen DNA yang telah
dipotong dengan menggunakan enzim endonuklease tertentu. RFLP digunakan sebagai penanda
molekular karena spesifik untuk setiap tunggal atau kombinasi dari enzim restriksi. Aplikasi dari
RFLP dapat digunakan untuk pemetaan genom, genome typing, tes paternitas, forensik dan
diagnostik hereditas penyakit. Tahapan RFLP meliputi 4 tahapan yaitu, isolasi DNA, pemotongan
DNA dengan enzim restriksi endonuklease, elektroforesis hasil pemotongan DNA dan southern blot.

B. ANALISIS KUALITATIF
1. POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
PCR merupakan teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in vitro (dalam tabung
reaksi) pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang
digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya
komplemen dengan DNA cetakannya. Metode ini merupakan metode yang paling sensitif untuk
mendeteksi asam nukleat karena primer perbanyakan yang sesuai dapat diatur. Sensitivitas PCR
mengikuti persamaan eksponensial berikut:
Nn = N0 x (1+E)n
Dimana Nn
N0
E
n

= jumlah molekul DNA setelah n siklus dari PCR


= jumlah molekul sebelum PCR
= efisiensi dari amplifikasi (0<E<1). Nilai E yang mendekati 0 menandakan PCR
mendekati plateau phase
= banyak siklus

PCR melakukan perbanyakan DNA antara dua primer tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in
vivo). Dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (template) yang mengandung
DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA
11

polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Selanjutnya,


kedua primer akan saling mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang
terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan
gugus hidroksil bebas pada karbon 3. Setelah kedua primer menempel pada DNA cetakan, DNA
polimerase mengatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang
komplemen dengan urutan nukleotida cetakan. DNA polimerase mengatalisis pembentukan ikatan
fosfodiester antara OH pada karbon 3 dengan gugus 5 fosfat dNTP yang ditambahkan sehingga
proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan
arah 53. Peristiwa ini disebut reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan
menambahkan dNTP yang komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA cetakan.
Komponen proses PCR:
1. Enzim DNA Polymerase
2. Primer : oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA
template yang akan diperbanyak.
3. Reagen lainnya : dNTP untuk reaksi polimerisasi dan buffer yang mengandung MgCl2.
Konsentrasi ion Mg2+ sangat penting untuk mempengaruhi proses primer annealing, denaturasi,
spesifisitas produk, aktivitas enzim, dan fidelitas reaksi.

