You are on page 1of 15

KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN GBS

OLEH :
KELOMPOK 2
1 Ni Luh Putu Risma Agustini

(13.321.1946)

2 Made Asri Purwanti

(13.321.1950)

3 Ni Komang Tirta Dewi

(13.321.1952)

4 Ni Luh Ari Windasari

(13.321.1954)

5 Ni Luh Dessy Pradnya Dewi

(13.321.1956)

6 Ni Luh Gede Sita Prahita Dani

(13.321.1958)

7 Ni Putu Sukma Pradnyayanthi

(13.321.1970)

8 Ni Putu Tini Pradnyani

(13.321.1971)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2015

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Merupakan sindrom klinis yng di tujukan oleh onset ( awitan ) akut dari gejala-gejala
yang mengenai saraf tepi dan cranial tidak diketahui
GBS merupakan sindrom klinik yang penyebabnya tidak diketahui yang menyangkut
saraf tepi dan cranial. (Suzanne C.Smeltzer dan Brenda.G.,2002)
Guillain Barre Syndrome (GBS) merupakan syndrome klinik yang penyebabnya tidak
diketahui yang menyangkut saraf perifer dan kranial. Paling banyak pasien pasien
dengan syndroma ini ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernafasan atau gastrointestinal) 1
sampai 4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologik. Pada beberapa keadaan
, dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Ini juga diakibatkan oleh infeksi virus
primer, reaksi imun dan beberapa proses lain, atau sebuah kombinasi proses. Salah satu
hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun yang
menyerang mielin saraf perifer. (Brunner&Suddarth; 2248)
B. Etiologi
Teori yang berlaku sekarang menganggap GBS, merupakan suatu npenyakit autoimun
oleh karena adanya antibody antimyelin yang biasannya didahului dengan faktor
pencetus. Sedangkan etiologinya sendiri yang pasti belum diketahui, diduga oleh karena :
1. Infeksi

: missal radang tenggorokan atau radang lainnya

2. Infeksi virus

:measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B, Varicella zoster,

Infections mono nucleosis (vaccinia, variola, hepatitis inf, coxakie)


3. Infeksi yang lain

: Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa, Brucellosis,

campylobacter jejuni
4. Keganasan

: Hodgkinsdisease, carcinoma,lymphoma

Dimana faktor penyebab diatas disebutkan bahwa infeksi usus dengan campylobacter
jejuni biasanya memberikan gejala kelumpuhan yang lebih berat. Hal ini dikarenakan
struktur biokimia dinding bakteri ini mempunyai persamaan dengan struktur biokimia
myelin pada radik, sehingga antibody yang terbentuk terhadap kuman ini bisa juga
menyerang myelin.
Pada dasarnya guillain barre adalah self Limited atau bisa tumbuh dengan
sendirinya. Namun sebelum mencapai kesembuhan bisa terjadi kelumpuhan yang meluas
sehingga pada keadaan ini penderita memerlukan respirator untuk alat bantu nafasnya.

C. Epidemiologi
GBS tersebar diseluruh dunia terutama di Negara Negara berkembang dan
merupakan penyebab tersering dari paralysis akut. Insiden banyak dijumpai pada dewasa
muda dan bisa meningkat pada kelompok umur 45-64 tahun. Lebih sering dijumpai pada
laki laki daripada perempuan.
Angka kejadian penyakit ini berkisar 1,6 sampai 1,9/100.000 penduduk per tahun
lebih dari 50% kasus biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas. Selain yang
disebutkan diatas penyakit ini dapat pula timbul oleh karena infeksi cytomegalovirus,
epster-barr virus, enterovirus, mycoplasmadan dapat pula oleh post imunisasi . Akhir
akhir ini disebutkan bahwa campylobacter jejuni dapat menimbulkan GBS dengan
manifestasi klinis lebih berat dari yang lain.

D. Patofisiologi
Akson bermielin mengonduksi impuls saraf lebih cepat dari pada akson tidak
bermielin.Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput (nodus
ranvier )tempat kontak langsung antara membrane sel akson dengan cairan
ekstraseluler.Membrane sangat permeable pada nodus tersebut sehingga kondisi menjadi
baik.
Gerakan ion-ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat banyak pada
nodus ranvier sehingga impuls saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari

satu nodus ke nodus lain ( konduksi saltatori)dengan cukup kuat.Kehilangan selaput


myelin pada GBS membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi dan transmisi impuls
saraf dibatalkan.

