You are on page 1of 24

Asuhan keperawatan pada klien dengan stroke

non hemoragik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Gaya hidup manusia dewasa ini semakin mengarah kepada gaya hidup yang
pragmatis. Semuanya memenuhi kebutuhan hidup secara instan dan praktis, dan
mengabaikan segala hal yang ada di balik pragmatisme dalam hidup tersebut. Hal ini
tentu akan membawa berbagai konsekuensi, dan konsekuensi yang paling rentan
adalah masalah kesehatan. Pola hidup yang instan seperti makan makanan junk food,
merokok dan minum kopi yang berlebihan untuk mengusir rasa kantuk akibat lelah
kerja, tidak pernah melakukan olah raga karena harus mengejar karier serta gaya
hidup yang selalu identik dengan narkoba, rokok dan alkohol maka segala penyakit
akan datang menyerang. Bermula dari kelebihan kolesterol, kelelahan karena kurang
istirahat, tingkat stres yang tinggi dan hipertensi maka timbullah berbagai penyakit
seperti jantung dan stroke.
Menurut Batticaca (2008) stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi
penyebab kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat.
Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan.
Penyakit ini juga menimbulkan kecacatan terbanyak pada kelompok usia dewasa yang
masih produktif. Tingginya kasus stroke ini salah satunya dipicu oleh rendahnya
kepedulian masyarakat dalam mengatasi berbagai faktor resiko yang dapat
menimbulakan stroke. Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembuluh darah di
otak dan atau terjadinya trombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk ke aliran
darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera
dan menutup atau menyumbat arteri otak. Secara sederhana stroke didefinisikan
sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau
perdarahan dengan gejala lemas, lumpuh sesaat, atau gejala berat sampai hilangnya
kesadaran, dan kematian.
Menurut ctella93 (2008), di Indonesia stroke merupakan penyakit nomor tiga yang
mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke
merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut,
sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional
ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat
yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menjadikan penyakit stroke sebagai
makalah ilmiah, agar penulis lebih memahami bagaimana proses keperawatan yang
dilakukan pada klien dengan penyakit stroke.

1.2.Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehensif
yang meliputi aspek biopsikososiospritual pada klien dengan stroke non
hemoragik dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.2.2. Tujuan Khusus
1.2.2.1. Untuk menegtahui konsep teori penyakit stroke non hemoragik.
1.2.2.2.Untuk mengetahui etiologi penyakit stroke non hemoragik.
1.2.2.3.Untuk mengetahui penyakit stroke non hemoragik.
1.2.2.4.Untuk mengetahui manifestasi stroke non hemoragik
1.2.2.5.Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik stroke non hemoragik
1.2.2.6.Untuk mengetahui penatalaksanaan stroke non hemoragik
1.3.Manfaat
1.3.1.

Bagi Penulis
Memberikan tambahan wawasan bagi penulis dalam bidang pembuatan asuhan
keperawatan, dikarenakan dengan melakukan pembuatan makalah, penulis
akan mampu mengembangkan wawasan, bersikap kritis dan ilmiah berkaitan
dengan teori yang didapat dalam bangku perkuliahan dengan realita yang ada.

1.3.2.

Bagi Mahasiswa
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan
untuk mengatasi apabila menemukan pasien stroke non hemoragik.

1.3.3.

Bagi Masyarakat
Memberikan wawasan kepada masyarakat agar masyarakat bisa mencegah
agar tidak terkena stroke non hemoragik, dan masyarakat mengetahui tentang
gejala dan cara mengatasinya.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Stroke


Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar
Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara
cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang
terganggu.(Harsono, 1996).
Stroke adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan berkurangnya aliran
darah keotak atau retaknya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak dengan
berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensoris dan motoris tubuh sampai
dengan terjadinya penurunan kesadaran. (Arif Mutaqqin, 2008).
Menurut Ramadhan (2009), stroke termasuk penyakit cerebrovaskular (pembuluh darah
otak) dan ditandai oleh kematian jaringan otak (infark cerebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke dalam otak.
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. (Batticaca, 2008).
Stroke (cedera serebrovaskuler [cerebrovasculer accident, CVA]) didefinisikan sebagai
gangguan neurologis fokal yang tejadi mendadak
akibat proses patofisiologi dalam pembuluh darah. (Valentina L. Brashers,2008)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. ( Smeltzer C. Suzanne, 2002 ).
Dengan demikian stroke merupakan gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah yang timbul secara mendadak dengan gejala
atau tanda tanda klinik sesuai daerah yang terkena menurut fungsi syaraf tersebut.
2.2. Anatomi Peredaran Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri
yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, kedua arteri ini
saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
(Satyanegara, 1998).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang

kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus
dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian
(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik
dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris
ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organorgan vestibular. (Sylvia A. Price, 1995).
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna
yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis
superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis,
dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
2.2.1. Bagian-bagian Otak
Otak merupakan organ yang paling mengaggumkan dari seluruh organ, kita mengetahui
bahwa seluruh angan-angan dan keinginan dan nafsu perencanaaan dan memeori
merupakan hasil dari aktivitas otak. Otak bersisi 10 miliar neuron yang nenjadi
komplek secara kesatuan fungsional. Otak lebih komplek dari pada batang otak
manusia kira kira merupakan 2 % dari berat badan orang dewasa, otak menerima 15%
dari curah jantung, memerlukan sekitar 20% dari curah jantung, memerlukan 205
pemakaian oksigen tubuh, dan sekita 400 kilo kalori energi setiap hari.
Menurut mutaqin (2008) pada dasarnya otak mempunyai beberapa bagian, yaitu:
2.2.1.1. Serebrum
Serebrum merupakan merupakan bagian otak yang paling besar dan
menonjol di sini terletak pusat pusat saraf yang mengatur semua kegiatan
sensori dan motorik, juga mengatur proses penalaran, memori dan intelgensi.
Hemisfer serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer
sebelah kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan konsep fungsional ini di
sebut pengendalian kontralateral.
2.2.1.2. Kortek serebri
Kortek serebri atau mantel abu-abu (gray metter) dari serebrum mempunyai
banyak lipatan yang di sebut giri ( tunggal girus). Susunan seperti ini
memunkinkan permukaan otak menjadi luas ( di perkirakan seluas 2200 cm2)
yang terkandung dalam rongga tengkorak yang sempit. Kortek serebri adalah

bagian otak yang paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindra
lingkungan. Korteks serebri menentukan prilaku yang bertujuan dan
beralasan.
2.2.1.3. Lobus frontal
Lobus frontal mencakup bagian dari korteks serebrum bagian depan yaitu
dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar lateralis bagian ini
memiliki area motorik dan pramotorik. Area broca terletak di lobus frontalis
dan mengontraol aktivitas bicara. Area asosiasi di lobus frontalis menerima
informasi dari seluruh bagian otak dan menggabungkan informasi-informasi
tersebut menjadi pikiran rencana dan prilaku. Lobus frontalis bertanggung
jawab untuk prilaku bertujuan, menentukan keputusan moral, dan pemikiran
yang kompleks. Lobus frontalis memodifikasi dorongan-dorongan emosional
yang di hasilkan oleh system limbic dan refleks vegetatife dari batang otak.
2.2.1.4. Lobus parietalis
Merupakan lobus sensori yang berfungsi menginterprestasikan sensasi
rangsangan yang datang atau mengatur individu mampu mengetahui posisi
letak dan bagian tubuh. Untuk sensasi raba dan pendengaran. Lobus parietalis
menyampaikan informasi ke banyak daerah lain di otak, termasuk area
asosiasi motorik dan visual di sebelahnya.
2.2.1.5. Lobus oksipitalis
Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan di atas fisura
parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari serebrum, lobus ini pusat asosiasi
visual utama. Lobus ini menerima informasi dari retina mata.
Menginterprestasikan pengelihatan membedakan warna dan sekaligus
kordinasi gerakan dan keseimbangan.
2.2.1.6. Lobus temporalis
2.2.1.7. Memiliki fungsi menginterprestasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran,
interprestasi bahasa dan penyimpanan memori.