Gambar 12. Amplifikasi Potongan DNA

12

Tahapan PCR:
1. Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda membelah menjadi dua untai tunggal. Hal ini
disebabkan suhu denaturasi yang tinggi mampu memutuskan ikatan hidrogen antara basa-basa
yang komplemen. Akibat denaturasi, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi
polimerisasi pada siklus sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90oC 95oC.
2. Penempelan Primer (Annealing)
Pada tahap ini, primer menuju ke daerah spesifik yang berkomplementer dengan urutan primer.
Ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplementernya pada template.
Proses ini terjadi pada suhu 50oC 60oC. Selanjutnya, DNA polimerase akan berikatan sehingga
ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila
dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72oC.
3. Reaksi polimerisasi (extension)
Reaksi polimerisasi (perpanjangan rantai) terjadi pada suhu 72oC. Primer yang telah menempel
tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan penambahan dNTP yang
komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka
daerah yang dibatasi oleh dua primer akan diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon
yang berupa untai ganda) sehingga mencapai jumlah salinan yang dapat dirumuskan dengan
(2n)x dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA.
PCR terbagi menjadi 2 macam, yaitu Real-Time PCR dan Real Competitive PCR.
Real-Time PCR
Real Time PCR adalah suatu metoda analisa yang dikembangkan dari reaksi PCR. Dalam ilmu
biologi molekular, Real Time PCR (Quantitative Real Time Polymerase Chain Reaction atau Kinetic
Polymerase Chain Reaction) adalah suatu teknik pengerjaan PCR di laboratorium untuk
mengamplifikasi (memperbanyak) sekaligus menghitung (kuantifikasi) jumlah target molekul DNA
hasil amplifikasi tersebut. Real Time PCR memungkinkan dilakukannya deteksi dan kuantifikasi
(sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif setelah dinormalisasi terhadap
input DNA atau gen-gen penormal yang ditambahkan) sekaligus terhadap sekuens spesifik dari
sampel DNA yang dianalisa.
Cara kerja Real Time PCR yang utama adalah DNA yang telah diamplifikasi dihitung setelah
diakumulasikan dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus amplifikasi selesai. Terdapat
dua cara yang umum digunakan:
Menggunakan zat pewarna fluoresensi yang akan terinterkalasi dengan DNA rantai ganda
(dsDNA) misalnya SYBR Green
Probe (penanda) yang berasal dari hasil modifikasi DNA oligonukleotida yang akan berpendar
(flourensensi) ketika terhibridisasi dengan DNA komplemen, misalnya probe FRET (Hybridisasi)
dan probe TaqMan. Dalam setiap pengamatan proses PCR, sinyal fluoresensi yang dipancarkan
akan meningkat secara proporsional setiap siklus PCR telah berhasil dilakukan sejalan dengan
bertambahnya produk DNA (DNA hasil amplifikasi) yang dihasilkan.
Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
RT-PCR merupakan bagian dari proses PCR biasa. Perbedaannya dengan PCR yang biasa adalah
pada proses ini berlangsung satu siklus tambahan yaitu adanya perubahan RNA menjadi cDNA
(complementary DNA) dengan menggunakan enzim reverse transkriptase. Reverse Transcriptase
adalah suatu enzim yang dapat mensintesa molekul DNA secara in vitro menggunakan cetakan
RNA. Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan DNA polimerase,
primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR, cetakan yang digunakan pada RT-PCR
adalah RNA murni. Oleh karena primer juga dapat menempel pada DNA selain pada RNA, maka
DNA yang mengkontaminasi proses ini harus dibuang.

13

Gambar 13. Real competitive PCR mendekati analisis gen. Total RNA dicatat
dengan heksamer yang random. Selanjutnya, sebuah DNA kompetitif
oligonukelotida (dengan basa yg berbeda 1 dari gen) ditambahkan pada PCR.
Reaksi penambahan basa ini dilakukan dengan menamg berbeda.

2. SPEKTROFOTOMETRI
Spektrofotometri adalah suatu metode analisis untuk mengukur konsentrasi senyawa berdasarkan
kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Alat ini terdiri dari
spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu, sementara fotometer adalah pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi.
Spektrofotometer dilengkapi sumber cahaya atau gelombang elektromagnetik, baik cahaya UV
(ultra-violet) atau pun cahaya nampak (visible). Komponen utama dari alat ini adalah sumber
cahaya, pengatur intensitas, monokromator, kuvet, detektor, penguat arus dan indikator atau layar.
Keberadaan DNA dalam suatu organisme secara kuantitatif dapat diketahui dengan metode
spektrofotometri. Uji kuantitatif DNA adalah analisis untuk menentukan kandungan atau jumlah DNA
yang terdapat dalam suatu zat atau komponen zat yang sebelumnya telah diketahui keberadaan
DNA plasmidnya dalam larutan contoh dengan cara uji kualitatif. Analisis kuantitatif merupakan salah
satu teknik analisis yang bertujuan untuk menentukan jumlah atau seberapa banyak suatu zat atau
komponen zat.
Jumlah DNA didefinisikan dengan berat molekul bukan oleh volume. Untuk mengetahui jumlah DNA,
maka DNA hasil isolasi harus dianalisis dengan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang
260 nm. Kualitas DNA yang berhubungan dengan kemurnian terhadap kontaminan protein dapat
dilihat dari perbandingan absorbansi suspensi DNA pada panjang gelombang 260 nm terhadap 280
nm. Penentuan panjang gelombang maksimum perlu dilakukan untuk mengetahui dimana terjadi
absorpsi maksimum dan untuk meningkatkan proses absorpsi larutan terhadap sinar. Panjang
gelombang yang digunakan untuk mengetahui kandungan DNA atau RNA menggunakan
spektrofotometri UV adalah 260 nm, sedangkan untuk mengetahui kandungan protein
menggunakan spektrofotometri UV dengan panjang gelombang 280 nm.
14

