You are on page 1of 24

USULAN PENELITIAN

KEABSAHAN CLICK WRAP CONTRACT YANG DIGUNAKAN OLEH


MASKAPAI PENERBANGAN DI INDONESIA BERDASARKAN PASAL
1320 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DIKAITKAN
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Latar Belakang
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepualuan yang
terdiri atas beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan serta
sebagian besar perairan yang terdiri atas laut 1. Indonesia merupakan
negara kepulauan yang sangat luas dengan letak geografis antar satu
pulau dengan pulau lainnya saling berjauhan, yang kadangkala laut yang
menjadi pemisah antara dua pulau justru lebih luas daripada pulau yang
dipisahkannya2. Namun demikian, semua yang ada di sisi bagian garis
pangkal merupakan satu kesatuan3, sehingga Indonesia menurut
Konvensi Hukum Laut 1982 disebut negara kepulauan (archipelago
state)4. Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 pun menyatakan bahwa setiap
negara mempunyai kedaulatan yang penuh dan eksklusif atas ruang
udara yang ada diatasnya 5.
Dengan letak geografis seperti demikian, Indonesia memerlukan
sarana transportasi untuk mendukung terjalinnya hubungan, baik antar
daerah

maupun

antar

pulau.

Indonesia

membutuhkan

banyak

pengangkutan, baik melalui daratan, perairan, maupun udara yang


1

Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Pengangkutan Niaga,


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008, hlm.34
2
Prof. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Binacipta,
1986, hlm.186
3
Lihat Konsideransi Deklarasi Djuanda, 13 Desember 1957. Deklarasi
ini telah diundangkan dalam Undang-undang No.4/Prp./1960 tentang Perairan
Indonesia.
4
Konvensi Hukum Laut 1982
5
Priyatna Abdurrasyid, Kedaulatan Negara di Ruang Angkasa, Jakarta:
Pusat Penelitian Hukum Angkasa, 1972, hlm.45

mampu menjangkau seluruh wilayah negara Indonesia bahkan ke negaranegara lain6.


Permintaan jasa angkutan udara terus meningkat sebagai akibat
berhasilnya pembangunan nasional7. Selain itu, perkembangan jasa
angkutan udara di Indonesia yang terus meningkat tidak terlepas dari
peran globalisasi.
Globalisasi merupakan sebuah proses yang membawa masyarakat
dunia dalam satu tatanan kehidupan yang baru dengan meningkatnya
aliran informasi, modal, barang, dan jasa, sebagaimana dikemukakan oleh
George C. Lodge8;
Globalization is the process where the world and the people are
becoming increasingly interconnected in all facets of their lives:
cultural, economic, political, technological, and environmental. A
major impetus to globalization is the ever increasing flow of the
information, money, goods,and service....
Agar terjadi pengangkutan dengan pesawat udara perlu diadakan
perjanjian pengangkutan terlebih dahulu anatar perusahaan penerbangan
sipil dan penumpang atau pemilik barang yang dibuktikan dengan tiket
penumpang atau tiket bagasi 9. Perusahaan penerbangan sipil wajib
mengangkut

orang

atau

barang

setelah

disepakati

perjanjian

pengangkutan10.
Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana pengangkut
mengikatkan diri utnuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang
atau barang dari satu tempat ke tempat tujun tertentu dengan selamat dan
penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan11.
Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 15 tahun 1992 tentang
Penerbangan,

kegiatan

pengangkutan

udara

sipil

yang

melayani

Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Loc.cit


K. Martono, S.H.,LLM., Hukum Udara, Angkutan Udara, dan Hukum
Angkasa, Bandung: Alumni, 1987, hlm.59
8
George C. Lodge. Managing Globalization in The Age of
Interdependance, San Diego: Pleifer&Co., 1995, hlm.18
9
Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Pengangkutan Niaga,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008, hlm.22
10
Pasal 41 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan
11
Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Op.cit, hlm.46
7

pengangkutan

dalam

negeri

atau

ke

luar

negeri

hanya

dapat

diselenggarakan oleh badan hukum Indonesia yang telah mendapat izin


dari pemerintah. Penyelenggara Pengangkutan Udara harus berstatus
perusahaan badan hukum Indonesia yang menjalankan kegiatan usaha di
bidang pengangkutan12.
Menurut ketentuan

Undang-undang

Penerbangan

Indonesia,

pesawat udara adalah setiap alat yang dapat terbang di atmosfer karena
daya angkat dari reaksi udara13. Pengangkut pada pengangkutan udara
adalah Perusahaan Pengangkutan Udara yang mendapat izin operasi dari
pemerintah menggunakan pesawat udara sipil dengan memungut
bayaran14. Perusahaan badan hukum penyelenggara pengangkutan udara
dapat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti PT. Garuda Indonesia
airways (Persero); dapat juga Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), seperti
PT. Indonesia AirAsia, PT. Lion Airlines, dan PT. Sriwijaya Airlines.
Sistem penyelenggaraan angkutan udara meliputi penerbangan
komersial, baik berjadwal (Scheduled flight) maupun tidak berjadwal (nonscheduled flight) yang melakukan rute penerbangan nusantara, rute
penerbangan lokal (daerah), dan rute-rute penerbangan perintis 15.
Untuk menggunakan jasa transportasi udara, kini konsumen dapat
menghubungi salah satu maskapai penerbangan yang tersedia di
Indonesia dan melihat jadwal penerbangan yang mereka miliki. Setelah
konsumen memilih jadwal yang tepat dan setuju untuk menggunakan jasa
pengangkutan

maskapai

penerbangan

tersebut,

konsumen

akan

membayar biaya yang telah ditentukan oleh maskapai penerbangan. Lalu


pada jadwalnya nanti, maskapai penerbangan tersebut akan mengangkut
konsumen sesuai dengan tujuan yang telah dipilih sebelumnya. Perjanjian
semacam ini termasuk ke dalam perjanjian pengangkutan. Bukti perjanjian
dari perjanjian pengangkutan pesawat adalah berupa tiket pesawat yang
12

Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Pengangkutan Niaga,


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008, hlm.69
13
Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Op.cit, hlm.126
14
Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Pengangkutan Niaga,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008, hlm.69
15
K. Martono, S.H.,LLM., Hukum Udara, Angkutan Udara, dan Hukum
Angkasa, Bandung: Alumni, 1987, hlm.59

biasanya memuat waktu keberangkatan, tempat asal penerbangan,


tempat

tujuan

penerbangan,

dan

keterangan

lainnya

terkait

keberangkatan.
Tiket penumpang dan tiket bagasi merupakan tanda bukti telah
terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan 16.
Tiket penumpang ini harus diterbitkan atas nama (on name)17.
Pencatuman nama penumpang perlu karena dia adalah pihak dalam
perjanjian dan untuk kepastian dalam pengangkutan udara.
Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku
masyarakat dan peradaban manusia secara global 18. Dahulu, biasanya
orang berdagang secara tradisional dalam proses jual-beli. Penjual dan
pembeli bertatap muka untuk melihat barang yang akan dijual, kemudian
mereka akan bernegosiasi mengenai harga dan hal-hal lainnya yang
dirasa perlu sampai terjadinya kesepakatan dan proses jual beli itu pun
segera dilakukan. Namun kini, dengan adanya internet para pelaku bisnis
tidak perlu bertemu secara tatap muka untuk dapat berkomunikasi.
Internet merupakan sebuah revolui yang mengubah ekonomi dan sosial
dunia kita19. Sistem perdagangan berbasis teknologi ini sekarang kita
sebut sebagai e-commerce. E-commerce merupakan salah satu bentuk
transaksi

perdagangan

yang

paling

banyak

dipengaruhi

oleh

perkembangan teknologi informasi20. Melalui transaksi perdagangan ini,


konsep pasar tradisional (dimana penjual dan pembeli bertemu secara
fisik) berubah menjadi konsep telemarketing (perdagangan jarak jauh
dengan menggunakan internet)21.
16

Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang


Angkutan Udara
17
Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Pengangkutan Niaga,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008, hlm.156
18
Prof. Dr. H. Ahmad M. Ramli, SH., MH., FCBArb., Cyber Law dan Haki
dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2010, hlm. 1
19
Candra Ahmadi, E-Business & E-Commerce, Bandung: Andi, 2013,
hlm. 52
20
Drs. Dikdik M. Arief Mansur, SH.,MH., Cyber Law Aspke Hukum
Teknologi Informasi, Bandung: Refika Aditama, 2009, hlm. 144
21
Albarda, Sistem Informasi untuk Kegiatan Promosi dan Perdagangan,
makalah pada seminar Informas ITB Bandung, 1997.

Kini pihak penjual dapat mengirimkan data mengenai barang yang


akan ia jual kepada calon pembelinya yang ada di belahan dunia
manapun melalui internet. Dalam bidang pengangutan, Abdulkadir
Muhammad mengatakan bahwa di samping ketentuan Undang-undang
Pengangkutan, juga berlaku kebiasaan masyarakat yang dapat membayar
biaya pengangkutan kemudian22.
Pelayanan melalui situs yang dapat dibuka melalui internet sangat
membantu konsumen atau calon penumpang karena calon penumpang
tidak perlu datang langsung ke tempat maskapai penerbangan namun
mereka dapat langsung membuat perjanjian pengangkutan dengan pihak
maskapai penerbangan dimanapun mereka berada selama mereka
terhubung dengan jaringan internet. Pelayanan ini sangat menghemat
waktu, tenaga, dan biaya, baik bagi maskapai penerbangan itu sendiri
maupun bagi calon penumpang sebagai konsumen pada umumnya.
Melalui situs yang disediakan maskapai penerbangan, konsumen
dapat memilih sendiri jadwal penerbangan yang mereka butuhkan dengan
cara meng-klik tulisan yang ada pada layar komputer. Kemudian pihak
maskapai penerbangan akan memberi respon dengan menanyakan
beberapa

pertanyaan

yang

harus

dijawab

dengan

lengkap

oleh

konsumen. Kemudian pihak maskapai penerbangan akan memaparkan


lagi hal-hal pokok pengangkutan yang telah dipilih sebelumnya oleh
konsumen, seperti waktu keberangkatan, tempat asal dan tempat tujuan
penerbangan, biaya yang harus dibayar, dan lain sebagainya, dengan
tujuan konsumen dapat melihat dan memeriksa lagi hal-hal tersebut,
sebelum

akhirnya

menyatakan

setuju

untuk

menggunakan

jasa

pengangkutan maskapai penerbangan tesebut.


