You are on page 1of 6

TUGAS KHUSUS

PERBANDINGAN UNJUK KERJA ANTAR BAHAN PENGISI PADA


MENARA PENDINGIN TIPE INDUCED COUNTER FLOW
Hasil pertanian yang telah dipanen masih akan mengalami proses
fisiologis, enzimatis, fotosintesis dan respirasi. Maka dari itu, perlu adanya tindak
lanjut untuk hal ini yang bisa menurunkan laju respirasi sehingga bisa menjaga
mutu dari produk tersebut. Daerah penghasil holtikultura mayoritas berada di
dataran tinggi. Suhu lingkungan di dataran tinggi relatif rendah. Kondisi seperti
ini dapat digunakan untuk mendinginkan ruang pra pendinginan dari hasil
holtikultura. Pendinginan ini dilakukan dengan cara mensirkulasikan fluida kerja
yang berupa air murni sebagai pengganti freon.
Pendinginan radiatif mempunyai prinsip bahwa air murni didinginkan oleh
proses pelepasan kalor ke udara melalui mekanisme perpindahan panas pada
malam hari sebab perpindahan panas ini optimal terjadi pada malam hari. Adanya
perpindahan panas radiasi oleh langit malam hari disebabkan karena emisivitasnya
mendekati benda hitam sempurna sehingga driving force didapat dari pelepasan
panas pada kolam air yang berfungsi sebagai radiator ke langit. Biasanya , sistem
pendingin ini efektif pada malam hari saat langit cerah tidak berawan. Hal ini
bertujuan agar perpindahan panas dari radiator ke langit tidak terhalang.
Sistem pendingin radiatif seperti ini mengalami beberapa kelemahan.
Kelemahan itu contohnya hanya bisa dilakukan saat malam hari dengan kondisi
malam yang cerah (tidak mendung) atau dengan kata lain bergantung dengan
kondisi alam. Oleh karena itu, perlu adanya pengkombinasian dengan sistem
pendingin yang menggunakan cooling tower atau menara pendingin. Dengan
adanya sistem ini, pendinginan dapat dilakukan pada siang hari dan
memungkinkan melakukan pendinginan fluida melalui proses perpindahan massa
antara fluida yang telah menyerap kalor dari ruang pendingin dengan udara
lingkungan yang relatif rendah. Oleh sebab itu, sistem dengan menggunakan
prinsip pendinginan radiatif dan menggunakan cooling tower cukup unggul.

Salah satu contoh cara kerja dari sistem ini yaitu menggunakan air dingin
dari kolam atap untuk disemprotkan melalui menara pendingin, kemudian udara
panas dari dalam ruangan dialirkan ke menara dengan ditarik kipas dan udara
dingin keluaran dari menara dialirkan ke dalam ruangan. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan field heat. Di Indonesia, pernah dilakukan suatu percobaan
tentang pendinginan ini. Hal ini dilakukan oleh Trisasiwi. Hasil dari uji ocba
menunjukkan bahwa hasil kisaran pendinginan air sebesar 0,510C dengan
menggunakan model cooling tower tipe counter flow menggunakan sirip-sirip
kayu sebagai baffle pengganti packing dari cooling tower. Adapun hal yang
menjadi perhatian khusus dalam uji coba ini yaitu mengoptimalkan kerja dari
kipas, pompa air, nozzle, dan memperbaiki sistem isolasi dinding untuk
meningkatkan kerja dari sistem tersebut.
Pada percobaan yang dilakukan di daerah Bogor ini digunakan fiber glass
sebagai packing yang berfungsi untuk memperbesar luas bidang basah agar
kontak antara udara dan air menjadi lebih lama sehingga penurunan suhu air
menjadi lebih besar. Hasil yang didapat masih tergolong kurang memuaskan
karena penurunan suhu yang terjadi hanya mencapai 10C. Percobaan berikutnya
dilakukan di daerah Batu, Malang. Pada percobaan ini digunakan batu apung
sebagai packing menara pendinginnya. Namun, hasil yang didapat lebih kecil ytiu
0,90C. Sebagai tindak lanjut dari percobaan yang telah dilakukan oleh Trisasiwi,
dilakukan percobaan lagi oleh Wahyunissa yang bertempat di Bogor dengan
menggunakan batu apung sebagai ganti dari fiber glass untuk pengganti dari
packing menara pendinginnya. Penggunaan batu apung ini bertujuan untuk
memperluas bidang basah untuk memperlama waktu kontak antara udara dan air.
Hasil dari penelitian ini mendapat nilai maksimum 80C dan nilai approach 0,10C.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara detail karakteristik dari bahan
pengisi cooling tower dari bahan batu apung dan spons. Penelitian ini
menggunakan prototype menara pendingin tipe induced counter flow dengan
menggunakan packing dari pecahan batu apung dan bahan pengisi alternatifnya
berupa spons yang disusun dalam kawat kasa. Hal ini bertujuan untuk
memperlama waktu kontak antara udara dan air serta mempertahankan agar udara