2.2.1.8. Serebelum
Ada dua fungsi utam serebelum, yaitu :
2.2.1.8.1. Mengatur otot otot postural tubuh
2.2.1.8.2. Melakukan program akan gerakan gerakan pada keadaan sadar
maupun bawah sadar, Serebelum mengkordinasi penyesuaian
secara tepat dan otomatis dengan menjaga keseimbangan tubuh.
Serebelum merupakan pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta menguabh tonus otot dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan
sikap tubuh price,1995 dalam buku arif mutaqqin 2008
.
2.2.1.9. Batang otak
Bagian-bagian batang otak dari atas sampai bawah yaitu pons dan medulla
oblongata. Di seluluh batang otak terdapat jeras-jeras yang berjalan naik
turun. batang otak merupakan pusat relasi dan refleks dari SSP.
2.2.1.10. Medulla oblongata
Medulla oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung
vasikonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan
muntah. Semua jeras asendens dan desendens medulla spinalis terlihat di sini.
Pada permukaan anterior terdapat pembesaran yang di sebut pyramid yang
terutama mengandung serabut motorik volunteer.di bagian posterior medulla
oblongata terdapat pula dua pembesaran yang di sebut fesikuli dari jeras
asendens kolumna dorsalis, yaitu fesikuli grasilis dan fesikulus kutaenus,
jeras -jeras ini mrngantarkan tekanan, proprioseptif otot-otot sadar, sensai
getar dan diskriminasi dua titik.
2.3. Macam macam Stroke
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal
maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab
selain daripada gangguan vascular

Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi :


2.3.1. Stroke perdarahan atau strok hemoragik
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994).
2.3.2. Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak,
dan menimbulkan edema otak.
2.3.3. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry, aneurisma yang berasal
dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya. Dapat
menimbulkan nyeri kepala hebat, sering juga dijumpai kaku kuduk dan tandatanda rangsang selaput otak lainnya, dapat pula terjadi penurunan kesadaran.
2..3.4. Sub Dural Hemoragic (SDH)
Biasanya terjadi robeknya jembatan vena sehingga periode pembentukan
hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak
2.3.5. Epidural Hemoragic (EDH)
Adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Ini
biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri
meninges lain. Pasien harus diatasi dalam beberapa jam untuk mempertahankan
hidup.
2.3.6.

Stroke Non Hemoragik

2.3.7.

Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, umumnya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur pada dipagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia, kesadaran
umumnya baik.

2.4. Stroke non Hemoragik


Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi
cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000, hlm. 17).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130).
Dengan demikian stroke non hemoragik didefinisikan adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala- gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih disebabkan oleh perdarahan primer
substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis. Patologis
ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh
atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah
dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.
2.5.

Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
2.5.1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
Trombus yang lepas dan menyangkut di pembuluh darah yang lebih distal
disebut embolus. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
okulasi sehingga menyebabakan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan trombusi otak :
2.5.1.1.Ateroksklerosis
2.5.1.2.Hiporkoagulasi pada polisitemia
2.5.1.3.Arteritis (radang pada arteri)
2.5.1.4.Emboli
2.5.2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau materi lain )
Embuli merupakan 5-15 % dari penyebeb stroke. Dari penelitian epidemologi
didapatkan bahwa sekitar 50 % dari semua serangan iskemik otak, apakah
yang permanen ataukah transien, diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau
emobolitik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari erteri ukuran besar
atau sedang, dan sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil
di intra kranial dan 20% oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk dari
gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara, tumor, metastase
bekteri, benda asing.

2.5.3.
2002).
2.6.

Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak). (Smeltzer C. Suzanne,

Faktor Resiko
2.6.1.

Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat


mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila
pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh
darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel sel otak
akan mengalami kematian.
2.6.2.

Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran
besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter
pembuluh darah dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran
aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel sel otak.
2.6.3.

Penyakit Jantung

Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini
akan menimbulkan hambatan / sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas
gumpalan darah atau sel sel / jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.
2.6.4.

Hiperkolesterolemi

Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL),
merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya
dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh
darah). Peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density
Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
2.6.5.

Infeksi

Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis,
2.6.6.

Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.


2.6.7.

Merokok

Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.


2.6.8.

Kelainan pembuluh darah otak

Pembuluh darah otak yang tidak normal pada suatu saat akan pecah dan menimbulkan
perdarahan.
2.6.9.

Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)

Kontrasepasi oral ( khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar


estrogen tinggi ).
2.6.10. Penyalahgunaan obat ( kokain)
2.6.11. Konsumsi alKohol
2.6.12. Lain lain, Lanjut usia, penyakit paru paru menahun, penyakit darah, asam
urat yang berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.
2.7. Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami perubahan patologik
pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang
lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria
vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama . Kenaikan
darah yang abrupt atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika
pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6
jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan
gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial
dan menebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 %
tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.