Cara melakukan persetujuan tersebut adalah dengan meng-klik
tombol yang

muncul di layar yang mengindikasikan persetujuan

konsumen. Biasanya persetujuan tersebut ditandai dengan tombol OK, I


Agree,atau I accept. Setelah itu dilakukan, konsumen diharuskan untuk
22

Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Pengangkutan Niaga,


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008, hlm.46

membayar sejumlah biaya yang telah disetujuinya tadi. Dengan demikian,


proses pembuatan perjanjian pengangkutan telah selesai dan pihak
maskapai penerbangan akan memberikan e-mail (surat elektronik) kepada
konsumen yang berisi pemberitahuan mengenai kode tiket pesawat. Kode
tiket pesawat ini nantinya harus ditukarkan di bandara untuk mendapatkan
tiket pesawat seperti pada perjanjian pengangkutan udara pada
umumnya.
Proses pembentukan perjanjian seperti yang telah dipaparkan di
atas ditandai dengan meng-klik tombol-tombol yang disediakan pada situs
milik maskapai penerbangan sampai akhirnya kesepakatan itu terbentuk.
Tombol-tombol yang di-klik tersebut menunjukkan persetujuan konsumen
untuk menerima isi perjanjian yang dibuat oleh maskapai penerbangan,
seperti yang selayaknya terjadi pada saat akhir negosiasi dimana para
pihak pembuat perjanjian bertatap muka. Perjanjian semacam ini disebut
click wrap contract. Click wrap contract dianggap terbentuk apabila
pengguna situs memberikan tanda persetujuannya atas ketentuanketentuan dan persyaratan-persyaratan penjanjian dengan cara meng-klik
tombol yang mengindikasikan persetujuan di situs tersebut 23.
Namun demikian, terdapat beberapa permasalahan hukum yang
muncul dalam click wrap contract, salah satunya adalah mengenai
keabsahannya. Dengan adanya click wrap contract terjadi banyak hal baru
dalam transaksi perdagangan itu sendiri. Hal ini disebabkan media
internet memungkinkan para pihak tidak bertemu secara langsung ketika
terjadinya perjanjian. Konsumen pun tidak dapat melihat secara langsung
barang yang akan dibelinya, atau dalam kasus ini adalah tiket fisik yang
secara umum didapatkan melalui transaksi langsung.
Masalah-masalah lain yang muncul antara lain keragu-raguan
terhadap

kecakapan

subyek

hukum

yang

membuat

perjanjian

pengangkutan melalui situs yang disediakan maskapai penerbangan,


serta ketidakpastian kapan saat para pihak mencapai kata sepakat
2323

M. Arsyad Sanusi, Hukum dan Teknologi Informasi, Koppostel, Jakarta, 2004, hlm, 409.

sehingga perjanjian pengangkutan udara tersebut berlaku dan memiliki


kekuatan mengikat secara hukum kepada para pihak. Para pihak yang
dimaksud dalam penulisan ini dibatasi hanya sebatas pihak yang
menawarkan jasa pengangkutan, yaitu maskapai penerbangan di
Indonesia yang menyediakan website untuk membantu pelayanannya
terhadap

konsumen

dan

masyarakat

Indonesia

sebagai

calon

penumpangnya.
Hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai syarat-syarat
keabsahan suatu perjanjian terdapat di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yang di dalam penulisan ini seterusnya akan disebut
KUH Perdata, Pasal 1320 yang berbunyi:
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Jadi, untuk mengkaji keabsahan dari perjanjian pengangkutan
maskapai penerbangan di Indonesia, dasar hukum yang digunakan
adalah Pasal 1320 KUH Perdata mengenai keabsahan perjanjian.
Skripsi ini dalam penulisannya tidak menemukan judul yang sama
yang terdapat di Fakultas Hukum Universita Padjadjaran, adapun
penulisan skripsi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Radhi Salfian Harci, Universitas Padjadjaran, tahun 2005,
dengan judul tugas akhir: KEABSAHAN JUAL BELI LELANG
MELALUI

MEDIA

INTERNET

DIHUBUNGKAN

DENGAN

HUKUM PERDATA DI INDONESIA.


Perbedaan antara skripsi peneliti dengan skripsi tersebut terletak
pada identifikasi masalah dan pembahasan yang dibahas. Di dalam
skripsi tersebut membahas mengenai jual beli lelang melalui media
internet. Sedangkan dalam skripsi ini membahas mengenai click wrap
contract yang digunakan oleh maskapai penerbangan di Indonesia.
Identifikasi masalah dari skripsi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Apakah mekanisme jual-beli lelang melalui media internet sudah
sah menurut ketentuan hukum perdata Indonesia?

2) Bagaimanakah akibat hukumnya apabila barang lelang yang


ditawarkan melalui internet, pada saat Levering (penyerahan)
tidak

sesuai

dengan

spesifikasi

yang

telah

disepakati

sebelumnya?
Melihat permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka penulis
tertarik untuk menulis skripsi dengan judul: KEABSAHAN CLICK WRAP
CONTRACT YANG DIGUNAKAN OLEH MASKAPAI PENERBANGAN
YANG ADA DI INDONESIA BERDASARKAN PASAL 1320 KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
B. Identifikasi Masalah
Penulisan hukum ini akan dibatasi dengan perumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah click wrap contract yang digunakan oleh maskapai
penerbangan di Indonesia telah memenuhi syarat-syarat yang
terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengenai keabsahan
perjanjian?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dengan
adanya kerugian dalam clik wrap contract ditinjau dari kitab
undang-undang

hukum

perdata

dan

undang-undang

perlindungan konsumen?
C.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan perjanjian
pengangkutan udara oleh maskapai penerbangan di Indonesia dan
calon penumpangnya yang dibentuk melalui proses click wrap
contract.
2. Untuk mengetahui apakah click wrap contract yang digunakan oleh
maskapai penerbangan yang ada di Indonesia telah memenuhi syaratsyarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengenai
keabsahan perjanjian.
8

D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memiliki nilai kegunaan sebagai
berikut:
1. Secara

teoritis,

memberikan
pengangkutan

hasil

penulisan

pengetahuan
antara

lebih

maskapai

hukumini
tentang

diharapkan

keabsahan

penerbangan

dapat

perjanjian

dan

calon

penumpangnya yang dibentuk melalui proses click wrap contract.


