You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cor Pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan
dilatasi ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan; timbul akibat
penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru atau pembuluh darahnya.
Definisi ini menyatakan bahwa penyakit jantung kiri maupun penyakit jantung
bawaan tidak bertanggung jawab atas patogenesis kor pulmonal. Kor
Pulmonal dapat terjadi akut (contohnya PE masif) atau kronik.
Setiap penyakit yang menyerang paru-paru dan disertai dengan
hipoksemia dapat mengakibatkan kor pulmonal. Penyebab yang paling sering
adalah PPOM dimana perubahan dalam jalan napas dan sekresi yang tertahan
mengurangi ventilasi alveolar. Penyebab lainnya adalah kondisi yang
membatasi atau mengganggu fungsi ventilasi, yang mengarah pada hipoksia
atau asidosis (deformitas sangkar iga , obesitas masif) atau kondisi yang
mengurangi jaringan vascular paru (hipertensi arteri pulmonal idiopatik
primer, embolus paru). Kelainan tertentu system persyarafan, otot pernapasan,
dinding dada, dan percabangan arteri pulmonal juga dapat menyebabkan kor
pulmonal.
Insidens yang tepat dari cor pulmonal tidak diketahui, karena sering
kali terjadi tanpa dapat dikenali secara klinis atau pada waktu autopsy.
Perkirakan insidens kor pulmonal adalah 6 sampai 7% dari seluruh penyakit
jantung berdasarkan hasil penyelidikan yang memakai criteria ketebalan
dinding ventrikel postmortem(Fishman, 1998).
1.2 Rumusan masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Apakah pengertian dari kor pulmonal?


Bagaimana tentang etiologi?
Bagaimanakah patofisiologi dari kor pulmonal?
Bagimana patway kor pulmonal?
Apakah manifestasi klinis?
Apa sajakah pemeriksaan penunjang?
Bagaimana penatalaksanaan medis?
bagimana tentang teori askep kor pulmonal?

1.3 Tujuan Masalah


1.3.1

Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Asuhan keperawatan pada pasien kor
pulmonal.

1.3.2

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tentang pengertian kor pulmonal.
2. Untuk mengetahui tentang etiologi
3. Untuk mengetahui tentang patofisiologi
4. Untuk mengetahui tentang WOC
5. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis
6. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang
7. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan medis
8. Untuk mengetahui tentang teori askep kor pulmonal

BAB II
TINJAUAN TEORI
2

2. 1

Pengertian
Menurut Sylvia a. Price (2005:819) Cor pulmonal merupakan suatu
keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tanpa atau
dengan gagal jantung kanan; timbul akibat penyakit yang menyerang
struktur atau fungsi paru atau pembuluhnya darahnya.
Menurut Brunner & Suddarth (2001:619) kor Pulmonal adalah
kondisi dimana ventrikel kanan jantung membesar (dengan atau tanpa
gagal jantung sebelah kanan) sebagai akibat penyakit yang mengenai
struktur atau fungsi paru dan pembuluh darahnya.
Menurut WHO (1963), Definisi Cor Pulmonale adalah: Keadaan
patologis dengan di temukannya hipertrofi ventrikel kanan yang
disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru. Tidak termasuk
kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit
jantung konginetal (bawaan).
Menurut Braunwahl (1980), Cor Pulmonale adalah: Keadaan
patologis akibat hipertrofi/ dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh
hipertensi pulmonal.
Cor pulmonal adalah kondisi terjadinya pembesaran jantung
kanan(dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit
yang mempengaruhi struktur fungsi atau vaskularisasi paru-paru (menurut
sumantri iman, 2008).
Menurut Arief Mansjoer, (1999:453)kor pulmonal merupakan
penyakit paru dengan hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat
gangguan fungsi dan atau struktur paru(setelah menyingkirkan penyakit
jantung congenital atau penyakit lain yang primernya pada jantung kiri).

2.2

Etiologi
Penyakit-penyakit yang menyebabkan kor pulmonal adalah
penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru, seperti PE
berulang dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru akibat penyakit
pernapasan obstruktif atau restriktif. COPD terutama jenis bronchitis,

merupakan

penyebab

tersering

kor

pulmonal.