E. Pathway :
Factor factor predisposisi terjadi 2-3 minggu
sebelum onset, meliputi adanya ISPA , infeksi
gastrointestinal , dan tindakan bedah saraf

Selaput myelin hilang akibat dari respon alergi ,


respon autoimun , hipoksemia , toksik kimia dan
insufisiensi vaskular
Proses demielinisasi

Konduksi saltatori tidak terjadi dan tidak ada transmisi


impuls saraf
Gangguan fungsi saraf perifer
dan kranial
Gangguan fungsi
saraf cranial III,
IV,V,VI,VII,IX dan X
Paralisis pada ocular,wajah dan otot
orofaring,kesulitan bicara, mengunyah
dan menelan

Gangguan pemenuhan nutrisi

ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh

Gangguan saraf
perifer dan
neuromuskular
Parastesia (kesemutan) dan
kelemahan otot kaki,yang dapat
berkembang ke ekstremitas
atas , batang tubuh dan otot
wajah
Kelemahan fisik
umum,paralisis otot wajah
Penurunan tonus otot
seluruh tubuh,perubahan
estetika wajah

Kerusakan
mobilitas fisik

Paralis lengkap,
otot pernapasan
terkena ,
mengakibatkan
insufisiensi
pernapasan

Resiko tinggi gagal


pernapasan (ARDS) ,
penurunan kemampuan
batuk, peningkatan sekresi
mukus

Ketidakefe
ktifan
bersihan
jalan napas

F. Faktor Predisposisi
a. Jenis kelamin
Terjadi pada semua jenis kelamin
b. Ras
Terjadi pada semua ras
c. Usia
Puncak yang agak tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun , tetapi mungkin
juga berkembang pada setiap golongan usia.
d. Adanya ISPA
e. Infeksi gastrointestinal
f. Tindakan pembedahan saraf

G. Klasifikasi
Guillain Bare syndrome termasuk dalam penyakit poliradikulo neuropati dan untuk
membedakannya berdasarkan lama terjadinya penyakit dan progresifitas penyakit yaitu :
1. Guillain barre syndrome (GBS)
Fase progresif sampai 4 minggu
2. Subakut idiopathic polyradiculo neuropathy (SIDP)
- Fase progresif dari 4-8 minggu
- Gejala klinis :
a. Terutama motorik
b. Relative ringan tanpa : gagal pernapasan, gangguan otonomik yang jelas
- Neurofisiologi : demyelinisasi

- Biopsi : demyelinisasi ~ makrofag


3. Cronic inflammatory demyelinating polyradiculo neuropathy (CIDP)
- Fase progresif > 12 minggu
- Dibagi dalam 2 bentuk :
a. Idiopathic CIDP (CIDP 1)
b. CIDP MGUS (monoclonal gammopathy uncertain significance)
H. Manifestasi Klinik
Terdapat variasi dalam bentuk awitannya.Gejala-gejala neurologik diawali dengan
parestesia(kesemutan dan kebas)dan kelemahan otot kaki,yang dapat berkembang ke
ekstermitas atas,batang tubuh dan otot wajah.Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat
adanya paralisis yang lengkap.Saraf cranial yang paling sering terkena yang menunjukan
adanya paralisis pada ocular,wajah dan otot orofaring dan juga menyebabkan kesukaran
bicara,mengunyah

dan

menelan.Disfungsi

autonom

yang

sering

terjadi

dan

memperlihatkan bentuk reaksi berlebihan dan kurang bereaksinya saraf simpatis dan
parasimpatis,seperti

dimanifestasikan

oleh

gangguan

frekuensi

jantung

dan

ritme,perubahan tekanan darah (Hipertensi transier,hipotensi ortostatik ),dan gangguan


vasomotor lainnya yang bervariasi keadaan ini juga dapat menyebabkan nyeri berat dan
menetap pada daerah punggung dan daerah kaki.Seringkali pasien menunjukan adanya
kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh sama seperti keterbatasan atau tidak adanya
reflex tendon.Perubahan sensori dimanifestasi dalam bentuk parestasia.Kebanyakan
pasien mengalami pemulihan penuh beberapa bulan sampai 1 tahun,tetapi sekitar 10 %
menetap dengan residu ketidak mampuan.
I. Komplikasi
1. Polinneuropatia terutama oleh karena defisiensi atau metabolic
2. Tetraparese oleh karena penyebab lain
3. Hipokalemia
4. Miastenia Gravis