2. Secara praktis, hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat berguna
bagi penciptaan dan penyempurnaan kaidah hukum yang berkaitan
dengan perjanjian pengangkutan udara.
3. Diharapkan hasil penelitian ini juga berguna bagi masyarakat dan
pihak lain yang membutuhkan informasi seputar masalah perjanjian
pengangkutan udara yang dibentuk melalui proses click wrap contract.
E. Kerangka Pemikiran

Konsumen yang dibahas dalam penelitian ini adalah konsumen


akhir yang merupakan setiap pengguna barang dan atau jasa untuk
kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk
memproduksi barang atau jasa lain atau memperdagangkannya kembali 24.
Konsumen akhir ini juga adalah konsumen yang dimaksud dalam Pasal 1
Angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (selanjutnya disebut UUPK 1999).
Konsumen mempunyai hak-hak tersendiri yang membutuhkan
perlindungan secara hukum. Hak-hak tersebut perlu mendapatkan
jaminan untuk memberikan kepuasaan kepada konsumen atas barang
dan jasa yang dikonsumsinya. Jaminan tersebut dapat direalisasikan
dengan adanya perlindungan hukum.
24

Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,


1995, hal.18.

Dalam

lingkup

nasional,

timbulnya

pemikiran

mengenai

perlindungan hukum terhadap konsumen tidak terlepas dari fungsi hukum


itu sendiri, yakni:25
1. Hukum merupakan sarana pembaruan masyarakat didasarkan
atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban
dalam usaha pembangunan atau pembaruan itu merupakan
sesuatu yang diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak) perlu.
2. Hukum sebagai sarana pembangunan adalah bahwa hukum
dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi
sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti
penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh
pembangunan atau pembaruan.
Kedua fungsi hukum yang disebut di atas amat berperan dalam
pembangunan nasional. Kebutuhan adanya pembangunan hukum dalam
bentuk

berbagai

peraturan

perundang-undangan

pada

hakikatnya

ditujukan untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat, begitu pula


kepastian hukum dalam bidang perlindungan konsumen. Dengan adanya
kepastian hukum dalam bidang perlindungan konsumen, maka dapat
menjamin hak-hak konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa yan
gnilainya sesuai dengan alat tukar yang dikeluarkan. Maka dari itu,
terbentuklah UUPK 1999.
Hak-hak konsumen yang diatur dalam UUPK 1999 memberikan
perlindungan terhadap konsumen di dalam melakukan setiap aktivitas
ekonominya, karena adakalanya kedudukan konsumen dan pelaku usaha
menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah.
Posisi tersebut disebabkan karena lemahnya faktor ekonomi, tingkat
pendidikan, serta daya tawar dari konsumen itu sendiri. Hal ini didasarkan
oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Sekretariat Jenderal PBB sesuai
25

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam


Pembangunan, Bandung: Alumni, 2002, hal. 88.

10

resolusi LXIII tentang Perlindungan Konsumen dalam sidang ke-63


Economic and Social Council (ECOSOC) pada tahun 197726.
Apabila dikaitkan dengan peristiwa yang dialami oleh pembeli tiket
maskapai penerbangan melalui click wrap contract, dapat ditemukan
banyak kejadian yang merugikan hak-hak konsumen. Pelanggaran hak
yang dialami oleh konsumen calon penumpang maskapai penerbangan ini
kadangkala merupakan kelalaian pelaku usaha di dalam melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan ketentuan yan gtelah diatur di dalam Pasal 7
UUPK 1999 sebagai berikut:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan
penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
3. Melakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/jasa yang berlaku;
5. Memberi

kesempatan

kepada

konsumen

untuk

menguji

dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi


jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila
barang

dan/atau

jasa

yang

diterima

atau

dimanfaatkan

konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.

26

United Nation Economic and Social Council, E/1978/81 8 June 1978;


Report of The Secretary General on Consular Protection: A SURVEY OF
INSTITUTIONAL ARRANGEMENTS AND LEGAL MEASURES.