Penyakit-penyakit

pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonal dapat berupa


penyakit-penyakit intrinsic seperti fibrosis paru difus, dan kelainan
ekstrinsik, seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis, atau gangguan
neuromuscular berat yang melibatkan otot-otot pernapasan. Akhirnya,
penyakit vascular paru yang mengakibatkan obstruksi terhadap aliran
darah dan kor pulmonal cukup jarang terjadi dan biasanya merupakan
akibat dari PE berulang. (Sylvia A. price, 2005:820)
Menurut brunner & Suddarth, (2001:619-620) setiap penyakit
yang menyerang paru-paru dan disertai dengan hipoksemia dapat
mengakibatkan kor pulmonal. Penyebab yang paling sering adalah PPOM
dimana perubahan dalam jalan napas dan sekresi yang tertahan
mengurangi ventilasi alveolar. Penyebab lainnya adalah kondisi yang
membatasi atau mengganggu fungsi ventilasi, yang mengarah pada
hipoksia atau asidosis(deformitas sangkar iga, obesitas masif) atau kondisi
yang mengurangi jarring-jaring vascular paru(hipertensi arteri pulmonal
idiopatik primer, embolus paru). Kelainan tertentu system persyarafan,
otot pernapasan, dinding dada dan percabangan arteri pulmonal juga dapat
menyebabkan kor pulmonal.
Secara umum, penyakit cor pulmonal disebabkan oleh:
1. Penyakit paru-paru yang merata
Terutama empisema, bronkitis kronis dan fibrosis akibat tuberculosis.
2. Penyakit pembuluh darah paru-paru
Terutama trombosis dan embolus paru-paru, fibrosis akibat penyinaran
menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru-paru.
3. Hivopentilasi alveolar menahun
Adalah semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal,
misalnya:

a. penebalan pleura bilateral


b. kelainan neuromuskuler, seperti poliomielitis dan distrofi otot.
c. kiposkoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasitas rongga
toraks sehingga pergerakan toraks berkurang. (menurut Sumantri
Iman, 2008).

2.3

Patofisiologi
Apapun penyakit awalnya, sebelum timbuk col pulmonale biasanya
terjadi peningkatan resitensi vaskular paru dan hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja vertikel
kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung.
Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada
peningkatan resistensi vaskular paru pada arteri dan arteriola kecil.
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi
vaskular paru adalah(1) vasokontriksi hipoksik pembuluh darah paru-paru
dan (2) obstruksi dan/atau oblisteri jaringan vaskular paru-paru.
Mekanisme yang pertama tampaknya paling pentingdalam patogenesis
korpulmonale . hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis yang merupakan ciri
khas dari COPD bronkitis lanjut adalah contoh yang paling baik untuk
menjelaskan

bagaimana

alveolar(jaringan)

kedua

memberikan

mekanisme

itu

rangsangan

yang

terjadi.

Hipoksia

kuat

terhadap

vasokonstriksi pulmonal bukan hipoksemia . selain itu, hipoksia alveolar


kronik memudahkan terjadinya hipertropi otot polos arteriol paru ,
sehingga timbul respons yang lebih kuat terhadap hipoksia akut . Asidosis
hiperkapnia dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan
vasokonstriksi. viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat
polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia
kronik dan hiperkapnia , juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan
tekanan arteri paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai dengan

