You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di
dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizzines,
serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda
benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /
tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka ( Reuben,
1996 ).
Berdasar survai di masyarakat AS, Tinetti ( 1992 ) mendapatkan sekitar 30%
lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut
mengalami jatuh berulang. Reuben dkk ( 1996 ) mendapatkan insiden jatuh di
masyarakat AS pada umum lebih dari 65 tahun berkisar populasi lansia setiap
tahun, dengan rata-rata jatuh 0,6/orang. Insiden di rumah rumah perawatan (nursing
home) 3 kali lebih banyak ( Tinetti, 1992 ). 5 % dari penderita jatuh ini mengalami
patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit. Kane dkk ( 1994 )
mendapatkan dari survai masyarakat di AS lansia umur lebih dari 65 tahun
menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan perawatan rumah sakit.
Sedangkan di rumah rumah perawatan sekitar 50% penghuninya mengalami jatuh
dengan akibat antara 10 25%nya memerlukan perawatan di rumah sakit.
Sedangkan di Indonesia, Diketahui jumlah korban kecelakaan lalu lintas di
Indonesia pada tahun 2003-2007 mayoritas adalah usia dewasa. Namun korban
kecelakaan lalu lintas usia 51-60 tahun yang di dalamnya terdapat golongan lansia,
jumlahnya meningkat pesat dari tahun sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa golongan
usia tersebut masih banyak yang menjadi pengguna jalan raya. Pada usia 51-60 tahun
1

pertumbuhan rata-rata korban kecelakaan lalu lintas mencapai 73,34 % dan jumlah
korbannya lebih banyak dari usia anak-anak (5-15 tahun). Hasil penelitian Riyadina,
dkk (2009) juga menunjukkan bahwa lansia berisiko cedera akibat kecelakaan lalu
lintas 1,37 kali lebih besar daripada anak-anak. Diketahui jumlah korban kecelakaan
lalu lintas di Indonesia pada tahun 2003-2007 mayoritas adalah usia dewasa. Namun
korban kecelakaan lalu lintas usia 51-60 tahun yang di dalamnya terdapat golongan
lansia, jumlahnya meningkat pesat dari tahun sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa
golongan usia tersebut masih banyak yang menjadi pengguna jalan raya. Pada usia
51-60 tahun pertumbuhan rata-rata korban kecelakaan lalu lintas mencapai 73,34 %
dan jumlah korbannya lebih banyak dari usia anak-anak (5-15 tahun). Hasil penelitian
Riyadina, dkk (2009) juga menunjukkan bahwa lansia berisiko cedera akibat
kecelakaan lalu lintas 1,37 kali lebih besar daripada anak-anak.
Penatalaksanaan secara umum pada lansia dengan resiko jatuh yaitu untuk
mencegah terjadinya jatuh berulang dan menerapi komplikasi yang terjadi,
mengembalikan fungsi AKS terbaik, mengembalikan kepercayaan diri penderita.
Oleh karena itu penting bagi kita selaku tenaga kesehatan yaitu perawat
komunitas untuk menciptakan keselamatan dan kesehatan bagi lansia, dalam makalah
ini akan dibahas tanggung jawab serta peran serta dari perawat sesuai tugas dan
kewajibannya sehingga diharapkan setelah mempelajari makalah ini kita dapat
memberikan asuhan keperawatan bagi lansia dengan resiko jatuh.

1.2

Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan lansia dengan resiko jatuh

1.2.2

Tujuan Khusus
1. Mampu memahami konsep lansia dan jatuh
2. Mampu memahami faktor-faktor resiko lansia dengan resiko jatuh
3.

