You are on page 1of 25

BAB I

PENDAULUHAN
A.

Latar Belakang
Peritonsil abscess (PTA) merupakan kumpulan/timbunan (accumulation)
pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar yang
terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis. (Hembing, 2009)
Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher
dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana
yang terlibat. Gejala dan tanda klinik dapat berupa nyeri dan pembengkakan.
Abses peritonsiler (Quinsy) merupakan salah satu dari Abses leher dalam dimana
selain itu abses leher dalam dapat juga abses retrofaring, abses parafaring, abses
submanidibula dan angina ludovici (Ludwig Angina). (suwarjo,2008)
World Heath Organization (WHO) tahun 2010, menyebutkan bahwa
terdapat lebih dari jumlah penderita Abses peritonsiler berjumlah sekitar 45 %.
Dan penyebab nya merupakan komplikasi dari tonsillitis.
Menurut Depkes RI (2011), jumlah penderita penyakit Abses peritonsiler
pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk
Indonesia, di Aceh berjumlah 11% dari jumlah penduduk.
Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling
sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada
mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi
jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang
sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik
atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut
merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses peritonsiler. Di
Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per
tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun. (Dinkes, 2009)
Kasus tonsilitis di Ruang Malahayati Rumah Sakit Tingkat II kesdam
Banda Aceh dalam 1 bulan terakhir mencapai 24% sedangkan abses peritonsiler
15%. (Maulidar, 2014)

Oleh karena masalah Abses peritonsiler merupakan salah satu dari 9 tanda
bahaya dalam kehamilan yang dapat dicegah lebih dini,maka penulis merasa
tertarik untuk membahas secara spesifik mengenai masalah Abses peritonsiler
dengan menggunakan metode pendekatan manajemen Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah pada NyC Dengan Abses peritonsiler.
B.

Tujuan
A. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir

ilmiah dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien Abses Peritonsiler dengan


pendekatan proses keperawatan yang sesuai.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
a. Melakukan pengkajian pada pasien Abses Peritonsiler.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada pasien Abses
Peritonsiler.
c. Membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien

Abses

Peritonsiler.
d. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada pasien
Abses Peritonsiler.
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
pasien Abses Peritonsiler.
f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan
Abses Peritonsiler.

B. Mamfaat Penulisan Laporan


1. Bagi Akademik
Studi kasus ini bisa menambah kepustakaan dan sebagai bahan
studi bagi mahasiswa dan

bisa menambah wawasan tentang Abses

Peritonsiler.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Bagi rumah sakit khususnya Rumah Sakit Tinkat II Kesdam
Iskandar Muda diharapkan dapat memberikan pelayanan yang paripurna
dengan tidak hanya berfokus kepada pelayanan klien di Rumah Sakit

Tinkat II Kesdam Iskandar Muda saja akan tetapi persiapan perawatan


pasien pulang dengan melibatkan keluarga dalam menangganinya.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Memberi masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu
keperawatan dan profesi keperawatan yang preposional sehingga bisa
meningkatkan asuhan keperawatan yang diberikan.
4. Bagi Penulis
Bagi penulis agar lebih meningkatkan cara berkomunikasi dengan
klien, sering- sering belajar buku keperawatan maternitas kualitas
belajarnya ditingkatkan dan bertanya bila belum mengerti

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung
sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam,
2010).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus
pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus. (Mansjoer, A. 2009)
Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang
berulang. Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu
serangan akut kripta mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional
tetap membesar akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan
gambaran karet busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan
infeksi (Sacharin, R.M. 2008).
Abses peritonsiler adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi
pada bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di
daerah peritonsilar. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah
adalah didaerah pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan
palatum superior. (Hembing, 2009)
Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran organisme bakteri
penginfeksi tenggorokan kesalah satu ruangan aereolar yang longgar disekitar
faring menyebabkan pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus
kapsul tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring.
Peritonsillar
abscess
(PTA)
merupakan
kumpulan/timbunan
(accumulation) pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada
jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis

2. Etiologi
Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau
infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.

Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis.


Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan
dewasa muda.
Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob
maupun yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering
menyebabkan abses peritonsiler adalah Streptococcus pyogenes (Group A
Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus
influenzae.