5. adhoc commite of GBS


6. Tick Paralysis
7. Kelumpuhan otot pernafasan
8. Dekubitus

J. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Laboratorium
- LED; umumnya normal atau sedikit meningkat
- Leukosit; umumnya dalam batas normal
- Hemoglobin; normal
b. Pemeriksaan cairan Serebrospinal
Kadang-kadang ditemukan protein yang meninggi tetapi jumlah sel masih
dalam batas normal (disosiasi sitoalbuminik).
c. EKG
- Gelombang T yang mendatar atau terbalik
- Peninggian kompleks QRS
- Deviasi sumbu ke kiri
- Penurunan segmen ST
- Memanjangnya interval QT
- Kelainan ini dapat terjadi pada keadaan tekanan darah normal dan tidak ada
hubungannya dengan derajat kelumpuhan.

d. EMG
Gangguan konduksi serta perubahan pola kontraksi otot.
K. Terapi
Dikarenakan etiologi yang belum jelas, sehingga pengobatan biasanya bersifat
simptomatis dan suportif.
a. Terapi Suportif (Umum)
- Monitor respirasi, bila perlu lakukan trakeostomi
- Pasang NGT
- Monitor EKG
- Fisioterapi aktif menjelang masa penyembuhan untuk mengembalikan fungsi alat
gerak, menjaga fleksibilitas otot, berjalan dan keseimbangan
- Fisioterapi pasif setelah terjadi masa penyembuhan untuk memulihkan kekuatan otot.
b. Terapi Simptomatis (Khusus)
- Plasmaphoresis
Pertukaran plasma yang ditujukan untuk membuang antibodi yang rusak.
Tindakan ini dipercaya dapat membebaskan plasma darah dari antibodi yang rusak yang
menyerang sistem saraf tepi.
- Imunoglobulin intravena
Immunoglobulin donor mengandung antibodi yang sehat. Dosis tinggi dapat
mengurangi jumlah antibodi yang sudah rusak.

- Kortikosteroid
Belum terbukti manfaatnya. Interferon pernah dilaporkan pada beberapa kasus
tetapi efisiensi dan efikasinya belum teruji secara klinis.
L. Penatalaksanaan
1.

Perawatan umum

Perawatan umum ditujukan pada kandung seni (bladder), traktus digestivus


(Bowel), pernapasan (breathing), badan dan kulit (Body and Skin care), mata dan,
mulut, makanan (nutrition and fluid balance)

Bila

ada

tanda-tanda

kelumpuhan

otot

pernapasan

harus

secepatnya

dirujuk/dikonsulkan kebagian anesthesia bila PO2 menurun dan PCO2 meningkat


atau vital kapasitas < 15 1/menit. Apakah memerlukan respirator untuk mengetahui
dengan cepat gangguan otot pernapasan, yang terdapat dua bentuk ialah sentral dan
perifer. Yang sentral tidak ada dyspne, tetapi kelainan ritme : cheyne-stoke
M. Prognosis
Pada umumnya mempunyai prognosa yang baik, tetapi pada sebagian kecil penderita
dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 65% penderita mengalami penyembuhan
hampir sempurna dengan defisit yang minimal. 15% penderita mengalami penyembuhan
neurologis yang sempurna. 5-10% mempunyai disabilitas yang permanen. 5-8%
kematian. Prognosa akan semakin buruk bila :

Umur > 60 tahun

Progresifitas menjadi quadriparesis < 7 hari

Membutuhkan bantuan ventilator


Pada sebagian besar penderita anak-anak akan mempunyai gejala sisa bila

penyembuhan baru terjadi setelah 18 hari dan timbul gejala neurologis maksimal.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas Klien

: Meliputi nama, alamat,Umur, jenis kelamin, status

2. Keluhan utama

: Kelumpuhan dan kelemahan

3. Riwayat keperawatan

: Sejak kapan, semakin memburuknya kondisi/kelumpuhan,

upaya yang dilakukan selama menderita penyakit.