Mampu memahami dan menerapkan peran perawat dalam upaya


menangani masalah lansia dengan resiko jatuh.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Menurut Depkes RI (1999), pengertian lansia adalah seseorang yang berusia
60 tahun keatas. Danish Med Bull (1987), mendefinisikan risiko jatuh sebagai suatu
kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada dipermukaan tanah
tanpa disengaja. Dimana kita ketahui pada lansia mengalami perubahan secara
fisiologis, seperti pada sistem muskuloskeletal, menurut makhudli (2009) pada sistem
muskuloskeletal pada lansia yang terjadi adalah tulang kehilangan kepadatannya
(density) dan semakin rapuh, kifosis, persentian membesar dan menjadi kaku, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang
menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.
Jatuh merupakan suatu ketidakmampuan untuk mempertahankan pusat
gravitasi diantara kedua kaki. Pada lansia kejadian jatuh lazim didahului oleh episoda
instabilitas (sulit berjalan). Kejadian ini adalah pada pasien geriatri yang kerap kali
muncul sebagai manifestasi penyakit akut lain dan juga dilatar-belakangi oleh
perubahan fisiologik akibat proses penuaan. Gejala instabilitas dan jatuh sering terjadi
namun acap kali lepas dari pengamatan dokter bahkan keluarga. Kejadian jatuh
memiliki resiko besar untuk menimbulkan berbagai penyakit yang akan mengancam
kualitas hidup pasien berusia lanjut ini bisa berupa jejas jaringan, nyeri, imobilisasi
maupun fraktur.

2.2

Epidemiologi
Data di klinik layanan terpadu usia lanjut RSUPN CM tahun 2000
menunjukkan angka kejadian instabilitas sebesar 15,53% atau 285 kasus. Di ruang
rawat akut geriatri RSUPN CM, pada tahun 2001 tercatat 15 pasien (dari 146 pasien)
yang dirawat karena instabilitas dan sering jatuh. Di ruangan yang sama pada tahun,
1999, 2000 dan 2001 masing-masing tercatat sebanyak 25 pasien, 31 pasien dan 42
pasien yang dirawat karena fraktur femur akibat jatuh. Data di Amerika menunjukkan
3

bahwa 35-40% dari penduduk diatas usia 65 tahun pernah mengalami jatuh setiap
tahunnya.

2.3

Masalah seputar instabilitas dan jatuh


Selain mengakibatkan berbagai penyulit pada lansia, instabilitas dan jatuh
pada lansia kerap kali membawa gejala yang membawa lansia tersebut ke instalasi
gawat darurat yang dalam pengamatan lebih lanjut ternyata mengidap penyakit lain
sebagai kondisi penyakit primer. Penyakit pada lansia yang sering bermanifestasi
kejadian jatuh antara lain pneumonia, infeksi saluran kencing, IMA, dll.
Gejala instabilitas saja sebenarnya sudah harus diwaspadai dan mengarahkan
untuk menelusuri lebih lanjut kemungkinan penyebab lain. Sayangnya, gejala
instabilitas sering dianggap sebagai keluhan biasa pada warga usia lanjut sehingga
kurang mendapatkan perhatian yang layak sampai terjadi kondisi patologik yang lebih
parah. Pasien atau keluarganya sering tidak menyadari pentingnya keluhan tersebut
sehingga tidak melaporkannya secara aktif. Disinilah pentingnya tenaga kesehatan
secara proaktif menanyakan perihal adanya keluhan instabilitas sebelum berkembang
pada kejadian jatuh

2.4

Faktor resiko
a. Faktor intristik
Jatuh bisa merupakan manifestasi dari penyakit lain yang dialami oleh lansia,
biasanya terjadi karena adanya penyakit sistemik seperti gagal jantung, infark
miokad, pneumonia, infeksi saluran kencing, penyakit neurologis, hipoglikemia
hiperglikemi, hiponatremi, hipoksia dan gangguan keseimbangan asam basa.
Hiperkoagulasi atau hiperagregasi trombosit juga merupakan faktor yang berperan
besar. Hiperkoagulasi akan menurunkan kecepatan aliran darah serebral sehingga
mengganggu vaskularisasi neuron di otak dengan akibat gangguan metabolisme
serebral yang pada gilirannya menimbulkan serangan gangguan aliran darah otak
yang bersifat sementara. Gejala TIA (Transient ischaemic attack) bisa
bermanifestasi sebagai instabilitas.
Faktor lain bisa berupa gangguan penglihatan, pendengaran serta gangguan
pada alat keseimbangan yang muncul dalam bentuk vertigo. Vertigo juga bisa
diakibatkan oleh tidak seimbangnya aliran darah ke otak karena berbagai sebab;
4

