You are on page 1of 21

KONSEP DASAR DEPRESI POST PARTUM

1. Insiden dan angka kejadian


Depresi post partum terjadi pada 33% wanita setelah melahirkan, karena kelahiran
dianggap sebagai peristiwa bahagia, tetapi wanita tersebut mengalami gangguan
emosi. Penelitian melaporkan bahwa wanita yang beresiko tertinggi untuk PPD adalah
mereka yang memiliki riwayat depresi, pengalaman selama kehamilan dan wanita
dengan diagnosis sebelumnya PPD memiliki resiko kambuh 25 %. Selain memiliki
riwayat depresi, kehidupan yang penuh dengan tekanan, seperti perawatan anak,
kurangnya dukungan sosial (terutama dari pasangan) dan kehamilan yang tidak
diinginkan adalah sebagai faktor risiko (Perry, 2010). di Amerika Serikat PPD terjadi
pada 20% wanita hamil dan 60 % pada remaja (Caple & Uribe, 2012). Frekuensi
terjadinya depresi meningkat seiring dengan bertambahnya waktu setelah melahirkan.
8,5 % wanita memperlihatkan tanda-tanda depresi dalam beberapa hari pertama. Pada
minggu ke-12 sebanyak 14,2 % wanita memperlihatkan depresi. Angka keseluruhan
insiden depresi pada wanita pascapartum adalah sebesar 10,4 % (Reeder, 2011).
Prevalensi PPD di scotlandia meningkat dari 4,5 % menjadi 28 %. Dari studi
penelitian dijelaskan bahwa 13% ibu mengalami PPD dalam waktu 12 minggu setelah
melahirkan. Penelitian yang lain menyebutkan terjadi peningkatan menjadi 15 % di
masyarakat (Doucet, Dennis, Letourneau, & Blackmore, 2009).
2. Definisi
Depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dengan menunjukkan prilaku
kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan
selera untuk berhubungan intim dengan suami). DPP adalah suatu kondisi depresi yang
yang berat dapat terjadi dalam waktu segera setelah melahirkan, tetapi kemungkinan
tidak terdeteksi selama beberapa bulan pascapartum. Wanita mengalami rasa
kehilangan dan kesedihan yang mendalam dan menetap, disertai dengan kecemasan,

iritabilitas, gangguan tidur, kurang nafsu makan, perasaan bersalah, fobia. DPP
biasanya berlangsung selama sekitar 1 tahun pascapartum (Reeder, 20110).
3. Patofisiologi
Depresi adalah penyakit mental yang cenderung menurun dalam keluarga. Wanita
dengan riwayat keluarga depresi cenderung lebih mudah terkena depresi. Selain bakat
bawaan, perubahan hormon setelah melahirkan diduga memicu depresi. Ketika wanita
hamil, kadar hormon estrogen dan progesteron sangat meningkat. Dalam 24 jam
pertama setelah melahirkan, kadar hormon tersebut dengan cepat kembali normal.
Perubahan besar dalam kadar hormon dapat menyebabkan depresi. Hal ini hampir sama
dengan perubahan hormon lebih kecil yang dapat mempengaruhi suasana hati
perempuan sebelum mendapat haid. Kadar hormon tiroid juga bisa turun setelah
melahirkan. Tiroid adalah kelenjar kecil di leher yang membantu mengatur penggunaan
dan penyimpanan energi dari makanan. Penurunan tingkat hormon tiroid dapat
menyebabkan gejala depresi (Perry, 2010).
4. Tanda dan gejala
Dalam jangka waktu 2 minggu, wanita menunjukkan perubahan mood depresi atau
hilangnya minat dalam aktivitas sehari-hari yang merupakan indikator dari prilaku
normal sehingga mengakibatkan gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Sedikitnya 4 dari gejala berikut harus ada untuk diagnosis, yaitu : adanya perubahan
berat badan, insomnia atau hipersomnia, psikomotor agitasi atau retardasi, kelelahan
atau kehilangan energi, perasaan tidak berharga/bersalah, penurunan kemampuan untuk
berfikir/konsentrasi, dan keinginan untuk bunuh diri, serta perasaan bersalah menjadi
seorang ibu yang ekonominya kurang (Doucet. et all. 2009).
Depresi merupakan gangguan yang betulbetul dipertimbangkan sebagai psikopatologi
yang paling sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak jarang berakhir dengan
kematian. Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan gejala kecemasan.
Manifestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering timbul sebagai keluhan umum
seperti : sukar tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi, hingga pikiran
mau bunuh diri. Keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang

terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal yang terutama mengkhawatirkan adalah
pikiran pikiran ingin bunuh diri, wahamwaham paranoid dan ancaman kekerasan
terhadap anakanaknya. Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum,
depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :
a. Mimpi buruk. Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi mimpi yang
menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan
insomnia.
b. Insomnia. Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya
seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup
manusia.
c. Fobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak
dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu
irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering merasakan
kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah
Caesar akan merasakan emosi yang bermacammacam. Keadaan ini dimulai
dengan perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita
yang pernah mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula
untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan
peralatan operasi dan jarum.
d. Kecemasan. Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena
dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya
sebagian besar tidak diketahuinya.
e. Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali
penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali
dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar
merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya
pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu
dan tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu.

f. Perubahan mood. Depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut :


kurang nafsu makan, sedih murung, perasaan tidak berharga, mudah marah,
kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit
konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak,
tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan
orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang
tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini
menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang
ditemui ibu yang benarbenar memusuhi bayinya. Depresi postpartum sering
disertai gangguan nafsu makan dan gangguan tidur, rendahnya harga diri dan
kesulitan untuk mempertahankan konsentrasi atau perhatian (Perry, 2010).

5. Faktor resiko
Para peneliti mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya DPP adalah stress,
karakteristik prilaku individu, tekanan hidup misalnya konflik keluarga/perkawinan,
kemiskinan, pendidikan yang rendah, single parents, multiparitas, support dan
motivasi yang kurang dari pasangan, penyakit fisik/mental kronis, harga diri rendah,
riwayat prenatal, merasa terjebak dan terisolasi dan kesulittan dalam melakukan
perawatan pada bayi baru lahir.komplikasi persalinan (ex : SC yang tidak
direncanakan), bayi yang dirawat di NICU, kelelahan yang tidak ada henti-hentinya
atau energi yang sangat tinggi selama periode postpartum menunjukkan dapat
meningkatkan resiko PPD (Caple & Uribe, 2012).

6. Dampak depresi post partum pada ibu dan janin:

Depresi berat pasca melahirkan dapat menyebabkan kurangnya ikatan ibu-bayi,


keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi, akan meningkatkan
risiko gejala kecemasan atau depresi pada bayi dikemudian hari. Gangguangangguan
psikologis yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit
banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari, serta dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi tersebut (Perry, 2010).
Efek pada bayi, dapat menurunkan respons orientasi dan menyebabkan keterlambatan
keterikatan dan tahapan perkembangan. Dapat menyebabkan gangguan tidur pada
bayi. Dan gangguan nutrisi (Reeder, 2011).

7. MANAGEMENT MEDIS
Obat yang diberikan pada ibu dengan DPP adalah antidepresan, antianxiety, dan ECT
(Perry, 2010).Antidepresan trisiklik (misalnya, Nortriptilin 50-150 mg/hari) untuk
wanita dengan gangguan tidur. Efek samping dari antidepresan trisiklik termasuk
mengantuk, berat badan bertambah, mulut kering, sembelit, dan disfungsi seksual.
Biasanya, gejala mulai berkurang dalam 2-4 minggu. Dan penyembuhan total dapat
berlangsung beberapa bulan. Pada sebagian responden, meningkatkan dosis dapat
membantu. Obat anxiolytic seperti lorazepam dan clonazepam berguna sebagai
pengobatan adjunctive pada pasien dengan kecemasan dan gangguan tidur. Data awal
menunjukkan bahwa estrogen, sendiri atau kombinasi dengan antidepresan,
bermanfaat, namun tetap antidepresan menjadi lini pertama pengobatan. Jika ini adalah
episode pertama dari depresi, pengobatan selama 6-12 bulan dianjurkan. Obat
diberikan untuk depresi sedang sampai berat. Obat yang umum digunakan antara lain
golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), SNRI, dan tricyclic
antidepressants serta benzodiasepin sebagai tambahan. Obat anti depressant tidak
dapat digunakan hanya 1-2 minggu, karena efeknya baru terasa setelah 2 minggu.
Umumnya diberikan selama 6 bulan.