Sedangkan

Fusobacterium.

organisme

Prevotella,

anaerob

Porphyromonas,

yang

berperan

Fusobacterium,

adalah
dan

Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga


disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobic.
4. Patofisiologi
Patofisiologi abses peritonsiler belum diketahui sepenuhnya. Namun,
teori yang paling banyak diterima adalah kelanjutan episode tonsillitis
eksudatif menjadi peritonsillitis dan diikuti pembentukan abses.
Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan
tampak juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, peradangan
jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna,
sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi
aspirasi ke paru. Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada
riwayat tonsillitis kronis atau berulang sebelumnya. PTA dapat juga
merupakan suatu gambaran dari infeksi virus Epstein-Barr Abses peritonsil
yang timbul sebagai kelanjutan tonsilitis akut biasanya timbul pada hari ke 3
dan ke 4 dari tonsillitis akut. Sumber infeksi berasal dari salah satu kripta yang
mengalami peradangan, biasanya kripta fossa supratonsil, dimana ukurannya
besar, merupakan kavitas seperti celah dengan tepi tidak teratur, dan
berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian luar tonsil. Muara dari
kripta yang mengalami infeksi tersebut tertutup sehingga abses yang terbentuk
di dalam saluran kripta akan pecah melalui kapsul tonsil dan berkumpul pada
tonsil bed. Pus yang berkumpul pada fosa supratonsil tersebut akan
menimbulkan penonjolan, pembengkakan dan edema dari palatum molle

sehingga tonsil akan terdorong kearah medial bawah. Walaupun sangat jarang
abses peritonsil dapat terbentuk di inferior.
Abses peritonsiler juga bisa sebagai kelanjutan dari infeksi yang
bersumber dari kelenjar mukus weber. Kelenjar ini berhubungan dengan
permukaan atas tonsil lewat duktus dan kelenjar ini membersihkan area tonsil
dari debris dan sisa makanan yang terperangkap di kripta tonsil. Inflamasi
pada kelenjar weber dapat menyebabkan selulitis. Infeksi ini menyebabkan
duktus sampai permukaan tonsil menjadi lebih terobstruksi akibat inflamasi
sekitarnya. Hasilnya adalah nekrosis jaringan dan pembentukan pus yang
menghasilkan tanda dan gejala abses peritonsil.
5. Manifestasi Klinik
Terdapat gejala dan tanda tonsilitis akut, demam tinggi, otalgia, nyeri
menelan, nyeri tenggorok, muntah, mulut berbau, hipersalivasi, suara sengau,
kadang-kadang sulit membuka mulut (trismus), serta pembengkakan dan nyeri
tekan pada kelenjar submandibula. Trismus terjadi pada proses yang lanjut
akibat iritasi pada otot pterigoid interna.
Pada pemeriksaan tampak palatum mole membengkak, menonjol ke
depan, dapat teraba fluktuasi, hiperemis pada stadium awal dan bila berlanjut
akan menjadi lebih lunak dan kekuning-kuningan. Tonsil bengkak, hiperemis,
mungkin banyak detritus, terdorong ke tengah, depan, dan bawah. Uvula
bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan laboratorium
berupa hitung darah lengkap, pengukuran kadar elektrolit, dan kultur darah.
Karena pasien dengan abses peritonsil seringkali dalam keadaan sepsis dan
menunjukkan tingkat dehidrasi yang bervariasi akibat tidak tercukupinya
asupan makanan. Usap dan kultur tenggorok (throat swab and culture). Untuk
membantu dalam indentifikasi organisme penyebab infeksi. Hasilnya dapat
digunakan dalam pemilihan antibiotik yang tepat serta efektif, dan untuk
mencegah timbulnya resistensi antibiotik.

Pemeriksaan radiologi dapat membantu pada terapi abses peritonsil


yang tidak mengalami perbaikan setelah dilakukan inspirasi dan drainase atau
terdapat perburukan edema pada selulitis peritonsil yang telah diterapi. Pada
kasus tertentu dimana ternyata absesnya terdapat di tonsil itu sendiri dan atau
sebagian abses tersembunyi pada inferior atau posterior tonsil. Foto polos
dapat berupa pandangan jaringan lunak lateral dari nasofaring dan orofaring
dapat

membantu

dokter

dalam

menyingkirkan

diagnosis

abses

retropharyngeal. Pada posisi AP, terdapat distorsi jaringan lunak, tapi tidak
begitu membantu dalam menentukan lokasi abses.
Pada pasien yang sangat muda, evaluasi radiologi dapat dilakukan
dengan CT scan pada rongga mulut dan leher menggunakan kontras intravena.
Ditemukan gambaran kumpulan cairan hipodens di apex tonsil yang terkena,
dengan penyengatan pada perifer. Gambaran lainnya termasuk pembesaran
asimetrik

tonsil

dan

fossa

sekitarnya.