salah satunya adalah hiperkoagulasi hiperagregasi trombosit. Spondilo-atrosis


servikalis juga potensial menimbulkan keluhan seperti vertigo dan memanjankan
pasien pada instabilitas. Kondisi lainnya misalnya nyeri akibat berbagai gangguan
muskuloskeletal di tungkai atau kaki seperti osteoartrosis talokrukal serta fasciitis
plantar. Kelemahan otot quadriceps femoris juga merupakan faktor predisposisi
untuk jatuh karena pasien tak mampu mengangkat tungkainya secara optimal saat
berjalan. Selain itu kejadian jatuh juga bisa diakibatkan oleh penyakit parkinson
serta keadaan postur tubuh lansia.

Gambar 1. Efek penuaan pada postur tubuh dan pengontrolan.


b. Faktor ekstrinsik
Lebih dititik beratkan pada faktor-faktor yang terdapat di lingkungan pasien.
Contohnya adalah lampu yang kurang terang, lantai yang licin atau permukaannya
yang tidak rata, tangga atau jalan yang menurun yang memiliki warna yang tidak
kontras, karpet yang terlipat, adanya barang- barang kecil yang dilantai yang sulit
terlihat juga merupakan hal yang bisa berbahaya untuk pasien berusia lanjut, tali
sepatu yang tidak terikat dengan baik atau ujung celana piyama maupun kain yang
tersangkut saat berjalan juga bisa mengakibatkan jatuh. Beberapa obat juga besar
perannya dalam instabilitas, contohnya adalah clonidin dan diuretik yang potensial
mengakibatkan hipotensi ortostatik.
2.5

Manifestasi klinis
Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cendera fisik maupun psikologis.
Cedera fisik akibat jatuh bisa berupa cidera jaringan lunak sekitar bokong, panggul,
cidera lutut, fraktur, cidera belakang kepala, cidera frontal kepala, dikubitus akibat
imobilisasi. Kerusakan psikologis yang diakibatkan dari jatuh, syok setelah jatuh dan
5

rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi, termasuk ansietas,
hilangnya rasa percaya diri, menarik diri dari kegiatan sosial, pembatasan dalam
aktifitas sehari-hari, sindrom setelah jatuh (menggenggam dan mencengkram),
falafobia (fobia jatuh), hilangnya kemandirian dan pengendalian, depresi, perasaan
rentan dan rapuh, dan perhatian tentang kematian dan keadaan menjelang ajal,
menjadi beban keluarga dan teman-teman, atau memerlukan institusionalisasi.
Menurut penelitihan, di Amerika terdapat kejadian sekitar 1% kejadian
terjatuh pada lansia mengakibatkan fraktur femure, 25%

kejadian jatuh

mengakibatkan kematian, 60% dari kejadian jatuh mengakibatkan imobilisasi.


2.6

Peran Perawat
Fenomena yang menjadi bidang garap keperawatan gerontik adalah tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (KDM) lanjut usia sebagai akibat proses
penuaan.

Dalam praktek keperawatan gerontik, perawat mempunyai peran dan

fungsi, yaitu sebagai berikut:


1. Sebagai care giver atau pemberi asuhan langsung.
2. Sebagai pendidik klien lansia.
3. Sebagai motivator
4. Sebagai advokasi
5. Sebagai konselor
Dalam memenuhi peran dan tanggung jawabnya sebagai seorang perawat
gerontik, adapun sifat pelayanan dalam melakukan asuhan keperawatan gerontik,
meliputi independent (layanan tidak tergantung pada profesi lain/mandiri),
interdependent, humanistik (secara manusiawi), dan holistik (secara keseluruhan).
2.7

Program Pemerintah dalam Meningkatkan Kesehatan Komunitas Lansia


Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah
merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua
bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan
keberadaannya.
Di Indonesia sendiri, sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada
kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan program JPKM dan
pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di tingkat
6

masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah
Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit.