8. MANAGEMENT KEPERAWATAN
a. Deteksi dini gejala DPP, perawat harus menjadi pendengar yang baik dan
memberikan perawatan yang maxsimal kepada ibu dengan DPP. Memberikan
asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, dx keperawatan, renpra, intervensi
dan evaluasi (Perry, 2010).
b. Modifikasi Lingkungan, Lingkungan keluarga penting dalam penyembuhan. Suami
harus pengertian. Serta keluarga harus mendukung ibu serta membantu dalam
merawat anak (Gilbert, 2003).
c. Banyak wanita lebih memilih intervensi nonpharmacological, karena pharmacologi
berpotensi terjadi penularan obat ke ASI, takut kecanduan atau ketergantungan,
sehingga merugikan ibu dan bayinya. akhir-akhir ini ditemukan intervensi pada
pengobatan PPD dengan memberikan konseling nondirective, misalnya terapi
prilaku kognitif, interpersonal psikoterapi (IPT), dan telepon berbasis dukungan.
Dengan memberikan intervensi secara dini yaitu terapi hubungan ibu-bayi,
intervensi peningkatan gangguan tidur (Doucet et all, 2009).
d. Managemen Keperawatan pada DPP menurut Gilbert & Harmon (2003) adalah :
Deteksi awal terjadinya Depresi post partum dengan menggunakan instrumen
Edinburgh Postnatal Depression Scale EPDS dan PDSS (Postpartum Depression
Screening Scale (PDSS) (White, 2008)

Intervensi untuk mengurangi ketakutan ibu :

1) Sediakan waktu untuk pasien dalam mengekspresikan perasaan takutnya, dan


libatkan keluarga dan ibu dalam pengobatan dan penyelesaian masalahnya
2) Libatkan pasangan/suami untuk mengurangi ketakutan pada ibu postpartum,
karena partner akan memberikan dukungan dan motivasi untuk menurunkan
ketakutannya
3) Bantu orang tua untuk mendiskusikan perasaannya dengan anak-anak yang lain
agar tidak terjadi siblings, yang disebabkan kehadiran anggota baru (bayi)
4) Jelaskan resiko pada bayi dan dirinya jika terjadi depresi setelah melahirkan
5) Anjurkan ibu berkonsultasi dengan tim medis seperti, spesialis maternitas,
konselor, pekerja sosial atau orang lain yang bisa dipercaya dan diyakini.
Intervensi untuk meningkatkan harga diri ibu :
1) Jadilah active listening
2) Bantu pasien untuk membuat strategi dalam menghadapi kelahiran dan
postpartum
3) Bantu dan motivasi ibu untuk berpartisipasi dalam perawatan bayinya
(Gilbert, 2003)
9. Aspek Etik dan Legal dalam penatalaksanaan Depresi Post Partum :
Dalam melakukan tindakan keperawatan kepada klien, perawat harus memperhatikan
aspek etik dan legal dalam penetalaksanaan depresi post partum. aspek etik menuntun
profesi untuk melakukan amalan baik atau bertindak dengan tepat sesuai norma (nilai
baik) yang berlaku. Profesi Perawat sebagai pemberi pelayanan yang profesional harus
memperhatikan 3 hal diantaranya adalah

a.
b.

Fokus profesi
1) CLIENT ORIENTED, berorientasi pada klien
2) ALTRUISM, pengorbanan
3) DUTY OF CARE, kewajiban merawat
Adapun prinsip-prinsip etik yang harus diperhatikan adalah beneficience, non
maleficience, autonomy, justice, veracity, fidelity.
1) BENEFICIENCE, memberikan intervensi yang terbaik terhadap pasien
2) NON
MALEFICIENCE,
menghindari
tindakan
yang
merugikan
pasien/malpraktek

3) AUTONOMY, Memberikan kebebasan pada klien menentukan pilihan yang


paling sesuai bagi klien dan didasari oleh pemahaman klien yang baik . serta
perawat harus memberikan informasi yang jelas dan dimengerti oleh klien.
4) JUSTICE, Berlaku adil dan tidak membeda bedakan perlakuan terhadap klien
dengan klien lainnya. Memberikan segala sesuatu yang menjadi hak klien
dalam

asuhannya

sesuai

dengan

kondisi

klien.

