You are on page 1of 31

artikel kewarganegaraan dan nilainilai pancasila

Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan


politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak
untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan
keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga
negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa
Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau
kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena
keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah,
kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik
akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi
warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (bahasa
Inggris: nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif
dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa
menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan
subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak
berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak
politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.
Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki
implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif",
seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan
kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi,
layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk
memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini
muncul mata pelajaran Kewarganegaraan (bahasa Inggris: Civics) yang
diberikan di sekolah-sekolah
http://divazhoraafnani.blogspot.com/2011/08/artikelkewarganegaraan-dan-nilai-nilai.html

Tanggapan:
Kewarganegaraan merupakan aspek penting dalam masyarakat.
Kewarganegaraan memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat.
Seseorang dengan kewarganegaraan dapat menyalurkan
kemampuannya melalui hak-haknya untuk dapat berperan dalam
perbaikan penghidupan bangsa. Contohnya dalam hal ekonomi,politik,
dan lain sebagainya.

DAMPAK KORUPSI , KOLUSI DAN NEPOTISME


I. KORUPSI
i. PENGERTIAN KORUPSI
Pengertian Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere
yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain,
diantaranya:
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua
bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan
sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti
harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk


sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian
uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini
saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat
penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan


antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan
partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak
legal di tempat lain.
ii. KONDISI YANG MENDUKUNG MUNCULNYA KORUPSI
Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak
bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat
di rezim-rezim yang bukan demokratik.
Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih
besar dari pendanaan politik yang normal.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan
"teman lama".
Lemahnya ketertiban hukum.
Lemahnya profesi hukum.
Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal
memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan
atau "sumbangan kampanye".
iii. DAMPAK NEGATIF YANG DI TIMBULKAN
1) DEMOKRASI
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di
dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di
badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di
pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah,

karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat


diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang
bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2) EKONOMI
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat
distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi
meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal,
ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko
pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan
bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat
aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan
perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari
persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaanperusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik
dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat
yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin
menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan
praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.
Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan
bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan
menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor
keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di
Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang
menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke
luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya
ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki
rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti
Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya
(meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan
lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari
tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara
berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri
mereka sendiri.
(Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan)
telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur
Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidakstabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering

menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi.


Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan
mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa
depan.
3) KESEJAHTERAAN UMUM NEGARA
Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar
bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah
sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu
contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang
melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaanperusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya
mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang
memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
iv. BENTUK-BENTUK PENYALAHGUNAAN
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti
penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang
menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan,
pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
1) Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan
(penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya
penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan
kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada
umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering
menerima sogokan.
Duabelas negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey
persepsi (anggapan ttg korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi
Internasional di tahun 2001 adalah sebagai berikut (disusun menurut
abjad):
Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda,
Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, dan Swiss
Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup
adalah (disusun menurut abjad):
Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia,Irak, Kenya,
Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda, dan Ukraina
Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena
ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei
tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena

survey semacam itu juga tidak ada)


Sumbangan kampanye dan "uang lembek"
Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun
lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu,
sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk
meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering
mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang
telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya
tuduhan korupsi politis.
2) Tuduhan korupsi sebagai alat politik
Sering terjadi di mana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan
mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Cina, fenomena
ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk
melemahkan lawan-lawan politik mereka.
3) Mengukur korupsi
Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan
beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para
pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi
Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga
tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi
(berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negaranegara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan
rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi);
dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaanperusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga
menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus
kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data
tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.
II. KOLUSI
v. PENGERTIAN KOLUSI
Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang
industri disaat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk
kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu
bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa perusahaan untuk
bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara
keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang
juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan
perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu

sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancer

III. NEPOTISME
vi. PENGERTIAN NEPOTISME
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan
hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya
digunakan dalam konteks derogatori.
Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan
jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi
namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena
nepotisme. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi
terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu
bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti keponakan
atau cucu. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan
uskup- yang telah mengambil janji chastity , sehingga biasanya tidak
mempunyai anak kandung memberikan kedudukan khusus kepada
keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa
paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara lainnya menjadi
kardinal. Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan
dinasti kepausan. Contohnya, Paus Kallistus III, dari keluarga Borja,
mengangkat dua keponakannya menjadi kardinal; salah satunya,
Rodrigo, kemudian menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu
loncatan ke posisi paus, menjadi Paus Aleksander VI. Kebetulan,
Alexander mengangkat Alessandro Farnese, adik kekasih gelapnya,
menjadi kardinal; Farnese kemudian menjadi Paus Paulus III. Paul juga
melakukan nepotisme, dengan menunjuk dua keponakannya (umur 14
tahun dan 16 tahun) sebagai Kardinal. Praktek seperti ini akhirnya
diakhiri oleh Paus Innosensius XII yang mengeluarkan bulla kepausan
Romanum decet pontificem pada tahun 1692. Bulla kepausan ini
melarang semua paus di seluruh masa untuk mewariskan tanah milik,
kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa
seseorang saudara yang paling bermutu dapat dijadikan seorang
Kardinal.