kerusakan bertahap struktur alveolar dengan pembentukan bula dan


obleterasi total kapiler-kapiler disekitanya hilangnya pembuluh darah
secara permanen menyebabkan berkurangnya jaringan vaskular. Selain itu,
pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar
karena efek mekanik volume paru yang besar. tetapi peranan obstruksi dan
obliterasi anatomik terhadap jaringan vaskular diperkirakan tidak
sepenting vaskontraksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonale. Kirakira dua pertiga sampai tiga perempat dari jaringan vaskular harus
mengalami obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri
paru yang bermakna. Asidosis reportorik kronik terjadi pada beberapa
penyakit pernapasan dan penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi
alveolar umum atau akibat kelainan V/Q. Dalam pembahasan diatas jelas
diketahui bahwa setiap penyakit paru yang mempengaruhi pertukaran gas,
mekanisme ventilasi, atau jaringan vaskular paru dapat mengakibatkan kor
pulmonale(Sylvia A price, 2005:820).
Menurut Brunner & Suddarth, (2001:620) Patofisiologi dari kor
pulmonal yaitu Paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang pada
saatnya akan mengenai jantung dan menyebabkan ventrikel kanan
membesar dan akhirnya mengalami ke gagalan. setiap kondisi yang
mengganggu oksigen paru paru akan menyebabkan hipoksemia
(penurunan tegangan oksigen arteri)dan hiperkapnea (peningkatan
karbondioksida dalam darah) mengakibatkan insufisiensi ventilator.
Hipoksia dan hiperkapnia menyebabkan vasokonstriksi arteri pulmonal
dan kemungkinan reduksi jaring-jaring vaskular paru, seperti pada
emfisema atau emboli paru. Akibatnya adalah peningkatan resistensi
dalam sistem sirkulasi pulmonal, dengan akibat lanjut peningkatan tekanan
darah paru(hipertensi paru). Tekanan arteri pulmonal rerata 45 mmHg atau
lebih mungkin terjadi pada kor pulmonal. Hipertrofi ventrikel kanan dapat
terjadi dan dapat diikuti dengan gagal ventrikel kanan.
Singkatnya, cor pulmonal terjadi akibat hipertensi paru yang
menyebabkan jantung sebelah kanan membesar karena peningkatan kerja

yang dibutuhkan untuk memompa darah terhadap tahanan yang tinggi


melalui sistem vaskular paru. (Brunner dan Suddarth, 2001:620).
Pembesaran ventrikel kanan pada cor pulmunal merupakan pungsi
pembesaran atau kompensasi dari peningkatan dalam apterload. jika
resistensi vaskuler paru- paru meningkat dan tetap meningkat seperti pada
penyakit vaskuler atau parenkrim paru-paru, meningkatkan curah jantung
dan pengerahan tenaga fisis dalam meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis secara bermakna. afterload ventrikel kanan secara kronis
meningkat jika volome paru-paru membesar seperti pada penyakit COPD
yang dikarenakan adanya pemanjangan pembuluh paru-paru dan kompresi
kapiler alviolar. Penyakit paru-paru dapat menyebabkan perubahan
fisiologis yang pada suatu waktu akan mempengaruhi jantung,
menyebabkan perbesaran ventrikel kanan, dan sering kali berakhir dengan
gagal jantung. beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan oksigenasi
paru-paru, dapat mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnia dan insufisiensi
ventilasi. hipoksia dan hiperkapnia akan menyebabkan vasokontriksi arteri
pulmonal dan memungkinkan penurunan vaskularisasi paru-paru seperti
pada emfisema dan emboli paru-paru. (Somantri Irman. 2008)

2.4

PATWAY

Kapiler pulmonal meningkat


Hipertensi pulmonal

Resisten vaskuler

tekanan arteri pulmonalis

Penurunan vaskularisasi

Volume paru

Emboli

Afterload ventrikel kanan

Bersihan nafas tidak efektif


produksi sputum

Pemanjangan pembuluh paru

Vasokontriksi arteri pulmonal

Peningkatan ketahanan

Peningkatan curah jantung

Peningkatan ruang mati,kerusakan difusi oksigen


Hipertrofi

Gagal jantung
Hipoksemia

Gangguan pertukaran gas

Hiperkapnia

Intolensasi aktivitas

2.5

MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis Kor Pulmonal terutama berdasarkan pada dua kriteria:
(1) Adanya penyakit pernapasan yang disertai hipertensi pulmonal dan (2)
bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan. Adanya hipoksemia yang
menetap, hiperkapnia, dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan pada
radiogram menunjukan kemungkinan penyakit paru yang mendasarinya.
Adanya emfisema cenderung mengaburkan gambaran diagnosis kor
pulmonale. Dipsnea yang memburuk dengan mendadak atau kelelahan,
pingsan pada waktu bekerja, atau rasa tidak enak angina pada substernal
mengisyaratkan

keterlibatan

jantung.

