Professional Documents
Culture Documents
L
DENGAN STEMI INFERIOPOSTERIOR POST
PTCA
DI RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
Oleh: Sunardi (Residen Sp.Kmb)
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Alamat
Suku
Pekerjaan
Mrs
Pengkajian
Regester
Diagnosa masuk
I.
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ny. L
53 tahun
Perempuan
Islam
Jl.Siliwangi No.40, Pancoran mas Depok
Jawa
IRT
28 10 2006 jam : 15.00
31 10 2006 jam : 11.00
3058705
STEMI Inferoposterior
II.
Patofisiologi Kasus
Infark miokard (IM) sering terjadi adanya trombus di daerah
arteri koroner, trombus terjadi oleh adanya rupur dari plak
yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh
tronbosit, lokasi dan luasnya IM tergantung pada arteri yang
terkena oklusi dan aliran darah kolateral. Maka IM disebut
juga sebagai penyakit segmental dari miokard.
3,10,13
10,11
1,2,3
Nyeri dada
Ketidakstabilan
hemodinamik
Kontraktilitas
Jantung menurun
Fungsi Ginjal
menurun
Ketidakseimbangan
cairan
Iskemia
Miokardium Infark
Miokardium
Nekrosis
Miokardium
PTCA dan stent
TD,Nadi ,
Perubahan JVP
Gambaran ECG
Abnormal
Dengan
pemeriksaan
lanjut ada
penyumbatan
pada lokasi
koroner
III.
Pengkajian
Alasan utama MRS
2. Eliminasi
Sebelum MRS
Makan 3 x sehari
Nasi, sayur, ikan
1 piring/ makan
kesulitan tidak ada
minum: 2000-2500 cc/hari
Jenis : air putih, teh, kopi
BAK----BAK Spontan, sehari rata
2000-2500 cc
Warna kuning jernih
Frekwensi 4-6/24 jam
MRS
Makan 3 x sehari
Diet lunak, sayur, buah dll
Kadang terasa mual,
muntah 1x
Minum bebas, air putih dan
lainnya
Kesulitan: tidak
BAK ----Terpasang P.Cateter, hr II
Produksi urine lancar
Warna kuning bening
Merasa tidak nyaman pada
3. tidur-istirahat
4. Aktivitas
5. Ketergantungan
Tidak ada
5. Pemeriksaan penunjang
1)
Darah Lengkap
Hb
: 9,5 (12 14)
Hematokrit: 29,3 (40 48)
TRombosit : 429.000
MCV
: 77,1
(82 92)
MCH
: 25
(27 31)
MCHC
: 32,4
(32 36)
Kimia darah
SGOT
: 22 (< 25)
SGPT
: 25 (< 20)
Triglicerida
: 2,8
Cholesterol
: 194 (150-250)
HDL
49
LDL
101
Ureum darah : 39
(2040)
Kreatinin darah : 1,14 (0,51,5
Na
: 136 (13547)
K
: 4,1 (8,5-10,1)
Cl
: 104 (100-06)
Asam urat
: 6,02
CK
CK-MB
LDH
Toponin T : + 0,23/dl
BT ; 130
CT; 20
Urinalisi
- Sel epitel : +
- Lekosit
:24
- Eritrosit : 8 10
- Berat jenis: 1.030 (1.003-1030)
PH
: 5.0
(4,5 8,0)
- Protein
:- Glukosa : - Keton
:- Darah/Hb: +
- Bilirubin : - Nitrit
:-
Kimia darah
Na
: 138 (13547)
K
: 8,6 (8,5-10.1)
Mag
: 1,9 (1,0-2,5)
Ureum darah : 26 (2040)
Kreatinin darah :0,5 (0,51,5)
6. Terapi
Obat-obatan (sebelum
Oral :
Ascardia : 1 x 160 mg
Omepazole : 2 x 1 tb
ISDN
: 3 x 10 mg
Sivastatin
: 1 x 10 mg
Diazepan
: 2 x 5 mg
Captopril
: 2 x 6,25 mg
Laxadin : 3 x 1 Cth
Petidin
: 25 mg (k/p)
Paracetamol : 1 x 500 mg
Impecsa
: 4 x 1 cth
Oral :
Ascardia : 1 x 160 mg
Omepazole : 2 x 1 tb
ISDN
: 3 x 10 mg
Sivastatin
: 1 x 10 mg
Diazepan
: 2 x 5 mg
Captopril
: 2 x 6,25 mg
Laxadin : 3 x 1 Cth
Petidin
: 25 mg (k/p)
Paracetamol : 1 x 500 mg
Impecsa
: 4 x 1 cth
Injeksi:
Lavenox : 2 x 0,4 mg
Cefriaxon : 1 x 2 gr
Norfoz : 3 x 1 gr
pethidin : 25 mg (k/p)
Injeksi:
Lavenox : 2 x 0,4 mg
Cefriaxon : 1 x 2 gr
Norfoz : 3 x 1 gr
pethidin : 25 mg (k/p)
IV line
Nacl
; 300 cc/jam
Dobutamin ; 250 mg (50 cc)
20 g (12cc/jam)
Dopamin
; 34 cc (5 micro) 3,7
IV line
Nacl
; 3000 cc loading
Dobutamin ; 250 mg (50 cc) 20 g
(12cc/jam)
Dopamin
; 200mg (50 cc) 20 g (3,7