Pertimbangan

untuk

melaksanakannya adalah prinsip beneficience dan maleficience


5) FIDELITY, Loyalitas dan komitment terhadap tugas dan pekerjaannya sesuai
dengan profesinya. Bersikap positif terhadap klien. Menjaga rahasia dan
menjamin hubungan saling percaya dan saling menghormati
6) VERACITY, Berlaku jujur terhadap pasien terkait dampak dari depresi post
partum
Pada dasarnya fokus uttama dalam memberikan pelayanan kepada klien dengan
DPP adalah harus tetap memperhatikan prinsip etik yang ada. tetapi jangan lupa
tetap berkolaborasi dengan tim medis yang lain. Baik dokter maupun psikoterapi.
Sehingga pada saat perawat memberikan intervensi tidak menyimpang dari
kompetensi perawat itu sendiri.
10. Strategi dan Peran Perawat
a. Identifikasi dan intervensi secara dini prognosenya pada wanita yang mengalami
depresi postpartum adalah baik. Beberapa kasus yang pernah dilaporkan tertangani
dengan baik jika efek depresi post partum ini diketahui sejak awal. Pencegahan
yang paling utama adalah informasi tentang faktor resiko terjadinya depresi
postpartum di masyarakat sebagai nilai penting untuk mencegah terjadinya depresi
ini. Skrining awal terjadinya depresi postpartum ini dapat diketahui saat ibu
membawa bayinya pada tempat pelayanan kesehatan untuk dilakukan imunisasi
sehingga pencegahan terjadinya depresi postpartum dan depresi secara umum dapat
dihindari
b. Perawat harus melakukan pengkajian meliputi: identifikasi dini terhadap faktor
resiko, riwayat depresi post partum, gangguan afektif dlm keluarga, sosial ekonomi

yang rendah, ketidakstabiilan perkawinan, orang tua tunggal dengan keterbatasan


dukungan, ambivalensi, negativitas mngenai peran menjadi orang tua, riwayat
penganiyayaanatau pengabaian saat anak-anak, kekecewaan dan kritik terhadap
diri, Tanda-tanda prediksi awal yang berhubungan dengan prilaku ibu dan interaksi
dengan bayinya: kurangnnya kehangatan, orang pendukung yang peduli,
ambivalensi tentang kehamilan, atau bayi baru lahir, gangguan tidur, mimpi buruk,
sering menangis, perasaan kehilangan yang sangat (aktivitas rutin, pribadi, tujuan
hidup, citra tubuh), kesedihan, kecemasan, rasa bersalah, marah, kurang berniat dan
hangat dalam merawat bayinya.
c. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan diantaranya: pemberian dukungan,
mempersiapkan klien dan keluarga, untuk memahami sifat sementara dari kondisi
ini,kebutuhan ibu untukmengungkapkan perasaannnya, lingkungan yang penuh
penerimaan dan kebutuhan ibu untuk menggali pilihan. Dukungan emosi, bantuan
praktis seperti mendaptkan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan
perawatan bayi baru lahir, mengajarkan tehknik relaksasi.
d. Ada 3 tujuan utama yang dilakukan NPDP, Pemerintah Australia telah membuat
rencana dan implementasi yang tergabung dalam NPDP (National Perinatal
Depression Plan) untuk perawat dan bidan sebagai Alat/instrumen yang digunakan
untuk melakukan perawatan kesehatan pencegahan depresi post partum.
1) Mendeteksi sejak didni gangguan psikososial pada ante dan postnatal
2) Penkes tentang DPP sebagai deteksi dan intervensi awal
3) Pengembangan kualitas dari perawat dalam memberikan dukungan dan tindak
lanjut pada ibu dengan DPP
e. 3 aspek penting dari NPDP yang berkaitan dengan praktek NPDP adalah :

1) Edinburgh postnatal depression scale(EPDS)


2) The 2008 beyondblue National Action Plan for Perinatal Mental Health (NAP)
3) The Draft beyondblue Clinical Practice Guidelines for depression and related
disorders anxiety, bipolar disorder,
4) and puerperal psychosis in the perinatal period
(Hayes, 2010)
Merujuk pada jurnal hayes (2010) diharapkan pemerintah Indonesia terutama yang
berkaitan dengan kesehatan mempunyai strategi khusus seperti yang dilakukan oleh

pemerintah australia dalam mengatasi ibu dengan post partum, sehingga depresi pada
ibu post partum dapat ditekan jumlahnya.