Tanda-tanda

fisik

hipertensi

pulmonal berupa kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya


bunyi pulmonik kedua, dan bising akibat insufisiensi katup trikuspidalis
dan pulmonalis. Irama gallop (suara jantung S3 dan S4), distensi vena
jugularis dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali, dan edema
perifer dapat terlihat pada pasien dengan gagal ventrikel kanan. (Sylvia A.
Price, 2005:821)
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit cor
pulmonal:
a. Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, contohnya COPD akan
menimbulkan gejala napas pendek dan batuk.
b. Gagal ventikel kanan:edema, distensi vena leher, organ hati teraba,
efusi, pleura, ascites, dan murmur jantung.
c. Sakit kepala, bingung dan somnolen terjadi akibat dari peningkatan
PCO2. (Somantri Irman, 2008)

Gejala-gejala kor pulmonal biasanya berhubungan dengan penyakit


paru yang mendasar, seperti PPOM. Napas pendek dan batuk adalah tandatanda penting pada PPOM. Dengan gagalnya ventrikel kanan, pasien
mengalami edema tungkai dan kaki, distensi vena leher, hepar yang
membesar dan teraba, efusi pleura, asites dan murmur jantung. Sakit
kepala, kelam pikir dan somnolen dapat terjadi sebagai akibat peningkatan
kadar karbondioksida. (Brunner & Suddarth. Medikal bedah)
2.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut somantri irman, (2008) pemeriksaan penunjangnya adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Radiologi
Batang pulmonal dan hilus membesar. Peluasan hilus dapat dihitung
dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri
pulmonalis utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal
toraks. Perbandingan >0, 36 menunjukkan hipertensi pulmonal.
b. Pemeriksaan EKG
c. Ekokardiografi
Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding vartikel
kanan. Meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, tekhnuk ini
dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam
hubungannya dengan pembesaran ventrikel kiri.
d. Magnetik resonance imaging (MRI)
Berguna untuk mengukur maasa ventrikel kanan, ketebalan dinding,
volume kavitas dan jumlah darah yang dipompa.
e. biopsi paru-paru

10

Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe


penyakit vaskuler paru-paru seperti penyakit vaskuler kologen, artritis
rematoid, dan granulomatosis waneger.

2.7

DIAGNOSIS BANDING
Hipertensi vena pulmonal, yang biasa di derita pasien stenosis
katup mitral dan perikarditis konstriktif, dapat dibedakan dengan tes fungsi
paru dan analisis gas darah.

2.8

PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah untuk meningkatkan
ventilasi pasien dan mengobati penyakit yang melatarbelakangi beserta
manisfestasi dari gagal jantungnya.
Penatalaksanaan medis secara umum:
1. pada pasien dengan penyakit asal COPD, pemberian O2 sangat
dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan
tekanan arteri pulmonal serta tahanan vaskuler pulmonal.
2. higienis bronkial, diberikan obat golongan bronkodilator.
3. jika terdapat gejala gagal jantung, perbaiki kondisi hipoksemia dan
hiperkapnia.
4. bedrest, diet rendah sodium, pemberian diuretik.
5. digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan
denyut jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.
(somantri irman, 2008)
11

2.9

PENGOBATAN
Pengobatan kor pulmonal ditujukan untuk memperbaiki hipoksia
alveolar(dan vasokonstriksi paru yang diakibatkanya) dengan pemberian
oksigen konsentrasi rendah dengan hati-hati. Pemakaian O2 yang terus
menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal, polisitemia, dan
takipnea ; memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas.
Bronkodilator dan antibiotik membantu meredakan obstruksi aliran udara
pada pasien-pasien COPD. Pembatasan cairan yang masuk dan diuretik
mengurangi tanda-tanda yang timbul akibat gagal ventrikel kanan. Terapi
antikoagulan jangka panjang diperlukan jika terdapat PE berulang(brunner
& suddarth, 2001).

BAB III
PEMBAHASAN

12

3.1

Pengkajian Teoritis Lengkap


A. Anamnesis:
1.

Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya yang
meliputi : Nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat,
agama dan tanggal pengkajian.

2.

Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah batuk, dada sebelah kanan terasa sakit, batuk, sakit kepala,
somnolen.

3.

Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)


Penderita cor pulmonal menampakkan gejala nyeri dada, batuk , dan
disertai dengan demam yang tinggi.

4. Riwayat Kesehatan terdahulu (RKD)


Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit,
kemungkinan pasien perna menderita penyakit sebelumnya seperti :
obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang
paling sering adalah klien dengan riwayat hipertensi pulmonal
5. Riwayat kesehatan Keluarga (RKK)
Riwayat adanya penyakit cor pulmonal pada anggota keluarga yang
lain seperti: penyakit jantung.
6. Data Dasar Pengkajian Pasien
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelelahan, keletihan, malaise, ketidakmampuan melakukan
aktivitas sehari-hari, dispnea saat istirahat dan tidur,
ketidakmampuan dalam tidur.
Tanda : keletihan, kelemahan umum, gelisah, insomania.
2. Sirkulasi
Gejala : peingkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung,

13

takikardia, distensi vena leher, edema, sianosis, clubbing finger.


