You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG MASALAH


Gagasan mengenai Corporate Social Resposibility (CSR) dimulai pada awal abad ke-20

di Amerika Serikat. Pada saat itu banyak perusahaan yang mendapat kritik karena dianggap
melakukan praktik monopoli, kecurangan, dan tidak peka terhadap masalah-masalah sosial.
Dilakukan usaha-usaha untuk meredam kekuatan korporat melalui ketentuan hukum yang
menentang yang menentang penggabungan industry-industri (antitrust laws) dan peraturanperaturan lainnya.
Secara global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer
terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century
Business (1998), karya John Elkington. Elkington mengemas CSR ke dalam tiga bagian utama:
3P, yang merupakan singkatan dari profit, planet, dan people. Perusahaan yang baik tidak
hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit), melainkan pula memiliki kepedulian
terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa
perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity). Walaupun tidak
menamainya CSR, namun secara faktual aksi dari perusahaan tersebut mendekati konsep CSR
yang mempresentasikan bentuk peran serta kepedulian perusahaan terhadap aspek sosial dan
lingkungan.
Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwa kegiatan perusahaan
membawa dampak for better or worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat,
khususnya di sekitar perusahaan. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya
shareholders, melainkan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap keberlangsungan hidup
dari perusahaan.
1

CSR membuat perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak
pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam
kondisi keuangannya (financial) saja. Dengan CSR, tanggung jawab perusahaan harus berpijak
pada triple bottom lines, yaitu perusahaan juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan.

1.2

IDENTIFIKASI MASALAH
Batasan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian mengenai Corporate Sosial Responsibility (CSR).
2. Penerapan CSR pada PT. HM Sampoerna Tbk., yaitu salah satu perusahaan publik
di Indonesia.

1.3

TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika dalam Akuntansi Semester I pada
Program Magister Akuntansi Universitas Padjajaran Tahun 2013 yang dibimbing oleh
Prof. Dr. Sukrisno Agoes, SE., MM., Ak.
2. Memahami materi tentang Corporate Sosial Responsibility (CSR).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

TEORI STAKEHOLDERS
Menurut Schroeder (1998), paling tidak ada enam teori mengenai stakeholders, yaitu

teori kepemilikan (proprietary theory), teori entitas (entity theory), teori dana (fund theory), teori
komando (command theory), teori perusahaan (enterprise theory), dan teori ekuitas sisa
(residual equity theory).
Walaupun belum ada kesamaan mengenai istilah yang baku, namun belakangan ini
muncul pandangan baru tentang pengelolaan perusahaan menggunakan beberapa istilah
berbeda tetapi mempunyai makna yang sama, yaitu perusahaan tercerahkan (enlightened
company), atau perusahaan dengan modal spiritual (spiritual capital). Istilah perusahaan
tercerahkan (enlightened company) diperkenalkan oleh Hansen dan Allen dalam bukunya yang
terkenal berjudul Cracking the Millionaire Code, sedangkan istilah spiritual capital diperkenalkan
oleh Zohar dan Marshall dalam buku best seller-nya yang berjudul Spiritual Capital.
Definisi stakeholders menurut Freeman (1984) yang dikutip Bertens (2000) adalah
kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian
tujuan tertentu. Tujuan pengelolaan perusahaan jelas adalah untuk meningkatkan laba dan
kekayaan pemilik. Dengan berkembangnya perusahaan hingga mencapai skala besar dan
dengan diperkenalkannya bentuk hukum perusahaan yang berstatus Perseroan Terbatas (PT),
serta dengan makin banyaknya perusahaan yang kepemilikannya dimiliki oleh masyarakat
umum (perusahaan go public), maka mulai terdapat pemisahan antara pengelola (manajemen,
eksekutif) dengan pemilik perusahaan (pemegang saham). Walaupun sudah terdapat
pemisahan antara pengelola dengan pemilik perusahaan, namun orientasi dan paradigma
pengelolaan ini masih belum berubah. Itu berarti bahwa tujuan pengelolaan perusahaan adalah
3

untuk meningkatkan laba dan kekayaan para pemilik perusahaan (pemegang saham),
sedangkan kepentingan para pemangku kepentingan selain pemegang saham belum mendapat
perhatian yang seimbang. Oleh karena itu, paradigma pengelolaan masih menganut teori
kepemilikan . Pada hakikatnya, pandangan pengelola perusahaan dalam teori ekuitas sisa
masih sama dengan pandangan pengelola dalam teori kepemilikan. Hanya saja dalam teori
ekuitas sisa, orientasi pengelola lebih ditunjukan kepada para pemegang saham biasa,
sedangkan pemegang saham preferen tidak mendapat perhatian yang setara.
Paradigma yang sangat berbeda dijumpai pada teori dana dan teori komando. Dalam
teori dana, manajemen dalam mengelola suatu lembaga/ organisasi lebih berorientasi kepada
rekstriksi legal atas penggunaan dana yang dipercayakan kepadanya. Para penyandang dana
memberikan otoritas pengelolaan dana yang dipercayakan kepadanya. Para penyandang dana
memberikan otoritas pengelolaan dana kepada manajemen dalam batas-batas/ koridor legal
yang diperkenankan untuk setiap jenis dana. Setiap jenis dana hanya diperkenankan digunakan
untuk jenis pengeluaran/ program spesifik sesuai persetujuan dari penyandang dana.
Paradigma teori dana ini lebih banyak dianut oleh pengelola dana public nirlaba, seperti
pemerintah atau lembaga-lembaga sosial/ keagamaan. Pemerintah atau pengelola organisasi
nirlaba ini mempertanggungjawabkan dana public berdasarkan ketentuan, restriksi, dan alokasi
anggaran dana yang disetujui oleh penyandang dana.
Kondisi yang berlawanan dengan hal di atas terdapat pada teori komando. Dalam teori
komando, manajemen tidak lagi berorientasi kepada para pemangku kepentingan di luar
perusahaan, tetapi lebih melihat fungsi dirinya dalam mengendalikan perusahaan. Manajemen
mulai berorientasi ke dalam, yaitu unit-unit organisasi internal perusahaan. Dalam hal ini,
manajemen mulai meminta pertanggungjawaban dari setiap unit organisasi yang ada di bawah
komando/ kendalinya atas kewenangan yang didelegasikan kepada setiap unit organisasi
dalam mengelola dana/ harta perusahaan yang dipercayakan kepada unit-unit organisasi
4