cc/jam) Dan diobservasi ketat
cc/jam Oksigen
: 4 lt/mnt
Oksigen
; 4 lt/mnt
Diet;
Diet;
Saat pengkajian secara umum tidak ada hambatan baik dari perawat ruangan,
kondisi ruangan, dimana mahasiswa dapat melakukan pengkajian sesuai
tujuannya, terutama dalam pemeriksaan fisik tetapi format yang tersedia
diruangan masih sangat singkat dan kurang sesuai dengan masalah yang dikaji
dan tidak focus masalah, terutama masalah kardiovaskuler.
Karena kondisi pasien tidak memungkinan pada hari pertama post PTCA
maka pengkajian riwayat-riwayat pasien dilakukan hanya bersifat klarifikasi
dari data yang sudah ada di ruangan.
Setelah tindakan PTCA, pasien kondisi tidak stabil dan menurun, maka
pengkajian yang dilakukan banyak pemeriksaan fisik dan belum banyak
mengkaji tentang factor-faktor risiko terjadinya penyakit pasien.
Banyak sekali yang harus dikaji lebih dalam berkaitan dengan faktor-faktor
resiko baik yang bersifat reversibel maupun non reversibel.
Seperti yang dijelaskan pada konsep tentang infark miokard. Bagaimana
beberapa resiko tersebut dapat menyebabkan infark miokard, diantaranya
adalah sebagai berikut:
i. Hipertensi: hipertensi menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah pada
koroner sehingga pembuluh darah tersebut mengalami penebalan dan
degenerasi yang kemudian timbul plage dan selanjutnya menimbulkan
sumbatan pada koroner. Sehingga aliran darah ke jantung menjadi
berkurang, demikian juga kebutuhan O2 pada jantung.
Dan pada kasus dapat dipridiksikan bahwa risk faktor besar adalah adanya
hipertensi sejak usia sekolah, dan hal ini mendukung terjadinya infark
yang lebih parah 3,15
ii.
Keluhan/adanya nyeri1,2,3,13,15,22
Pada identifikasi nyeri perlu dikaji lebih dalam seberapa besar nyeri
muncul, lokasi dan sifat nyeri termasuk penjalaran dari nyeri yang muncul
sehingga dapat diklasifikasikan daerah/area yang mengalami infark.
Adanya nyeri yang terkaji dapat menjadi patokan, didaerah mana kira-kira
lokasi yang mengami penyumbatan dan setelah itu perlu diidintifikasi
Pemantauan Hemodinamik17,22
Disamping pemantauan TTV, perlu juga haru dikaji sistem hemodinamik
tubuh, karena adanya perubahan curah jantung, maka sirkulasi juga akan
berkurang, demikian juga cairan dan keseimbangan cairan akan
berpengaruh terhadap tekanan hemodinamik tubuh
Pemeriksaan ECG1,2,3,4,9,11,13,22
ECG bermanfaat dalam mengidentifikasi iskemia miokardium, apalagi
dalam kondisi istirahat. Adanya gambaran depresi S-T atau horizontal 1
mm atau lebih diluar titik J, bersifat khas, walaupun tidak patognomonik
iskemia kardium.1,2,3,9,10,11,13,22 Pada IMA, menunjukkan peninggian
gelombang ST, iskemia berarti ; penurunan atau datarnya gelombang T,
menunjukkan cedera dan adanya gelombang Q, nekrosis berarti.
Gambaran lain dari adanya kelainan ECG mencakup perubahan
gelombang ST-T nonspesifik, kelambatan hantaran atrioventrikularis dan
intraventrikel serta aritmia bersifat non spesifik untuk penyakit jantung
koroner aterosklerotik.10,13,22
Kelainan ECG akibat infark miokardium transmural akut mencakup
gelombang Q abnormal, yang digabung dengan elevasi segmen S-T yang
24-48 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal. AST
(aspartat amonitransferase) meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi
dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam dan kembali normal dalam 3-4
hari.
