Professional Documents
Culture Documents
PENDAULUHAN
A.
Latar Belakang
Peritonsil abscess (PTA) merupakan kumpulan/timbunan (accumulation)
pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar yang
terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis. (Hembing, 2009)
Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher
dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana
yang terlibat. Gejala dan tanda klinik dapat berupa nyeri dan pembengkakan.
Abses peritonsiler (Quinsy) merupakan salah satu dari Abses leher dalam dimana
selain itu abses leher dalam dapat juga abses retrofaring, abses parafaring, abses
submanidibula dan angina ludovici (Ludwig Angina). (suwarjo,2008)
World Heath Organization (WHO) tahun 2010, menyebutkan bahwa
terdapat lebih dari jumlah penderita Abses peritonsiler berjumlah sekitar 45 %.
Dan penyebab nya merupakan komplikasi dari tonsillitis.
Menurut Depkes RI (2011), jumlah penderita penyakit Abses peritonsiler
pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk
Indonesia, di Aceh berjumlah 11% dari jumlah penduduk.
Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling
sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada
mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi
jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang
sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik
atau percobaan multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut
merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses peritonsiler. Di
Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per
tahun, dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun. (Dinkes, 2009)
Kasus tonsilitis di Ruang Malahayati Rumah Sakit Tingkat II kesdam
Banda Aceh dalam 1 bulan terakhir mencapai 24% sedangkan abses peritonsiler
15%. (Maulidar, 2014)
Oleh karena masalah Abses peritonsiler merupakan salah satu dari 9 tanda
bahaya dalam kehamilan yang dapat dicegah lebih dini,maka penulis merasa
tertarik untuk membahas secara spesifik mengenai masalah Abses peritonsiler
dengan menggunakan metode pendekatan manajemen Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah pada NyC Dengan Abses peritonsiler.
B.
Tujuan
A. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir
ilmiah dalam
Abses
Peritonsiler.
d. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada pasien
Abses Peritonsiler.
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
pasien Abses Peritonsiler.
f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan
Abses Peritonsiler.
Peritonsiler.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Bagi rumah sakit khususnya Rumah Sakit Tinkat II Kesdam
Iskandar Muda diharapkan dapat memberikan pelayanan yang paripurna
dengan tidak hanya berfokus kepada pelayanan klien di Rumah Sakit
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung
sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam,
2010).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus
pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus. (Mansjoer, A. 2009)
Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang
berulang. Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu
serangan akut kripta mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional
tetap membesar akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan
gambaran karet busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan
infeksi (Sacharin, R.M. 2008).
Abses peritonsiler adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi
pada bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di
daerah peritonsilar. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah
adalah didaerah pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan
palatum superior. (Hembing, 2009)
Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran organisme bakteri
penginfeksi tenggorokan kesalah satu ruangan aereolar yang longgar disekitar
faring menyebabkan pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus
kapsul tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring.
Peritonsillar
abscess
(PTA)
merupakan
kumpulan/timbunan
(accumulation) pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada
jaringan peritonsillar yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis
2. Etiologi
Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau
infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.
Sedangkan
Fusobacterium.
organisme
Prevotella,
anaerob
Porphyromonas,
yang
berperan
Fusobacterium,
adalah
dan
sehingga tonsil akan terdorong kearah medial bawah. Walaupun sangat jarang
abses peritonsil dapat terbentuk di inferior.
Abses peritonsiler juga bisa sebagai kelanjutan dari infeksi yang
bersumber dari kelenjar mukus weber. Kelenjar ini berhubungan dengan
permukaan atas tonsil lewat duktus dan kelenjar ini membersihkan area tonsil
dari debris dan sisa makanan yang terperangkap di kripta tonsil. Inflamasi
pada kelenjar weber dapat menyebabkan selulitis. Infeksi ini menyebabkan
duktus sampai permukaan tonsil menjadi lebih terobstruksi akibat inflamasi
sekitarnya. Hasilnya adalah nekrosis jaringan dan pembentukan pus yang
menghasilkan tanda dan gejala abses peritonsil.
5. Manifestasi Klinik
Terdapat gejala dan tanda tonsilitis akut, demam tinggi, otalgia, nyeri
menelan, nyeri tenggorok, muntah, mulut berbau, hipersalivasi, suara sengau,
kadang-kadang sulit membuka mulut (trismus), serta pembengkakan dan nyeri
tekan pada kelenjar submandibula. Trismus terjadi pada proses yang lanjut
akibat iritasi pada otot pterigoid interna.
