You are on page 1of 14

ANALISIS BATUAN METAMORF

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun
batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur
sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah
titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000
atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi
pada kedalaman lebih kurang 3 km 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya
proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase
padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak
bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk
pelapukan dan diagenesa.
Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan
kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang
dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami
keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas
di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada
tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan
menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan
waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari
perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam
kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini,
perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen
lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk
mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas
terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak
terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan
muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai
contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain
untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah
menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi
antara 200C 350C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari materialmaterial disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal

metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing


terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara
umum terjadi kira-kira pada 150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan,
temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan
batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan
sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari
650C 800C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme
dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini
menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi
batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1)
metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat
tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah
jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan
awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak
batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang
sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah


medium dan tingkat tinggi (ODunn dan Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga
didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi
menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2)
Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3)

Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak


terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan
lebar antara 2 3 km (Gambar 3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar
besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan.
Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih
intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan
metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen,
1982).

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).
Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang
jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanantekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis,
peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam
batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross
bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari
tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru,
sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar
disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang
menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang
kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan
lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium),
tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan
oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar
(umumnya mika atau klorit) disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar
dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu
didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan
metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan

tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi
(tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan
berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui,
maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non
foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk
genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik
nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf,
membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang
diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk
mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya perbedaan
kenampakan-kenampakan yang ada.
Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang)
(Compton, 1985).

Struktur Batuan Metamorf


Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan
oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur
non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan
metamorf.
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit,
muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.

b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah


mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran
mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan
kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

Struktur Non Foliasi


a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif
seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap
batuan asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral
yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang
berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah
mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk
lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir
felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran
beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus
atau fibrous.

Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya


mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf
yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik.
Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata;
kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam
pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku),
tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang
umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiranbutiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya
dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa
mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara
pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya,
dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya,
orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti
skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan
mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan
butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan
ini disebut augen (German untuk mata), dan umumnya hasil dari kataklastik
(penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran
matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak
kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam
penamaannya menggunakan akhiran kata blastik. Berbagai kenampakan tekstur
batuan metamorf dapat dilihat pada Gambar 3.13.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal
besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar
dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral
prismatik yang sejajar dan terarah.

e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk


euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk
anhedral.

Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa
diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya
sama dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lempung.

Komposisi Batuan Metamorf


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada
sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan
pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek;
kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum
batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara
khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1)
mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil
dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus
terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin,
silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti
stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk
equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).


A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik
berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast
euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose
dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan
klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di
dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam
blastomilonit.

Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan
tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada
batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada
kenampakan tekstur dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi
oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur
(contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama
dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa
nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau
berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan
dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral
lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari
orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan
berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate.
Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral
pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan
yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap
sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan
secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin
mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi,
kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih
dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini
dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya

berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral
metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat
tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang
sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik
dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya
kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang
mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering
sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal
metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan
metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan
berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium
mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral,
seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal
bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik
dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau
chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah
ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit
tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop.
Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih
berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar,
sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur
gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang
equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris
mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebutgranofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran
atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit,
atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan

mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya


disebutphilonit.
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok
serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan
piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapursilikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi
batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

You might also like