Ultrasonography

Intraoral

ultrasonography merupakan teknik pencitraan yang simpel dan non-invasif,


dapat membedakan selulitis dan abses
7. Komplikasi
a. Dehidrasi.
b. Peningkatan suhu tubuh.
c. Aspirasi paru.
d. Abses parafaring.
e. Mediastinitis.
f. Trombus sinus kavernosus.
g. Meningitis.
h. Dan Abses otak.
8. Penatalaksanaan
Untuk stadium awal diberikan antibiotik dosis tinggi, penisilin 600.0001.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin
3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg.
Juga obat simtomatik berupa analgesik-antipiretik parasetamol 3 x 250500 mg, anjuran berkumur dengan antiseptik/air hangat, dan kompres dengan
air dingin.
Bila abses telah terbentuk, dilakukan pungsi kemudian insisi untuk
mengeluarkan nanah dengan anestesi lokal. Insisi dilakukan pada daerah

paling menonjol dan lunak, atau pertengahan garis yang menghubungkan


dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Setelah selesai
pasien diminta berkumur dengan antiseptic.
Bila terdapat trismus, diberikan analgesia lokal untuk nyeri dengan
menyuntikkan silokain atau novokain 1% di ganglion sfenopalatinum (bagian
belakang atas lateral konka media).
Pada anak kecil dianjurkan untuk anestesi umum. Kemudian dianjurkan
untuk tonsilektomi, umumnya sesudah infeksi tenang yaitu 2-3 minggu
sesudah drainase abses.
Setelah dilakukan tonsilektomi, membilas mulut dengan alkalin dan
larutan normal salin hangat sangat berguna dalam mengatasi lender yang
kental yang mungkin ada.Diet cairan atau semi cair diberikan selama beberapa
hari serbet dan gelatin adalah makanan yang dapat diberikan.Makanan pedas,
panas, dingin, asam atau mentah harus dihindari.Susu dan produk lunak (es
krim) mungkin dibatasi karena makanan ini cenderung meningkatkan jumlah
mucus .
B. Asuhan Keperawatan
1. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien (Nursalam,2001). Pengkajian dalam sistem imun meliputi riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, dan prosedur diagnostik yang merupakan
data yang menunjang keadaan klinis dari pasien.
Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status
perkawinan, agama, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal datang ke
rumah sakit.
b. Riwayat kesehatan yang terdiri dari :
1) Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan
pasien berobat atau keluhan atau gejala saat awal dilakukan
pengkajian pertama kali yang utama. Keluhan utama klien tonsilitis
biasanya nyeri pada tenggorokan dan pada saat menelan disertai
demam.

2) Riwayat kesehatan sekarang adalah faktor yang melatarbelakangi atau


mempengaruhi dan mendahuli keluhan, bagaimana sifat terjadinya
gejala (mendadak, perlahan-lahan, terus menerus atau berupa
serangan, hilang dan timbul atau berhubungan dengan waktu),
lokalisasi gejalanya dimana dan sifatnya bagaimana (menjalar,
menyebar, berpindah-pindah

atau

menetap). Bagaimana

berat

ringannya keluhan berkurang, lamanya keluhan berlangsung atau


mulai kapan serta upaya yang telah dilakukan apa saja.
3) Riwayat kesehatan masa lalu dapat ditanyakan seperti riwayat
pemakaian jenis obat, jumlah dosis dan pemakaiannya, riwayat atau
pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang pernah
dialami atau riwayat masuk rumah sakit atau riwayat kecelakaan.
4) Riwayat kesehatan keluarga. Adakan keluarga yang menderita
penyakit tonsilitis. Penyakit kronik yang lain seperti diabetes melitus,
batu ginjal, kardiovaskuler, hipertensi, kelainan bawaan.
5) Status sosial ekonomi atau mempengaruhi tingkat pendidikan,
sedangkan

tingkat

pendidikan

akan

mempengaruhi

tingkat

pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh pada pola hidup dan
kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat kesehatan
klien.
c. Penampilan Umum
1) Kulit pucat kering.
2) Lemah
3) Tanda-tanda vital : pola pernafasan dan suhu tubuh meningkat.
4) Tingkat kesadaran : composmetis, somnolen, sofor, koma, delirium.
5) Konsentrasi : mampu berkonsentrasi atau tidak.
6) Kemampuan bicara : mampu bicara atau tidak.
7) Gayajalan : seimbang atau tidak.
8) Koordinasi anggota gerak : mampu menggerakan anggota tubuh atau
tidak.
d. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan adanya tanda dan gejala
yang menyebabkan klien mencari pertolongan kesehatan seperti :
nyeri pada tenggorokan, susah untuk menelan, peningkatan suhu
tubuh, kelemahan hebat, kehilangan perhatian pada lingkungan.
2) Riwayat penyakit tonsilitis akut atau kronik, menjalani tonsilektomi.