Pada pemeriksaan tampak palatum mole membengkak, menonjol ke
depan, dapat teraba fluktuasi, hiperemis pada stadium awal dan bila berlanjut
akan menjadi lebih lunak dan kekuning-kuningan. Tonsil bengkak, hiperemis,
mungkin banyak detritus, terdorong ke tengah, depan, dan bawah. Uvula
bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan laboratorium
berupa hitung darah lengkap, pengukuran kadar elektrolit, dan kultur darah.
Karena pasien dengan abses peritonsil seringkali dalam keadaan sepsis dan
menunjukkan tingkat dehidrasi yang bervariasi akibat tidak tercukupinya
asupan makanan. Usap dan kultur tenggorok (throat swab and culture). Untuk
membantu dalam indentifikasi organisme penyebab infeksi. Hasilnya dapat
digunakan dalam pemilihan antibiotik yang tepat serta efektif, dan untuk
mencegah timbulnya resistensi antibiotik.
membantu
dokter
dalam
menyingkirkan
diagnosis
abses
retropharyngeal. Pada posisi AP, terdapat distorsi jaringan lunak, tapi tidak
begitu membantu dalam menentukan lokasi abses.
Pada pasien yang sangat muda, evaluasi radiologi dapat dilakukan
dengan CT scan pada rongga mulut dan leher menggunakan kontras intravena.
Ditemukan gambaran kumpulan cairan hipodens di apex tonsil yang terkena,
dengan penyengatan pada perifer. Gambaran lainnya termasuk pembesaran
asimetrik
tonsil
dan
fossa
sekitarnya.
Ultrasonography
Intraoral
atau
menetap). Bagaimana
berat
tingkat
pendidikan
akan
mempengaruhi
tingkat
pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh pada pola hidup dan
kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat kesehatan
klien.
c. Penampilan Umum
1) Kulit pucat kering.
2) Lemah
3) Tanda-tanda vital : pola pernafasan dan suhu tubuh meningkat.
4) Tingkat kesadaran : composmetis, somnolen, sofor, koma, delirium.
5) Konsentrasi : mampu berkonsentrasi atau tidak.
6) Kemampuan bicara : mampu bicara atau tidak.
7) Gayajalan : seimbang atau tidak.
8) Koordinasi anggota gerak : mampu menggerakan anggota tubuh atau
tidak.
d. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan adanya tanda dan gejala
yang menyebabkan klien mencari pertolongan kesehatan seperti :
nyeri pada tenggorokan, susah untuk menelan, peningkatan suhu
tubuh, kelemahan hebat, kehilangan perhatian pada lingkungan.
2) Riwayat penyakit tonsilitis akut atau kronik, menjalani tonsilektomi.
telinga,
membran
timpani,
mastoid,
ketajaman
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembatasan
: Ny. C
Umur
: 26 tahun
Jenis kelamin
: perempuan
Suku bangsa
: Aceh Indonesia
Agama
: Islam
Status perkawinan
: kawin
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: IRT
Alamat
: DARUSSALAM
Tanggal masuk
: 25 NOVEMBER 2013
No. Register
: 03.78.73
Diagnosa medis
: Abses Peritonsiler
: Tn. K
Umur
: 30 Tahun
Jenis kelamin
: laki laki
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: TNI
: Ta Hubdam IM
Kesatuan
: HUBDAM IM
PS
keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
PS
: Pasien perempuan
: perempuan meningal
Interpretasi:
Pasien tinggal bersama suami. Pasien merupakan anak pertama dari
lima bersaudara . Ibu dan ayah kandung pasien tidak menderita riwayat
penyakit yang berat.
Berdasarkan genogram di atas tidak ditemukan faktor resiko
penyakit keturunan yang dapat mempengaruhi pasien seperti Dm,
sendiri
berdasarkan
musyawarah.
Kegiatan
JenisPemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
LED
Retikulosit
10,6 mg/dl
30%
3,8 x 103 /l
13, x 103 /l
350 mg/dl
3,2 menit
1,1 %
B. Analisa Data :
Data
Masalah
S: pasien
mengeluh
nyeri
di Nyeri
tenggorokan
O : klien tampak meringis kesakitan
-skala nyeri 4
-Berkeringat
-N:68 kali permenit
-TD:110/80 mmHg
- IVFD RL 20 tts/menit
-Inj : cetorolax
S: pasien mengatakan tidak ada nafsu Nutrisi tidak
makan karena susah menelan adekuat
ketika menelan terasa nyeri
O: atau porsi yang di habiskan
Bibir :kering
BB:40kg
IVFD RL 20 tts/menit
K/u : lemas
Etiologi
pembengkakan
tonsil
Anorexia
keperawawatan
adalah
tindakan
mandiri
perawat
professional melalui kerjasama dengan pasien dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan. Asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya.