11.Trend masa depan dan riset yang terkait


Penelitian yang dilakukan oleh white (2008) yaitu membandingkan antara 2 instrumen
PDSS dan EPDS yang dilakukan di new zealand, menghasilkan hasil yang valid
digunakan untuk mendeteksi awal pasien dengan depresi post partum. Selain itu,
menurut hayes (2010) untuk membantu menyelesaikan permasalahan pada ibu dengan
depresi post partum yaitu dengan Mendeteksi sejak dini gangguan psikososial pada
ante dan postnatal, Penkes tentang DPP sebagai deteksi dan intervensi awal,
Pengembangan kualitas dari perawat dalam memberikan dukungan dan tindak lanjut
pada ibu dengan DPP.

EVALUASI BIBLIOGRAFI
No
.
1.

Sumber

Jenis

Outline

Penjelasan

Perry, et al. (2010).


Maternal Child Nursing
Care. 4th Ed. Canada
Evolve. Mosby

Buku

a. Insiden DPP
b. Faktor resiko DPP
c. Management
medis dan
psykotropik
medikasi
d. Management
keperawatan
e. Proses
keperawatan

Buku ini menjelaskan secara detail dan lengakap tentang DPP


mulai dari definisi sampai dengan proses keperawatan secara
rinci. Rujukan buku ini menjelaskan management baik dari segi
medis dan dari keperawatan, sehingga pembaca bisa
membedakan antara kedua intervensi yang berbeda. Penulis
dalam memberikan data ibu dengan DPP masih sangat kurang,
akan lebih baik bila ditambahkan dari hasil penelitian yang lain
yang menunjukkan insiden DPP.
a. Insiden DPP : Depresi post partum terjadi pada 33% wanita
setelah melahirkan, karena kelahiran dianggap sebagai
peristiwa bahagia, tetapi wanita tersebut mengalami gangguan
emosi.
b. Faktor resiko DPP : depresi prenatal, harga diri rendah, stress,
cemas prenatal, kurangnya dukungan sosial, masalah dengan
pasangannya, riwayat depresi, single parent, status sosial
ekonomi rendah, kehamilan yang tidak diinginkan.
c. Management medis dan psikotropik medikasi : Obat yang
diberikan pada ibu dengan DPP adalah antidepresan,
antianxiety, dan ECT. Ketika wanita hamil, kadar hormon
estrogen dan progesteron sangat meningkat. Dalam 24 jam
pertama setelah melahirkan, kadar hormon tersebut dengan
cepat kembali normal. Perubahan besar dalam kadar hormon
dapat menyebabkan depresi
d. Management keperawatan : deteksi dini gejala DPP, perawat

harus menjadi pendengar yang baik dan memberikan


perawatan yang maxsimal kepada ibu dengan DPP.
e. Proses keperawatan : dimulai dari pengkajian, dx
keperawatan, renpra, intervensi dan evaluasi. Penulis sangat
detail dalam menjelaskan proses keperawatan ibu dengan
DPP
2.

Gilbert, Elizabeth Stepp,


Harmon,
J.S.,(2003),
High Risk in Pregnancy
and Delivery, page 130,
St.Louis.Missouri;
Mosby

Buku

3.

Caple, C., & Uribe, L.


M. (2012). Postpartum

Artikel

a. Definisi
b. Gejala
c. Diagnosa banding
DPP
d. Deteksi DPP
dengan instrumen
EPDS
e. Management
keperawatan

Depresi post partum dalam buku Gilbert dijelaskan secara


terperinci dan mudah dimengerti. Tetapi untuk definisi dari PPD
itu sendiri masih kurang detail dan jelas, Gilbert dalam bukunya
menjelaskan tentang penilaian DPP dengan menggunakan skala
EPDS, sehingga memudahkan pembaca dalam memahami dan
melakukan deteksi dini dari instrumen yang ada.
a. Definisi : perempuan hamil mempunyai resiko lebih tinggi
terjadi PPD. PPD dapat terjadi pada periode ante dan
postpartum. Oleh sebab itu dalam hal ini, perawat harus
mampu mendeteksi sejak dini pada 6 minggu pertama post
partum. Sehingga perawat memberikan intervensi awal agar
tidak berlanjut.
b. Gejala : depresi prenatal, stress, cemas, kurangnya sosial
support, riwayat depresi.
c. Diagnosis banding DPP : HIV, Intrakranial mass, penyakit
kejiwaan.
d. deteksi DPP : ada beberapa instrumen yang digunakan untuk
mendeteksi DPP AL : PDPI, PDC, dan EPDS.
e. Management keperawatan : untuk menyelesaikan masalah ibu
dengan DPP, perawat perlu melibatkan keluarga dalam
memberikan support kepada ibu

a. Definisi
b. Etiology

Dalam artikel yang dijelaskan oleh caple sangat lengkap dan


detail. Terkait dengan definisi PPD, etiology, insiden, faktor

Depression.
In
D.
Pravikoff (Ed.), (pp. 2p).
Glendale,
California:
Cinahl
Information
Systems.