3) Polanutrisi dan metabolik.Anoreksia, mual, muntah, BB menurun


karena intake kurang, nyeri untuk menelan, nafas berbau, membranmu
kosakering.
4) Pola eliminasi warna urin kunin pekat, ureum meningkat.
5) Pola aktivitas dan latihan Kelelahan (fatique), kelemahan.
6) Pola tidur dan istirahat, gelisah tidur sering terganggu karena nyeri
pada tenggorokan.
7) Pola persepsisensor dan kognitif kurangnya pendengaran perhatian
berkurang atau menyempit, kemampuan berfikir abstrak menurun,
kehilangan perhatian untuk lingkungan, sakit kepala.
8) Pola persepsi diri dan konsep diri penurunan harga diri, perubahan
konsep diri dan body image, menurunnya harga diri, menurunnya
tingkat kemandirian dan perawatan diri.
9) Pola peran dan hubungan sesame tidak dapat menjalankan sekolah,
penurunan kontak sosial dan aktivitas.
10) Pola koping dan toleransi terhadap stress ketidak efektifan koping
individu dan keluarga, mekanisme pertahanan diri : denial proyeksi,
rasionalisasi, displasmen
11) Pola nilai dan kepercayaan kehilangan kepercayaan kepada pemberi
pelayanan kesehatan.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk
ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran (GCS / Gaslow Coma
Scale), yang dapat meliputi penilaian secara kualitas seperti
composmentis, apatis, somnolen, sofor, koma, delirium, dan status
gizinya.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, pola
pernafasan dan suhu tubuh. Biasanya klien tonsilitis mengalami
kesulitan bernafas karena ada pembesaran pada tonsil dan mengalami
peningkatan suhu tubuh.
3) Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening.
a) Kulit meliputi warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterik,
pucat, eritema), turgor, kelembaban kulit dan atau ada tidaknya
edema.
b) Rambut meliputi dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi
dan karakteristik.

c) Kelenjar getah bening meliputi dapat dinilai dari bentuknya serta


tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior,
inguinal oksiptil, dan retroavrikuler.
4) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala meliputi dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, ubunubun, wajahnya asimetris atau ada tidaknya pembengkakan, mata
dilihat dari visus palpebra, mata merah, alis, bulu mata,
konjungtiva, anemis karena Hb nya menurun, skelera, kornea,
pupil, lensa. Pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga,
lubang

telinga,

membran

timpani,

mastoid,

ketajaman

pendengaran hidung dan mulut ada tidaknya stismus.


b) Leher meliputi kuku kuduk, ada tidaknya masa di leher, dengan
ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi, dan ada tidaknya
nyeri tekan.
5) Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum
bentuk dada, keadaan paru yang meliputi simetris atau tidaknya,
pergerakan nafas, ada tidaknya femitus suara, krepitasi serta dapat
dilihat batas ada saat perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya
bagaimana apakah hipersenosor atau timpani). Pada pemeriksaan
jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal dengan
siklus kordis dan aktivitas artikel, getaran bsising, bunyi jantung.
6) Pemeriksaan abdomen meliputi bentuk perut, dinding perut, bising
usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta
dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang
ditentukan ada tidaknya nyeri pada pembesaran pada organ tersebut,
kemudian pada daerah anus, rectum, serta genitalia.
7) Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang
gerak keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki
dan lainnya.
f. Prosedur Diagnostik
g. Prosedur Diagnostik menurut Doenges (2000) prosedur diagnostik untuk
tonsilitis adalah :

1) Tes Laboratorium Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan


apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A,
karena grup ini disertai dengan demam reumatik, glomerulnefritis.
2) Pemeriksaan PenunjangKultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3) Terapi Menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide,
antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan

pemasukan: mual, anoreksia.


c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
d. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme penyakit.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai
penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi atau
imflamasi: rasa sakit pada jaringan tonsil
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari Senin, tanggal 15 Desember 2014,
jam 08.00 diruang MALAHAYATI Rumah Sakit Tinkat II Kesdam
Iskandar Muda dengan menggunakan metode wawancara pasien,
keluarga pasien, observasi, dan catatan medis.
1. Identitas pasien dan penaggung jawab
a. Identitas pasien
Nama