11

Sudah

merupakan

suatu

kewajiban

pelaku

usaha

untuk

melaksanakan kewajiban yang telah dibebankan kepada mereka bilamana


terjadi kerugian dipihak konsumen. Karena pada dasarnya dalam suatu
eprjanjian harus dilandasi oleh itikad baik seperti tercantum di dalam pasal
1338 ayat (3) BW yang berbunyi: 27
Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan oleh itikad baik.
Sehingga, berdasarkan kewajiban pelaku usaha sudah semestinya
penyedia jasa angkutan memperhatikan pengguna jasanya dalam hal: 28
1. Keamanan;
2. Ketepatan;
3. Keteraturan;
4. Kenyamanan;
5. Kesenangan;
6. Kepuasan.
Berdasarkan pemikiran di atas, menarik untuk diteliti sampai sejauh
manakah keabsahan click wrap contract dan perlindungan hukum
terhadap konsumen maskapai penerbangan di Indonesia. Penelitian ini
dilakukan mengingat adanya beberapa hal yang mendesak berkaitan
dengan masih tingginya pelanggaran terhadap hak-hak konsumen
maskapi penerbangan di Indonesia.
Pengertian perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Sedangkan yang dimaksud dengan
jual-beli menurut pasal 1457 KUHPerdata adallah suatu perjanjian,
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
27

R. Subekti dan R. Tjitrosudibjo, Kitab Undang-undang Hukum


Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1990, hal. 342.
28
H.A. Abbas Salim, Manajemen Transportasi, Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 1998, hal.18.

12

suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan.
Dari kedua pengertian diatas, maka perjanjian jual-beli dapat
diartikan sebagai suatu perjanjian timbal balik, dimana satu pihak yang
melakukan penyerahan atau kebendaan dinamakan penjual, dan pihak
lain yang membayar suatu harga atas barang yang diserahkan tersebut
dinamakan pembeli. Pada perkembangan selanjutnya, perjanjian jual-beli
meluas dalam berbagai bentuk yang salah satunya adalah click wrap
contract.
Perdagangan

dewasa

ini

sangat

pesat

kemajuannya.

Perkembangan tersebut tidak hanya pada apa yang diperdagangkan


tetapi juga pada tata cara dari perdagangan itu sendiri. Pada awalnya
perdagangan dilakukan secara barter antara dua belah pihak yang
langsung bertemu dan bertatap muka yang kemudian melakukan suatu
kesepakatan mengenai apa yang akan dipertukarkan tanpa ada suatu
perjanjian. Setelah ditemukannya alat pembayaran maka lambat laun
barter berubah menjadi kegiatan jual beli sehingga menimbulkan
perkembangan tata cara perdagangan. Tata cara perdagangan kemudian
berkembang dengan adanya suatu perjanjian diantara kedua belah pihak
yang sepakat mengadakan suatu perjanjian perdagangan yang di dalam
perjanjian tersebut mengatur mengenai apa hak dan kewajiban diantara
kedua belah pihak.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat, maka perdagangan yang pada awalnya dilakukan
secara bertemu langsung dan bertatap muka antar para pihaknya juga
mengalami perubahan. Perkembangan teknologi tersebut diantaranya
adalah dengan ditemukannya internet yaitu teknologi yang memungkinkan
kita melakukan pertukaran informasi dengan siapapun dan dimanapun
orang

tersebut

berada

tanpa

dibatasi

oleh

ruang

dan

waktu.

Perkembangan teknologi yang sangat pesat membawa kemajuan pada


13

hampir seluruh aspek kehidupan manusia 29. Salah satu perkembangan


teknologi yang kita kenal adalah internet, yaitu teknologi yang memberikan
kemudahan komunikasi secara global dan memungkinkan manusia
memperoleh serta saling bertukar informasi dengan cepat.
Teknologi internet telah membawa perubahan pada aktivitas
manusia dalam upaya memenuhi segala kebutuhannya, karena melalui
internet seseorang dapat melakukan berbagai macam kegiatan tidak
hanya terbatas pada lingkup lokal atau nasional tetapi juga secara global
bahkan internasional, sehingga kegiatan yang dilakukan melalui internet
ini merupakan kegiatan yang tanpa batas, artinya seseorang dapat
berhubungan dengan siapapun yang berada di manapun dan kapanpun.
Kegiatan internet tersebut berbasis virtual atau maya yang tidak mengenal
batas territorial.
Pada awalnya internet hanya dapat digunakan sebagai media
pertukaran informasi di lingkungan pendidikan (Perguruan Tinggi) dan
lembaga penelitian30. Baru pada tahun 1995-lah internet mulai terbuka
untuk masyarakat luas. Kemudian untuk lebih memudahkan masyarakat
mengakses informasi melalui internet, Tim Berners-Lee mengembangkan
aplikasi World Wide Web (www)31.
Saat ini ruang lingkup internet telah mencakup hampir seluruh
dunia. Pada tahun 1998 diperkirakan terdapat lebih dari seratus juta orang
yang menggunakan internet dan pada tahun 1999 jumlah tersebut telah
mencapai dua kali lipat. Data Monitor memperkirakan pada tahun 2005
lebih dari 300 juta orang32.
29

Man Suparman Sastrawidjaja, Perjanjian Baku Dalam Aktivitas Dunia


Maya, Cyberlaw: Suatu Pengantar, Cetakan I, Jakarta: Elips II, 2002, hal. 14.
30
Budi Rahardjo, Pernak Pernik Peraturan dan Pengaturan Cyberspace
di Indonesia, www.budi.insan.co.id
31
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyberlaw: Aspek Hukum
Teknologi Informasi, Cetakan I, Bandung: PT. Refika Aditama, 2005, hal. 4.
32

Asril Sitompul, Hukum Internet (Pengenal Mengenai Masalah Hukum


di Cyberspace), Cetakan II, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hal vi.