Tanda : takikardia, wajah tampak pucat.
3. Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat badan,
atau peningkatan BB karena edema.
Tanda : turgor kulit buruk, edema penurunan/peningkatan BB.
4. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal
Tanda : pasien tampak gelisah
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk).
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
6. Pernafasan
Gejala : ketidakmampuan untuk bernafas (asma), batuk menetap
dengan produksi sputum.
Tanda : fase ekspirasi memanjang, penggunaan otot bantu
pernafasan, sianosis, dada bentuk barrel chest, clubbing finger.
7. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan
steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8. Pemeriksaan Penunjang :
Foto thorax: Perbesaran vetrikel kanan, kelainan parenkim paru,
pleura, dinding thorax.
Laboratorium: Analisa gas darah
EKG: Hipertensi pulmonal
B. Pola Fungsi Kesehatan (Gordon) :
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan dia tidak tahu dengan penyakitnya sekarang.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
penurunan nafsu makan, penurunan sensasi kecap, mual-mua

14

3) Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : 1x sehari
Buang air kecil (BAK) : 4x sehari
4) Pola aktifitas dan latihan
Pasien dalam melakukan aktivitas perlu bantuan orang lain, dan
gampang cepat lelah.
5) Pola istirahat dan tidur
Mengalami insomania (susah untuk tidur) dan waktu istirahat hanya 6
jam.
6) Pola kognitif dan persepsi
Status mental: sadar dan orientasi baik.
Ketidaknyamanan/ nyeri: akut.
Penatalaksaan nyeri: Pemberian oksigen untuk pertukaran gas.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang masalah ini : klien mengatakan bahwa dadanya
terasa sesak dan nyeri
8) Pola peran hubungan
Pasien tidak bisa melakukan aktivitas

hubungan social dengan

lingkungan.
9) Pola seksual dan reproduksi
Menstruasi sesuai siklus dan tidak mengalami gangguan.
10) Pola koping dan toleransi
Keadaan emosi pasien sangat labil, dan tidak bisa mendengar berita
buruk.
11) Keyakinan dan kepercayaan : Islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : semua masalah di kembalikan
keteraturan agama
C.Pemeriksaan Fisik ( Head to too)
1). keadaan umum :
penampilan umum : Klien tampak lemah, klien tampak kesulitan
bernapas dan klien tampak gelisah.

15

2). Tanda tanda vital :


TD: 150/90 mmHg
ND: 120 x/menit
RR: 32 x/menit
S :38oC
3). Kulit
Tampak Sianosis, turgor kulit >2 detik,
4). Kepala/rambut
Rambut tampak pirang dan kasar.
5). Mata
Konjungtivas mata tampak normal
6). Telinga
Fungsi pendengaran : normal
7). Hidung dan sinus
Pernafasan dengan cuping hidung dan menandakan adanya kesulitan
dalam bernafas
8). Mulut dan tenggorokan
Terdapat bau mulut dan plat pada gigi.
9). Leher
Terlihat pembesaran tekanan vena jugularis
10). Thorak/ paru
Inspeksi

: adanya kardiomegali

Palpasi

: adanya gerakan otot bantu pernapasan

Perkusi

: suara paru redup

Auskultasi

: suara paru kiri terdengar ronchi

11). Jantung
Inspeksi

: tidak telihat adanya gerakan ictus kordis

Palpasi

: tidak teraba trill pada ictus cordis

Perkusi

: bunyi jantung pekak

Auskultasi

: S1 S2 tunggal,mur mur

16

12). Abdomen
Inspeksi

: adanya asites

Auskultasi

: adanya bising usus 5-35x/menit

Perkusi

: adanya suara sonor

Palpasi

:-

13).Genetalia

: penurunan libido

14).Rectal

15).Ekstremitas
ROM : nilainya dapat menggerakan anggota
3
3
Kekuatan otot :
16).Vaskuler perifer

Perubahan warna (kuku, kulit, bibir) : kulit kering,


17).Neurologis

17

ANALISA DATA
N
O
1.

