You are on page 1of 7

Perbandingan Hukum Waris Sistem Matrilineal

dengan Hukum Waris Indonesia


Disusun Oleh Kelompok 3:
Yan Anisa Dewi ( 13305141046 )
Nur Chamid ( 13305141063 )
Bhiwararastri Galuh Ar Rizka ( 13305144003 )
Septia Eva Fradina ( 13305144005 )
Arifudin Prabowo ( 13305144011)
Jolang Budiarta ( 13305144008 )
Prodi:
Matematika (kelas E)
A. LATAR BELAKANG
Masalah warisan selalu menjadi bahan pembicaraan untuk diperdebatkan.
Baik oleh masyarakat yang berada di kota maupun masyarakat yang berada di
desa. Bahkan jauh-jauh hari sebelum orang itu meninggal, surat warisan sudah
selesai dibuat. Tapi, apakah cara pembagian warisan tersebut sudah sesuai
dengan hukum di Indonesia? Jawabannya tentu sangat rumit. Tiap-tiap daerah
di Indonesia punya hukum yang berbeda soal hukum warisan ini. Entah adil
atau tidak, hukum adat masih tetap menjadi aturan yang dipercaya
kebenarannya. Salah satu daerah di Indonesia yang masih menerapkan hukum
adat yaitu di Minangkabau.
Minangkabau adalah salah satu daerah di Provinsi Sumatera Barat.
Penduduknya mayoritas berasal dari penduduk asli yaitu Suku Minangkabau.
Aroma adat dan kedaerahan masih sangat kental di sini. Tradisi upacara adat di
Minangkabau ini juga masih sering ditemui. Dan yang paling mengherankan,
masyarakat disini dalam hal pembagian warisan masih menggunakan sistem
matrilineal, dimana sistem matrilineal ini merupakan sistem kekerabatan
menurut garis ibu. Dan hal tersebut sering tidak adil, karena jika mereka

mempunyai anak laki-laki, maka anak laki-laki tersebut tidak mendapatkan


warisan.
Berbeda dengan sistem hukum waris di Indonesia. Sistem hukum waris di
Indonesia menerapkan pembagian warisan secara adil, yaitu semua anggota
keluarga berhak untuk mendapatkannya. Akan tetapi, apabila syarat untuk
mendapatkan warisan tersebut tidak terpenuhi, maka orang tersebut tidak
mendapatkan warisan. (http://www.pelaminanminang.com/adat-minangkabau/
matrilineal.html)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Sistem Matrilineal itu? Dan apa saja kelemahan dan kelebihan
dari Sistem Matrilineal?
2. Bagaimana hukum waris menurut Undang-Undang di Indonesia?
3. Apakah Sistem Matrilineal masih sesuai diterapkan di Indonesia?
C. PEMBAHASAN
1. Sistem Matrilineal
Sistem Matrilineal adalah Sistem kekerabatan berdasarkan Garis
Keturunan Ibu. Sistem Matrilineal ini di Indonesia terdapat di daerah
Minangkabau, Sumatera Barat. Sistem Matrilineal merupakan salah satu
aspek dalam menentukan dan mendefinisikan identitas masyarakat Minang.
Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa.
Adat dan budaya di Minangkabau menempatkan pihak perempuan
bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan.
Sampai saat ini sistem kekerabatan matrilineal masih tetap
dipertahankan oleh masyarakat Minangkabau. Pada setiap individu
Minang, memiliki kecenderungan untuk menyerahkan harta pusaka yang
seharusnya dibagi kepada setiap anak (menurut hukum faraidh dalam
Islam) tetapi hanya kepada anak perempuannya. Anak perempuan itu nanti
menyerahkan pula kepada anak perempuannya pula. Dan anak laki-laki
tidak mendapat bagian harta pusaka. (http://kopiapung.blogspot.com/
2013/05/sistem-kekerabatan-matrilineal-sistem_3176.html).
Dalam sistem keturunan matrilineal Minangkabau ini, ayah bukanlah
anggota dari garis keturunan anak-anaknya. Dia dipandang tamu dan
diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga. Secara tradisi, setidak-tidaknya,
tanggung jawabnya sebagai wali dari garis keturunannya dan pelindung