Tanggapan:
Korupsi,kolusi dan nepotisme dapat dikategorikan sebagai
penyalahgunaan atas hak-hak yang dimiliki. Berbagai kondisi dapat
menyebabkan kondisi tersebut,diantaranya tidak adanya transparansi
dalam pengambilan keputusan mendukung dalam terjadinya hal

tersebut. Adanya kesadaran masyarakat dalam mengawasi kinerja


pemerintah dan aparaturnya serta adanya hukum yang tegas bagi
pelakunya merupakan salah satu solusi untuk mencegah terjadinya
korupsi,kolusi dan nepotisme lebih luas.

STATUS HUKUM
KEWARGANEGARAAN
ANAK HASIL
PERKAWINAN
CAMPURAN
0
DITAYANGKAN OLEH DAVIT SETYAWAN
19 FEBRUARI 2014

Perkawinan campuran telah merambah ke-seluruh pelosok


Tanah Air dan kelas masyarakat. Globalisasi informasi,
ekonomi, pendidikan, dan transportasi telah
menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah
perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia.
Menurut survey yang dilakukan oleh Mixed Couple Club,
jalur perkenalan yang membawa pasangan berbeda
kewarganegaraan menikah antara lain adalah perkenalan
melalui internet, kemudian bekas teman kerja/bisnis,
berkenalan saat berlibur, bekas teman sekolah/kuliah, dan
sahabat pena. Perkawinan campur juga terjadi pada
tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja dari negara
lain. Dengan banyak terjadinya perkawinan campur di
Indonesia sudah seharusnya perlindungan hukum dalam
perkawinan campuran ini diakomodir dengan baik dalam
perundang-undangan di indonesia.
Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan
campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : yang dimaksud
dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini
ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan

kewarganegaraan dan salah satu pihak


berkewarganegaraan Indonesia.
Selama hampir setengah abad pengaturan
kewarganegaraan dalam perkawinan campuran antara
warga negara indonesia dengan warga negara asing,
mengacu pada UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958.
Seiring berjalannya waktu UU ini dinilai tidak sanggup lagi
mengakomodir kepentingan para pihak dalam perkawinan
campuran, terutama perlindungan untuk istri dan anak.
Menurut teori hukum perdata internasional, untuk
menentukan status anak dan hubungan antara anak dan
orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya
sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang
tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum
dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah,
sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang
hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.
Dalam sistem hukum Indonesia, Prof. Sudargo Gautama
menyatakan kecondongannya pada sistem hukum dari
ayah demi kesatuan hukum dalam keluarga, bahwa
semua anakanak dalam keluarga itu sepanjang
mengenai kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak
mereka (ouderlijke macht) tunduk pada hukum yang
sama. Kecondongan ini sesuai dengan prinsip dalam UU
Kewarganegaraan No. 62 tahun 1958.
Kecondongan pada sistem hukum ayah demi kesatuan
hukum, memiliki tujuan yang baik yaitu kesatuan dalam
keluarga, namun dalam hal kewarganegaraan ibu berbeda
dari ayah, lalu terjadi perpecahan dalam perkawinan
tersebut maka akan sulit bagi ibu untuk mengasuh dan
membesarkan anak-anaknya yang berbeda
kewarganegaraan, terutama bila anak-anak tersebut
masih dibawah umur.
Barulah pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan UndangUndang Kewarganegaraan yang baru. Lahirnya undangundang ini disambut gembira oleh sekelompok kaum ibu
yang menikah dengan warga negara asing, walaupun pro

dan kontra masih saja timbul, namun secara garis besar


Undang-undang baru yang memperbolehkan dwi
kewarganegaraan terbatas ini sudah memberikan
pencerahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan
yang lahir dari perkawinan campuran.
Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam
perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan
anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip
kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari
perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu
kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan
bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan
ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila
di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu
akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang
warga negara asing.
Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, sangat
menarik untuk dikaji bagaimana pengaruh lahirnya UU ini
terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran.
Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak adalah : Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki
status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2
KUHP memberi pengecualian bahwa anak yang masih
dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila
ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam
keadaan hidup. Manusia sebagai subjek hukum berarti
manusia memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas
hukum. Namun tidak berarti semua manusia cakap
bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang
tidak memiliki kewenangan atau kecakapan untuk
melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain.
Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai
subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan
hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum

dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam


melakukan perbuatan hukum. Anak yang lahir dari
perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah
ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga
tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda.
Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya
mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan
UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua
kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena dengan
kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan
tunduk pada dua yurisdiksi hukum.
Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional,
kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah,
misalnya dalam hal penentuan status personal yang
didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak
berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya.
Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan
yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah,
namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum
negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan
status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara
yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu
melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara
yang lain.
Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut
hukum Indonesia, terdapat syarat materil dan formil yang
perlu dipenuhi. Ketika seorang anak yang belum berusia
18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua
syarat tersebut. Syarat materil harus mengikuti hukum
Indonesia sedangkan syarat formil mengikuti hukum
tempat perkawinan dilangsungkan. Misalkan anak
tersebut hendak menikahi pamannya sendiri (hubungan
darah garis lurus ke atas), berdasarkan syarat materiil
hukum Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8 UU No. 1
tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari negara
pemberi kewarganegaraan yang lain, hal tersebut
diizinkan, lalu ketentuan mana yang harus diikutinya.
Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal

dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan


kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan
perkawinan. Dalam penentuan kewarganegaraan
didasarkan kepada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu
asas ius soli dan ius sanguinis. Ius artinya hukum atau
dalil. Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau
tanah. Sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya
darah. Asas Ius Soli; Asas yang menyatakan bahawa
kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat
dimana orang tersebut dilahirkan. Asas Ius Sanguinis;
Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan sesorang
ditentukan beradasarkan keturunan dari orang tersebut.
Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan
dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang
mencakupa asas kesatuan hukum dan asas persamaan
derajat. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan
bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak
terpecahkan sebagai inti dari masyarakat. Dalam
menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri perlu
mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam
masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini
diusahakan ststus kewarganegaraan suami dan istri
adalah sama dan satu.
Penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh
setiap negara dapat menciptakan problem
kewarganegaraan bagi seorang warga. Secara ringkas
problem kewarganegaraan adalah munculnya apatride dan
bipatride. Appatride adalah istilah untuk orang-orang yang
tidak memiliki kewarganegaraan. Bipatride adalah istilah
untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda
(rangkap dua). Bahkan dapat muncul multipatride yaitu
istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan
yang banyak (lebih dari 2).
Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang warga
negara adalah Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pewarganegaraan
adalah tatacara bagi orang asing untuk memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia melalui

permohonan. Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa


kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh
melalui pewarganegaraan.
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh
pemohon juika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin,
pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat
tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling
singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat
10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, sehat jasmani
dan rohani, dapat berbahasa Indonesia serta mengakui
dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, tidak pernah dijatuhi
pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 1 (satu) tahun, jika dengan
memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak menjadi
kewarganegaraan ganda, mempunyai pekerjaan dan/atau
berpenghasilan tetap, membayar uang pewarganegaraan
ke Kas Negara.
Hilangnya Kewarganegaraan Indonesia diantaranya;
memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya
sendiri, tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan
lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat
kesempatan untuk itu, dinyatakan hilang
kewarganegaraan oleh Presiden atas permohonannya
sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau
sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri dan dengan
dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesia
tidak menjadi tanpa kewarganegaraan, masuk dalam
dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari
Presiden, secara sukarela masuk dalam dinas negara
asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undngan
hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia, secara
sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia
kepada negara asing atau bagian dari negara asing
tersebut, tidak diwajibkan tapi turut serta dalam
pemilihan sesuatu yangbersifat ketatanegaraan untuk
suatu negara asing, mempunyai paspor atau surat yang

bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat


diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih
berlaku dari negara lain atas namanya, bertempat tinggal
diluar wilayah negara republic Indonesia selama 5 (lima
tahun berturut-turut bukan dalam rangaka dinas negara,
tanpa alas an yang sah dan dengan sngaja tidak
menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga
Negara Indonedia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun
itu berakhir dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang
bersangkutan tidak mengajukan pernytaaan ingin tetap
menjadi warga Negara Indonesia kepada perwakilan RI
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang
bersangkutan padahal perwakilan RI tersebut telah
memberitahukan secara tertulis kepada yang
bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Tanggapan :
Di era globalisasi saat ini semakin maraknya pernikahan
campuran misalnya seorang WNI dengan warga Negara
asing. Pengaturan status hukum anak hasil perkawinan
campuran dalam UU Kewarganegaraan yang baru,
memberi pencerahan yang positif, terutama dalam
hubungan anak dengan ibunya, karena UU baru ini
mengizinkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak
hasil perkawinan campuran.
http://www.kpai.go.id/artikel/status-hukum-kewarganegaraan-anakhasil-perkawinan-campuran/

ARTIKEL
KEWARGANEGARAAN

DAMPAKKORUPSI,
KOLUSIDAN
NEPOTISME(KKN)
Jul

14
Disusun oleh :

Nama

: INDAH SRI MARIANI

DAMPAK KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME


( KKN )