tersebut. Sejalan dengan paradigma ini, peranan fungsi akuntansi adalah memberikan bantuan
untuk menyusun laporan pertanggungjawaban atas sumber daya dan dana yang dikelola oleh
setiap unit untuk dilaporkan kepada atasan yang berjenjang. Dari situ kemudian muncul istilah
akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting).
Selanjutnya, peran dan paradigma pengelolaan perusahaan mulai berubah lagi seiring
dengan makin besar dan kompleksnya perusahaan. Sejalan dengan ini, mulai muncul teori baru
yang lebih dikenal sebagai teori perusahaan (enterprise theory). Dalam teori ini, peranan bisnis
tidak lagi hanya dilihat secara terbatas dari satu atau beberapa pemangku kepentingan saja.
Perusahaan sudah dianggap sebagai lembaga sosial, yaitu suatu lembaga yang menciptakan
manfaat dan kesejahteraan kepada semua pemangku kepentingan. Teori perusahaan kini lebih
populer dengan istilah teori pemangku kepentingan (stakeholders theory).

2.2

PENGERTIAN STAKEHOLDERS
Definisi stakeholders menurut Freeman (1984) yang dikutip Bertens (2000, p.163)

adalah kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu
pencapaian tujuan tertentu.
Sedangkan definisi stakeholders menurut Lawrence & Weber (2011) : Stakeholders
refers to person and groups that affected by, an organizations decisions, policies, and
operations. The word stake means an interest in or claim on a business enterprise.
Menurut Lawrence & Weber ( 2011), stakeholders dibagi ke dalam dua golongan, yaitu
market stakeholders dan nonmarket stakeholders.
1. Market stakeholders, are those that engage in economic transactions with the company as
it carries out its primary purpose of providing society with goods and services. Market
5

stakeholders ini terdiri dari konsumen (customers), pemasok (suppliers), kreditur


(creditors), pemegang saham (stockholders), karyawan (employees), dan distributor/ grosir/
pengecer (distributors/ wholesalers/ retailers).
2. Nonmarket stakeholders, are people and groups who are nonetheless affected by or can
affect its actions. Nonmarket stakeholders ini terdiri dari community, government,
nongovernmental organizations, media, business support groups, and the general public.
Sedangkan Sukrisno Agoes & I. Cenik Armada (2009) mengutip beberapa pendapat ahli
mengenai jenis-jenis stakeholders, antara lain :
1. Baron (2006), stakeholders terdiri dari lingkungan pasar (market environment) dan
lingkungan non pasar (nonmarket environment).
2. Sonny Keraf (1998), stakeholders terdiri dari :

Kelompok primer, adalah mereka yang mengadakan transaksi atau berinteraksi


langsung dengan perusahaan, yaitu pelanggan, pemasok, pemegang saham, pemberi
pinjaman, serta karyawan.

Kelompok sekunder, adalah mereka yang tidak secara langsung mengadakan


transaksi atau berinteraksi dengan perusahaan, tetapi kekuatan dan kepentingan
kelompok ini dapat saja memengaruhi keberadaan perusahaan.
Semakin maraknya skandal bisnis pada abad ke-20 dalam berbagai bentuk manipulasi

laporan keuangan yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan besar


berskala global, telah merugikan banyak pihak yang berkepentingan, maka muncul pengaturan
baru dari otoritas pemerintah yang pada intinya mempertegas pengawasan, wewenang, dan
tanggung jawab para eksekutif puncak dalam mengelola perusahaan. Di Amerika Serikat, wujud

baru pengawasan, wewenang, dan tanggung jawab pada eksekutif ini tertuang dalam UndangUndang yang sangat terkenal disebut Sarbanes-Oxley Act (SOX).
Namun yang lebih penting adalah munculnya pandangan baru dalam mengelola suatu
perusahaan. Pandangan baru ini lebih menyoroti perilaku para eksekutif puncak perusahaan
karena perilaku para eksekutif puncak ini sangat menentukan keberlangsungan hidup suatu
perusahaan. Para eksekutif puncak dituntut untuk tidak hanya bersifat etis, tetapi diharapkan
mempunyai tingkat kesadaran transcendental atau tingkat kesadaran spiritual.
Para eksekutif yang telah mencapai tingkat kesadaran spiritual ini akan memaknai
kegiatan pengelolaan perusahaan sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan yang Maha
Kuasa, menjadikan perusahaan yang dikelolanya sebagai sarana untuk melakukan pelayanan
secara tulus untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan, sekaligus
menjaga dan memelihara kelestarian alam. Perusahaan yang dikelolana akan menjadi
perusahaan yang tercerahkan (enlightened company).