dapat mengalir lancar dan menyentuh atau mengenai seluruh permukaan bidang
kontak. Di samping itu, design dari cooling water ini dibuat berdimensi kecil agar
dapat dimasukkan ke dalam suatu ruangan tertutup yang dapat dikontrol suhu dan
kelembabannya sebagai usaha untuk memperkecil ragam variabel yang
mempengaruhi kerja dari sistem tersebut.
Tipe dari menara pendingin yang diteliti adalah induced counter flow. Pada
sistem ini kipas berada di bagian atas menara yang berfungsi untuk menarik udara
dari bawah. Aliran udara dan air sejajar dengan penampang membujur menara.
Pada packing menara pendingin yang terbuat dari fiber glass, lubang udara ditutup
dengan gerai yang terbuat ari lembaran karet. Di bagian atas menara dipasang
kipas aksial. Untuk mengukur debit air digunakan flowmeter dan air dihamburkan
atau disemprotkan menjadi partikel-partikel kecil melalui shower.
Parameter yang digunakan saat pengujian ini yaitu suhu air masuk dan
keluar dari cooling water, suhu bola basah dan suhu bola kering udara masuk
cooling tower, suhu bola kering udara keluar cooling tower, suhu bola basah dan
bola kering lingkungan, suhu udara di dalam cooling tower pada lapisan atas,
tengah dan bawah, suhu packing pada lapisan atas, tengah dan bawah, kecepatan
dan debit aliran udara maupun air. Adapun debit udara di dalam cooling tower
diukur di tempat udara masuk dan udara keluar ari cooling tower kemudian dirataratakan. Debit air diukur pada pipa air sebelum melewati shower.
Menurut Treyball, air yang telah dipanaskan setelah melewati heat
exchanger, kondensor, dan lainnya, harus didinginkan terlebih dahulu sebelum
digunakan ulang dengan cara mengkontakkannya dnegan udara lingkungan atau
udara atmosfer. Panas laten pada air tergolong besar sehingga hanya sedikit
penguapan yang dihasilkan oleh efek pendinginan yang besar. Oleh karena
perpindahan massa rata-rata kecil maka tingkat suhu secara umum rendah. Hasil
dari pengukuran digunakan dalam menganalisis sistem kerja cooling water
digunakan untuk mengetahui kisaran dan approach dari cooling tower pada dua
jenis bahan pengisi yang berbeda yaitu batu apung dan spons. Tujuan lain dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik dari cooling tower yang
digunakan.