Korupsi ( bahasa latin: courruptio dari kata kerja corrumpere,


yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat
publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia telah
menjadi penyakit sosial yang sangat membahayakan
kelangsungan kehidupan bangsa dari upaya mewujudkan
keadilan sosial, kemakmuran dan kemandirian, bahkan
memenuhi hak-hak dasar kelompok masyarakat rentan (fakir
miskin, kaum jompo dan anak-anak terlantar). Menurunnya
tingkat kesejahteraan (menyengsarakan rakyat), kerusakan
lingkungan sumber daya alam, mahalnya biaya pendidikan dan

kesehatan, hilangnya modal manusia yang handal, rusaknya


moral masyarakat secara besar-besaran bahkan menjadikan
bangsa pengemis merupakan cerminan dari dampak KKN.
Pada umumnya, korupsi adalah benalu sosial yang merusak
struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama
terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan negara.
Selain itu, Korupsi merupakan bagian dari gejala sosial yang
masuk dalam klasifikasi menyimpang (negative), karena
merupakan suatu aksi tindak dan perilaku sosial yang
merugikan individu lain dalam masyarakat, menghilangkan
kesepakatan bersama yang berdasar pada keadilan, serta
pembunuhan karakter terhadap individu itu sendiri. Makna
korupsi, sebagai suatu tindakan amoral, tidak memihak
kepentingan bersama (egois), mengabaikan etika, melanggar
aturan hukum, dan terlebih melanggar aturan agama.
Kolusi adalah suatu kerja sama melawan hukum antar
penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan
pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau
Negara. DanNepotisme adalah tindakan atau perbuatan yang
menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di
atas kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.
Dalam prakteknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas,
oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian
yang otentik. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya
dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses
perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini merupakan
bahaya laten yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat itu sendiri. Tindakan Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN) ini merupakan produk dari sikap hidup
satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai
standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai
akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi
korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan
elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan
menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat.
Dalam konteks USDRP yang diinisasi Pemerintah dan Bank
Dunia, KKN menjadi penyebab rendahnya daya saing suatu
daerah, terhambatnya proses pertumbuhan dan
pengembangan ekonomi lokal/daerah maupun semakin

jeleknya kualitas dan kuantitas layanan publik. Untuk itu,


menjadi suatu kewajaran salah satu manual UIDP yang
dikembangkan oleh CPMU dengan dukungan Team Manajemen
Konsultan UIDP dan MTAS mengembangkan manual tentang
Program Anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang dikenal Anti
Corruption Action Plan/ACAP. Tentunya pengembangan manual
ACAP yang sedang disiapkan oleh Team Konsultan Tingkat
Nasional tersebut menjadi saksi bahwa Pemerintah dan Bank
Dunia melalui USDRP serius untuk membasmi pelaku Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) beserta benih-benihnya. Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi tumbuh subur pada
suatu tatanan pemerintahan yang mengabaikan prinsip
demokratisasi dasar yakni transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya publik.
Dampaknya paling dirasakan oleh kelompok sosial masyarakat
rentan baik secara ekonomi maupun akses, selain itu tumbuh
kembangnya budaya dan relasi informal dalam pelayanan
publik serta distrust terhadap pemerintahnya. Hernando de
Soto (1992) misalnya menyatakan. .terdapat perilaku
rasional (rational choice) dari masyarakat untuk menjadi
informal secara ekonomis terhadap pelayanan-pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah. Munculnya perilaku rational
choice masyarakat tidak terlepas dari perilaku birokrasi yang
selama ini dirasakan oleh masyarakat. Barzelay (1982) dalam
Breaking Through Bureaucracy menyatakan masyarakat
bosan pada birokrasi yang rakus dan bekerja lamban
Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan
stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan
kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah
kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan
aplikasinya hanyalah tindakan pemberan
Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan
stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan
kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah
kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan
aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan bukan
pencegahan (preventif).
Perkara Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang banyak
menimpa para pejabat, baik dari kalangan eksekutif, yudikatif
maupun legislatif menunjukkan tidak hanya mandulnya
Undang-undang Nomor 28 tahun 1999, tentang Penyelenggara

Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan


nepotisme, tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-nilai
kehidupan sosial masyarakat. Kasus korupsi yang diduga
melibatkan para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan
gubernur, bupati, mantan bupati dan lain sebagainya
menunjukkan bahwa para pejabat negara yang diharapkan
menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai tertib
hukum dan tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus
duduk dikursi pesakitan dengan tuntutan tindak pidana
korupsi. Kasus Bulog dan kasus dana non bugeter DKP yang
begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara
pelaku korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di negara yang
berupaya mewujudkan good goverment and clean goverment
sebagai salah satu cita-cita reformasi.
Akibat akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini adalah
:
F
F
F

Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan


terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan
yang lenyap.
ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan
oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan
kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat
korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak
mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber
negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusahaterutama
perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam
kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat
disimpulkan akibatakibat korupsi diatas adalah sebagai berikut
:

1.
2.
3.
4.

Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan


terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.
Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya
bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah,
ketidakstabilan politik.
Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan
administrasi,hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber

negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan


tindakan-tindakan represif.
Secara umum akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi
kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional
seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945.
Semangat dan upaya pemberantasan korupsi di era reformasi
ditandai dengan keluarnya berbagai produk perundanganundangan dan dibentuknya institusi khusus, yaitu Komisi
Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Harapan
terhadap produk-produk hukum diatas adalah praktek sebelum
reformasi dapat dibawa kemeja hijau dan uangnya
dikembalikan pada negara, sedangkan pada pasca reformasi
dapat menjadi suatu usaha preventif. Namun apa yang terjadi
dilapangan tidaklah sesuai yang diharapkan. Beberapa kasus
dimasa orde baru ada yang sampai kemeja hijau. Walau ada
yang sampai pada putusan hakim tapi lebih banyak yang
diputuskan atau bahkan hanya sampai pada penyidik dan
Berita acara perkaranya (BAP) mungkin disimpan dilemari
sebagai koleksi pribadi pengadilan. Kemudian timbul
pertanyaan bagaimana hasilnya setelah pasca reformasi?
Jawabannya adalah sama saja walaupun sebenarnya dimasa
presiden Susilo Bambang Yudoyono genderang perang
terhadap korupsi sudah menunjukan beberapa hasilnya, kalau
tidak mau disebut jalan ditempat.
Beberapa kasus besar memang telah sampai pada putusan
pemidanaan dan berkekuatan hukum tetap. Tapi perkara
korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) ini bukanlah monopoli
dari kalangan elit tapi juga oleh kalangan akar rumput
walaupun kerugian yang ditimbulkan sedikit. Pertanyaan
selanjutnya? Bagaimana bila suatu saat mereka bisa
menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal
meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah
masalah kesempatan saja, yang berarti produk undangundang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan
bukan pencegahan (preventif). Korupsi ternyata bukan hanya
masalah hukum tapi juga budaya, kebiasaan dan kesempatan,
moral dan agama. Sehingga menjadi suatu kesalahan besar
ketika kita mengatakan bahwa korupsi bisa diberantas sampai
keakar-akarnya bila yang dilakukan hanyalah sebatas
pemenuhan kebutuhan yuridis. Karena realitasnya semakin

banyak peraturan justru korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN)


ini akan semakin meningkat. Indonesia merupakan negara
yang berprestasi dalam hal korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN) dan negara-negara lain tertinggal jauh dalam hal ini.
Bahkan yang lebih menggelikan lagi ada kalimat yang sudah
menjadi semacam slogan umum bahwa Indonesia negara
terkorup tapi koruptornya tidak ada. Sepertinya ini sesuatu
yang aneh yang hanya dapat terjadi di negeri antah barantah.
Selain korupsi, dua kata yang dikaitkan dengannya adalah
kolusi dan nepotisme juga merupakan tindak pidana. Tapi
apakah selama ini ada perkara yang terkait dengan hal itu.
Muncul pertanyaan apakah dimasukannya dua tindak pidana
tadi hanya sebagai produk untuk memuaskan masyarakat
saja? Atau memang bertujuan melakukan pemberantasan
terhadap kolusi dan nepotisme yang telah masuk kedalam
stuktur masyarakat dan struktur birokrasi kita? Kenapa UU
No.28/1999 tidak berjalan efektif dalam aplikasinya? Apakah
ada error criminalitation? Padahal proses pembuatan suatu
undang-undang membutuhkan biaya yang besar dan akan
menjadi sia-sia bila tidak ada hasilnya. Dimana sebenarnya
letak kesalahan yang membuat tujuan tertib hukum ini justru
meningkatkan ketidaktertiban hukum.
Dizaman dimana hukum positif berlaku dan memiliki prinsip
asas legalitas yang bertolak pada aturan tertulis membuat
hukum dipandang sebagai engine solution yang utama dalam
mengatasi banyak permasalahan yang muncul dimasyarakat.
Namun dalam realitasnya ternyata hukum hanya sebagai obat
penenang yang bersifat sementara dan bukan merupakan
upaya preventif serta bukan juga sebagai sesuatu yang dapat
merubah kebiasaan dan budaya negatif masyarakat yang
menjadi penyebab awal permasalahan.
Permasalahan pokok yang menyebabkan ketidaktertiban
hukum ini adalah karena adanya ketidaktertiban sosial. Bila
bicara masalah hukum seharusnya tidak dilepaskan dari
kehidupan sosial masyarakat karena hukum merupakan hasil
cerminan dari pola tingkah laku, tata aturan dan kebiasaan
dalam masyarakat. Namun sangat disayangkan hukum sering
dijadikan satu-satunya mesin dalam penanggulangan
kejahatan dan melupakan masyarakat yang sebenarnya
menjadi basis utama dalam penegakan hukum. Jadi jelas
bahwa aspek sosial memegang peran yang penting dalam

upaya pencegahan kejahatan yang tentunya hasilnya akan


lebih baik karena memungkinkan memutus mata rantainya.
Upaya Penanggulangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) :
1.