atas harta benda garis keturunan itu sekalipun dia harus menahan dirinya
dari menikmati hasil tanah dan harta pusaka kaumnya istrinya. Itu sebabnya
lelaki Minang banyak yang hidup merantau ke darah lain di luar Sumatera
Barat. (http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/03/21/sistem-patrilinealdan-implementasinya-dalam-suku-batak-toba-di-sumatera-utara/, Maret 21,
2011).
Ciri-ciri dari Sistem Material ini antara lain keturunan dihitung
menurut garis ibu, suku terbentuk menurut garis ibu, tiap orang diharuskan
kawin dengan orang luar sukunya atau eksogami karena di Minangkabau
dilarang kawin sesuku, pembalasan dendam merupakan satu kewajiban
bagi

seluruh

suku, perkawinan

bersifat

matrilokal,

yaitu

suami

mengunjungi dan tinggal dirumah istrinya, hak-hak dan pusaka diwariskan


oleh mamak kepada kemenakannya dan dari saudara laki-laki ibu kepada
anak dari saudara perempuan.
(http://pakguruonline.pendidikan.net/sjh_pdd_sumbar_pendh.html)
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa sistem matrilineal
ternyata ada kelemahan dan kelebihannya, antara lain:
a. Kelemahan:
1) Warisan hanya untuk kaum wanita, sehingga kaum pria tidak
mendapatkan apa-apa.
2) Pembagian warisan tidak adil karena hanya kaum perempuan saja
yang mendapat warisan, sedangkan kaum laki-laki tidak mendapat
bagian.
3) Kaum pria hanya dipandang sebagai tamu dan diperlakukan sebagai
tamu dalam keluarga yang tujuan utamanya untuk memberikan
keturunan.
4) Kaum pria hanya berkuasa untuk memilihara, mengolah, dan
mengembangkan harta milik kaum wanita, tetapi tidak untuk
menggunakannya.
5) Keluarga tidak sepenuhnya dipimpin oleh laki-laki, melainkan
dipimpin oleh istri juga.
b. Kelebihan:
1) Adat Minangkabau sangat memperhatikan kaum wanita, karena
kaum wanitalah yang terlemah dibandingkan dengan kaum laki-laki.

Oleh karena itu adat Minangkabau memberikan hak istimewa


terhadap wanita.
2) Harta warisan tidak dapat berpindah ke suku yang lain.
3) Dapat menjaga keamanan dan kemakmuran dalam negeri, sehingga
perempuan janda, anak-anak yatim, dan orang yang terlantar
hidupnya bisa dihindari keberadaannya.
4) Seseorang yang dapat warisan hanya sekedar menguasai atau
memakai harta warisan itu tapi tidak boleh menjual atau
menghibahkan hartanya kepada siapapun.
5) Kaum perempuan lebih teliti, hemat dan pandai menggunaka harta
untuk keperluannya
2. Hukum Waris di Indonesia
Hukum waris di Indonesia didasarkan pada KUHPerdata tentang
perwarisan. Ahli waris ini dibagi menjadi empat golongan besar, yaitu:
a. Golongan I: Suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya
(Pasal 852 KUHPerdata).
b. Golongan II: Orang tua dan saudara kandung pewaris.
c. Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan
ibu pewaris
d. Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun
dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam
dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta
keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris
Kalau semuanya itu tidak ada, maka negara menjadi pewarisnya. Mengenai
masalah pembagiannya, dapat dijelaskan dalam beberapa bagian tergantung
dari ke empat golongan itu, yaitu:
a. Golongan 1
Pasal 852: Seorang anak biarpun dari perkawinan yang berlain-lainan,
atau waktu kelahiran, laki atau perempuan, mendapat bagian yang sama
(mewaris kepala demi kepala).
Pasal 852 a: Bagian seorang isteri (suami), kalau ada anak dari
perkawinannya dengan yang meninggal dunia, adalah sama dengan
bagiannya dengan seorang anak. Bagaimanapun juga seorang janda
(duda) tidak boleh mendapat lebih dari dari harta warisan.
Pasal 852 b: Pasal ini menentukan bahwa jika seorang janda (duda)
pewaris bersama dengan orang lain dari pada anak-anak (juga dari