Rasio OD260 atau OD280 antara 1,8 - 2,0 mencerminkan DNA yang relatif murni dan terbebas dari
kontaminan protein. Nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dapat dikonversikan menjadi
konsentrasi, yaitu nilai 1 pada OD260 = 50 ug DNA rantai ganda tiap mililiter.
Spektrofotometri UV-Vis (Ultra Violet-Visible)
Uji kuantitatif DNA dapat dilakukan dengan spektrofotometri UV-Vis. DNA murni yang didapatkan
dari proses isolasi dan uji kuantitatif dapat menyerap cahaya ultraviolet karena keberadaan basabasa purin dan pirimidin. Pita ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada = 260 nm, sedangkan
kontaminan protein atau phenol akan menyerap cahaya pada = 280 nm sehingga kemurnian DNA
dapat diukur dengan menghitung nilai absorbansi = 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi = 280
(260/280), dan nilai kemurnian DNA berkisar antara 1.8-2.0. Pengukuran konsentrasi DNA
digunakan rumus sebagai berikut:
[DNA] = 260 x 50 x faktor pengenceran
260 = Nilai absorbansi pada 260 nm
50 = larutan dengan nilai absorbansi 1.0 sebanding dengan 50 ug untai ganda DNA per ml
(dsDNA)
[RNA] = 260 x 40 x faktor pengenceran
40 = 40ug/ml untai tunggal RNA (ssRNA)

Spektrofotometri Vis (Visible)


Sumber sinar atau energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum
elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang cahaya tampak
adalah 380 750. Sumber cahaya tampak yang umumnya dipakai pada spektro visible adalah
lampu Tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama Wolfram merupakan unsur kimia dengan
simbol W dan nomor atom 74. Tungsten mempunyai titik didih yang lebih tinggi (3422C)
dibandingkan logam lainnya karena sifat inilah, ia digunakan sebagai sumber lampu. Sampel yang
dapat dianalisis dengan metode ini hanya sampel yang memiliki warna. Hal ini menjadi kelemahan
tersendiri dari metode spektrofotometri visible. Oleh karena itu, untuk sample yang tidak memiliki
warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagent spesifik yang akan
menghasilkan senyawa berwarna. Reagen yang digunakan harus betul-betul spesifik agar hanya
bereaksi dengan analit yang akan dianalisis. Selain itu, produk senyawa berwarna yang dihasilkan
harus benar-benar stabil.
3. DNA MICROARRAY
DNA microarray adalah teknologi yang digunakan untuk melihat urutan sekuens asam nukleat yang
berada pada lokasi tertentu dan dapat digunakan untuk menganalisis beribu-ribu sampel pada waktu
yang bersamaan. Prinsipnya adalah mengandalkan kemampuan DNA sampel yang telah dilabel
dengan zat fluorescent untuk melakukan rekombinasi dengan probe yang telah ada pada chip
microarray.

