You are on page 1of 3

UJI CHI SQUARE DAN UJI KORELASI

Sri Darmayanti, 110608902

Uji chi square atau uji kai kuadrat digunakan ketika peneliti ingin menganalisis
perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel yang bervariabel kategorik. Misalnya,
peneliti akan menganalisis hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku menyusui ibu,
makan peneliti menggunakan uji chi square untuk menguji apakah ada perbedaan proporsi
kejadian menyusui eksklusif dengan tingkat pendidikan rendah, menengah, atau tinggi.
Tingkat pendidikan rendah, menengah, atau tinggi merupakan variabel kategorik yang
dihasilkan dari penggolongan jenjang pendidikan terakhir responden sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan peneliti. Hasil pengukuran numerik dapat menjadi variabel kategorik
jika sudah dikelompokkan. Misalnya, hasil pengukuran indeks massa tubuh (IMT)
dikategorikan menjadi tiga, yaitu kurang, normal, dan overweight. Penjelasan tersebut dapat
disimpulkan apabila tujuan dari uji chi square adalah untuk menguji perbedaan proporsi
antara beberapa kelompok data, antara variabel kategorik dengan variabel kategorik.
Prinsip dasar uji chi square adalah membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi)
dengan frekuensi harapan (ekspektasi). Bilai nilai frekueni observasi dengan nilai frekuensi
ekspektasi sama, maka dikatakan tidak ada perbedaan yang bermakna. Sebaliknya, dikatakan
ada perbedaan bermakna jika nilai frekuensi observasi berbeda dengan nilai frekuensi
ekspektasi. Rumusnya sebagai berikut:
k
(OE)
2
x =
E
df = (k 1) (n 1)
Ket:
O = nilai observasi
E = nilai ekspektasi
k = jumlah kolom
b = jumlah baris
Cara menentukan nilai masing-masing nilai O dan E adalah sebagai berikut:
Variabel 1
Variabel 2
Jumlah
Ya
a
b
a+b
Tidak
c
d
c+d
Jumlah
a+c
b+d
n
a, b, c, d, adalah nilai O, sedangkan nilai E masing-masing sel dicari dengan rumus:
E=

Total baris X total kolom


Jumlah keseluruhan data

Misal, untuk mencari nilai E untuk sel a adalah:

Ea =

( a+ b ) x( a+c )
n

Uji chi square sangat baik untuk tabel dengan derajat kebebasan (df) yang besar. Jika
tabelnya 2x2, df-nya adalah 1, maka digunakan uji chi square yang sudah dikoreksi (Yate
corrected atau Yates Correction) dengan rumus:
2

(|OE|0,5)
X=
E
2

atau
( N /2)
adbc2

2
N

X 2=
Nilai X2 dapat dicari dengan menggunakan rumus:
X 2=

N (adbc )
( a+ c )( b+ d )( a+ b ) ( c+ d)

Uji chi square juga memiliki keterbatasan, yaitu:


a. Tidak boleh ada sel yang memiliki nilai E < 1
b. Tidak boleh ada sel yang memiliki nilai E < 5, lebih dari 20% dari jumlah sel.
Jika keterbatasan muncul pada saat dilakukan uji, peneliti harus menggabungkan kategori
yang berdekatan untuk memperbesar nilai E. Penggabungan yang dilakukan tidak boleh
membuat data kehilangan maknanya. Keterbatasan biasanya terjadi pada tabel yang lebih dari
2x2. Jika keterbatasan terjadi pada tabel 2x2 dimana tidak dapat dilakukan penggabungan
lagi, maka disarankan menggunakan uji Fishers exact.
Hasil uji chi square hanya menyimpulkan ada tidaknya perbedaan proporsi antar
kelompok, dengan kata lain hanya dapat menyimpulkan hubungan dua kategorik tanpa
menjelaskan derajat hubungannya. Untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal ukuran
risiko relatif (RR) dan odds rasio (OR). Risiko relatif membandingkan risiko pada kelompok
ter-ekspose dengan kelompok tidak ter-ekspose. Ukuran RR biasanya digunakan pada desain
Kohort, sedangkan OR digunakan pada desain cross sectional. Pengkodean harus dilakukan
dengan hati-hati, jangan sampau terbalik, dan harus konsisten antara variabel independen
dengan variabel dependen. Untuk variabel independen, kelompok yang berisiko diberi kode

tinggi, sedangkan kelompok yang tidak berisiko (non-expose) mendapat kode rendah. Pada
variabel dependen, kode tinggi digunakan pada kelompok kasus yang menjadi fokus
pembahasan penelitian, sedangkan kode rendah digunakan pada kelompok kasus yang bukan
menjadi fokus penelitian.

You might also like