: Ny. C

Umur

: 26 tahun

Jenis kelamin

: perempuan

Suku bangsa

: Aceh Indonesia

Agama

: Islam

Status perkawinan

: kawin

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: DARUSSALAM

Tanggal masuk

: 25 NOVEMBER 2013

No. Register

: 03.78.73

Diagnosa medis

: Abses Peritonsiler

b. Identitas penanggung jawab


Nama

: Tn. K

Umur

: 30 Tahun

Jenis kelamin

: laki laki

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: TNI

Hubungan dengan pasien : Suami


Jabatan

: Ta Hubdam IM

Kesatuan

: HUBDAM IM

2. Riwayat kesehatan saat ini


a. Keluhan Utama
pasien mengatakan sulit menelan, ketika menelan terasa nyeri
takut mau dioperasi.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. C datang bersama dengan suaminya kepoli THT
dengan keluhan demam naik turun, nyeri saat menelan, gatal
tenggorokkan dan demam sejak 2 hari yang lalu. Ny. C tidak ada
riwayat alergi dan penyakit keturunan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada hari senin tanggal 15 desember 2014 pasien masuk keruang
malahayati Rumah Sakit Kesdam Tingkat II Banda Aceh dan
dirawat inap untuk menjalani operasi Tonsilektomi. Pada saat
masuk rumah sakit pasien mengatakan sudah tidak demam dan
tidak seberapa nyeri tengorokan nya, pasien juga mengatakan
kurang nafsu makan, pasien mengatakan takut menjalani operasi.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

PS

keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
PS

: Pasien perempuan
: perempuan meningal
Interpretasi:
Pasien tinggal bersama suami. Pasien merupakan anak pertama dari
lima bersaudara . Ibu dan ayah kandung pasien tidak menderita riwayat
penyakit yang berat.
Berdasarkan genogram di atas tidak ditemukan faktor resiko
penyakit keturunan yang dapat mempengaruhi pasien seperti Dm,

hipertensi dll. Dan juga keluarga pasien mengatan bahwa pasien


tidak pernah mengalami kecelakaan seperti tertabrak, jatuh dari
sepeda motor
e. Riwayat psikososial dan Spiritual
Orang yang terdekat dengan pasien saat ini adalah suaminya ,
keluarga dan anaknya. Interaksi dalam keluarga baik pola
komunikasi dua arah, pembuat keputusan dalam keluarga adalah
pasien

sendiri

berdasarkan

musyawarah.

Kegiatan

kemasyarakatan yang diikuti adalah perkumpulan dikampung.


Dampak penyakit pasien terhadap keluarga yaitu keluarga
menerima keadaan klien dan berusaha untuk memberikan
dukungan agar pasien cepat sembuh. Mekanisme koping terhadap
stress adalah dengan jalan-jalan bersama keluarga. Hal yang
sangat dipikirkan pasien saat ini adalah ingin cepat sembuh.
Harapan pasien setelah menjalani perawatan adalah dapat
beraktifitas seperti sediakala.Perubahan yang dirasakan setelah
jatuh sakit adalah pasien tidak bisa melakukan aktifitas seperti
biasanya. Tidak ada nilai-nilai kepercayaan yang bertentangan
dengan kesehatan, aktifitas agama yang dilakukan adalah berdoa
dan beribadah sholat waktu, akan tetapi semenjak sakit pasien
lebih sering melakukan berdoa ditempat tidur.
f. Pola kebiasaan sehari-hari
1. Pola Nutrisi dan Metabolik Sebelum dirawat, pasien susah
makan, makan teratur, kadang 3 kali sehari, kadang 2 kali
sehari. Menu makanan nasi dan lauk, pasien tidak suka sayur.
Makanan favorit yaitu mie instan. Pasien minum 8 gelas
dalam sehari. Setiap kali minum 200 cc. Minuman yang
paling disukai yaitu es lilin. Selama dirawat, pasien makan 3
kali sehari, menu makanan yaitu bubur dengan banyak kuah,
pasien tidak nafsu makan karena tenggorokanya tersa nyeri
setelah dioperasi, pasien juga takut menelan makanan. Pasien