2.

DATA

ETIOLOGI

MASALAH

DS:
Klien mengatakan
sering batuk berdahak namun
tidak dapat mengeluarkan
dahak
DO :
Klien tampak
menahan rasa sakit /nyeri pada
dada.
Klien tampak
kesulitan bernapas.
Klien tampak pucat.
Tanda tanda vital :
TD: 150/90 mmHg
ND: 120 x/menit
RR: 32 x/menit
S :38oC

peningkatan
produksi sputum,

Bersihan jalan
napas tidak
efektif

Perubahan
membran
alveolar-kapiler

Gangguan
pertukaran gas

DS:
Klien menyatakan
susah dalam bernafas.
DO:
-

3.

Sesak
Sianosis
Nadi 60-100x/mnt
Gelisah atau cemas
T: 37,50C
Adanya polisitemia (Ht >
50%), tekanan oksigen
(PaO2) darah arteri < 60
mmHg,tekanan
karbondioksida (PaO2) >50
mmHg
Hipoksemia

DS:
Klien mengatakan
lemah
Klien mengatakan
keletihan
Klien mengatakan

18

Intoleransi
aktivitas

tidak nyaman saat bergerak


DO:
klien tampak gelisah
Frekuensi jantung
tidak normal
Dipsnea
Adanya perubahanperubahan EKG mencerminkan
iskemia;disritmia.

3.2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan yang muncul


1. Bersihan jalan napas tidak efektif b. d peningkatan produksi sputum,
penurunan energy kelemahan
2. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran alveolar-kapiler
3. Intoleransi aktivitas b. d kontraksi ventrikel.

19

3.3 Perencanaan
N
Diagnosa
O
keperawatan
1 Bersihan Jalan
. napas tidak
efektif b. d
peningkatan
produksi sputum,

2 Gangguan
pertukaran gas
b.d. perubahan
membran
alveolar-kapiler

Tujuan
Setelah di lakukan
intervensi keperawatan
selama 1X24 jm
diharapkan pasien
menunjukan jalan napas
paten dengan bunyi
napas bersih, tidak ada
dipsnea, sianosis.
KH:
Pasien biasa batuk
evektif
- TTV dalam batas
normal :
TD:120/80 mmHg
ND: 60-100 x/i
RR: 16 -24 x/i
S :37 oC
-tidak ada sekresi mucus
kental, klien rileks tidak
mengantuk(ceria)
Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x
24 jam diharapkan
terjadi perbaikan

Intervensi
Kaji tanda-tanda vital; terutama pernafasan .

Rasional

Kaji bersihan jalan nafas : sputum, mulut,


stridor, ronchii
Berikan posisi pasien semi fowler

Lakukan fibrasi paru dan postural drainage

Lakukan penghisapan lendir tiap 3 bila perlu

Evaluasi hasil kegiatan tiap 3 jam atau bila


perlu

Pernafasan merupakan karakteristik


utama yang terpengaruh oleh adanya
sumbatan jalan nafas
Pemantauan kepatenan jalan nafas
penting untuk menentukan tindakan
yang perlu diambil
Memudahkan ekspansi maksimum
paru-paru .
Rangsangan fisik dapat meningkatkan
mobilitas secret dan merangsang
pengeluaran secret lebih banyak
Eliminasi lendir dengan suction
sebaiknya dilakukan dalam jangka
waktu kurang dari 10 menit, dengan
pengawasan efek samping suction
Memasatikan tindakan/prosedur yang
dilakukan telah mengurangi masalah
pada klien.

Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan Manifestasi distres pernafasan tergantung


bernafas
pada atau indikasi derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum
Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi
20