4. Pemeriksaan Fisik
a. BI (Breathing)
Kesulitan bernapas/sesak, pernapasan abdominal, apneu, menurunnya
kapasitas vital paru, reflek batuk menurun, resiko akumulasi secret
b. B2 (Bleeding)
Hipotensi/Hipertensi, takikardi/bradikardi, wajah kemerahan
c. B3 (Brain)
Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun, perubahan
ketajaman penglihatan, gangguan keseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara
turun), fluktuasi suhu badan
d. B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih,retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih
e. B5 (Bowel)
Kesulitan menelan mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus turun,
konstipasi sampai hilangnya sensasi anal
f. B6 (Bone)

Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera/injuri fraktur tulang,hemiplegic, paraplegi


B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan reflek menelan dan peningkatan produksi saliva
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis.

C. Rencana Keperawatan
N
O
1

Dx
1

TUJUAN
Setelah dilakukan

INTERVENSI
1. Monitor vital sign

tindakan keperawatan

sebelum dan

selama x 24 jam

setelah tindakan

RASIONAL
1. Memantau keadaan
umum pasien

diharapkan bersihan
jalan napas pasien

2. Lakukan

2. Fisiotherapi dan

kembali efektif dengan

fisiotherapi dan

suction membantu

kriteria hasil :

suction setiap 3

pasien dalam

1. Saliva bersih

jam/jika terdengar

mengeluarkan secret

2. Stridor (-)

stridor

3. Simbatan (-)
3. Ajarkan pasien

3. Batuk efektif

mengenai batuk

memudahkan pasien

efektif

dalam pengeluaran
secret

4. Kolaborasi dalam

4. Pemberian bisolvon

pemberian

membantu dalam

bisolvon

pemeccahan sekret

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan

1. Kaji status nutrisi


pasien

1. Untuk menentukan
intervensi berikutnya

selama x 24 jam
diharapkan nutrisi

2. Anjurkan pasien

2. makanan dalam

pasien seimbang dengan

untuk makan

keadaan hangat

kriteria hasil :

makanan yang

dapat meningkatkan

hagat

nafsu makan

1. Tidak terjadi
penurunan berat
badan

3. Jelaskan mengenai

3. nutrisi yang

nutrisi yang

seimbang membantu

seimbang

pemulihan pasien

2. IMT sesuai
dengan keadaan
pasien

4. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
makanan sesuai
dengan program

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan

diit pasien
1. Kaji kemampuan
secara fungsional

4. makanan sesuai
dengan
indikasidapat
membantu proses
penyembuhan pasien
1. Mengidentifikasi
kekuatan/kelemahan

selama x 24 jam

dan dapat

diharapkan kerusakan

memberikan

mobilitas fisik pasien

informasi mengenai

teratasi dengan kriteria

pemulihan

hasil :
1. Pasien dapat

2. Posisikan lutut dan

beraktifitas

panggul dalam

kembali dengan

kondisi ekstensi

2. Mempertahankan
posisi fungsional

mandiri
3. Anjurkan pasien
untuk membantu

3. Dapat berespon
dengan baik jika

pergerakan dan

daerah yang sakit

latihan dengan

tidak menjadi lebih

menggunakan

terganggu

ekstremitas
4. Kolaborasi dengan

4. Latihan sesuai

fisiotherapy dalam

indikasi dapat

menentukan

mempercepat

latihan

penyembuhan

D. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang dibuat
E. Evaluasi
1. Dx 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan

Saliva bersih

Stridor (-)

Simbatan (-)

2. Dx 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


penurunan reflek menelan dan peningkatan produksi saliva

Tidak terjadi penurunan berat badan

IMT sesuai dengan keadaan pasien

3. Dx 3 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis

Pasien dapat beraktifitas kembali dengan mandiri

DAFTAR PUSTAKA
Richard E. Behrman,dkk . 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol 3 edisi 15. Jakarta : EGC
Corwin , E. 2000. Handbook of Patophisiology ( buku terjemahan ). Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.,2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8,
volume 3. Jakarta : EGC

You might also like