makan habis hanya porsi, pasien sulit untuk disuapi. Pasien


minum 7 gelas dalam sehari, minum air putih dan es krim.
2. Pola eliminasi sebelum dirawat, pasien buang air besar 1 kali
dalam 2 hari, konsisitensi feses berbentuk, warna kuning, dan
bau khas. Pasien berkemih 5-6 kali dalam sehari dengan
warna urine kuning jernih dan bau khas. Selama dirawat,
pasien buang air besar 1 kali dalam 2 hari, konsisitensi feses
berbentuk, warna kuning, dan bau khas. Pasien berkemih 5
kali dalam sehari dengan warna urine kuning jernih dan bau
khas.
3. Pola personal hygiene. Sebelum sakit pasien mandi 2 x/hari
pada pagi dan sore hari, oral hygiene 2 x/hari pada pagi dan
sore, cuci rambut 3 x/minggu. Namun selama sakit pasien
jarang mandi kadang-kadang 2 x/minggu, oral hygiene 1
x/hari pada pagi hari, cuci rambut1 x/minggu.
4. Pola istirahat dan tidur. Sebelum sakit pasien tidur siang
Cuma 1 jam/hari dan tidur malam kurang lebih 7-8 jam/hari.
Kebiasaan sebelum tidur adalah nonton televise. Namun
selama sakit, pasien tidur siang kurang lebih 2-3 jam/hari dan
tidur malam 8 jam namun jam 3 malam pasien terbangun
karena nyeri dibagian tenggorokan. Tidak ada kebiasaan
sebelum tidur.
5. Pola Aktivitas dan Latihan sebelum dirawat, pasien
aktifmengerjakan kegiatan ibu rumah tangga seperti :
memasak, menyuci, menggosok, dan merawat anak.
6. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan. Sebelum sakit
pasien mempunyai riwayat suka makan mieso dan minuman
dingin. Namun selama sakit, pasien tidak dapat makan mieso
lagi. Dan pasien tidak mempunyai riwayat menggunakan
minuman beralkohol maupun narkoba.
3. Pemeriksaan fisik

a. Penampilan / keadaan umum : Baik


b. Tingkat kesadaran : Compos mentis
c. Tanda tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 88 x/menit Suhu :
36,7C Respiratory Rate : 22 x/menit
d. Kepala : bentuk mesochepal, rambut hitam, pendek, agak ikal,
tidak terdapat benjolan atau luka.
e. Mata : reflek pupil simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis, fungsi penglihatan masih normal.
f. Hidung : simetris, bersih, tidak ada polip hidung, cuping
hidung tidak ada.
g. Telinga : simetris, terdapat serumen, terdapat cairan kental
berwarna kuning dan berbau pada telinga kiri, terdapat
penurunan fungsi pendengaran pada telinga kiri
h. Mulut : bibir tidak sianosis, mukosa bibir lembab
i. Leher : terdapat nyeri telan, tidak terdapat pembesaran kelenjar
tiroid.
j. Paru-paru Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi,
pengembangan dada simetris Palpasi : tidak ada nyeri tekan,
vokal fremitus kanan sama dengan kiri Perkusi : sonor di
semua lapang paru Auskultasi : suara vesikuler, tidak ada
ronkhi/ wheezing.
k. Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus
cordis teraba pada IC ke V Perkusi : redup Auskultasi :
terdengar bunyi jantung I dan II ( Lup Dup ).
l. Abdomen Inspeksi : datar, simetris Auskultasi : terdengar
bising usus , 16 x/menit Perkusi : thympani Palpasi : tidak
terdapat nyeri tekan pada semua kuadran.
m. Genital : genital normal dan tidak terpasang kateter.
n. Ekstremitas : kedua kaki tidak terdapat keterbatasan rentang
gerak, tidak terdapat oedema atau luka, pada tangan kiri
terpasang infus.
o. Kulit : kulit berwarna sawo matang, turgor kulit cukup, tidak
terdapat luka terbuka pada kulit.
Tanggal

JenisPemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
LED
Retikulosit

10,6 mg/dl
30%
3,8 x 103 /l
13, x 103 /l
350 mg/dl
3,2 menit
1,1 %

13,0- 17,0 gr/dl


40-50%
4,5 - 6,0 x 103 /l
4,210,5 x 103 /l
150400 mg/dl
0-15 menit
0,5-1,5 %

B. Analisa Data :
Data
Masalah
S: pasien
mengeluh
nyeri
di Nyeri
tenggorokan
O : klien tampak meringis kesakitan
-skala nyeri 4
-Berkeringat
-N:68 kali permenit
-TD:110/80 mmHg
- IVFD RL 20 tts/menit
-Inj : cetorolax
S: pasien mengatakan tidak ada nafsu Nutrisi tidak
makan karena susah menelan adekuat
ketika menelan terasa nyeri
O: atau porsi yang di habiskan
Bibir :kering
BB:40kg
IVFD RL 20 tts/menit
K/u : lemas