Gambar 2.1
Hubungan Perusahaan
dengan Para Pemangku Kepentingan (Stakeholders)

Kelompok
Sekunder

Kelompok
Primer

Pemerintah

Masyarakat

Pemodal

Pemasok

Perusahaan

Pelanggan

Karyawan
Aktivis
Lingkungan

Media
Massa

Sumber: Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, 2009, Etika Bisnis dan Profesi, Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya.

2.3

ANALISIS PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDERS ANALYSIS)


Berdasarkan pendekatan sistem, perusahaan adalah bagian atau unsure dari sistem
yang lebih besar (suprasystem). Sebagai suatu sistem terbuka, perusahaan saling berinteraksi
dengan semua pihak terkait (stakeholders) sehingga keberadaan perusahaan bersifat saling
8

mempengaruhi dengan semua pemangku kepentingan tersebut. Menyadari bahwa keberadaan


perusahaan sangat ditentukan oleh para pemangku kepentingan ini, maka pada eksekutif
perusahaan

mulai

menyadari

pentingnya

melakukan

proses

pengambilan

keputusan

berdasarkan pendeketan dan analisis pemangku kepentingan. Hal penting yang perlu
dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan pemangku
kepentingan, antara lain:
a. Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan, baik yang nyata maupun yang
bersifat potensial.
b. Cari tahu kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) setiap golongan pemangku
kepentingan.
c. Cari tahu apakah ada koalisi kepentingan dan kekuasaan antara golongan
pemangku kepentingan tersebut.
Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan:
a. Pemangku kepentingan adalah pihak yang menerima manfaat paling besar dari
keputusan itu; atau
b. Kalaupun ada pihak yang dirugikan, dampak kerugiannya hanya menimpa sesedikit
mungkin pemangku kepentingan; atau
c. Keputusan yang siambil tidak membentur kepentingan dan kekuasaan kelompok
pemangku kepentingan yang dominan.
Pengertian kepentingan disini adalah sesuatu uang menyebabkan kelompok pemangku
kepentingan ini tertarik atau peduli pada perusahaan, sedangkan kekuasaan di sini diartikan
sebagai seberapa kuat pengaruh kelompok ini dalam menentukan arah dan keberadaan
perusahaan. Beberapa contoh kelompok kepentingan serta kepentingan dan kekuasaan
mereka dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1
Kepentingan dan Kekuasaan Pemangku Kepentingan
Kelompok Sekunder
Pemangku Kepentingan
Kelompok Primer:
1. Pelanggan

Kepentingan (interest)

Kekuasaan (power)

Memperoleh produk yang aman dan

Membatalkan pesanan dan membeli

2.

Pemasok

3.

Pemodal
Pemegang Saham

berkualitas sesuai dengan yang

dari pesaing; Melakukan kampanye

dijanjikan serta memperoleh

negatif tentang perusahaan.

pelayanan yang memuaskan.


Menerima pembayaran tepat waktu;

Membatalkan atau memboikot

Memperoleh order secara teratur.

oerder dan menjual kepada pesaing.

Memperoleh deviden dan capital

Tidak mau membeli saham

gain dari saham yang dimiliki.

perusahaan; Memberhentikan para


eksekutif perusahaan.

Kreditur

Memperoleh penerimaan bunga dan


pengembalian pokok pinjaman
sesuai jadwal yang ditetapkan.

4.

Karyawan

Kelompok Sekunder:
1. Pemerintah

2.

3.

Masyarakat

Media Massa

Tidak memberikan kredit;


Membatalkan/ menarik kembali

Memperoleh gaji/ upah yang wajar

pinjaman yang telah diberikan.


Melakukan aksi unjuk rasa/ mogok

dan ada kepastian kelangsungan

kerja; Memaksakan kehendak

pekerjaan.

melalui organisasi buruh yang ada.

Mengharapkan pertumbuhan

Menutup/ menyegel perusahaan;

ekonomi dan lapangan kerja;

Mengeluarkan berbagai peraturan.

Memperoleh pajak.
Mengharapkan peran serta

Menekan pemerintah melalui unjuk

perusahaan dalam program

rasa missal; Melakukan aksi

kesejahteraan masyarakat; Menjaga

kekerasan.

kesehatan lingkungan.
Menginformasikan semua kegiatan

Mempublikasikan berita negatif yang

perusahaan yang berkaitan dengan

merusak citra perusahaan.

isu etika, nilai-nilai, kesehatan,


4.

Aktivis Lingkungan

keamanan, dan kesejahteraan.


Kepedulian terhadap pengaruh

Mengampanyekan aksi boikot

positif dan negatif dari tindakan

dengan mempengaruhi pemerintah,

perusahaan terhadap lingkungan

media massa dan masyarakat;

hidup, HAM, dan sebagainya.

Melobi pemerintah untuk membatasi/


melarang impor produk perusahaan
tersebut bila merusak lingkungan

hidup atau melanggar HAM.


Sumber: Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, 2009, Etika Bisnis dan Profesi, Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya.

2.4

Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan


Perusahaan
Berikut disajikan ringkasan hubungan antara tingkat kesadaran, teori etika dan

paradigma pengelolaan perusahaan.