2.8. Manifestasi Klinis


Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Gejala utama
gangguan peredaran darah otak iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada
waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun. Biasanya
terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Pada pungsi lumbal, liquor serebrospinalis
jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat
dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskmik dan edema.
Gangguan peredaran darah otak akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih
muda, mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai tempat
yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran dapat menurun bila
embolus cukup besar. Likuor serebrospinalis adalah normal.
Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilar.
2.8.1. Gangguan pada sistem karotis menyebabkan :
2.8.1.1.Gangguan penglihatan
2.8.1.2.Gangguan bicara, disfasia atau afasia
2.8.1.3.Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral
2.8.1.4.Ganguan sensorik
2.8.2. Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan :
2.8.2.1.Ganguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada
lobus oksipital
2.8.2.2.Gangguan nervi kranialais bila mengenai batang otak
2.8.2.3.Gangguan motorik
2.8.2.4.Ganggguan koordinasi
2.8.2.5.Drop attack
2.8.2.6.Gangguan sensorik
2.8.2.7.Gangguan kesadaran

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti; afasia, gangguan sensorik
kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh., eye deviation,
hemipareses yang disertai kejang.

Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama
berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka
lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, lesi pada
kapsula interna.

Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris, gangguan menelan,
deviasi lidah.

Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti ; gangguan sensoris dan
keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan defekasi.
2.9. Pemeriksaan Penunjang
2.9.1. Pemeriksaan diagnostik
2.9.1.1.CT scan (Computer Tomografi Scan) : Pembidaian ini memperlihatkan
secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil
pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2.9.1.2.MRI (Magnatik Resonan Imaging) untuk menunjukkan area yang
mengalami infark, hemoragik.
2.9.1.3.Angiografi serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2.9.1.4.Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
2.9.1.5.Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal.
2.9.1.6.Elektro Encephalografi (EEG) mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.

2.9.2. Pemeriksaan laboratorium


2.9.2.1.Fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan
tidak mengandung darah atau jernih.
2.9.2.2.Pemeriksaan darah rutin
2.9.2.3.Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. (Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.)
2.9.2.4.Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah
itu sendiri.
2.10. Penatalaksanaan
2.10.1. Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
2.10.1.1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
2.10.1.2. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
2.10.1.3. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien,
termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2.10.1.4. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
2.10.1.5. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai
kateter.
2.10.1.6. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus
dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap
2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

2.10.2. Pengobatan Konservatif


2.10.2.1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2.10.2.2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
2.10.2.3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
2.10.3. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
2.10.3.1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2.10.3.2. evaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIK.
2.10.3.3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
2.10.3.4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.Pengkajian
Secara teoritis data yang perlu dikaji dari pasien stroke adalah sebagai berikut:
3.1.1. Aktivitas / Istirahat

Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan


sensasi atau paralisis (hemiplegia).

Tanda: gangguan tonus otot, paralitik dan kelemahan umum, gangguan


penglihatan, dan gangguan tingkat kesadaran.

3.1.2.

Sirkulasi

Gejala: adanya penykit jantung ( penyakit jantung vaskular, endokarditis),


polisitemia, dan riwayat hipotensi postural.

Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme atau malformasi


vaskular. Frekuensi nadi dapat bervariasi karena ketidaksetabilan fungsi jantung,
obat-obatan dan efek stroke pada pusat vasomotor.

3.1.3. Integritas ego

Gejala: perasaan tidak berdaya, dan putus asa.

Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, gembira, dan
kesulitan untuk mengekspresikan diri.

3.1.4. Eliminasi

Gejala: perubahan pola berkemih seperti inkontinensia, anuria, distensi abdomen,


dan bising usus negatif.

3.1.5. Makanan/cairan

Gejala: nafsu makan hilang, mual dan muntah selama fase akut (peningkatan
TIK). Kehilangan sensasi rasa kecap
pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia. Adanya riwayat diabetes, peningkatan
lemak dalam darah.

Tanda: kesulitan menelan (gangguan pada reflek palatum dan faringeal), dan
obesitas (faktor resiko).

3.1.6. Neurosensori

Gejala: sinkop atau pusing, sakit kepala, akan sangat berat dengan adanya PIS
atau PSA, kelemahan, kesemutan, atau kebas. Penglihatan menurun, kehilangan
daya lihat sebagian, penglihatan ganda. Sentuhan, hilangnya rangsang sensorik
kolateral pada ekstermitas dan kadang-kadang ipsilateral pada wajah. Gangguan
rasa pengecapan dan penciuman.