7.
Pada bab ini penulis akan menguraikan kasus yang dikaji serta
membandingkan dengan teori yang didapat, untuk mengetahui sejauh mana
factor pendukung, factor penghambat dan solusinya dalam menyelesaikan
asuhan keperawatan pada pasien Ny. C dengan diagnosa Abses Peritonsiler
8.
Pengkajian yang dilakukan pada Ny. C dilakukan berdasarkan
pengamatan dan wawancara kepada pasien dan keluarga. Dalam proses
pengkajian, keluarga pasien sangat kooperatif dengan penulis.
9.
Berdasarkan hasil pengkajian saat masuk rumah sakit didapatkan,
keluhan nyeri tenggorokan, tidak nafsu makan, dan cemas. Hasil pemeriksaan
umur : 4 tahun BB:40 kg, TB: 160 cm, TTV didapat hasil TD:110/70 mmHg,
suhu tubuh 37,7oC, nadi 96x/menit, dan pernafasan 24x/menit. Keadaan umum
lemas, GCS=15 (E4V5M6), kesadaran pasien kompos mentis. Di dalam tahap
ini tidak ada kendala dalam melakukan pengkajian, Ny. C kooperatif dan mau
bekerja sama dengan baik..
10.
B. Diagnosa
11. Pada teori terdapat enam diagnosa keperawatan, yaitu : Nyeri akut
berhubungan dengan pembengkakan tonsil. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pembatasan pemasukan: mual, anoreksia, letargi.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan
metabolisme penyakit. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan. Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan proses infeksi atau imflamasi: rasa sakit pada
jaringan tonsil.
12. Sedangkan pada kasus ditemukan 3 diagnosa keperawatan yaitu
Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan pengobatan.
13. Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, jika di teori terdapat
sembilan diagnosa keperawatan, sedangkan dikasus terdapat tiga diagnosa
keperawatan. Pada diagnosa pertama yaitu defisit volume cairan kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma, rasionalnya karena pada saat pengkajian ditemukan data keluarga
pasien mengatakan pasien lemah, keluarga pasien mengatakan pasien hanya
makan 2 sendok makan saja, pasien tampak lemas, keadaan umun sedang,
turgor kulit tidak elastis, mukosa bibir kering, porsi makan tidak di habiskan,
pasien tampak makan hanya 2 sendok. Pada diagnosa kedua yaitu gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat mual dan nafsu makan yang menurun,
rasionalnya karena pada saat pengkajian ditemukan data keluarga pasien
mengatakan pasien lemah, keluarga pasien mengatakan pasien berat badan nya
menurun semenjak sakit.
14. .
C. Intervensi Keperawatan
15. Setelah diagnosa keperawatan dapat ditegakan, maka perlu
penetapan rencana keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan
tersebut. Kegiatan perencanaan ini meliputi : memprioritaskan masalah,
merumuskan tujuan, kriteria hasil, serta tindakan.
16. Intervensi dari diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan
pembengkakan tonsil adalah : Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas
(skala 1-10), frekuensi dan waktu. Menandai non verbal, misal: gelisah,
takikardi, meringis tanda perkembangan/resolusi komplikasi, Berikan aktivitas
hiburan, misal: membaca, nonton TV, bermain handphone Lakukan tindakan
paliatif, misal: pengubahan posisi, masase Instruksikan pasien untuk
menggunakan visualisasi/ bimbingan imajinasi, relaksasi progresif, teknik
nafas dalam
17. Berikan analgesik/antipiretik. Gunakan ADP (analgesik yang
dikontrol pasien) untuk memberikan analgesik 24 jam dengan dosis
prnPerubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia,
mual,
muntah,
Ansietas
berhubungan
dengan
kurangnya
Kesimpulan
Indikasi untuk tonsitektomi dulu dan sekarang tidak
serta anda semua dapat mengerti mengenai tanda, gejala, ciri-ciri fisik,
contoh pasien, dan therapy atau pengobatnya.
30.
34.
Agar
lebih
meningkatkan
2. Pendidikan
38.
Diharapkan
dapat
3. Pasien
40.
Diharapkan
lebih
banyak
Agar
penulis
dapat
43.
44.
45.
46.