Tabel 2.2

10

Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan


Paradigma Pengelolaan Perusahaan
Tingkat Kesadaran
Kesadaran Hewani

Teori Etika
Teori Egoisme
Teori Hak

Paradigma Pengelolaan
Paradigma Kepemilikan

Sasaran Perusahaan
Memperoleh
kekayaan
dan

(Proprietorship Paradigm)

keuntungan

Paradigma

Saham

Pemegang

(Stockholders

Paradigm)

optimal

pengelola

yang

merangkap

sebagai

bagi

sekaligus
pemilik

perusahaan.
Pengelola (manajemen) sudah
terpisah dari pemegang saham
selaku pemilik perusahaan.
Sasaran

perusahaan

memperoleh

adalah

kekayaan

dan

keuntungan optimal bagi para


Kesadaran
Manusiawi

Teori Utilitarianisme
Teori Keadilan (Fairness

Paradigma Ekuitas (Equity

pemegang saham.
Sasaran pengelolaan

Paradigm)

perusahaan untuk meningkatkan

Theory)
Teori Kewajiban

kekayaan dan keuntungan pada


investor (pemegang saham dan

(Deontologi)
Teori Keutamaan
Paradigma

Perusahaan

(Enterprise Paradigm)

kreditur)
Sasaran pengelolaan
perusahaan adalah untuk
kesejahteraan seluruh
masyarakat (semua pemangku

Kesadaran

Teori Teonom

Transendental

Paradigma

Perusahaan

kepentingan/ stakeholders)
Tujuan pengelolaan perusahaan

Tercerahkan (Enlightened

adalah

sebagai

bagian

Company)

ibadah kepada Tuhan melalui


pengabdian

tulus

kemakmuran

bersama

dari
untuk
dan

menjaga kelestarian.
Sumber: Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, 2009, Etika Bisnis dan Profesi, Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya.

2.5 TANGGUNG

JAWAB

SOSIAL

PERUSAHAAN

(CORPORATE

SOCIAL

RESPONSIBILITY CSR)
Muncul isu pemanasan global, penipisan lapisan ozon, kerusakan hutan, kerusakan
lokasi di sekitar areal pertambangan, pencemaran air akibat limbah beracun, pencemaran
udara, pencemaran air laut akibat tumpahan minyak dari kapal tangki pengangkut minyak yang

11

bocor, dan sebagainya merupakan akibat negatif dari munculnya aktivitas bisnis yang hanya
berorientasi pada keuntungan semata tanpa memperdulikan dampak negatif yang merugikan
masyarakat dam bumi ini. Munculnya konsep Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan
respons atas tindakan perusahaan yang telah merugikan masyarakat dan bumi yang kita huni
ini.
2.5.1

DEFINISI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITIES (CSR)


World Bank (bank dunia) mendefinisikan CSR sebagai:
CSR is commitment of business to contribute to sustainable economic development working
with employees and their representatives, the local community and society at large to
improve quality of live, in ways that are both good for business and good for development.
Pada definisi diatas, CSR merupakan suatu komitmen bisnis untuk berperan dalam
pembangunan ekonomi yang dapat bekerja dengan karyawan dan perwakilan mereka,
masyarakat sekitar dan masyarakat yang lebih luas untuk memperbaiki kualitas hidup,
dengan cara yang baik bagi bisnis maupun pengembangan.
Draft 3 ISO 26000, 2007, guidance on social responsibility, mendefinisikan CSR sebagai

tanggung jawab dari suatu organisasi untuk dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan
aktivitas di masyarakat dan lingkungan melalui transparansi dan perilaku etis yang konsisten
dengan perkembangan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; Mempertimbangkan
harapan stakeholders; sesuai dengan ketentuan hukum yang bias diterapkan dan norma-norma
international yang konsisten dari perilaku; dan terintegrasi sepanjang organisasi.
Gambar 2.2
Cakupan CSR

Customer
Issues
Human Rights

Social
Development

Fair
Operating
practices

Labour
practises

Social

Organizational
Responsibility
Governance
Sumber: Draft 3 ISO 26000, 2007, Guidance on Social Responsibility

The
Enviroment

12

Menurut Agoes dan Ardana (2009), konsep CSR dewasa ini sangat populer, namun
belum dijumpai keseragaman dalam mendefinisikan konsep CSR. Berikut adalah beberapa
definisi CSR yang dikutip dari buku Membedah Konsep dan Aplikasi CSR karangan Yusuf
Wibisono (2007) dan buku Corporate Social Responsibility dari A. B. Susanto (2007).
a. The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai
Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic
development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as
of the local community and society and large.

[Komitmen bisnis untuk secara terus-

menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi serta


meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal, serta
masyarakat luas pada umumnya.]
b. EU Green Paper on CSR memberikan definisi CSR sebagai a concept whereby
companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in
their interaction with their stakeholders in a voluntary basis. [ Suatu konsep dimana
perusahaan mengintegrasikan perhatian pada masyarakat dan lingkungan dalam operasi
bisnisnya serta dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan secara sukarela.]
c. Magnan dan Ferrel mendefinisikan CSR sebagai a business acts in a socially responsible
manner when its decision and account for and balance diverse stakeholder interest. [
Suatu bisnis dikatakan telah melaksanakan tanggung jawab sosialnya jika keputusankeputusan yang diambil telah mempertimbangkan keseimbangan antar berbagai pemangku
kepentingan yang berbeda-beda.]
d. A.B. Susanto mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan baik ke dalam
maupun ke luar perusahaan. Tanggung jawab ke dalam diarahkan kepada pemegang
saham dan karyawan dalam wujud profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan
tanggung jawab ke luar dikaitkan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan
penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta
memelihara lingkungan bagi generasi mendatang.
e. Elkington mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan mencakup tiga
dimensi, yang lebih populer dengan singkatan 3P, yaitu :

13

Profit; sebagai fungsi ekonomis yang merupakan fungsi tradisional perusahaan, yaitu
untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan tersebut, terutama kepentingan
pemegang saham.

People; sebagai fungsi sosial untuk memberdayakan manusianya, yaitu para


stakeholders. Selain itu, perusahaan dapat berperan menjaga keadilan dalam
membagi manfaat dan menanggung beban yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.