14

Setelah internet terbuka bagi masyarakat luas, internet mulai


digunakan juga untuk kepentingan perdagangan. Setidaknya ada dua hal
yang mendorong kegiatan perdagangan dalam kaitannya dengan
kemajuan teknologi yaitu meningkatnya permintaan atas produkproduk
teknologi itu sendiri dan kemudahan untuk melakukan transaksi
perdagangan33. Dengan adanya internet maka kegiatan perdagangan
dapat dilakukan secara elektronik, atau yang lebih dikenal dengan istilah
electronic-commerce dan disingkat e-commerce. Pertumbuhan pengguna
internet yang sangat pesat ini membuat internet menjadi media yang
sangat efektif untuk melaksanakan kegiatan perdagangan.
Kemajuan

teknologi,

khususnya

internet,

pada

satu

sisi

memberikan banyak kemudahan dan manfaat bagi manusia namun pada


sisi lain juga menimbulkan permasalahan baru. E-commerce sebagai
suatu bentuk perdagangan yang relatif baru juga tidak lepas dari masalah
dalam pelaksanaannya. Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan ecommerce antara lain mengenai keabsahan kontrak dalam e-commerce
(online-contract/econtract) serta kekuatan pembuktian kontrak tersebut
apabila terjadi sengketa34. Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa
negara telah membuat aturan hukum yang berkaitan dengan e-commerce
dan e-contract. Misalnya Malaysia dengan Malaysia Digital Signature Act
1997, Filipina dengan Philippines Ecommerce Act No. 8792 yang
diundangkan pada tahun 2000, Singapura dengan The Electronic Act
1998, dan Amerika dengan Electronic Signatures in Global and National
Commerce Act (E-Sign Act) yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Oktober
2000.
Pengaturan mengenai perjanjian di Indonesia hanya mengatur halhal mengenai perjanjian pada umumnya, hal tersebut diatur dalam Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat
33

Agus Raharjo, Cybercrime: Pemahaman dan Upaya Pencegahan


Kejahatan Berteknologi, Cetakan I, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002,
hal.1.
34
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op Cit, hal. 172-172.

15

menjadi KUHPerdata) yang menyebutkan mengenai syarat sah suatu


perjanjian yang mengikat para pihaknya. Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan syarat-syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Suatu perjanjian dianggap sah apabila memenuhi syarat subyektif
dan syarat obyektif. Pemenuhan atas syarat tersebut berakibat pada
perjanjian yang telah dibuat menjadi sah. Perjanjian juga mengikat bagi
para pihak mengenai hak dan kewajibannya, sehingga pemenuhan syarat
sahnya suatu perjanjian mutlak untuk dipenuhi, hal ini kelak apabila
dikemudian hari terjadi suatu permasalahan atau sengketa maka
penyelesaiannya

dapat

didasarkan

pada

perjanjian

yang

telah

disepakati35. 7
Syarat sah yang pertama adalah kesepakatan / konsensus yang
diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Kesepakatan adalah
persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan
pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataanya, karena kehendak itu
tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Tujuan pembuatan perjanjian
secara tertulis adalah agar memberikan kepasatian hukum bagi para
pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa
dikemudian hari.
Pembuktian dalam kontrak jual beli ini, dapat diartikan memberikan
suatu kepastian yang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang
yang melakukan perjanjian. Menurut Pasal 164 Het Herziene Indonesisch
Reglement (HIR) yang disebutkan alat bukti terdiri dari:
35

R.Subekti, 1985, Aneka Perjanjian, Bandung, 2003, Jakarta: PT.


Pradnya Paramita, hal 59.

16

1. Bukti surat;
2. Bukti saksi;
3. Persangkaan;
4. Pengakuan; dan
5. Sumpah.
Indonesia sampai saat ini telah memiliki peraturan hukum yang
mengatur masalah keperdataan mengenai e-commerce dan e-contract.
Indonesia membuat aturan hukum di bidang Teknologi Informasi yaitu
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Ketentuan bahwa ada akta-akta otentik tertentu yang
tidak dapat dibuat dalam bentuk elektronis. Pengakuan kontrak elektronik
sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata) Indonesia masih merupakan permasalahan yang
pelik. Pasal 1313 KUH Perdata mengenai definisi perjanjian memang tidak
menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis. Pasal
1313 KUH Perdata hanya menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Jika mengacu pada definisi ini maka
suatu kontrak elektronik dapat dianggap sebagai suatu bentuk perjanjian
yang memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut.
Namun pada prakteknya suatu perjanjian biasanya ditafsirkan
sebagai perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertulis (paper-based)
dan bila perlu dituangkan dalam bentuk akta notaris. Selanjutnya,
mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian barulah sah jika
memenuhi syarat subyektif (ada kesepakatan antar para pihak dan para
pihak cakap untuk membuat perjanjian) dan syarat obyekif (obyek
perjanjian harus jelas dan perjanjian dilakukan karena alasan yang halal).
Dalam transaksi konvensional di mana para pihak saling bertemu, tidak