1. JPKM
JPKM yang merupakan salah satu program pokok perawatan kesehatan
masyarakat yang ada di puskesmas sasarannya adalah yang didalamnya ada
keluarga lansia. Perkembangan jumlah keluarga yang terus menerus meningkat
dan banyaknya keluarga yang berisiko tentunya menurut perawat memberikan
pelayanan pada keluarga secara professional. Tuntutan ini tentunya membangun
Indonesia Sehat 2015 yang salah satu strateginya adalah Jaminan Pemeliharan
Kesehatan Masyarakat (JPKM).
2. Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia
lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu
lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas
dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan
organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus Semu
Di kelurahan Sidomulyo terdapat lansia (usia >60 tahun) berjumlah 120 orang yang terdiri
dari 50 laki-laki dan 70 perempuan. Kelurahan tersebut terletak di daerah pegunungan, tipe
perumahan mayoritas tidak permanen, jarak antara satu rumah yang satu dengan lainnya
sangat berdekatan dan dinding kayu tidak dicat. Mayoritas penduduk kelurahan Sidomulyo
bekerja sebagai petani. Layanan kesehatan yang ada hanya puskesmas. Transportasi yang
digunakan penduduk adalah transportasi umum.
Asuhan keperawatan lansia risiko jatuh yang dilakukan di Kelurahan Sidomulyo
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian status kesehatan
lansia risiko jatuh, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pemberian asuhan keperawatan

melibatkan kader kesehatan, tokoh masyarakat, tim

kesehatan, tokoh agama, kelompok pengajian, pimpinan wilayah setempat.


3.1 Pengkajian
Pengkajian pada lansia risiko jatuh menggunakan pendekatan Community as partner
meliputi : data inti komunitas dan subsystem.
3.1.1
1.

Data inti komunitas, terdiri dari:


Demografi : Jumlah lansia keseluruhan menurut data Monografi kelurahan
untuk usia >60 tahun + 120 orang, jumlah lansia menurut jenis kelamin dan
golongan umur tergambar pada grafik di bawah ini.
Diagram 1 : Karakteristik Lansia Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di
Kelurahan Sidomulyo bulan April tahun 2013

35

30

Ungu :
perempuan

25

20

Abu-abu : lakilaki

15

10

0
>60 tah u n

2.

>70 tah u n

>80 tah u n

>90 tah u n

Status perkawinan
97% dari lansia kawin, 3% dari lansia belum kawin.

3.

Nilai, kepercayaan dan agama :


Agama yang dianut oleh lansia tergambar pada diagram di bawah ini :
Diagram 2 : Karakteristik lansia Berdasarkan Agama di Kelurahan Sidomulyo
bulan April tahun 2013

Hindu; 500%; 4%
Kristen; 3800%; 32%
Islam

Kristen

Hindu

Islam; 7700%; 64%

Dari diagram di atas mayoritas lansia beragama Islam yaitu 64 %.


Berdasarkan winshield survey dan data dari monografi didapatkan fasilitas ibadah
yang tersedia di wilayah Sidomulyo adalah 4 masjid yang tersebar di 20 RW.
3.1.2

Data subsistem

Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut :


3.1.2.1 Lingkungan Fisik
Inspeksi : Tipe perumahan mayoritas tidak permanen, jarak antara satu rumah yang
satu dengan lainnya sangat berdekatan. Dinding kayu tidak dicat, tidak
9

ada degradasi warna pada anak tangga untuk rumah yang bertingkat, tidak
ada pegangan pada dinding rumah yang digunakan untuk lansia dalam
bermobilisasi. Kebersihan lingkungan terjaga dengan baik, status
kepemilikan sebagian besar rumah sendiri. Tidak ada aktivitas di luar
rumah selain bercocok tanam. Batas wilayah kelurahan Sidomulyo yaitu
sungai C, sawah dan desa lainya
Auskultasi : Hasil wawancara dengan kepala desa, ketua RW, tidak ada kegiatan atau
organisasi untuk para lansia. Lansia hanya beraktivitas bercocoktanam
seperti yang dilakukan oleh orang dewasa muda.
Angket :
1. Angket Riwayat Kesehatan Lansia
Angket disebarkan kepada keluarga yang mempunyai anggota keluarga lansia.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Riwayat Kesehatan Lansia