Planet; sebagai fungsi alamiah untuk menjaga kelestarian alam/ bumi.perusahaan


merupakan salah satu elemen dalam sistem kehidupan di muka bumi ini. Bila bumi
dirusak, maka seluruh bentuk kehidupan di bumi akan terancam musnah. Bila tidak
ada kehidupan, bagaimana mungkin akan ada perusahaan yang masih bertahan
hidup?

2.5.2

TINGKAT/ LINGKUP KETERLIBATAN dalam CSR


Walaupun sudah banyak perusahaan yang menyadari pentingnya untuk menjalankan
CSR, namun masih ada juga perusahaan yang berkeberatan menjalankannya, bahkan di antara
mereka yang setuju, masih terdapat perbedaan dalam memaknai tingkat keterlibatan
perusahaan dalam menjalankan program CSR. Pada akhirnya, keberhasilan CSR dan cakupan
program CSR yang dijalankan akan ditentukan oleh tingkat kesadaran pada pelaku bisnis dan
para pemangku kepentingan terkait lainnya. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, ada
tiga tingkat kesadaran yang dimiliki oleh seseorang, yaitu kesadaran hewani, tingkat kesadaran
manusiawi dan tingkat kesadaran transedental. Mereka yang masih berkeberatan dengan
program CSR ini dapat dikatakan bahwa mereka ini masih mempunyai tingkat kesadaran
hewani, dan menganut teori etika egoisme. Program CSR akan berjalan efektif bila para pihak
terkait dalam bisnis (oknum pengelola, pemerintah, dan masyarakat) sudah mempunyai tingkat
kesadaran manusiawi atau transcendental, serta menganut teori-teori etika dalam koridor
utilitarianisme, deontologi, keutamaan, dan teonom.

14

Berikut adalah skema hubungan antara tingkat kesadaran, teori etika yang dianut, dan
tingkat keterlibatan/ cakupan program CSR yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan.

Gambar 2.3
Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Tingkat Keterlibatan CSR

Tingkat Kesadaran

Teori Etika

Tingkat Keterlibatan CSR

Hewani

Egoisme

Rendah

Manusiawi

Utilitarianisme

Transendental

Teonom

Tinggi

Sumber: Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana, 2009, Etika Bisnis dan Profesi, Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya.

Lawrence, Weber, dan Post (2005) mendeskripsikan tingkat kesadaran ini dalam bentuk
tingkat keterlibatan bisnis dengan para pemangku kepentingan dalam beberapa tingkatan
hubungan, yaitu inactive, reactive, proactive, dan interactive. Perusahaan yang inactive sama
sekali mengabaikan apa yang menjadi perhatian para pemangku kepentingan. Perusahaan
yang reactive hanya bereaksi bila ada ancaman atau tekanan yang diperkirakan akan
menganggu perusahaan dari pihak pemangku kepentingan tertentu. Perusahaan yang
proactive akan selalu mengantisipasi apa saja yang menjadi kepedulian para pemangku
kepentingan, sedangkan perusahaan yang interactive selalu membuka diri dan mengajak para

15

pemangku kepentingan untuk berdialog setiap saat atas dasar saling menghormati, saling
mempercayai, dan saling menguntungkan.
Lawrence, Weber, dan Post (2005) juga membedakan dua prinsip CSR berdasarkan
tingkat/ lingkup keterlibatan ini, yaitu prinsip amal (charity principles) dan prinsip pelayanan
(stewardship principles). Pada tabel berikut ini, merupakan ciri-ciri yang membedakan kedua
prinsip ini.
Tabel 2.3
Fondasi Prinsip CSR

Ciri-ciri
Definisi

Prinsip Amal
Bisnis seharusnya memberikan

Prinsip Pelayanan
Sebagai agen publik, tindakan bisnis

bantuan sukarela kepada orang atau

seharusnya mempertimbangkan

kelompok yang memerlukan.

semua kelompok pemangku


kepentingan yang dipengaruhi oleh
keputusan dan kebijakan

Tipe aktivitas

Filantropi korporasi; tindakan

perusahaan.
Mengakui adanya saling

sukarela untuk menunjang citra

ketergantungan perusahaan dengan

perusahaan.

masyarakat; Menyeimbangkan
kepentingan dan kebutuhan semua

Contoh

Mendirikan yayasan amal,

ragam kelompok di masyarakat.


Pribadi yang tercerahkan, memenuhi

berinisiatif untuk menanggulangi

ketentuan hukum, menggunakan

masalah sosial, bekerja sama

pendekatan stakeholders dalam

dengan kelompok masyarakat yang

perencanaan strategis perusahaan.

memerlukan.
Sumber: Lawrence, Weber, Post, 2005, Business Society.

16

BAB III
PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PT. HM SAMPOERNA Tbk.

PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (Sampoerna) merupakan salah satu produsen
rokok terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini memproduksi sejumlah merek rokok kretek yang
dikenal luas, seperti Sampoerna Kretek, A Mild, serta Raja Kretek yang legendaries yaitu Dji
Sam Soe. PT. HM Sampoerna Tbk. merupakan perusahaan afiliasi dari PT. Philip Morris
Indonesia dan bagian dari Philip Morris International, produsen rokok terkemuka di dunia.

3.1

SEJARAH PT. HM SAMPOERNA Tbk.


Sejarah dan keberhasilan PT. HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) tidak terpisahkan dari

sejarah keluarga Sampoerna sebagai pendirinya.