2.

3.

4.
5.
6.

Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik


di instansipemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang
jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau
milik negara.
mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan
pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan
kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling
menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak
terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh
wewenangnya.
Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut
kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan
pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan
melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa
pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif
dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang
terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab
wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana
menumbuhkan sense ofbelongingness dikalangan pejabat
dan pegawai, sehingga mereka merasaperuasahaan tersebut
adalah milik sendiri dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.
Pada akhirnya pemerintah mempunyai peran penting dalam
penanganan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini sehingga
bangsa kita bisa lebih menjadi lebih baik dan lebih maju.
https://indahsrimariani.wordpress.com/2012/07/14/10/

Prinsip
dasar
Dwi
Kewarganegaraan (
DK)
(Mazzolari, 2005)

Pemegang dwi kewarganegaraan tidak serta merta


mempunyai hak istimewa di kedua negara, karena
masing-masing negara akan memperlakukan mereka
sebagai pemegang satu kewarganegaraan saja, tergantung
di mana mereka tinggal. Misalnya: jika seseorang
mempunyai kewarganegaraan ganda dengan AS, tetapi
mempunyai masalah dengan pemerintah AS, maka AS
akan mengabaikan intervensi dari konsulat negara di
mana orang tersebut mempunyai kewarganegaraan lain.
Selain itu, pemegang DK tunduk pada hukum dimana ia
berada dan tinggal, termasuk diantaranya hak dan
kewajiban menyangkut pajak (kecuali jika ada perjanjian
pajak), pelayanan militer, larangan perjalanan (travel
restrictions).
Perubahan konstitusi dan legislasi dwi kewarganegaraan
terwujud melalui beberapa cara:
1. Botom up
Desakan penerapan dwi kewarganegaraan yang dilakukan
oleh warga negara:
Colombia: warga Colombia melalui beberapa organisasi
melakukan lobby kepada pemerintah sejak tahun 1987
yang mempengaruhi reformasi konstitusional pada 4 Juli
1994. Dengan demikian, warga negara Colombia berhak
menjadi WN di negara lain tanpa kehilangan hak
politknya (memilih).
Ecuador: WN
penerapan dwi
dengan gereakan
terinspirasi oleh

Ecuador di luar negeri mendesak


kewarganegaraan sejak tahun 1967,
yang timbul tenggelam, tetapi setelah
Colombia akhirnya desakan kembali

menguat dan dikabulkan pada bulan Mei 1995.


Dominican Republic: desakan dari warga negara
selama 10 tahun menghasilkan penerapan dwi
kewarganegaraan melalui dekrit Presiden tahun 1992 yang
dilanjut dengan perubahan legislasi pada tahun 1994.

2.Top down
Brazil: atas desakan para migran, pemerintah berinisiatif
mengabulkan dwi kewarganegaraan melalui perubahan
konstitusi pada tahun 1996
Costa
Rica:
Pemerintah
menerapkan
dwi
kewarganegaraan sebagai reaksi atas kekecewaanya ketika
astronot pertama Costa Rica terbang sebagai warga negara
AS, bukan sebagai seorang Costa Rican.

3. Penerapan Dwi Kewarganegaraan secara


Gradual:
Mexico:
Pada
awalnya
menerapkan
dwi
kewarganegaraan terbatas pada tahun 1996 hingga 2003,
yaitu: non-voting Mexican cultural nationality
disamping kewarganegaraan baru, dengan restriksi pada
kepemilikan property. Pasca 2003, dwi kewarganegaraan
diperluas dengan kekecualian akan hak pilih, yang hanya
diberikan jika yang bersangkutan secara fisik hadir di
Mexico untuk memilih.

4.Selective Implementation:

Misalnya India, hanya menerapkan dwi kewarganegaraan


dengan 16 negara tertentu (the United States, the United
Kingdom, Canada, Ireland, Italy, the Netherlands,
Finland, Australia, New Zealand, France, Greece, Cyprus,
Portugal, Switzerland, Israel and Sweden).
Kehilangan Kewarganegaraan bagi Pemegang DK
dengan contoh Amerika Serikat (Rubenstein, 2003)
Pemegang dwi kewarganegaraan di AS akan kehilangan
kewarganegaraan Amerikanya apabila:
>
>
>

yang bersangkutan berniat atau menunjukan sikap


dan keinginan untuk menanggalkan kewarganegaraan AS.
melakukan military service bagi negara lain
melakukan kampanye atau hal yang tidak
menyenangkan terhadap pemerintah AS
Pro dan Kontra terhadap Wacana Dwi Kewarganegaraan:
Pro :

5.
6.
7.
8.
9.