Jumlah (orang)

1. Gangguan Penglihatan

79

2. Gangguan Pengdengaran

32

3. Gangguan Urologi

34

4. Penyakit Kronis (Diabetes 28


Mellitus, Hipertensi)
5. Gangguan Mobilisasi

25

6. Gangguan Efek Obat Risiko 22


Jatuh

10

7. Riwayat Jatuh

87/120

a. Karena gangguan penglihatan

23/50

b. Karena gangguan pendengaran

10/50

c. karena gangguan urologi

2/50

d. karena penyakit kronis

11/50

e. Karena gangguan mobilisasi

22/50

f. karena gangguan efek obat 19/50


risiko jatuh
8. Riwayat jatuh berulang

15

Pada tabel di atas disebutkan oleh lansia bahwa riwayat kesehatan lansia pada
Kelurahan Sidomulyo sebagian besar mengalami riwayat jatuh sejumlah 87 orang dan
untuk riwayat jatuh berulang sebanyak 15 orang.
Seksualitas:
Aktivitas Seksual
Jenis Kelamin

Andropause
Menopause

Laki-Laki

15

35

Perempuan

14

56

Dari hasil angket yang terkumpul, kami menyimpulkan bahawa lansia di


kelurahan Sidomulyo rata rata cenderung masih memiliki dorongan melakukan
hubungan seksual yang tetap, tetapi Frekwensi melakukan hubungan sexual
cenderung menurun, tetapi kapasitas untuk melakukan hubungan dan tetap
menikmatinya.
Dari jumlah lansia laki-laki dan perempuan, sekitar 80% mengalami menopause
dan sekitar 70% mengalami andropause.
2. Angket Fasilitas di Kelurahan Sidomulyo
Fasilitas

Ketersediaa

Keteranga

Harapan

Realisasi
11

Fasilitas

Terdapat

Sebanyak

Tidak

Puskesmas

100/120

memungkinkan

Kesehatan

keluarga yang untuk


mengharapka

merealisasikan

n terdapatnya fasilitas

kesehatan

fasilitas

yang lebih lengkap

kesehatan

dan

yang

memadai

lebih karena SDM tidak

lengkap

dan ada.