Tanda: status mental atau tingkat kesadaran menurun, gangguan tingkah laku
(letargi, apatis, menyerang), gangguan fungsi kognitif atau penurunan memori,
kelemahan atau paralisis pada ekstermitas, reflek tendon melemah. Afasia,
kehilanagan kemempuan menggunakan motorik (afraksia), ukuran atau reaksi
pupil tidak sama, dan kejang.

3.1.7. Nyeri/ Kenyamanan

Gejala: sakit kepala dengan intesitas yang berbeda-beda.

Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, dan ketegangan pada otot (fasia).

3.1.8. Pernafasan

Gejala: merokok

Tanda: ketidak mampuan menelan, batuk, hambatan jalan nafas. Timbulnya


pernafasan sulit, tidak teratur, dan suara nafas terdengar ronchi.

3.1.9. Interaksi sosial

Tanda: masalah bicara, dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

3.1.10. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi


oral, dan kecanduan alkohol.

3.2.Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


3.2.1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
3.2.2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular:
hemiparese atau hemiplegia.
3.2.3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskular:
kerusakan pada area bicara (afasia), kehilangan kontrol tonus otot facial.

3.2.4. Kurang perawatan diri: aktivitas daili (ADL) berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan atau tahanan, kehilangan kontrol atau
koordinasi otot.
3.2.5.Resiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.

3.3.Intervensi
3.3.1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
Tujuan : Setelah dilakan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi
jaringan serebral berangsur membaik.

NOC : Perfusi jaringan

Kriteria Hasil :

Warna kulit normal.


Suhu kulit hangat.
Kekuatan fungsi otot.
Tidak ada nyeri pada ekstremitas.

Intervensi :

Cek nadi perifer pada dorsalis pedis atau tibia posterior.


Rasional : Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien sebagai pengukur
Catat warna kulit dan temperatur suhu
Rasional : Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran
Jaga kehangatan atau suhu tubuh
Rasional : Untuk mencegah adanya komplikasi lebih lanjut misal hipertermi
Kolaborasikan dengan dokter pemberian obat pelancar peredaran darah

Rasional : Agar tidak ada sumbatan dalam pembuluh darah yang dapat memperparah
kondisi

3.3.2.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular:
hemiparese atau hemiplegia.

Tujuan : klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya


dengan kriteria hasil yang ingin dicapai yaitu: klien mempertahankan posisi tubuh
secara optimal seperti tidak adanya kontraktur atau footdrop, mempertahankan atau
meningkatkan fungsi tubuh yang terkena, klien dapat ikut serta dalam program
latihan, mendemonstrasikan tekhnik melakukan aktivitas, mempertahankan integritas
kulit, kebutuhan ADL terpenuhi, dan tonus otot meningkat.

Intervensi :

Kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang
teratur, klasifikasikan melalui skala 0-4.
Rasional : mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat memberikan informasi
mengenai pemulihan.
Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
Rasional : menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan.
Ajarkan klien latihan rentang gerak aktif dan pasif, libatkan keluarga dalam melakukan
tindakan.
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur.
Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : mempertahankan posisi fungsional.
Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan bantal.
Rasional : mencegah rotasi eksternal pada pinggul.
Inspeksi kulit terutama pada daerah yang tertekan dan menonjol secara teratur, lakukan
massage pada daerah tertekan, sanggah tangan dan pergelangan pada kelurusan alamiah.
Rasional : titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling berisiko untuk terjadinya
penurunan perfusi atau iskemia.
Kolaborasi dengan ahli fisiotrapi untuk latihan fisik klien.
Rasional : peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisiotherapis.

3.3.3.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskular:
kerusakan pada area bicara (afasia), kehilangan kontrol tonus otot facial.

Tujuan : klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu


mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat dengan kriteria
hasil yang ingin dicapai yaitu: terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien
terpenuhi, klien mampu berespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat,
membuat metode komunikasi, mampu mengekspresikan diri dan memahami orang
lain.