7.
8.

Pemegangnya mempunyai kesempatan untuk


bekerja, membangun karir, dan membuka usaha di negara
tempat ia tinggal
Penyatuan keluarga
Kemudahan perjalanan
Brain circulation and asset circulation
Promosi pembangunan ekonomi dan investasi negara
jangka panjang melalui brain circulation, potensi u-turn
migration, dan asset/networks circulation
Kontra:
Kewajiban ganda dalam hal pajak, pelayanan militer,
namun hal ini biasanya diselesaikan melalui perjanjian
bilateral.
Berpotensial untuk membuat migran bingung, yang
berakibat pada rendahnya tingkat partisipasi dalam segala

bidang (Yang, 1994)


9.
Potensi mensponsori orang lain untuk bermigrasi
lebih besar
10.
Loyalitas yang terbagi pada negara asal dan negara
baru
Implikasi Dwi Kewarganegaraan (Jones-Correa, year
unknown)
>
>

>

Kebijakan dwi kewarganegaraan di negara asal


meningkatkan tingkat naturalisasi di negara tujuan
migrasi.
Untuk
negara
asal,
dwi
kewarganegaraan
mengandung implikasi dalam negeri dan internasional:
membangun dan memelihara hubungan antara migran
dan negara asal, terutama dalam hal remitansi dan
investasi jangka panjang serta harapan adanya U-turn
migration (kembali ke tanah air), berperan sebagai
pelobby di negara barunya walaupun harapan pada
remitansi ekonomi lebih tinggi daripada remitansi politik
Tergantung pada kebijakan di tiap negara: yang
melakukan naturalisasi di US wajib menanggalkan haknya
di negara asal: bekerja di negara lain, pension, warisan,
dan hak-hak spesifik lainnya.
Prosedur yang rumit dalam naturalisasi dan
fakta bahwa beberapa petisi naturalisasi ditolak menjadi
pertimbangan lain bagi WNA untuk melakukannya
http://www.petisidkindonesia.com/prinsip-dasar-dwikewarganegaraan-dk/

Alasan Negara Wajib Dibela oleh Warganya


Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap
warganegara akan hak dan kewajibannya. Kesadaran
demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk
mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan
negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa
akan berhasil jika setiap warga negara memahami
kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi
bangsa dan negara Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa

dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan


motivasi setiap warga negara untuk ikut membela negara
Indonesia. Yaitu :
1. pengalaman sejarah perjuangan RI
2. kedudukan geografis Nusantara yang strategis;
3. keadaan penduduk (demografis) yang besar;
4. kekayaan sumber daya alam;
5. perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang
persenjataan;
6. kemungkinan timbulnya bencana perang.
Adapun alasan lain yaitu :
a) Fungsi Pertahanan
Setiap warga negara wajib mempertahankan negaranya
supaya kelangsungan hidup bangsanya tetap terpelihara.
Untuk mempertahankan negara sangat ditentukan oleh sikap
dan perilaku setiap warga negaranya. Jika warga negara
bersifat aktif dan peduli terhadap kemajuan bangsanya maka
kelangsungan hidup bangsa akan tetap terpelihara.
Sebaiknya jika warga negara tidak peduli terhadap persoalan
yang dihadapi bangsanya kelangsungan hidup bangsa akan
terancam dan cepat atau lambat negara akan bubar.
b) Sejarah Perjuangan Bangsa
Perjuangan penduduk Nusantara untuk mendirikan negara
Republik Indonesia yang merdeka berhasil pada tanggal 17
Agustus 1945. Kemerdekaan yang diperoleh bukan sebagai
hadiah atau pemberian dari negara lain, tetapi hasil
perjuangan yangn panjang dan banyak mengorbankan harta
dan jiwa. Oleh karena itu setiap warga negara wajib ikut
serta membela negaranya jika dibutuhkan.
c) Aspek Hukum
Dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 3 menyatakan bahwa
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara. Artinya warga negara memiliki
wewenang menggunakan hak selaku warga negara dalam
membela negara. Tidak ada hak untuk orang lain atau