17

sulit untuk melihat apakah perjanjian yang dibuat memenuhi syarat-syarat


tersebut.
Permasalahan timbul dalam hal transaksi dilakukan tanpa adanya
pertemuan antar para pihak. Di samping itu, transaksi komersial elektronik
sangat bergantung pada kepercayaan di antara para pihak. Ini terjadi
karena dalam transaksi komersial elektronik para pihak tidak melakukan
interaksi secara fisik. Karena itu masalah pembuktian jika terjadi sengketa
menjadi hal yang sangat penting. Dalam hukum acara perdata Indonesia
dikenal ada lima macam alat bukti di mana surat/bukti tulisan diletakkan
pada urutan pertama. Yang dimaksud dengan surat di sini adalah surat
yang ditandatangani dan berisi perbuatan hukum. Sedangkan surat yang
dapat menjadi alat bukti yang kuat adalah surat yang dibuat oleh atau
dihadapan notaris (akta otentik). Dari sini timbul permasalahan mengenai
kekuatan pembuktian kontrak elektronik jika terjadi sengketa antara para
pihak.
Untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan isu-isu
hukum yang berkaitan dengan teknologi informasi dan transaksi elektronik
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU-ITE).
Sebelum UU-ITE ini muncul seringkali terdapat permasalahan
hukum yang berkaitan dengan penyampaian informasi dan transaksi
elektronik. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah dalam
hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang
dilaksanakan melalui sistem elektronik. Yang dimaksud dengan sistem
elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya
mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga
menyangkut

jaringan

telekomunikasi

dan/atau

sistem

komunikasi

elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan


instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun
bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca
18

dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk


melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus,
termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan
sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang
berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi
merancang, memproses, menganalisis, menampilkan dan mengirimkan
atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis
dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk
teknologi informasi kedalam suatu bentuk organisasi dan manajemen
sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan
sesuai dengan tujuan peruntukannya.
Penggunaan media elektronik merupakan salah satu metode
transaksi perdagangan yang sangat efektif karena dapat menekan biaya
distribusi dan meningkatkan kepuasan konsumen dalam hal kecepatan
mendapatkan barang yang dibutuhkan. Dengan semakin meluasnya
transaksi dagang melalui media elektronik maka diperlukan dukungan
perangkat hukum dalam rangka melindungi masyarakat yang berlaku
secara global. KUHPerdata secara umum dapat digunakan sebagai
peraturan hukum transaksi dagang.
Adanya perdagangan secara elektronik ini merupakan konsekuensi
dari

adanya

globalisasi

ekonomi

yang

terus

berkembang

tanpa

menghiraukan batas-batas negara. Persoalan yang kemudian muncul


adalah ketika dalam perdagangan melalui media elektronik ini, produk
barang atau jasa yang dikirim ternyata tidak sesuai dengan deskripsi apa
yang diberikan. Atau hallain misalnya ternyata subjek hukum perjaniannya
ternyata belum cakap hukum yang mana tentu saja tidak dapat diketahui
secara pasti melalui media internet karena kedua belah pihak yang tidak
bertatap muka secara langsung. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan
polemik pertanyaan mengenai keabsahan transaksi tersebut.
19

Menurut Setiawan, mail order marketing adalah suatu bentuk


pemasaran yang sangat cerdik. Di satu sisi memanfaatkan rasa ingin tahu
konsumen melalui penawaran dengan visual yang menarik, di sisi lain
yang terjadi sebenarnya adalah pembayaran terlebih dahulu 36.
~tambahan mengenai click wrap contract ca
Media internet merupakan media yang berbeda dengan media
perjanjian

sebagaimana

lazimnya.

Dari

sinilah

akan

muncul

permasalahan-permasalahan yang menarik untuk dikaji dari sudut


pandang hukum, khususnya Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia.
Perjanjian dalam media elektronik terletak pada bidang hukum
perdata sehingga memiliki asas-asas yang sama dengan hukum
perjanjian dalam KUHPerdata37. Karena itu jual beli tiket melalui media
internet ini harus tunduk pada asas-asas perjanjian yang berlaku pada
hukum perdata Indonesia. Ketentuan teknis mengenai click wrap contract
pun harus mengacu kepada ketentuan dasar yang mengatur mengenai
syarat sah perjanjian.
Semua transaksi E-commerce yang memenuhi syarat Pasal 1320
KUHPerdata diakui sebagai perjanjian dan mengikat bagi para pihak.
Pasal ini terkait juga dengan pasal 1337 yang menyangkut Klausa yang
dilarang (bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum). Dalam
e-commerce para pihak tidak bertemu secara langsung sehingga unsur
kecakapan menjadi suatu persoalan tersendiri karena seringkali para
pihaktidak

mengetahui

kecakapan

lawan

kontraknya

termasuk

umur/kedewasaan38.

36
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Cetakan ke-5, Bandung:
Binacipta, 1994, hlm.5
37
Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman,SH. Kompilasi Hukum Perikatan,
Bandung: PT. Citra Aditya bakti, 2001, hlm.282
38
Prof. Dr. H. Ahmad M. Ramli, SH.,MH. Cyber Law dan Haki dalam
Sistem Hukum Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama. 2006. hlm.36

20

Secara umum yang dimaksud dengan kontrak adalah bentuk


perjanjian tertulis. Bentuk suatu perjanjian adalah bebas (vormrij), dapat
lisan atau tertulis. Dengan bentuk tertulis, pembuktian perjanjian lebih
mudah

daripada

dengan

lisan.

Lazimnya

bentuk

kontrak

yang

dipergunakan di lingkungan masyarakat elektronik adalah kontrak baku


yang biasa dinamakan click wrap contract. Di dalam kontrak baku slelau
disipakan secara sepihak oleh pihak kreditur, yang didalamnya dimuat
syarta-syarat yang membatasi hak debitur. Syarat-syarat tersebut
dinamakan eksonerasi klausules. Syarat ini sangat merugikan debitur dan
debitur tidak dapat membantah ataupun merubah syarat yang telah
ditentukan tersebut, karena kontrak itu hanya mmeberi 2 macam alternatif,
diterima atau ditolak oleh debitur. Kontrak baku semacam ini disebut
perjanjian paksaan39.