15

Gambar 14. Tahapan Umum pada Microarray

Aplikasi microarray banyak digunakan dalam deteksi kanker di mana sel kanker mengalami
abnormalitas dalam mengekspresikan gennya. Teknologi ini juga memungkinkan untuk mengetahui
tahapan perkembangan sel kanker dengan melihat level ekspresinya terhadap probe spesifik yang
telah terdapat pada chip microarray. Dalam analisis ini digunakan sampel DNA normal dan DNA
kanker atau tumor. Kedua jenis DNA ini kemudian diamplifikasi dan masing-masing diberi pewarna
fluorescent yang berbeda satu sama lain. Pada contoh yang ditampilkan, DNA normal diberi warna
hijau, dan DNA tumor memiliki warna merah. Setelah proses hibridisasi, tiap DNA akan
memancarkan cahaya sesuai dengan zat warna yang dibawa masing-masing. Bila DNA membawa
ekspresi normal dan tumor, maka akan muncul wana lain, seperti kuning. Namun bila tidak ada DNA
yang mampu melakukan hibridisasi dengan probe, pewarna tidak terekspresi dan terlihat berwarna
hitam. Warna tersebut kemudian dibaca oleh detektor dan diubah menjadi data grafik sehingga
dapat dianalisis secara kuantitatif.
C. KESIMPULAN
Analisis asam nukleat dapat dilakukan melalui uji kualitatif dan uji kuantitatif. Uji kualitatif bertujuan
mengetahui urutan DNA atau RNA yang ingin diuji dan mengidentifikasi keberadaan makromolekul.
Sedangkan uji kuantitatif bertujuan mengetahui konsentrasi DNA atau RNA sampel dan melakukan
identifikasi DNA atau RNA tertentu terhadap molekul-molekul DNA atau RNA lain.
Terdapat banyak teknik analisis yang dapat digunakan untuk mendeteksi serta mempelajari
makromolekul asam nukleat. Beberapa di antaranya adalah staining, hibridisasi, blotting,
sentrifugasi, elektroforesis, DNA sequencing, RFLP, spektrofotometri, PCR, dan DNA microarray.
Metode-metode analisis tersebut memungkinkan adanya pengamatan, pemisahan, dan penandaan
molekul-molekul asam nukleat berupa DNA dan RNA.

16

DAFTAR PUSTAKA
Afiono, Prasetyo, dr., Ph.D. 2011. Teknik Biologi Molekular Dasar . Surakarta: UNS Press. ISBN:
979-498-572-4.
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K, and Watter, P. 2002. Molecular Biology of
The Cell, 4th ed. New York: Garland Science.
Brown, S.M., Hay, J.G., Ostrer, H. 2009. Essentials of Medical Genomics, 2nd ed. New Jersey:
John Wiley & Sons, Inc.
Campbell, N.A.; Reece, J.B. 2002. Biology, 6th ed. San Francisco: Benjamin Cummings.
Corkill, G., Rapley, R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools and Techniques. In:
Molecular Biomethods Handbook, 2nd ed. New Jersey: Walker, J.M., Rapley, R. Humana
Press.
Dawn, Marks., Marks Allan D., Smith Colleen M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah
Pendekatan Klinis Edisii 1. Jakarta: EGC.
Harth, D.L., Jones, E.W. 2000. Genetics, Analysis of genes and genomes, 5th ed. Jones & Bartlett
Publishers.
Karp, Gerald. 2010. Cell and Molecular Biology Concepts and Experiments, 6th ed. New Jersey:
John Wiley & Sons.
Mader, Sylvia S. 1993. Biology Part Two: Genetic Basis of Life. Iowa: Dubugue.
McPherson, M.J., Moller, S.G. 2006. PCR, 2nd ed. New York: Taylor & Francis Group. Madison
Avenue.
Primrose, S. B., R. M., Twyman, R. W. Old. 2001. Principle of Gene Manipulation, 6th ed. UK:
Blackwell Science, Ltd.
Stainsfield, William., Jaime, S. Colome, Raul, J. Cano. 2003. Schaums Easy Outlines Molecular
and Cell Biology. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Strachan T, Read AP. 1999. Human Molecular Genetics, 2nd ed. New York: Wiley-Liss.

17

You might also like