Pada tahun 1913, Liem Seeng Tee, seorang imigran asal Cina mulai membuat dan
menjual rokok kretek linting tangan di rumahnya di Surabaya, Indonesia. Perusahaan kecilnya
tersebut merupakan salah satu perusahaan pertama yang memproduksi dan memasarkan
rokok kretek maupun rokok putih.
Popularitas rokok kretek tumbuh dengan pesat dan pada awal 1930-an, Lim Seeng Tee
mengganti nama keluarga sekaligus nama perusahaannya menjadi Sampoerna, yang berarti
17

kesempurnaan. Setelah usahanya cukup mapan, Liem Seeng Tee memindahkan tempat
tinggal keluarga dan pabriknya ke sebuah kompleks bangunan yang terbengkalai di Surabaya
yang kemudian direnovasi olehnya.
Bangunan tersebut kemudian juga dijadikan tempat tinggal keluarganya, dan hingga
kini, bangunan yang dikenal sebagai Taman Sampoerna tersebut masih memproduksi kretek
linting tangan. Bangunan tersebut kini juga meliputi sebuah museum yang mencatat sejarah
keluarga Sampoerna dan usahanya, serta merupakan salah satu tujuan wisata utama di
Surabaya.
Generasi ketiga keluarga Sampoerna, Putera Sampoerna, mengambil alih kemudi
perusahaan pada tahun 1978. Di bawah kendalinya, Sampoerna berkembang pesat dan
menjadi perseroan public pada tahun 1990 dengan struktur usaha modern, dan memulai masa
investasi dan ekspansi. Selanjutnya Sampoerna berhasil memperkuat posisinya menjadi salah
satu perusahaan terkemuka di Indonesia.

3.2

VISI, MISI, DAN TATA KELOLA PERUSAHAAN PT. HM SAMPOERNA Tbk.


Visi PT. HM Sampoerna Tbk. terkandung dalam Falsafah Tiga Tangan. Falsafah

tersebut mengambil gambaran mengenai lingkungan usaha dan peranan Sampoerna di


dalamnya. Masing-masing dari ketiga tangan tersebut mewakili perokok dewasa, karyawan, dan
mitra bisnis, serta masyarakat luas, merupakan pihak-pihak yang harus dirangkul oleh
Sampoerna untuk meraih visi menjadi perusahaan paling terkemuka di Indonesia.
Sampoerna meraih ketiga kelompok ini dengan cara sebagai berikut:
1. Memproduksi rokok berkualitas tinggi dengan harga yang wajar bagi perokok
dewasa.
18

Sampoerna berkomitmen penuh untuk memproduksi sigaret berkualitas tinggi


dengan harga yang wajar bagi konsumen dewasa. Ini dicapai melalui penawaran
produk yang relevan dan inovatif untuk memenuhi selera konsumen.
2. Memberikan kompensasi dan lingkungan kerja yang baik kepada karyawan dan
membina hubungan baik dengan mitra usaha.
Karyawan adalah asset terpenting Sampoerna. Kompensasi, lingkungan kerja dan
peluang yang baik untuk pengembangan adalah kunci utama membangun motivasi
dan produktivitas karyawan. Di sisi lain, mitra usaha Sampoerna juga berperan
penting dalam keberhasilan perusahaan, dan perusahaan mempertahankan
kerjasama yang erat dengan mereka.
3. Memberikan sumbangsih kepada masyarakat luas.
Kesuksesan Sampoerna tidak lepas dari dukungan masyarakat di seluruh Indonesia.
Dalam memberikan sumbangsih, perusahaan fokus pada kegiatan pengentasan
kemiskinan, pendidikan, pelestarian lingkungan, penanggulangan bencana dan
kegiatan sosial karyawan.
Sampoerna menjalan program tata kelola yang ditujukan untuk melindungi seluruh
pemangku kepentingan Sampoerna dengan baik dan efektif. Komitmen tersebut diwujudkan
dengan menumbuhkan dan menjaga standar kepatuhan, perilaku bertanggung jawab dan
integritas yang tertinggi di seluruh lapisan organisasi Sampoerna.
Sampoerna juga menetapkan standar kepatuhan dan integritas yang sangan tinggi dalam
menjalankan usaha. Aturan berperilaku (code of conduct) yang diterapkan pada seluruh afiliasi
Philip Morris International Inc., termasuk Sampoerna. Aturan berperilaku ini dikomunikasikan
kepada karyawan Sampoerna pada seluruh tingkatan organisasi. Program pelatihan diadakan
secara berkala dan partisipasi karyawan dimonitor dengan ketat.

3.3

PERKEMBANGAN TERKINI PT. HM SAMPOERNA Tbk.

19

Keberhasilan Sampoerna telah menarik perhatian Philip Morris International Inc., salah
satu perusahaan rokok terkemuka di dunia. Akhirnya pada bulan Mei 2005, PT. Philip Morris
Indonesia, afiliasi dari Philip Morris International Inc. mengakuisisi kepemilikan mayoritas
Sampoerna.
Jajaran Direksi dan manajemen baru yang terdiri dari gabungan professional
Sampoerna dan Philip Morris International Inc. meneruskan kepemimpinan perseroan dengan
menciptakan sinergi operasional dengan Philip Morris International Inc., sekaligus tetap
menjaga tradisi dan warisan budaya Indonesia yang telah dimiliki sejak hampir satu abad yang
lalu.
Pada tahun 2012, Sampoerna memilki pangsa pasar sebesar 35,6% di pasar rokok
Indonesia, berdasarkan hasil Nielsen Retail Audit Results Full Year 2012. Pada akhir 2012,
jumlah karyawan Sampoerna dan anak perusahaannya mencapai 28.500 orang. Selain itu,
Sampoerna juga bekerja sama dengan 38 unit Mitra Produksi Sigaret (MPS) yang berada di
berbagai lokasi di Pulau Jawa dalam memproduksi Sigaret Kretek Tangan, dan secara
keseluruhan memiliki 61.000 orang karyawan. Perseroan menjual dan mendistribusikan rokok
melalui 73 kantor penjualan di seluruh Indonesia.
Tahun 2012 merupakan tahun yang cemerlang bagi Sampoerna karena Sampoerna
dapat mencapai penjualan melebihi 100 milliar batang, ditambah berbagai pencapaian lain di
banyak bidang, yaitu pembukaan dua pabrik sigaret kretek tangan baru di Jawa Timur dan
pendirian pusat pelatihan search and rescue di Pasuruan sebagai bagian dari program
tanggung jawab sosial Sampoerna.