Rancangan fungsional dan struktural terdiri dari tangki pendingin yang


terbuat dari kaca serat atau fiber glass, pompa air listrik,heater, fan, shower,
packing, termostat, kawat kasa, dan keran air. Tangki serat kaca ini berfungsi
sebagai model dari menara pendingin. Air dari bak sumber didinginkan di dalam
tangki. Pompa listrik berfungsi untuk memompa air dari bak penampungan
melalui pipa paralon dan shower. Shower ini berfungsi untuk menyemprotkan air
bertekanan dengan efek dari pengecilan diameter permukaan yang dilewati.
Semakin kecil butiran air yang tercipta maka semakin bagus untuk memperluas
permukaan kontak air dan udara pendingin yang ditarik oleh fan. Fan berfungsi
untuk menyedot udara dari bawah kemudian mengalirkannya ke atas untuk
mendinginkan air dan membuang udara panas yang dibawa oleh air. Ketebalan
packing yang terbuat dari batu apung dan spons menjadi salah satu unsur dalam
perancangan cooling tower yang berguna untuk memperpanjang waktu kontak
antara udara dan air. Kran air berfungsi untuk mengatur aliran air melalui pipa dan
shower kemudian masuk ke cooling tower. Flowmeter berfungsi untuk mengukur
debit air yang mengalir di dalam pipa untuk mengetahui pengaruh laju air
terhadap hasil dari pendinginan. Heater berfungsi untuk memanaskan air yang
diasumsikan sebagai keluaran dari precooling setelah mendinginkan ruangan pada
kondisi sebenarnya. Termostat berfungsi untuk menjaga agar suhu air yang
dipanaskan tetap konstan.
Pengujian cooling tower dilakukan pada siang hari dengan kondisi ruang
yang tertutup dengan tujuan menjaga suhu dan kelembaban lingkungan. Pengujian
ini dilakukan dengan beberapa perlakuan yang berbeda berkaitan dengan
pemberian pemanasan. Pengujian pertama dilakukan dengan tanpa memberikan
pemanasan. Jadi, air disirkulasikan secara terus menerus untuk mengetahui
besarnya penurunan suhu secara berkelanjutan. Pengujian kedua dilakukan dengan
memberikan pemanasan tambahan sebagai input air masuk cooling tower
sebagaimana air pendingin yang keluar dari gudang pendingin. Air dipanaskan
dengan heater dan dikontrol menggunakan termostat dengan metode kontrol onoff. Kedua perlakuan tersebut dilakukan pada dua jenis bahan packing yaitu batu
apung dan spons.

Kinerja cooling tower dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain


suhu bola basah lingkungan, kapasitas air yang disirkulasikan, suhu air yang akan
didinginkan dan target suhu air yang ingin dihasilkan. Semua parameter itu
berkaitan dengan waktu kontak antara udara dan air serta ukuran cooling tower.
Sesuai dengan hasil yang diperoleh setelah melakukan penelitian, dapat
disimpulkan bahwa spons mempunyai kemampuan mendinginkan air lebih baik
dibandingkan batu apung. Hal ini disebabkan karena penampakan pori-pori spons
yang lebih kecil dan teratur sehingga waktu kontak antara udara dan air dalam
bahan tersebut menjadi lebih lama dan juga memungkinkan terjadi perpindahan
panas dan perpindahan massa yang lebih besar. Batu apung sendiri tersusun atas
unsur kapur yang relatif panas dan daya ikat terhadap partikel airnya rendah
sehingga kemungkinan akan berpengaruh dalam hal kemampuan pendinginan air
dibanding dengan spons.
Pengukuran dengan menggunakan pemanasan menggambarkan kondisi
yang serupa dengan kondisi yang sebenarnya di penerapan lapangan. Air yang
suhu tinggi akan masuk ke dalam cooling tower diasumsikan sama dengan air
yang keluar dari gudang pendingin. Oleh sebab itu, hasil pengujian kerja dari
menara pendingin akan lebih banyak membahas tentang hasil pengukuran dengan
menggunakan pemanasan. Cooling tower disimpan dalam ruangan tertutup
dimaksudkan untuk menghindari fluktuasi suhu dan kelembaban yang terlalu
ekstrim. Adanya kesalahan pada saat penelitian disebabkan karena suhu menara
pendingin belum sepenuhnya terkontrol dengan baik sehingga walaupun radiasi
matahari tidak masuk secara langsung, namun konduksi panas matahari oleh
dinding dan atap ke dalam ruangan tetap terjadi.
Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai porositas dan unsur bahan
pengisi selain batu apung dan spons. Hal ini bertujuan supaya dapat dihasilkan
perbandingan bahan apa yang lebih cocok dan efisien untuk dijadikan bahan
pengisi. Selain itu, perlu adanya pengembangan operasional sistem dalam hal
pengkombinasian sistem pendinginan agar dapat digunakan tanpa terikat dengan
cuaca dan keadaan alam. Sistem yang dimaksud mengandung unsur teknologi
terbaru yang dapat diterapkan di berbagai aspek lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Wibisono, Yusuf. 2005. Perbandingan unjuk kerja antar bahan pengisi pada
menara pendingin tipe induced counter flow. Jurnal Teknologi Pertanian,
6(3), 152-162.

You might also like