Bila gejala iskemia miokardium bersifat klasik dan kelainan ECG pasti,
maka enzim serum tidak diperlukan untuk tujuan diagnostik. Tingginya
enzim jantung mengindikasikan pronogsis yang buruk .
LIPID Darah (lemak) bahwa telah diketahui bahwa hiperlipidemia adalah
suatu faktor penting dalam perkembangan aterosklerosis koronaria.
Demikian juga peningkatan kadar gula darah yang diatas rata-rata, hal ini
menunjukkan adanaya risk factor lain yang dapat menyebabkan
aterosklerosis. Elektrolit : ketidakseimbangan dapat mempengaruhi
konduksi dan dapat mempengaruhi kontraktilitas, contoh ;
hipokalemia/hiperkalemia. Sel darah Putih (SDP) : leukosit
(10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setela IM sehubungan
dengan proses inflamasi. Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari
kedua dan ketiga setelah MI, menunjukkan inflamasi. Kimia : mungkin
normal tergantung abnormalitas fungsi/perfusi organ akut/kronis.
Kolesterol/trigeliserida serum : meningkat, menunjukkan arteriosclerosis
sebagai penyebab IM. Bila melihat kasus Ny.L semua hasil laboratirum
menunjukan indikasi munculnya infark miokard.
IV.
3. Ruangan tidak membuat renpra yang seharusnya dibuat, jadi tidak ada
contoh yang baik diruangan berkaitan dengan pendokumentasian asuhan
keperawatan yang baik.
RASIONALISASI DARI RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
Adapun rasionalisasi dari rencana asuhan keperawatan yang dilakukan
sesuai dengan masalah prioritas, yaitu (diambil 3 diagnosa kep):
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d penurunan energi/kelemahan
dan sekresi tertahan.
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif setelah tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam
Rencana Tindakan Keperawatan:
1) Obs/auskultasi suara nafas dan catat adanya kelainan bunyi nafas
R: kelainan bunyi nafas/paru dapat mengidentifikasikan adanya
bersihan jalan nafas, terutama adanya ronchi menunjukan adanya
penumpukan sekret dilapangan paru.
2) Obs/pantau catat RR setiap 4 jam
R: memantau secara dini bila ada kelainan respirasi, bila seseorang
mengalami irama respirasi diidentifikasikan adanya kebutuhan
oksigenasi yang tidak adequat
3) Catat/obs adanya derajat dispnea
R: Bila pasien mengalmi dispnea dapat diidentifikasikan adanya
masalah pada respirasi, baik sumbatan maupun kegagalan nafas,
oleh karena itun penting diobservasi dan dipantau secara ketat,
derajat dan adanya dispnea.
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, berikan posisi semifowler
(300 ).
R: Disamping memberikan posisi nyaman, posisi ini memungkinkan
dan memudahkan untuk proses respirasi.
5) Dorong/bantu latihan nafas abdomen dan bibir
R: dengan melatih tehnik pernafasan ini memungkinkan pasien
untuk dapat melakukan relaksasi dan membantu respirasi
20
3)
4)
Pantau CVP17
R: mengetahui keadekuatan cairan secara central dan akurat.
V.
IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana intervensi yang
direncakan dan mengikuti format yang ada diruangan. (catatan terlampir)
Adapun implementasi yang telah dilakukan, sesuai masalah keperawatan
adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penurunan energi/kelemahan dan
sekresi yang tertahan.
Sesuai dengan tujuan masalah bersihan jalan teratasi dalam waktu 3 hari,
dari tanggal 31 okt s/d 2 november, secara ringkas intervensi untuk
masalah tersebut, adalah sebagai berikut:
a. Mengkaji dan memonitor status pernafasan, kemampuan batuk dan
mengeluarkan skret
b. Mendengarkan bunyi nafas (ada ronchi/wheZing)
c. Mempertahankan kepatenan jalan nafas (posisi kepala dan leher netral
anatomis, cegah fleksi leher
d. Mempertahankan posisi kepala tempat tidur 30 45 derajat
e. Mengubah posisi baring tiap 2 jam
f. Menigkatkan hidrasi 2000 ml/hari (oral dan parenteral)
g. Kolaborasi : Pemberian O2 3/ml kanul, Chek AGD dan pemberian
inhalasi dengan Combivent 2 ml, tiap 8 jam
a. Dari beberapa intervensi yang telah dilakukan pada tanggal (31/10/06
2/11/06), pada hari kedua dilakukan dan ketiga melakuakan SOAP
pada tgl 1 dan 2 november, dimana bersihan jalan nafas menjadi
berkurang, Hal ini menunjukan bahwa intervensi yang dilakukan sudah
efektif. Untuk selanjutnya teruskan intervensi keperawatan sampai
masalah bersihan jalan nafas tidak bertamabah berat dan dapat teratasi
secara optimal.