3.4

PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT. HM SAMPOERNA Tbk.

20

Bagi Sampoerna, berinvestasi pada kesejahteraan masyarakat tak kalah pentingnya


dengan investasi pada masa depan bisnis. Sampoerna mendukung berbagai program tanggung
jawab sosial untuk meningkatkan kondisi hidup di lingkungan tinggal dan kerja pada
karyawannya, serta masyarakat petani yang memasok tembakau. Sejumlah bidang utama
pemberian dukungan adalah pengentasan kemiskinan, pendidikan, pelestarian lingkungan, dan
penanganan bencana alam yang disebut sebagai 4 Pilar Tanggung Jawab Sosial Sampoerna.
3.4.1

PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN EKONOMI


MASYARAKAT
Pada tahun 2006, Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna (PPK Sampoerna) mulai

beroperasi di atas lahan Perusahaan seluas 10 hektar di dekat pabrik Sampoerna di Sukorejo,
Pasuruan, Jawa Timur. PPK Sampoerna menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan
untuk mendorong pengembangan usaha kecil di masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik
Sampoerna dan di sejumlah daerah lain di Jawa Timur dan Lombok.
PPK Sampoerna kini beroperasi di atas lahan seluas 27 hektar fasilitas terpadu, yang
meliputi ruang pelatihan, bengkel otomotif dan lahan peternakan dan pertanian percobaan. PPK
Sampoerna merupakan program percobaan unik yang juga dimanfaatkan untuk memberikan
pelatihan dan keahlian kerja bagi karyawan Sampoerna yang akan memasuki masa pensiun
dan masyarakat disekitar pabrik untuk mereka gunakan dalam memulai usaha baru atau
mengembangkan usaha yang telah berjalan. Sebagai bentuk dukungan tambahan bagi peserta
pelatihan, perusahaan juga melangsungkan program pinjaman usaha bergilir.
Dalam upaya menyukseskan PPK Sampoerna ini, sejak awal pendiriannya, perusahaan
bekerja sama dengan mitra yang berkompetensi dan bereputasi seperti Institut Pertanian Bogor
dalam perencanaan dan pengoperasiannya, serta dalam memberikan pelatihan.
3.4.2

PENDIDIKAN
Perusahaan fokus dalam memberikan akses lebih besar terhadap materi pendidikan

melalui Pusat Pembelajaran Masyarakat dan Mobil Pustaka di daerah pabrik kami di Jawa
Timur dan Jawa Barat. Perusahaan juga mengoperasikan perpustakaan karyawan di pabrik
SKT di Surabaya, Jawa Timur.
21

Program Kampus Sampoerna merupakan bentuk lain dukungan perusahaan bagi


pendidikan tinggi di Indonesia. Program ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dan dosen
memperluas wawasan mereka ini melalui berbagai pengalaman mendidik di luar kelas. Program
ini menawarkan berbagai kegiatan, seperti diskusi interaktif, serta workshop kewirausahaan dan
manajemen di tujuh lokasi perpustakaan kampus yang diberi nama Sampoerna Corner, serta
program kunjungan studi Sampoerna Best Student Visit.
3.4.2.1 PUTERA SAMPOERNA FOUNDATION
Gambar 3.1
Lambang Putera Sampoerna Foundation

Sumber: www.sampoernafoundation.org

PSF adalah Institusi Bisnis Sosial


untuk

mencetak

calon-calon

pertama di Indonesia yang memiliki visi


pemimpin

masa

depan

dan

wirausahawan yang handal demi menghadapi tantangan global. Putra Sampoerna Foundation
memiliki tujuan untuk menciptakan 1.000 pemimpin per tahun yang diharapkan

dapat

memberikan kontribusi dan perubahan di komunitasnya. Dalam menjalankan kegiatannya,


Putera Sampoerna Foundation didukung oleh mitra strategis antara lain, Sahabat Wanita, Siswa
Bangsa dan Bait Al-Kamil, serta melakukan inisiatif mendirikan badan usaha Access yang
meningkatkan pertukaran pelajar dan kerjasama dengan universitas di luar negeri.
PSF adalah organisasi non-profit pertama yang memperoleh sertifikasi ISO 9001:2008,
yakni sertifikat sistem kualitas manajemen bertaraf international. Menerapkan prinsip-prinsip
keterbukaan dan akuntabilitas dalam segala aktivitasnya. Putera Sampoerna Foundation telah
dipercaya lebih dari 250 perusahaan, organisasi, maupun asosiasi untuk menjalankan program
tanggung jawab sosial. PSF mengikuti audit yang dilakukan oleh pihak auditor internasional
secara berkala dan laporannya diterbitkan pada laporan tahunan Putera Sampoerna
Foundation.