memadai
Transportasi

Angkutan

Sebanyak

Kendaraan

umum

Umum

98/120

ada

belum

tetapi

keluarga yang ada


mengharapka

koordinasi

untuk para lansia

n terdapatnya menuju

tempat

fasilitas

pelayanan

berupa

kesehatan

transportasi
yang

dapat

mengantar
lansia

ke

pelayanan
kesehatan
Posyandu
Lansia

Sebanyak

Kurangnya

110/120

pengetahuan warga

keluarga yang kelurahan


mengharapka

Sidomulyo tentang

n terdapatnya manfaat
posyandu
lansia

dari

posyandu lansia dan

untuk penggunaan

memonitoring

fasilitas yang ada

kesehatan

untuk

digunakan
12

lansia

sebagai

posyandu

lansia

3.1.2.2 Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial


Pelayanan kesehatan khusus lansia di wilayah kelurahan Sidomulyo berupa
Puskesmas.
3.1.2.3 Ekonomi
Berdasarkan hasil wawancara mendapatkan hasio bahwa mayoritas lansia di
kelurahan ini tidak produktif, mereka hanya mengantungkan perekonomian dari hasil
bercocok tanam, dan penghasil utama para lansia bergantung pada anak mereka
sebagai tulang punggung keluarga.
3.1.2.4 Keamanan dan transportasi.
a. Keamanan : Menurut informasi dari kepala desa sidomulyo, bahwa di keluarhan ini
secara rutin digalakkan kegiatan ronda malam di setiao pos penjagaan masing
masing RT.
b. Transportasi
Mayoritas penduduk kelurahan Sidomulyo menggunakan transportasi umum, karena
lokasi kelurahan terletak di pegunungan dan jalan setempat curam, yang hanya aktif
beroperasi pada pukul 05.00 pagi sampai 17.00 sore. Tidak ada akses lain selain
angkutan umum dan kondisi jalan yang curam dan berkelok-kelok.
3.1.2.5 Politik dan pemerintahan
Pada subsystem politik dan pemerintahan peran lansia di kelurahan Sidomulyo masih
berpengaruh besar terhadap pengambilan keputusan atau musyawarah desa
3.1.2.6 Komunikasi
1. Formal
Media komunikasi yang digunakan oleh warga kelurahan Sidomulyo untuk
memperoleh informasi mengenai acara kelurahan setempat, resepsi, rapat dan lain
lain menggunakan media berupa surat undangan tertulis.
2. Informal
Pada umumnya masyarakat masih menggunakan fasilitas megaphone mushola
setempat untuk menyiarkan kabar kepada penduduk, seperti kabar adanya rapat
yang akan dilakukan di balai desa, kabar duka, pengajian dll.
3.1.2.7 Pendidikan
Diagram 28 : Karakteristik lansia Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Sidomulyo
bulan April tahun 2013

13

60
50
40
30

Tida k Sekola h

SR

SMP

SMA

20
10
0
Pria

Wanita

Pendidikan lansia terbanyak adalah Tidak sekolah sebanyak 97 orang dan yang
bersekolah sampai pada tingkat SMA sebanyak 2 orang
3.1.2.8 Rekreasi
Rekresi yang umunya dilakukan lansiahanya berkebun, mendengarkan radio, dan
menonton televisi. Jarang lansia yang pergi ke pusat kota untuk mengunjungi mal
mal dan pusat perbelanjaan atau liburan keluarga.
3.2 Analisis Data
NO

PENGELOMPOKAN DATA

KEMUNGKINAN
PENYEBAB

MASALAH

1.

DS:

1. Tidak ada
pewarnaan cat
pada rumah yang
dapat
membedakan
antara satu dengan
yang lain

Ketidakefektifan
koping komunitas

1. Keluarga mengatakan para


lansia tidak dapat menjangkau
tempat pelayanan kesehatan
apabila tidak diantar keluarga
2. Keluarga lansia tidak
mengetahui tentang manfaat
posyandu lansia
3. Banyak lansia mengalami
riwayat jatuh
4. Sebagian besar keluarga
mengatakan lansia jatuh di
rumah pada saat naik atau turun
tangga, ke kamar mandi dan
teras rumah

2. Kurangnya
pengetahuan
keluarga yang
mempunyai lansia
untuk memenuhi
kebutuhan dan
menjaga kesehatan
lansia

14

DO:
1. Dari hasil angket, sebanyak 87
lansia mengalami riwayat jatuh
dan riwayat jatuh berulang 15
orang
2. Bangunan rumah yang tidak
disesuaikan untuk kondisi lansia
3. Tidak adanya posyandu lansia
di kelurahan Sidomulyo
4. Tidak adanya transportasi yang
melewati tempat pelayanan
kesehatan selain kendaraan
pribadi

3. Masyarakat
kurang
memikirkan
alternatif
kendaraan lain
untuk menjangkau
tempat pelayanan
kesehatan.

3.2 Diagnosa Keperawatan komunitas


1. Ketidakefektifan koping komunitas wilayah Kelurahan Sidomulyo berhubungan
dengan

ketidakadekuatan

pemecahan

masalah

sekunder

akibat

kurangnya

pengetahuan tentang sumberdaya.