ventilasi dan oksigenasi Observasi warna kulit, membran mukosa, dan


atau respon tubuh terhadap demam atau
jaringan dengan kriteria
menggigil. Namun sianosi daun telinga,
kuku, catat adanya sianosis perifer atau
hasil:
membran mukosa, dan kulit sekitar
sentral
- Tidak sesak
mulut ( membran hangat) menunujukkan
- Tidak sianosis
hipoksemia sistemik
- Nadi 60 Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan
100x/mnt
somnolen
dapat
menunjukkan
Kaji status mental
- Tidak gelisah
hipoksemia atau penurunan oksigenasi
atau cemas
serebral
- T: 37,50C
Takikaardi biasanya ada sebagai akibat
demam atau dehidrasi tetapi dapat
Awasi frekuensi irama jantung
sebagai respon terhadap hipoksemia
Demam tinggi (umum pada pneumonia
bakterial
dan
influenza)
sangat
Awasi suhu tubuh , sesuai indikasi
meningkatkan kebutuhan metabolika
dan kebutuhan oksigen dan mengganggu
oksigenasi seluler
Ansietas adalah manifestasi masalah
psikologi
sesuai
dengan
respon
Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan
fisiologiterhadap hipoksia. Pemberian
masalah perasaan
keyakinan dan meningkatkan rasa aman
dapat
menurunkan
komponen
psikologis,
sehingga
menurunkan
kebutuhan oksigen dan efek merugikan
dari respon fisiologis.

3 Intoleransi
aktivitas
berhubungan

Setelah
dillakukan
intervensi keperawatan Kaji respon pasien terfhadap aktiivitass, Penurunan pengisian dan curah jantung
perrhatikan adanya dan perubahan dalam
dapat menyebabkan pengumpulan cairan
selama
3x24
jam
21

dengan
hipoksemia

diharapkan
aktivitas
kelujhan keleemahan, keletihan, dan dipsnea
dalam kantung perikardial bila ada
dapat kembali norma,
berrkenaan dengan ak tivitas
verikarditis.
melaporkan peningkatan
menentukan
derajat
dalam toleransi aktivitas Pantau prekuensi atau irama jantuung. TD, Membantu
ddan prekuuensi pernafassan sebelun atau
dekompensasi jantung dan pulmonal.
yang dapat di ukur, tidak
setelah aktivitas dan selama diperlukan.
penurunan TD, takikardial, disritnia dan
ada lagi penurunan
takipnea
adalah
inddikatip
dari
dalam
tanda-tanda
kerusakan toleransi jantung terhadap
intoleransi fisiologi.
aktivitas.
KH:
Peningkatan perseddiaan oksigen untuk
klien tidak lagi keletihan Berikan oksigen dan suplemen.
atau kelemahan(rileks),
mengimbangi peningkatan konsumsi
TTV
dalam
batas
oksisgen yang terjadi dengan aktivitas.
Pantau perubahan EKG
Menentukan adanya perubahan konduksi
normal: TD :120/80
jantung seperti iskemia, dan disritmia ,
mmHg, ND:60-100x/I,
akibat dari hipertensi pulmonal.
RR:16-20x/I,
Tidak ada lagi dipsnea,
tidak ada lagi iskemia,
tidak ada lagi disritmia

22

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kor Pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan; timbul akibat penyakit
yang menyerang struktur atau fungsi paru atau pembuluh darahnya.
Penyakit-penyakit yang menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang
secara primer menyerang pembuluh darah paru, seperti PE berulang dan penyakit
yang mengganggu aliran darah paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau
restriktif. COPD terutama jenis bronchitis, merupakan penyebab tersering kor
pulmonal. Penyakit-penyakit pernapasan restriktif yang menyebabkan kor
pulmonal dapat berupa penyakit-penyakit intrinsic seperti fibrosis paru difus, dan
kelainan ekstrinsik, seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis, atau gangguan
neuromuscular berat yang melibatkan otot-otot pernapasan. Akhirnya, penyakit
vascular paru yang mengakibatkan obstruksi terhadap aliran darah dan kor
pulmonal cukup jarang terjadi dan biasanya merupakan akibat dari PE berulang.
(Sylvia A. price, 2005:820)
4. 2 Saran
Dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui tanda dan gejala serta
penyebab dari Cor Pulmonal. Dan kita sebagai perawat harus mengetahui tindakan
yang harus kita lakukan jika menghadapi pasien dengan penyakit Cor pulmunal.

23

DAFTAR PUSTAKA

Suddarth & brunner. 2001. Keperawatan Medikal Bedah vol. 1. EGC:Jakarta.


Price, Sylvia. A. 2005. Patofisiologi. EGC:Jakarta.
Doengus, marilynn E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan. EGC:Jakarta.
Mansjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta. FKUI:jakarta.
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
Sistem pernapasan. Salemba Medika:Surabaya.

24

25

You might also like