22

Sejak didirikan tahun 2001, Putera Sampoerna Foundation telah menyalurkan lebih dari
34.000 beasiswa, menyelenggarakan pelatihan untuk lebih dari 14.000 guru dan kepala
sekolah, mengadopsi 17 sekolah negeri dan 5 madrasah. Pada tahun 2009, Putera Sampoerna
Foundation mendirikan sekolah berstandar international berasrama yaitu Sampoerna Academy,
sekolah tinggi untuk mencetak generasi pendidik masa depan yakni Sampoerna School of
Education yang sekaligus merupakan elemen pertama pendirian universitas bertaraf dunia.
Setelah itu, disusul pendirian Sampoerna School of Business pada tahun 2010.
Gambar 3.2
Putera Sampoerna Foundation: Government Agencies Partners

Sumber: www.sampoernafoundation.org

Gambar 3.3
Putera Sampoerna Foundation: Education Program Partners

23

Sumber: www.sampoernafoundation.org

3.4.3

PELESTARIAN LINGKUNGAN
Melalui kerja sama dengan beberapa organisasi lingkungan, Sampoerna mendukung

Program Pelestarian Mangrove di Surabaya dan penanaman kembali hutan di Pasuruan dan
Lombok untuk mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan.
Pada bulan Mei 2010, Sampoerna menerima piagam penghargaan Wana Lestari dari
Kementerian

Kehutanan

Republik

Indonesia

dalam

acara

yang

diikuti

dengan

penandatanganan nota kesepahaman untuk mendukung pengembangan Hutan Tanaman


Industri (HTI), Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Rakyat Indonesia, untuk mendukung
program penanaman 1 Milliar Pohon 2010 Kementerian Kehutanan.

3.4.4

PENANGANAN BENCANA ALAM


Bencana alam merupakan salah satu bagian memilukan dari realitas di Indonesia. Tim

Sampoerna Rescue (SAR) telah dikerahkan untuk melakukan penanganan bencana alam di
berbagai daerah di Indonesia. Tim SAR terdiri dari relawan karyawan dan relawan medis

24

dengan misi memberikan bantuan cepat dan praktis kepada korban bencana alam kapan pun
dan dimana pun bencana terjadi di Indonesia.
Tim SAR dilengkapi dengan perahu, ambulans, truk pemadam kebakaran, pembangkit
listrik, unit medis berjalan, dapur umum, dan penyuling air bersih.
Contohnya, ketika bencana gempa besar terjadi di Padang pada 30 September 2009,
tim SAR bekerja dengan tim penanggulangan bencana lain dalam memberikan bantuan medis,
makanan dan mendirikan tempat penampungan bagi warga yang kehilangan tempat tinggal.
Perlengkapan dan anggota tim dikerahkan secara maksimal untuk membantu misi tersebut.
Pada April 2010, tim SAR diturunkan untuk membantu korban banjir besar di Desa
Sukaluyu dan Desa Puserjaya, Kabupaten Karawang. Misi SAR di sini meliputi bantuan logistic
dan pemberian sumbangan karyawan Sampoerna kepada 1.700 kepala keluarga.
Setiap tahun, tim SAR aktif melakukan berbagai kegiatan kemanusiaan penting,
termasuk kegiatan pembersihan sungai, pencegahan kebakaran dan penyelamatan.

BAB IV
PENUTUP
Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah Corporate
Social Responsibility merupakan komitmen perusahaan secara berkesinambungan untuk
memberikan kontribusi positif bagi mng asyarakat lingkungan sekitar. Corporate Social
Responsibility telah diatur dalam undang-undang no. 40 tahun 2007 yang menyebutkan bahwa
Perseroan yang menjalankan usahanya di bidang yang berkaitan dengan sumber daya alam
wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
25

Di samping pelaksanaan yang bersifat wajib, kini perusahaan juga mulai memiliki
kesadaran secara sukarela untuk melaksanakan Corporate Social Responsibility. Hal tersebut
dikarenakan perusahaan sadar bahwa penerapan Corporate Social Responsibility akan
membawa dampak positif bagi stakeholder maupun perusahaan baik dalam menjalankan
operasi perusahaan maupun kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.
PT. HM Sampoerna Tbk. adalah salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia
yang memiliki berbagai program CSR. Komitmen perusahaan untuk terus melaksanakan
program yang telah dibentuk sangatlah besar. Berbagai program tersebut dipadukan dalam
suatu organisasi atau yayasan yang dibentuk oleh perusahaan yaitu Putera Sampoerna
Foundation (PSF). Kegiatan di PSF sendiri sangat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan
di sekitar perusahaan. Dengan kata lain, Sampoerna adalah salah satu perusahaan yang
menerapkan etika bisnis yang baik, sehingga citra positif selalu melekat pada tiap bagian
perusahaan.
Kegiatan CSR yang dilakukan Sampoerna meliputi berbagai tingkatan, mulai dari
sekedar donasi, menjaga lingkungan sebagai tanggung jawab pengekplorasian alam, hingga
mulai merintis community development dengan mengadakan pelatihan kewirausahaan, ikut
serta meningkatkan kualitas di bidang pendidikan dan pelatihan kemasyarakatan.
Suatu perusahaan akan memiliki kelangsungan hidup yang panjang jika memperhatikan
lingkungan atau komunitas di sekitanya. Perusahaan dan komunitas masyarakat ibarat dua sisi
mata uang yang saling mempengaruhi eksistensi masing-masing. Pembuatan program CSR
harus tepat dalam implementasinya sehingga tidak hanya memberikan harapan semu bagi
targetnya. Maka dari itu, program yang akan dilaksanakan harus dipertimbangkan berdasarkan
fakta yang ada, laporan yang jujur karena berpengaruh pada kepercayaan stakeholder, agar
tidak membuat CSR hanya menjadi sebuah rencana tanggung jawab sosial perusahaan tanpa
eksekusi yang tepat.

26

You might also like