c. Insiden/angka
kejadian
d. Faktor resiko
e. Tanda dan gejala

resiko, tanda dan gejala.


a. Definisi : PPD terjadi pada 15 % wanita, tetapi seringkali hal
ini terabaikan dan tidak terdeteksi. PPD dapat muncul 2 hari
setelah post partum sampai 1 tahun. PPD meningkatkan
resiko ibu untuk bunuh diri, mudah marah, tersinggung,
cemas, dan kemungkinan membunuh bayinya.
b. Etiologi : etiologi PPD tidak diketahui, tetapi multifaktorial.
Yang melibatkan faktor genetik, biologis, dan faktor
psikososial (misalnya perbedaan antara harapan dan realitas).
Bukti lain mengatakan, ibu dengan PPD yang berlangsung
lebih dari 6 bulan, anak akan mengalami gangguan kognitif,
pertumbuhan dan perkembangan. Peningkatan resiko
terjadinya depresi di masa dewasa.
c. Insiden : di Amerika Serikat PPD terjadi pada 20% wanita
hamil dan 60 % pada remaja.
d. Faktor resiko : para peneliti mengatakan bahwa faktor resiko
terjadinya DPP adalah stress, karakteristik prilaku individu,
tekanan hidup misalnya konflik keluarga/perkawinan,
kemiskinan, pendidikan yang rendah, single parents,
multiparitas, support dan motivasi yang kurang dari pasangan,
penyakit fisik/mental kronis, harga diri rendah, riwayat
prenatal, merasa terjebak dan terisolasi dan kesulittan dalam
melakukan perawatan pada bayi baru lahir.komplikasi
persalinan (ex : SC yang tidak direncanakan), bayi yang
dirawat di NICU, kelelahan yang tidak ada henti-hentinya
atau energi yang sangat tinggi selama periode postpartum
menunjukkan dapat meningkatkan resiko PPD.
e. Tanda dan gejala : tanda dan gejala PPD mengalami
gangguan tidur, penurunan BB, energi berkurang, konsentrasi
menurun. Ibu dengan PPD bisa tamopak sibuk dan tidak
fokus. Ibu mungkin mengabaikan bayi dan merawat bayinya
tanpa adanya kontak mata.malas untuk menyusui, kasar pada
bayinya. ibu tampak cemas dan tidak nyaman, menjadi takut

menyakiti bayi atau diri mereka sendiri, dan memiliki keluhan


somattik (misalnya nyeri). Gejala lain yang muncul adalah
sembelit, perubahan pola makan, ekspresi wajah sedih,
kebersihan diri yang kurang.
4.

Reeder,
Martin
&
Koniak-Griffin,
2011,
Keperawatan Maternitas,
Vol 2 (IN Rahmawati &
Y Afiyanti) buku asli
diterbitkan tahun 2011,
Jakarta ; EGC

Buku

a. Insiden
b. Definisi DPP
c. Faktor penyebab
DPP
d. Dampak pada ibu
dan bayi
e. Proses
keperawatan