3.3 Intervensi
Ketidakefektifan koping komunitas wilayah Kelurahan Sidomulyo berhubungan dengan
ketidakadekuatan pemecahan masalah sekunder akibat kurangnya pengetahuan tentang
sumberdaya.
Tujuan : Komunitas melaksanakan pemecahan masalah efektif.
Kriteria hasil :
1. Dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi.
2. Pasien dapat mencari informasi unutk meningkatkan koping.
3. Menggunakan saluran komunikasi untuk mengakses bantuan.

Intervensi
1. Menggunakan fasilitas yang ada di

Rasional
Menggunakan sumberdaya yang ada agar
kelurahan Sidomulyo untuk dijadikan sebagai dapat menunjang keseahatan lansia
tempat posyandu lansia misanya balai desa,
rumah dari perangkat desa atau rumah
penduduk yang mempunyai halaman luas
2. Membentuk dan melatih kader-kader dari
warga kelurahan sidomulyo untuk membantu

Supaya kegiatan dapat berkelanjutan dan


tidak mengandalkan pada petugas kesehatan
15

memperlancar kegiatan posyandu lansia


3. Memberikan pengetahuan kepada keluarga
yang mempunyai lansia tentang manfaat dari
posyandu lansia misalnya untuk menjaga
kebugaran lansia yaitu dengan senam lansia,
memantau kesehatan lansia dengan
mengukur tekanan darah.
4. Mendampingi para kader saat
dilaksanakannya posyandu lansia, dan
memonitoring pelayanan dan melakukan
konsultasi atau bahkan pengobatan gratis.
5. Memberikan informasi kepada keluarga
yang mempunyai lansia agar menyesuaikan
pewarnaan cat rumah dengan kondisi lansia
yaitu warna yang terang dan perbedaan
warna yang mencolok, hindari warna pastel
atau soft misalnya pada tangga rumah,
kamarmandi
6. Mengkoordinir transportasi khusus untuk
mempermudah lansia menjangkau pelayanan
kesehatan

Menambah pengetahuan keluarga yang


mempunyai lansia untuk mempertahankan
kesehatan para lansia

Tenaga kesehatan yang ada di posyandu


lansia bisa memberikan pelayan yang
maksimal untuk kondisi kesehatan para
lansia.
Pewarnaan yang terang dan mencolok dapat
mempermudah lansia untuk membedakan
satu tempat dengan tempat yang lainnya .

Mempermudah lansia untuk mengikuti


kegiatan posyandu lansia

16

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Sedangkan risiko jatuh
adalah suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada
dipermukaan tanah tanpa disengaja. Pada lansia kejadian jatuh lazim didahului oleh
episoda instabilitas (sulit berjalan). Kejadian ini adalah pada pasien geriatri yang
kerap kali muncul sebagai manifestasi penyakit akut lain dan juga dilatar-belakangi
oleh perubahan fisiologik akibat proses penuaan. Peran perawat gerontik yaitu sebagai
care giver atau pemberi asuhan langsung, sebagai pendidik klien lansia, sebagai
motivator, sebagai advokasi, sebagai konselor dengan sifat pelayanan yang
independent, interdependent, dan humanistik. Intervensi asuhan keperawatan pada
lansia dengan resiko jatuh yaitu yang utama memberikan informasi faktor-faktor yang
meningkatkan resiko cedera, rasionalnya yaitu supaya dapat mengantisipasi timbulnya
cedera
.

4.2

Saran
Setelah memahami paparan makalah diatas, seorang perawat komunitas yang
profesional diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan gerontik secara
maksimal, terutama masalah KDM lansia yang sering terbengkalai.

17

DAFTAR PUSTAKA
Maryam, R Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito Moyet,L.J.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC
Jeffrey B. Halter,dkk.2009.Hazzard's Geriatric Medicine and Gerontology, 6thEdition. USA:
McGraw-Hill Companies
Patricia Gauntlett Beare. RN, Phd. 2007. Gerontological Nursing : A Health Promotion
Protection Approach. Jakarta : EGC
Supartono, Siti Setiati, dkk. 2003. Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan
Interdisiplin. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Indonesia

18

You might also like