perkawinan yang dahulu) atau keturunannya, maka ia dapat menarik


seluruh atau sebagian perabot rumah tangga di dalam kekuasaannya.
b. Golongan 2
Pasal 854: Jika golongan 1 tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah
bapak, ibu, dan saudara. Bagian ayah dan ibu dapat:
1) 1/3 bagian, kalau hanya ada 1 saudara
2) 1/4 bagian, kalau ada lebih dari 1 saudara.
Bagian dari saudara adalah apa yang terdapat setelah dikurangi dengan
bagian dari orang tua.
Pasal 856: Kalau bapak dan ibu telah tidak ada maka seluruh warisan
menjadi bagiannya saudara-saudara.
Pasal 857: Pembagian antara saudara-saudara adalah sama.
1) Jika mereka itu berasal dari lain perkawinan (bapak sama tapi lain
ibu atau sebaliknya) maka warisan dibagi dua. Bagian yang ke satu
adalah bagian bagi garis bapak dan bagian yang kedua adalah
bagian bagi garis ibu.
2) Saudara-saudara yang mempunyai bapak dan ibu yang sama
mendapat bagian dari bagian bagi garis bapak dan bagi garis ibu.
3) Saudara-saudara yang hanya se-bapak atau se-ibu dapat bagian dari
bagian bagi garis bapak atau garis ibu saja.
c. Golongan 3
Pasal 853: 858 ayat 1: Jika waris golongan 1 dan waris golongan 2
tidak ada, maka warisan dibelah menjadi dua bagian yang sama.
1) Yang satu bagian diperuntukkan bagi keluarga sedarah dalam garis
bapak lurus ke atas, yang lain bagian bagi keluarga sedarah dalam
garis ibu lurus ke atas.
2) Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke-atas mendapat
setengah warisan yang jatuh pada garisnya.
3) Kalau derajatnya sama, maka waris itu pada tiap garisnya mendapat
bagian yang sama(kepala demi kepala).
4) Kalau didalam satu garisnya ada keluarga yang terdekat derajatnya,
maka orang itu menyampingkan keluarga dengan derajat yang lebih
jauh.
d. Golongan 4
Pasal 858 ayat 2: Kalau waris golongan 3 tidak ada maka bagian yang
jatuh pada tiap garis sebagai tersebut dalam pasal 853 dan pasal 858
ayat 2, warisan jatuh pada seorang waris yang terdekat pada tiap garis.

Kalau ada beberapa orang yang derajatnya sama maka warisan ini
dibagi-bagi berdasarkan bagian yang sama.
Pasal 861: Di dalam garis menyimpang keluarga yang pertalian
keluargaannya berada dalam suatu derajat yang lebih tinggi dari derajat
ke-6 tidak mewaris. Kalau hal ini terjadi pada salah satu garis,maka
bagian yang jatuh pada garis itu, menjadi hak nya keluarga yang ada di
dalam garis lain, kalau orang ini mempunyai hak kekeluargaan dalam
derajat

yang

tidak

melebihi

derajat

ke-6.

(http://www.hukumonline.com/)
3. Penerapan sistem matrilineal untuk dewasa ini
Sistem matrilineal saat ini masih diterapkan di Minangkabau dan
masih banyak diperdebatkan oleh banyak orang. Jika dilihat dari
pembagian harta warisannya, sistem matrilineal ini tidak adil karena hanya
pihak wanita yang mendapatkan harta warisan sedangkan pihak laki-laki
tidak mendapatkannya. Hal ini bertentangan dengan hukum waris di
Indonesia dimana pada hukum waris di Indonesia setiap ahli waris
mendapatkan bagian-bagian tertentu. Jadi sebenarya sistem matrilineal ini
sudah tidak efektif lagi jika masih digunakan dan alangkah baiknya jika
masyarakat di Minangkabau beralih menggunakan hukum waris di
Indonesia yang pembagiannya lebih adil sehingga tidak merugikan pihak
manapun.
D. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang kami buat, dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem matrilineal merupakan sistem kekerabatan menurut garis ibu.
Sistem ini mempunyai kelemahan, salah satunya yaitu pada pembagian
warisan hanya kaum perempuan saja yang mendapatkannya sedangkan
kaum laki-laki tidak mendapatkan bagian. Sistem ini juga mempunyai
kelebihan, salah satunya yaitu harta warisan tidak dapat berpindah ke suku
yang lain.
2. Hukum waris di Indonesia didasarkan pada KUHPerdata tentang
perwarisan diamana ahli waris ini dibagi menjadi empat golongan besar,
yaitu golongan I, II, III, dan IV dimana dalam pembagian warisan, masingmasing golongan diatur sendiri-sendiri dalam pasal-pasal.

3. Sistem matrilineal di Minangkabau sudah tidak sesuai lagi jika diterapkan

untuk saat ini karena pembagian harta waris tidak adil dan bertentangan
dengan hukum waris di Indonesia.

You might also like