Dalam buku ini dijelaskan sangat lengkap dan rinci tentang


definisi DPP, gejala dan faktor penyebab serta proses
keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi
keperawatan. Tetapi insiden angka kejadian ibu dengan DPP di
indonesia sendiri belum terlihat, buku tersebut hanya
menjelaskan insiden di negara-negara berkembang.
a. Insiden: frekuensi terjadinya depresi meningkat seiring
dengan bertambahnya waktu setelah melahirkan. 8,5 %
wanita memperlihatkan tanda-tanda depresi dalam beberapa
hari pertama. Pada minggu ke-12 sebanyak 14,2 % wanita
memperlihatkan depresi. Angka keseluruhan insiden depresi
pada wanita pascapartum adalah sebesar 10,4 %.
b. Definisi DPP : suatu kondisi depresi yang yang berat dapat
terjadi dalam waktu segera setelah melahirkan, tetapi
kemungkinan tidak terdeteksi selama beberapa bulan
pascapartum. Wanita mengalami rasa kehilangan dan
kesedihan yang mendalam dan menetap, disertai dengan
kecemasan, iritabilitas, gangguan tidur, kurang nafsu makan,
perasaan bersalah, fobia. DPP biasanya berlangsung selama
sekitar 1 tahun pascapartum.
c. Faktor penyebab DPP : DPP bisa terjadi karena kurangnya
dukungan awal, perhatian, minimnya kehadiran pasangan dan
ketergantungan hubungan dengan orang tua.
d. Dampak pada bayi :
Efek pada bayi, dapat menurunkan respons orientasi dan
menyebabkan keterlambatan keterikatan dan tahapan
perkembangan. Dapat menyebabkan gangguan tidur pada

bayi. Dan gangguan nutrisi.


e. Proses keperawatan : dalam memberikan asuhan keperawatan
selama masa pascapartum, perawat melakukan pengkajian
prilaku ibu dan interaksi ibu dengan bayinya. selanjutnya
menentukan diagnosis keperawatan, renpra, dan yang terakhir
yaitu evaluasi.
5.

Hayes, B. A. (2010).
From
'postnatal
depression' to 'perinatal
anxiety and depression':
key points of the
National
Perinatal
Depression Plan for
nurses and midwives in
Australian primary health
care
settings.
Contemporary Nurse: A
Journal
for
the
Australian
Nursing
Profession, 35(1), 58-67.
doi:
10.5172/conu.2010.35.1.
058

Artikel

a. Abstrac
b. Introduction
c. The
national
perinatal mental
health plan
d. Implications
for
nurses
and
midwives
within
the
npdp,
the
edinburgh
postnatal
depression scale
e. The
beyondblue
National Action
Plan

Artikel ini sangat bagus dipakai rujukan dalam merencanakan


dan melakukan intervensi pada ibu dengan depresi post partum.
Dalam artikel tersebut dijelaskan bagaimana cara untuk
mendeteksi dan menilai tingkat keparahan ibu dengan DPP.
Pemerintah Australia telah membuat rencana dan implementasi
yang tergabung dalam NPDP (National Perinatal Depression
Plan) untuk perawat dan bidan sebagai Alat/instrumen yang
digunakan untuk melakukan perawatan kesehatan pencegahan
depresi post partum.
Ada 3 tujuan utama yang dilakukan NPDP :
1) Mendeteksi sejak didni gangguan psikososial pada ante
dan postnatal
2) Penkes tentang DPP sebagai deteksi dan intervensi awal
3) Pengembangan kualitas dari perawat dalam memberikan
dukungan dan tindak lanjut pada ibu dengan DPP
3 aspek penting dari NPDP yang berkaitan dengan praktek NPDP
adalah :
1) Edinburgh postnatal depression scale(EPDS)
2) The 2008 beyondblue National Action Plan for Perinatal
Mental Health (NAP)
3) The Draft beyondblue Clinical Practice Guidelines
for depression and related disorders anxiety,
bipolar disorder,

4) and puerperal psychosis in the perinatal period

6.

Doucet, S., Dennis, C.,


Letourneau,
N.,
&
Blackmore, E. R. (2009).
Differentiation
and
clinical implications of
postpartum
depression
and
postpartum
psychosis.
JOGNN:
Journal of Obstetric,
Gynecologic & Neonatal
Nursing, 38(3), 269-279.
doi:
10.1111/j.15526909.2009.01019.x

Artikel

a. Abstrac
b. Definition
and
sign DPP
c. Epidemiology
d. Prevention and
e. Treatment