kelompok lain melarangnya. Demikian juga warga negara


wajib membela negaranya jika negara dalam keadaan
bahaya. Kata wajin sebagaimana terkandung makna bahwa
negara dapat memaksa warga negara untuk ikut dalam
pembelaaan negara.
2. Tindakan yang Menunjukkan Upaya Bela Negara
Bentuk dari bela negara akan tergantung pula pada jenis
ancaman yang dihadapi, kalau ancamannya dalam bentuk
fisik tentunya warga negara pun harus menyiapkan diri
dalam bentuk kesiapan fisik seperti setelah kemerdeka-an,
rongrongan pemberontak atau separatisme antara tahun
1945-1962 terus terjadi dan upaya kesiapan fisik, melalui
Pendidikan Pendahuluan Perlawanan Rakyat (PPPR)
berdasarkan UU No. 29/ 1954 tentang pokok-pokok
perlawanan rakyat.
Namun setelah itu tepatnya dimulai tahun 1973 pemahaman
bela negara lebih diarahkan pada penumbuhan kesadaran,
kerelaan berkorban dan kecintaan terhadap tanah air melalui
ilmu pengetahuan karena ancaman telah bergeser pada
masalah-masalah sosial, jenis pendidikannya berubah
menjadi Pendidikan Bela Negara.
Dalam kondisi negara aman dan damai upaya bela negara
yang dapat dilakukan antara lain :
a) Siskamling, dengan kegiatan siskamling maka keamanan
dan ketertiban masyarakat akan tetap terpelihara.
b) Menanggulangi akibat bencana alam. Membantu sesama
manusia merupakan perbuatan terpuji. Membantu sesama
manusia dapat memperkokoh keutuhan masyarakat, karena
bantuan yang diberikan akan menimbulkan simpati dan
empati dan saling merasakan.
c) Belajar dengan tekun. Kegiatan bela negara dapat
dilakukan oleh pelajar di sekolah melalui pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Menurut UU NO. 3 tahun
2002 pasal 9 ayat 2 menyebutkan keikutsertaan warga
negara dalam upaya bela negara diantaranya melaui

Pendidikan
Kewarganegaraan
(PKn).
Kegiatan
extrakurikuler seperti kepramukaan, PMR, Paskibra
merupakan kegiatan bela negara.
3. Bela Negara dalam Pendidikan
Di era globalisasi seperti sekarang ini usaha yang harus
dilakukan untuk membela negara adalah siskamling,
membantu korban bencana alam, belajar dengan tekun. Kita
sebagai pelajar turut membela negara dengan belajar.
Contohnya melalui Pendidikan Kewarganegaraan, kegiatan
ekstrakulikuler dan intrakulikuler.
Kegiatan ekstrakulikuler diantaranya :
1. PMR
2. PASKIBRA
3. Kepramukaan
4. Ada pula organisasi di suatu universitas untuk membela
negara seperti TNI tetapi di bawah naungan Universitas
yaitu Resimen Mahasiswa (MENWA)
Kegiatan intrakulikuler diantaranya :
1. Himpunana Mahasiswa Jurusan contohnya EDSA,
HIMAPTIKA, HIMAPBIO, HIMAGEO, HIMA PJKR dll.
2. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
3. Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEM)

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Bela negara adalah membela kepentingan nasional pada
seluruh aspek kehidupan nasional. Bela negara tidak hanya
berhubungan dengan kepenting-an militer semata tetapi
kepentingan seluruh bangsa Indonesia.
Bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga
negara sesuai dengan pasal 30 ayat 1 dalam perubahan
kedua UUD 1945.

Negara wajib dibela oleh Warganya karena :


1. fungsi pertahanan;
2. sejarah perjuangan bangsa;
3. aspek hukum.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang
Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam
melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus
dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain
seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar
(seperti siskamling);
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri;
3. Belajar dengan tekun atau mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn)
4. Mengikuti kegiatan ekstrakulikuler seperi Paskibra,
PMR, Pramuka.
Sebagai warga negara sudah sepantasnya kita turut serta
dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi
berbagai macam ancaman, tantangan, hambatan, dan
gangguan pada NKRI atau Negara Kesatuan Republik
Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi
kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Kita sebagai pelajar juga ikut membela negara dengan cara
belajar yang tekun dan mengikuti ekstrakulikuler di sekolah.
Di era globalisasi ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan pada Negara Indonesia tidak seperti zaman
sebelum kemerdekaan. Ancaman, tantangan, dan gangguan
bisa diatasi dengan pendidikan. Jika kita pintar kita tidak
akan bisa dibodohi orang lain atau negara lain.

B. Saran
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
beberapa saran yang terkait dengan makalah itu yaitu

sebagai berikut :
1. Sudah saatnya para pelajar memahami pentingnya
membela negara;
2. Kita sebagai generasi penerus bangsa harus ikut serta
membela negara dengan cara belajar yang tekun karena
besar manfaatnya untuk diri kita sendiri, bangsa dan negara;
3. Hendaklah kita bekerja sama dalam membela negara,
memebela negara tidak hanya menjadi kewajiban TNI dan
Polri tetapi kita semua warga negara Indonesia wajib
membela negara dengan berbagai cara yang bisa kita
lakukan.
http://h4stutidewi.blogspot.com/2012/10/pendidikankewarganegaraan.html

You might also like