Etiologi
pembengkakan
tonsil

Anorexia

Kesadaran: compos mentis


S: pasien menanyakan kepada perawat
tentang penyakit nya saat ini
Pasien mngatakan agak sedikit
takut saat menjalankan operasi
O: pasien tampak cemas
Pasien tampak gelisah
K/u : Lemas
Kesadaran : compos mentis
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tanggal 15 Desember 2014
( PreOperasi ) :
1. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan tonsil
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksi.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai
penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
4. BAB IV
5. PEMBAHASAN
A. Pengkajian
6.
Asuhan

keperawawatan

adalah

tindakan

mandiri

perawat

professional melalui kerjasama dengan pasien dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan. Asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya.
7.
Pada bab ini penulis akan menguraikan kasus yang dikaji serta
membandingkan dengan teori yang didapat, untuk mengetahui sejauh mana
factor pendukung, factor penghambat dan solusinya dalam menyelesaikan
asuhan keperawatan pada pasien Ny. C dengan diagnosa Abses Peritonsiler
8.
Pengkajian yang dilakukan pada Ny. C dilakukan berdasarkan
pengamatan dan wawancara kepada pasien dan keluarga. Dalam proses
pengkajian, keluarga pasien sangat kooperatif dengan penulis.
9.
Berdasarkan hasil pengkajian saat masuk rumah sakit didapatkan,
keluhan nyeri tenggorokan, tidak nafsu makan, dan cemas. Hasil pemeriksaan
umur : 4 tahun BB:40 kg, TB: 160 cm, TTV didapat hasil TD:110/70 mmHg,

suhu tubuh 37,7oC, nadi 96x/menit, dan pernafasan 24x/menit. Keadaan umum
lemas, GCS=15 (E4V5M6), kesadaran pasien kompos mentis. Di dalam tahap
ini tidak ada kendala dalam melakukan pengkajian, Ny. C kooperatif dan mau
bekerja sama dengan baik..
10.
B. Diagnosa
11. Pada teori terdapat enam diagnosa keperawatan, yaitu : Nyeri akut
berhubungan dengan pembengkakan tonsil. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pembatasan pemasukan: mual, anoreksia, letargi.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan
metabolisme penyakit. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan. Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan proses infeksi atau imflamasi: rasa sakit pada
jaringan tonsil.
12. Sedangkan pada kasus ditemukan 3 diagnosa keperawatan yaitu
Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan pengobatan.
13. Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, jika di teori terdapat
sembilan diagnosa keperawatan, sedangkan dikasus terdapat tiga diagnosa
keperawatan. Pada diagnosa pertama yaitu defisit volume cairan kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma, rasionalnya karena pada saat pengkajian ditemukan data keluarga
pasien mengatakan pasien lemah, keluarga pasien mengatakan pasien hanya
makan 2 sendok makan saja, pasien tampak lemas, keadaan umun sedang,
turgor kulit tidak elastis, mukosa bibir kering, porsi makan tidak di habiskan,
pasien tampak makan hanya 2 sendok. Pada diagnosa kedua yaitu gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat mual dan nafsu makan yang menurun,
rasionalnya karena pada saat pengkajian ditemukan data keluarga pasien

mengatakan pasien lemah, keluarga pasien mengatakan pasien berat badan nya
menurun semenjak sakit.
14. .
C. Intervensi Keperawatan
15. Setelah diagnosa keperawatan dapat ditegakan, maka perlu
penetapan rencana keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan
tersebut. Kegiatan perencanaan ini meliputi : memprioritaskan masalah,
merumuskan tujuan, kriteria hasil, serta tindakan.
16. Intervensi dari diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan
pembengkakan tonsil adalah : Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas
(skala 1-10), frekuensi dan waktu. Menandai non verbal, misal: gelisah,
takikardi, meringis tanda perkembangan/resolusi komplikasi, Berikan aktivitas
hiburan, misal: membaca, nonton TV, bermain handphone Lakukan tindakan
paliatif, misal: pengubahan posisi, masase Instruksikan pasien untuk
menggunakan visualisasi/ bimbingan imajinasi, relaksasi progresif, teknik
nafas dalam
17. Berikan analgesik/antipiretik. Gunakan ADP (analgesik yang
dikontrol pasien) untuk memberikan analgesik 24 jam dengan dosis
prnPerubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia,

mual,

muntah,

Ansietas

berhubungan

dengan

kurangnya

pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.


18. Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus dalam memprioritaskan masalah, merumuskan masalah, merumuskan
tujuan, kriteria hasil, serta tindakan. Penulis berusaha memprioritaskan
masalah berdasarkan kebutuhan Maslow yaitu mulai dari kebutuhan dasar.
Perumusan tujuan pada asuhan keperawatan berdasarkan pada metode
SMART (spesifik, measurable, asureble, reality and time) yaitu secara
spesifik dapat diukur maupun diatasi dengan tindakan keperawatan.
19.
D. Implementasi Keperawatan
20. Dalam tahap pelaksanaan penulis dapat melaksanakan semua
rencana keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
Pelaksanaan keperawatan dilakukan secara idependent yaitu memberikan
terapi injeksi ranitidin, dan metoclopramide pada Ny. C. Pada kasus, rencana

keperawatan pada keempat diagnosa dapat dilaksanakan dalam waktu yang


telah dilakukan. Dalam melakukan rencana keperawatan tidak menemukan
kesulitan karena penulis melakukan rencana keperawatan bekerja sama
dengan perawat ruangan.
21. Faktor pendukung dari tindakan keperawatan adalah adanya
kerjasama yang baik antara penulis, perawat ruangan dalam melakukan
tindakan keperawatan dan pasien dalam pengkajian. Sedangkan faktor
penghambat dalam melakukan tindakan keperawatan tidak ada. Dan bekerja
sama dengan perawat ruangan untuk melanjutkan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat dan mendokumentasikannya
E. Evaluasi
22. Pada tahap evaluasi merupakan tahap akhir dan alat ukur untuk
memulai keberhasilan pemberian asuhan keperawatan, apakah tujuan
keperawatan berhasil.Evaluasi dilakukan sesuai dengan konsep.
23. Pada diagnosa keperawatan pertama hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi virus masalah mulai teratasi, pada diagnosa kedua
gangguan nutrisi kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
tidak ada napsu makan masalah teratasi, pada diagnosa ketigapotensial terjadi
peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan trombositopenia factor resiko
terjadi peningkatan suhu tubuh lebih lanjut masalah belum teratasi. Adapun
faktor pendukung adalah adanya kerjasama yang baik antara penulis, perawat
ruangan, dan pasien.
24. BAB VI
25. PENUTUP
26.
27. A.
28.

Kesimpulan
Indikasi untuk tonsitektomi dulu dan sekarang tidak

berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan


indikasi tonsitektomi pada saat ini.Terakhir dapat dicegah bila seorang
pasien selalu menjaga personal hygene dan pola makan.
29.

Dengan penulis membuat, meneliti atau menggunakan


kasus bedah post operasi Tonsilitis akut pada Tugas Akhir penulis.Penulis

serta anda semua dapat mengerti mengenai tanda, gejala, ciri-ciri fisik,
contoh pasien, dan therapy atau pengobatnya.
30.

Selama hari penulis mengkaji pasien dengan kasus post


operasi tonsillitis akut penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri
kelompok A streepfokus bila hemolitil, namun dapat juga

disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus.


2. Ciri-ciri atau dengan tanda dan gejala :
a. Demam
b. Tidak enak badan, mual, muntah
c. Tonsil membesar dengan permukaan tidak rata
3. Dengan pengobatan / therapi-therapi dari dokter dan insisi bedah, dapat
menyembuhkan tonsillitis.
31.
32. B. Saran
33.

1. Rumah Sakit Tinkat II Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh

34.

Agar

lebih

meningkatkan

mutu pelayanan yang lebih baik dalam memberikan pelayanan asuhan


keperawatan sesuai dengan standar yang berlaku.
35.
36.
37.

2. Pendidikan

38.

Diharapkan

dapat

memberikan bimbingan yang lebih instensif sehingga mahasiswa dapat


mengerti dan lebih memahami asuhan keperawatan anak.
39.

3. Pasien

40.

Diharapkan

lebih

banyak

istirahat dan memakan makanan yang sehat dan bergizi.


4. Bagi Penulis
41.

Agar

penulis

dapat

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta dapat memanfaatkan


waktu praktek sebaik-baiknya
42.

43.
44.
45.
46.

47. DAFTAR PUSTAKA


48.
49.
Adams, George L. 1997.BOISE Buku Ajar Penyakit
THT.Jakarta:EGC.
50.
51.
Doengoes, Marilynn D. 1999.Rencana Asuhan Keparawatan.
52. Jakarta:EGC.
53.
54. Mansjoer, Arif. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus
Calpius.
55.
56.
Ngastiyah. 1997.Perawatan anak Sakit.Jakarta:EGC.
57.
58.
Pracy R, dkk.1985.Pelajaran Ringkasan Telinga hidung
Tenggorokan.
59. Jakarta:Gramedia.
60.
61.
Price, Silvia.1995 Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit
62. Jakarta:EGC.
63.
64. Wilkinson, Judith.2000.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC Edisi 7.Jakarta:EGC.
65.

You might also like