Intervensi :

Kaji tipe atau derajat disfungsi misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau
masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri.
Rasional : membantu menentukan kerusakan area pada otak dan menentukan kesulitan klien
sebagian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam
mengartikan kata-kata.
Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup matamu dan lihat
kepintu.
Rasional : untuk menguji afasia reseptif.
Berikan metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar,
gunakan kata-kata sederhana secara bertahap dan dengan bahasa tubuh.
Rasional : memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu.
Antisipasi dan penuhi kebutuhan klien.
Rasional : membantu menurunkan frustasi oleh karena ketergantungan atau ketidakmampuan
berkomunikasi.
Mintalah pasien mengucapkan suara sederhana seperti Sh atau Pus.
Rasional : mengidentifikasi disatria komponen bicara (lidah, gerakan bibir).
Anjurkan klien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila tidak mampu anjurkan klien
untuk membaca kalimat pendek.
Rasional : menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) dan defisit membaca.
Berbicara dengan nada normal dan hindari ucapan yang terlalu cepat, berikan waktu klien
untuk berespon.
Rasional : klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak menyebabkan klien marah dan tidak
menyebabkan rasa frustasi.

3.3.4.
Kurang perawatan diri: aktivitas daili (ADL) berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan atau tahanan, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


diharapkan pasien berangsur angsur mampu dan dapat melakukan personal higine

Self care : activity of daily living

KriteriaHasil :

Makan secara mandiri


Berpakaian terpenuhi
Mandi terpenuhi
Kebersihan terjaga
Keterangan Skala :
1 : Ketergantungan
2 : Membutuh kanbantuan orang lain dan alat
3 : Membutuh kanbantuan orang lain
4 : Mandiri dengan bantuan alat.
5 : Mandiri sepenuhnya

Intervensi :

Monitor kebutuhan pasien untuk personal hygiene termasuk makan. Mandi, berpakaian,
toileting.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan dan kebutuhan klien.
Ajarkan keluarga untuk melakukan personal higine pasien.
Rasional : Agar pasien tetap terjaga kebersihan dirinya
Mandirikan aktivitas rutin untuk perawatan diri jika sudah mampu.
Rasional : Agar memandirikan pasien bisa dilatih
Bantu pasien sampai pasien mampu berdiri.
Rasional : Upaya peningkatan kemandirian

Ajarkan kepada anggota keluarga untuk peningkatan kemandirian


Rasional : Agar upaya meningkatkan kemandirian dalam higine tercapai

3.3.5. Resiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.

Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil yang ingin dicapai
yaitu: asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, tidak
terjadi penurunan berat badan, tidak terpasang sonde.

Intervensi:

Lakukan oral higiene.


Rasional : kebersihan mulut merangsang nafsu makan.
Observasi intake dan output nutrisi.
Rasional : mengetahui keseimbangan nutrisi klien.
Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
Letakan posisi kepala lebih tingggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual dengan menekan ringan
diatas bibir atau dibawah dagu jika diperlukan.
Rasional : membantu dalam melatih kembali sensorik dan meningkatkan kembali
kontrolmuskular.
Berikan makan perlahan dengan lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi atau
gangguan dari luar.
Mulailah untuk memberi makan per oral setengah cair, makanan lunak ketika klien dapat
menelan air.

Rasional : makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya di dalam mulut, dan
menurunkan terjadinya aspirasi.
Anjurkan klien menggunakan sedotan minuman cairan.
Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak.
Kolaborasi dalam pemberian nutrisi melalui parenteral dan makanan melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes Marilynn. E, dkk. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Penerbit buku
Kedokteran EGC: Jakarta.Novak, Patricia D. 1998.
Kamus Saku Kedokteran Dorland Cetakan I. BukuKedokteran EGC: Jakarta Akperppnisolo.
2008, Sistem Persarafan Stroke Non Hemoragik.

Share this:

Twitter6

Facebook1

Navigasi tulisan
Khasiat lada hitam

Tinggalkan Balasan

Cari

Facebook Saya

Efra Dianto

Kalender
S

Februari 2013
K

Jan
4
11
18
25

5
12
19
26

6
13
20
27

7
14
21
28

1
8
15
22

2
9
16
23

3
10
17
24

Tulisan

Asuhan keperawatan pada klien dengan stroke non hemoragik Februari 18, 2013

Khasiat lada hitam Februari 2, 2013

Khasiat bawang putih Februari 2, 2013

Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Angka Kejadian Diare Pada Balita Januari 30,
2013

Isolasi Sosial ( ISOS ) Januari 5, 2013

Halaman

About Us

Arsip

Februari 2013

Januari 2013

Kategori

Uncategorized

Meta

Daftar

Masuk log

RSS Entri

RSS Komentar

WordPress.com

Blog pada WordPress.com. The Hero Theme.


Ikuti

Follow Efra Dianto


Get every new post delivered to your Inbox.
Bergabunglah dengan 688 pengikut lainnya.
Powered by WordPress.com

You might also like