Professional Documents
Culture Documents
KEHIDUPAN MASYARAKATNYA
A. Letak Kerajaan
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar.
Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis Sulawesi
Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran
perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan
para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para
pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti
ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan
berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara
C. Kehidupan ekonomi
Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat
perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :
- letak yang strategis,
- memiliki pelabuhan yang baik
- jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak
pedagang- pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan
internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti
Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di
Makasar.
benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai
pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan
nama Pinisi dan Lombo.
Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal
sampai mancanegara.
E. Kehidupan politik
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato Ri
Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat
di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matowaya
Tumamenanga Ri Agamanna (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang
memerintah Makasar tahun 1591 1638 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja
Tallo) bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan
Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada
masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa
pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 1669). Pada masa pemerintahannya
Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai
daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang
keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng,
dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.
Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur
dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti
kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli
yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan
antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi
oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul
pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan
terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri
pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya
kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin
tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari
Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu
F. Peninggalan sejarah
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah
benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir
pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun
pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto
Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar
tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin
konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari
Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini
berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari
segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di
darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan
maupun di lautan. Nama asli benteng in i adalah Benteng Ujung Pandang.
Masjid Katangka
Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami
beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan
Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa
(1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi
bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
Kompleks makam raja gowa tallo
Makam raja-raja. Tallo adalah sebuah kompleks makam kuno yang dipakai sejak
abad XVII sampai dengan abad XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan Tallo,
Kecamatan Tallo, Kota Madya Ujungpandang. Lokasi makam terletak di pinggir
barat muara sungai Tallo atau pada sudut timur laut dalam wilayah benteng
Tallo. Berdasarkan basil penggalian (excavation) yang dilakukan oleh Suaka
Peninggalan sejarah dan Purbakala (1976-1982) ditemukan gejala bah wa
komplek makam berstruktur tumpang-tindih. Sejumlah makam terletak di atas
Keruntuhan kerajaan
Raja Bone Aru Palaka meminta bantuan Belanda untuk menyerang Hasanuddin
karena wilayahnya dikuasai Gowa Tallo, maka dengan cepat Belanda
menyambutnya.
Belanda menyerang dari laut, sedangkan Aru Palaka menyerang dari darat.
Dengan tekanan yang demikian berat akhirnya Belanda mempu memaksa Gowa
Tallo menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulaupulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Gowa Tallo menyerah kepada Belanda tahun 1669. Akibat penyerahan Gowa
Tallo kepada Belanda adalah seperti berikut:
Peranan Makasar sebagai pusat pelayaran dan perdagangan di Indonesia Timur
berakhir.
Belanda menguasai Gowa Tallo dan mendirikan benteng di New Rotterdam.
Pejuang Makasar banyak yang pergi ke luar daerah untuk melanjutkan
perjuangannya melawan penjajah Belanda. Para pejuang tersebut antara lain
Kraeng Galengsung dan Montemaramo yang pergi ke Jawa melanjutkan
perjuangannya di Jawa.
Beberapa akibat di atas mengakhiri Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan berakhir
pula peranannya sebagai pelabuhan transito yang besar.
Catatan :
Kerajaan Gowa Tallo
Prinsip damai Kerajaan Gowa dalam menyebarluaskan Islam dapat dicermati
ketika Raja Gowa XIV Sultan Alauddin bersama Mangkubumi (Raja Tallo) Sultan
Awwalul Islam dan pasukannya mendatangi Bone untuk mengajak memeluk
Islam. Mereka tiba di Bone dan mengambil tempat di Palette. La Tenriruwa, Raja
Bone XI, adalah raja Bone yang pertama memeluk agama Islam. Setelah
mengadakan pembicaraan antara Raja Gowa dan Raja Bone, rakyat Bone
dikumpulkan di suatu lapangan terbuka karena Raja akan menyampaikan
sesuatu kepada mereka. Berkatalah Raja Bone La Tenriruwa kepada rakyat
banyak :
Hai rakyat Bone, saya sampaikan padamu, bahwa kini Raja Gowa datang ke
Bone menunjukkan jalan lurus bagi kita sekalian ialah agama Islam, mari kita
sekalian terima baik Raja Gowa itu. Karena bagi saya sendiri sudah tidak ada
kesangsian apa-apa. Saya sudah yakin benar bahwa Islam inilah agama yang
benar, yaitu menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengikut Nabi
Muhammad saw.