Dalam artikel ini dijelaskan tentang definisi DPP, epidemiology,


pencegahan dan pengobatan yang dilakukan oleh perawat
perinatal serta implikasi keperawatannya. Sehingga artikel ini
baik untuk rujukan perawat khususnya perawat spesialis
maternitas.
a. Abstrac : perawat mempunyai peranan penting dalam
identifikasi awal dan pengobatan gangguan dini ibu dengn
post partum depresi
b. Definisi dan gejala DPP :
Dalam jangka waktu 2 minggu, wanita menunjukkan
perubahan mood depresi atau hilangnya minat dalam
aktivitas sehari-hari yang merupakan indikator dari prilaku
normal sehingga mengakibatkan gangguan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Sedikitnya 4 dari gejala berikut harus
ada untuk diagnosis, yaitu : adanya perubahan berat badan,
insomnia atau hipersomnia, psikomotor agitasi atau retardasi,
kelelahan atau kehilangan energi, perasaan tidak
berharga/bersalah,
penurunan
kemampuan
untuk
berfikir/konsentrasi, dan keinginan untuk bunuh diri, serta
perasaan bersalah menjadi seorang ibu yang ekonominya
kurang.
c. Epidemiology : di scotlandia prevalensi meningkat dari 4,5
% menjadi 28 %. Dari studi penelitian dijelaskan bahwa 13%
ibu mengalami PPD dalam waktu 12 minggu setelah
melahirkan. Penelitian yang lain menyebutkan terjadi
peningkatan menjadi 15 % di masyarakat.
d. Pencegahan :
Perawat melakukan deteksi dengan instrumen dan kunjungan
rumah untuk deteksi awal terhadap ibu yang beresiko DPP.
Dukungan teman sebaya dan keluarga sangat diperlukan.

e. Pengobatan :
Banyak
wanita
lebih
memilih
intervensi
nonpharmacological, karena pharmacologi berpotensi terjadi
penularan obat ke ASI, takut kecanduan atau ketergantungan,
sehingga merugikan ibu dan bayinya. akhir-akhir ini
ditemukan intervensi pada pengobatan PPD dengan
memberikan konseling nondirective, misalnya terapi prilaku
kognitif, interpersonal psikoterapi (IPT), dan telepon
berbasis dukungan. Dengan memberikan intervensi secara
dini yaitu terapi hubungan ibu-bayi, intervensi peningkatan
gangguan tidur. Tetapi terkadang farmakoterapi juga
dibutuhkan, misalnya obat antidepresan, tetapi tetap harus
diingat dampaknya terhadap ibu yang menyusui.
7.

White, G. (2008). A
comparison
of
the
Postpartum Depression
Screening Scale (PDSS)
with the Edinburgh
Postnatal
Depression
Scale (EPDS). New
Zealand College of
Midwives Journal, 39,
28-32.

Artikel

a. Abstrak
b. Pengukuran
dengan PDSS
c. Pengukuran
dengan EPDS

Dalam artikel tersebut, peneliti melakukan perbandingan


instrumen antara 2 form. Dimana hasil yang didapatkan dalam
pebnelitian tersebut instrumen yang digunakan sangat valid dan
salah satu acuan yang bagus untuk mendeteksi awal depresi post
partum.

DAFTAR PUSTAKA

Caple, C., & Uribe, L. M. (2012). Postpartum Depression. In D. Pravikoff (Ed.), (pp. 2p). Glendale, California: Cinahl
Information Systems.
Doucet, S., Dennis, C., Letourneau, N., & Blackmore, E. R. (2009). Differentiation and clinical implications of postpartum
depression and postpartum psychosis. JOGNN: Journal of Obstetric, Gynecologic & Neonatal Nursing, 38(3), 269279. doi: 10.1111/j.1552-6909.2009.01019.x
Gilbert, Elizabeth Stepp, Harmon, J.S.,(2003), High Risk in Pregnancy and Delivery, page 130, St.Louis.Missouri; Mosby
Reeder, Martin & Koniak-Griffin, 2011, Keperawatan Maternitas, Vol 2 (IN Rahmawati & Y Afiyanti) buku asli diterbitkan
tahun 2011, Jakarta ; EGC
Hayes, B. A. (2010). From 'postnatal depression' to 'perinatal anxiety and depression': key points of the National Perinatal
Depression Plan for nurses and midwives in Australian primary health care settings. Contemporary Nurse: A
Journal for the Australian Nursing Profession, 35(1), 58-67. doi: 10.5172/conu.2010.35.1.058
Perry, et al. (2010). Maternal Child Nursing Care. 4th Ed. Canada Evolve. Mosby
Reeder, Martin & Koniak-Griffin, 2011, Keperawatan Maternitas, Vol 2 (IN Rahmawati & Y Afiyanti) buku asli diterbitkan
tahun 2011, Jakarta ; EGC
White, G. (2008). A comparison of the Postpartum Depression Screening Scale (PDSS) with the Edinburgh Postnatal
Depression Scale (EPDS). New Zealand College of Midwives Journal, 39, 28-32.

You might also like