F.Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini
terdiri dari:
1.Metode Pendekatan
Pada penelitian skripsi ini masalah yang diteliti dilakukan dengan
pendekatan yuridis normative, yaitu menguji dan mengkaji data sekunder
berupa hokum positif, asas-asas hokum, serta kaidah-kaidah hukum yang
berhubungan dengan hukum perjanjian. Juga pendekatan yuridis
sosiologis yaitu pendekatan penelitian yang mengkaji persepsi dan
perilaku subjek hukum dan berlakunya hukum positif di masyarakat. 40
2. Spesifikasi Penelitian

39

Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH, Kompilasi Hukum Perikatan,


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm.285
40
Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: UI Press, 2003, hlm.23

21

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis


yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif
yang menyangkut permasalahan diatas 41. Peraturan perundang-undangan
yang dimaksud adalah peraturan yang terkait dengan syarat sah
perjanjian.
3. Tahap Penelitian
Penelitian iniakandilakukan oleh peneliti melalui tahap penelitian
sebagai berikut:
a. Tahap penelitian kepustakaan, yaitu mengumpulkan sumber
data sekunder dengan mempelajari literatur-literatur serta
artikel-artikel hasil penelitian yang berhubungan dengan objek
yang diteliti.
b. Tahap penelitian lapangan, yaitu mengumpulkan dan meneliti
data yang bersifat primer dari instansi terkait yangdalam hal ini
adalah maskapai penerbangan di Indonesia.
4. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti terdiri dari:
a. Studi dokumen, yaitu mengumpulkan dan melakukan penelitian
terhadap

literature-literatur

dan

dokumen-dokumen

yang

berkaitan dengan syarat sah perjanjian.


b. Studi virtual, yaitu mengumpulkan data-data serta bahan-bahan
yang diperoleh dari situs internet.
c. Studi lapangan, yaitu mengadakan

tanya

jawab

untuk

memperoleh data primer dengan para penumpang yang pernah


melakukan click wrap contract dan instansi terkait yaitu
maskapai penerbangan di Indonesia.
5. Metode analisis data
41

Ronny Hanitijio Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,


Jakarta:Ghalia Indonesia, 1990, hlm.97-98

22

Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil yang sudah


terkumpul, akan dipergunakan metode analisisyuridis normatif, yaitu
meneliti keadaan dan gejala yang terjadi dalam masyarakat dan
mengaitkan serta menguji fakta yang ada dengan hukum positif yang
berlaku42.
6. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian kepustakaan dilakukan pada Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Perpustakaan Pusat
(CISRAL), Universitas Padjadjaran Bandung, dan perpustakaan lainnya
yang dapat menunjang skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan
Adapun rencana sistematika penulisan hukum ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Bab 1 PENDAHULUAN
Bab Pendahuluan berisi pemaparan latar belakang, identifikasi
masalah,

tujuan

penelitian,

kegunaan

penelitian,

kerangka

pemikiran, metode penelitian, dan mengenai sistematika penulisan.


Bab 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PERJANJIAN
PENGANGKUTAN UDARA
Bab ini terdiri dari lima sub bab. Bab pertama mengenai tinjauan
umum hukum perjanjian berupa pengertian perjanjian dan sub bab
kedua mengenai asas-asas dalam hukum perjanjian. Sub bab ketig
adalah mengenai syarat keabsahan perjanjian berupa syarat
subjektif dan syarat objektif perjanjian. Sub bab keempat adalah
4230

Abdul Wahid, Penyusunan Naskah Akademik, Yogyakarta Liberty, 1997.

23

tentang akibat hukum perjanjian yang sah merujuk pada pasal 1338
KUHPerdata.

Dan

sub

bab

kelima

mengenai

perjanjian

pengangkutan udara yang ada di Indonesia.


Bab 3 TINJAUAN UMUM MENGENAI KONTRAK BAKU DAN CLICK
WRAP CONTRACT
Bab ini terdiri dari dua sub bab. Sub bab pertama berisi penjelasan
mengenai kontrak baku. Sub bab kedua menjelaskan mengenai
pengertian kontrak elektronik disertai kelebihan dan kelemahan
click wrap contract.
Bab 4 ANALISIS KEABSAHAN CLICK WRAP CONTRACT YANG
DIGUNAKAN OLEH MASKAPAI PENERBANGAN DI INDONESIA
Bab ini terdiri dari empat sub bab. Sub bab pertama mengenai click
wrap contract yang digunakan oleh maskapai penerbangan di
Indonesia dan asas-asas yang berlaku dalam hukum perjanjian.
Sub bab kedua berisi mengenai syarat-syarat keabsahan perjanjian
menurut pasal 1320 KUHPerdata. Sub bab ketiga membahas
mengenai saat terjadinya kesepakatan di dalam click wrap contract
yang digunakan oleh maskapai penerbangan yang ada di Indonesia
dianalisis melalui beberapa teori yang melandasinya. Sub bab
keempat menjelaskan analisa mengenai keabsahan click wrap
contract.
Bab 5 PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari skripsi berisi kesimpulan
peneliti yang diambil dari pembahasan

hal-hal yang telah

dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya, disertai saran yang


diberikan peneliti terkait pembahasan.

24

You might also like