Selanjutnya Raja Bone La Tenriruwa berkata lagi:
Memang ada kata sepakat moyang kami dengan Raja Gowa yang mengatakan,
bahwa barangsiapa di antara kita mendapat kebaikan, dialah menuntun di
depan. Raja Gowa berkata bahwa bila agama Islam diterima oleh kita, maka
Gowa dan Bone adalah dua sejoli yang paling tangguh di tengah lapangan. Bila
kita terima agama Islam, maka kita tetap pada tempat kita semula. Akan tetapi,
bila kita diperangi dahulu dan dikalahkan, baru kita terima agama Islam, maka
jelas rakyat Bone akan menjadi budak dari Gowa. Saya kemukakan keterangan
ini, kata Raja Bone La Tenriruwa, bukan karena saya takut berperang lawan
orang-orang Makassar. Tapi kalau semua kata-kata dan janji Raja Gowa itu
diingkarinya, maka saya akan turun ke gelanggang, kita akan lihat saya ataukah
Raja Gowa yang mati.
Demikian isi pidato Raja Bone La Tenriruwa kepada rakyat banyak.
Kalau kita mencermati petikan pidato di atas dapat dipahami, bahwa betapa Raja
Gowa memiliki maksud yang baik kepada Raja Bone dan Rakyat Bone untuk
hanya semata-mata agar memeluk Islam. Bahkan dikatakan kepada mereka, jika
mau memeluk Islam maka Kerajaan Bone dan Gowa hidup sejoli yang saling
menguatkan satu sama lain. Namun, sekalipun Raja Bone La Tenriruwa sudah
memeluk Islam lalu mengajak rakyatnya, maka rakyatnya pun menolak bahkan
Ade Pitue (Hadat Tujuh) memecat La Tenriruwa dari tahtanya, dan bermufakat
mengangkat La Tenripale to Akkapeang menjadi raja Bone XII (1611-1625).
Akhirnya, Raja Bone XII inilah yang berperang dengan Raja Gowa sehingga
ditaklukkan oleh Gowa, kemudian mereka masuk Islam.
Abdul Razak Daeng Patunru (1969: 21) menguraikan bagaimana Gowa
mengajak kerajaan-kerajaan memeluk Islam, Pada hakekatnya Raja Gowa
sebagai seorang Muslim dan memegang teguh prinsip agama Islam, bahwa
penyebaran Islam harus dilakukan secara damai. Pada mulanya sama sekali
tidak bermaksud untuk memaksa raja-raja menerima Islam, tetapi karena
ternyata kepada Baginda, bahwa selain raja-raja itu menolak seruan Baginda,
mereka pun mengambil sikap dan tindakan yang nyata untuk menentang
kekuasaan dan pengaruh Gowa yang sejak dahulu telah tertanam di tanah-tanah
Bugis pada umumnya.
Hubungan Kerajaan Gowa dengan Khilafah Islamiyah
Hubungan Kerajaan Gowa dengan Khilafah Islamiyah pada waktu itu, yang dapat
kita pahami adalah dalam hal pemberian gelar sultan kepada raja-raja Gowa
yang diberikan oleh Mufti Makkah menurut penuturan Andi Kumala Idjo, SH
sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya.
Mirip dengan pernyataan Prof. DR. M. Ahmad Sewang, pakar Sejarah UIN
Alauddin Makassar, bahwa memang pada masa kerajaan-kerajaan dulu telah
masuk Islam, ada semacam pengakuan atau legitimasi yang harus datang dari
Turki Utsmani sebagai spiritual power (Dunia Islam masa itu) kepada raja terpilih.
Beliau mencontohkan legitimasi Sultan Buton oleh Turki Utsmani sekalipun beliau
mengatakan tidak sejauh itu pernah membahas masalah ini. Hanya saja, Bapak
Prof. Sewang menambahkan, bahwa Turki Utsmani adalah Khalifah.
Selain itu yang dapat kita lihat adalah foto Raja Gowa yang ke-33, I Mallingkaan
Daeng Nyonri Sultan Idris (1893-1895), yang terpajang di Museum Ballalompoa
saat ini, menurut Andi Kumala Idjo, SH adalah pakaian Turki dilihat dari baju dan
songkok Turkinya.3 [Gus Uwik]
RUJUKAN :
Dokumen Pribadihttp://www.e-dukasi.met
http://id.Wikipedia.org
http://blog.unila.ac.id
http://id.shvoong.com