2. Penurunan Cardiak out-put b.d penurunan hipovolemi (preload)
Sesuai dengan tujuan rencana keperawatan fungsi jantung/cardiak out-put
meningkat adequat setelah tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
VI.
EVALUASI
Sesuai hasil intervensi dan hasil evaluasi pada setiap hari dan hari ketiga,
semua masalah sudah dapat diatasi secara optimal
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan format yang ada diruangan (soap
terlampir).
Pada tanggal 8 November 2006 jam 12.00, pasien pulang dengan kondisi
baik, diantaranya:
1. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan ECG dalam batas normal (terlampir)
2. Tidak ada nyeri, dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan penuh
tanpa keluhan
3. Tidak ada nyeri baik nyeri dada dan nyeri abdomen
4. pasien dapat melakukan mobilisasi dengan optimal
VII.
VIII.
REFERENSI
1. Alexander, Fawcett, Runciman. (2000). Nursing Practice Hospital and Home
the Adult, Second edition, Toronto. Churchill Livingstone.p: 7-24, 44-48.
2. Black, JM., Matassin E. (2002). Medical Surgical Nursing, Clinical
Management for Continuity of Care. JB. Lipincott.co. p:1599-1671.
3. Brunner & Suddarths . (1999). Textbook of Medical surgical nursing.
Eighth Edition. Philadelphia. New York: Lippincortt. p: 587-637,687-721.
4. Colmer, MR. (1995). Coronarys surgery for nurses. 16th ed. Livingstone.
5. Clayton, B. Stock, Y.N. (1993) Basic pharmacology for nurses. Tenth edition.
Toronto: Mosby
6. Cardiothoracic Associates of Hawaii. 2005. Post Op Info. Diambil pada 15
September 2005 dari: http://www.heartsurgery-hawaii.com/index.html
7. Cardiothoracic Surgery, PA. Site by EmarketSouth. 2000. Exercise: Benefit of
Exercise. Diambil pada 15 September 2005 dari:
http://www.emarketsouth.com
8. Cardiothoracic Surgery University of Southern California Keck School of
Medicine. 2005. Patients Guide to Heart Transplat Surgery: Exercise.
Diambil pada 15 September 2005 dari:
http://www.surgery.usc.edu/divisions/ct/index.html
9. Doenges, Marylinn E. (2002). Nursing care plan: guidelines for Planning and
documenting patient care. 3rd ed. FA. Davis,
10. Edward K.Chung. (1995). Penuntun praktis,Penyakit Kariovaskuler: Edisi
3,alih bahasa dr.Petrus Andrianto. Jakarta: EGC.p:3-12.
11. Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis ; Pendekatan kritis, Edisi VI
Volume I. Jakarta: EGC, p: 164-214,382-399
12. Inova Hearth and Vascular Institute. 2005. Cardiac Surgery Patient Pathway.
Diambil pada 15 Sept 2005 dari:
http://www.inova.com/inovapublic.srt/index.jsp
13. Luckman Sorensen,(1995).Medical Surgical Nursing, A PhsycoPhysiologic
Approach, 4th Ed,WB Saunders Company, Phyladelpia
14. Medicinenet. (2005). Digitalis medicine-oral. Diambil pada 16 September
2005 dari http://www.medicinenet.com.digitalis_medicine-oral/article.htm
15. Minnesota Boards of Medical Pratice, Nursing and Pharmacy (2005) Joint
Statement on Pain Management. Diambil dari dari
http://www.msn.com/search/painmanagement/www.painfoundation.org
16. Morton, P.G. (2005). Critical care nursing : a holistic approach. 8thedition.
Lippincott William & Wilkins. Philadelphia.
17. Nursing standard volume 13 number 42 (1999). Central venous lines. Diambil
pada 12 September 2005 dari http://www.gogle.com/nursing/central venous
pressure/index.html.
18. Oregon State Board of Nursing (2004). Position Statement for pain
management. Diambil dari
http://www.gogle.com/painmanagement
/nursingcare.htm/index.html
30